• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Rantai Pasok Gambir

Dalam dokumen 5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR (Halaman 33-42)

Kajian ini terdiri dari dua tahap yaitu (1) perancangan jaringan rantai pasok gambir, yaitu penentuan lokasi pabrik pengolahan katekin dan tanin dari gambir asalan dan penentuan lokasi gudang dan (2) evaluasi rantai pasok gambir usulan. Pelaksanakan kajian ini mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Vaishnavi dan Kucchler (2008) sebagai berikut:

Pemahaman Persoalan

Persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana konfigurasi jaringan rantai pasok dalam pengembangan agroindustri gambir di kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan bagaimana kinerja rantai pasok tersebut jika diimplementasikan.

Perumusan Usulan

Kegiatan strategis yang harus dilaksanakan dalam pengembangan agroindustri gambir di kabupaten Lima Puluh Kota adalah pendirian industri pengolah katekin dan tanin. Persoalannya adalah berapa unit industri hilir yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat konversi ekspor dari produk berupa gambir asalan menjadi produk dalam bentuk katekin dan tanin yang dikehendaki. Selanjutnya, untuk melayani kebutuhan bahan baku dan pengiriman produk gambir asalan maupun katekin dan tanin, harus diputuskan lokasi unit industri penghasil katekin dan tanin yang akan didirikan, kombinasi moda transportasi serta kebutuhan gudang konsolidasi dalam jaringan rantai pasok tersebut (Crainic dan Laporte, 1997).

Rantai pasok dengan pengembangan industri katekin dan tanin diusulkan dengan empat alternatif di bawah ini:

a. Alternatif 1: Pendirian dua pabrik pengolahan di Kecamatan Kapur IX, satu pabrik di Kecamatan Bukit Barisan dan satu pabrik di Kecamatan Pangkalan yang sekaligus menjadi gudang konsolidasi. Pemilihan Pangkalan sebagai lokasi gudang konsolidasi didasarkan atas ketersediaan akses jalan utama Payakumbuh-Pekanbaru yang dapat dilalui oleh truk besar/kontainer. Pada alternatif ini, gambir asalan dibawa ke pabrik pengolahan, dan selanjutnya katekin serta tanin yang dihasilkan dibawa ke gudang konsolidasi di Pangkalan.

b. Alternatif 2: Pendirian dua pabrik pengolahan di Kecamatan Kapur IX dan satu pabrik di Kecamatan Pangkalan sekaligus sebagai gudang konsolidasi. Alternatif ini sama dengan alternatif 1, hanya pabrik di kecamatan Bukit Barisan dihilangkan. Gambir asalan dibawa ke masing-masing pabrik pengolahan, selanjutnya katekin dan tanin yang dihasilkan dibawa ke gudang konsolidasi di Pangkalan.

c. Alternatif 3: Satu pabrik di Kecamatan Pangkalan yang sekaligus berfungsi sebagai gudang konsolidasi. Gambir Asalan dibawa ke gudang sementara, selanjutnya dibawa ke pabrik pengolahan Katekin dan Tanin di Pangkalan.

d. Alternatif 4: Pengolahan Katekin dilakukan di unit pengolahan gambir bergerak (mobile unit) dan gudang konsolidasi berada di Pangkalan. Katekin dan Tanin dihasilkan di mobile unit, dibawa ke pool mobile unit selanjutnya dibawa ke Pangkalan. Alternatif ini diperlukan karena berdasarkan kajian yang dilakukan Herryandie et al. (2009), penggunaan mobile unit merupakan metode introduksi teknologi yang terpilih dalam pengembangan agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Gambar 36. Ilustrasi Sistem Transportasi Produk dalam Rantai Pasok Gambir yang Diusulkan

Pengembangan Model

Simchi-Levy (2000) mengemukakan model umum untuk biaya transportasi barang dengan berbagai moda transportasi yang disajikan pada persamaan (1)

………. (1)

Selanjutnya, Merrina dan Sparavigna (2007) mempertimbangkan pengaruh biaya tetap dalam transportasi intermoda. Dengan mempertimbangkan biaya tetap

Petani Pasar/lokasi pengumpulan Pengumpul Eksportir Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Kecil 1-1.5 ton Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 Ton Petani Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton Koperasi Industri Katekin/Tanin Petani Pelabuhan Ekspor Mobile Unit Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton

Koperasi/Pool Mobile unit Gudang Konsolidasi Petani Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton Industri Katekin/Tanin Gudang Konsolidasi

(a) Kondisi Saat ini

(c) Satu Pabrik Katekin dan Tanin (Alternatif 3)

(b) Beberapa Pabrik Katekin dan Tanin di Tingkat Nagari (Alternatif 1 dan 2)

(d) Penggunaan Mobile Unit (Alternatif 4)

transportasi untuk masing-masing moda, maka persamaan (1) menjadi

. Selanjutnya, dengan menggabungkan seluruh moda transportasi yang digunakan, maka total biaya transportasi sampai pelabuhan ekspor merupakan penjumlahan dari seluruh biaya transportasi pada semua moda yang digunakan sesuai dengan persamaam (2).

….………... (2) dengan

J : Indeks yang menunjukkan moda transportasi (Tabel 24) j=1: Sepeda motor (kapasitas 100 kg)

j=2: Truk kecil (kapasitas 1-1.5 ton) j=3: Truk sedang(kapasitas 5-6 ton)

j=4: Truk besar/container (kapasitas 15-20 ton) I : Indeks yang menunjukkan pemasok ke-i

j : Biaya transportasi per unit kg per km moda transportasi ke-j

xij : Jumlah produk yang dikirimkan oleh pemasok ke-i dengan menggunakan moda transportasi ke-j (kg)

dij : Jarak pengiriman dari pemasok ke-i dengan moda transportasi ke-j (km)

j : Biaya tetap transportasi moda ke-j TC : Total biaya transportasi

Berbagai moda transportasi yang digunakan dalam rantai pasok gambir terdiri dari sepeda motor, truk kecil, truk sedang dan truk besar/kontainer (Gambar 36). Perhitungan total biaya transportasi didasarkan atas komponen biaya tetap dan biaya variabel untuk masing-masing moda sebagaimana disajikan pada Tabel 25.

Evaluasi

Pengkajian dan evaluasi rantai pasok gambir dilakukan pada dua kondisi yaitu (1) rantai pasok yang ada saat ini dan (2) rantai pasok dengan pengembangan industri penghasil katekin dan tanin dari gambir dengan keempat alternatif di atas. Sebagai dasar evaluasi, digunakan volume ekspor gambir asalan Indonesia tahun 2009. Kajian dilakukan dengan mengkonversi sebagian ekspor gambir yang semula dalam bentuk gambir asalan menjadi bentuk katekin dan tanin pada berbagai tingkat (persentase) dari total volume ekspor gambir asalan selama tahun 2009 tersebut.

Adanya pabrik pengolahan katekin dan tanin akan menyebabkan perubahan jumlah trip pengiriman untuk gambir asalan dan akan diperlukan pengiriman produk katekin dan tanin dengan moda transportasi tertentu.

Tabel 25. Data Moda Transportasi dalam Rantai Pasok Gambir

No Moda Jarak Pengiriman Biaya Transportasi

Biaya Tetap (Rp.) Biaya Variabel (Rp./km) 1 Sepeda Motor 1-10 km 11,666.67 1,380.00 2 Truk Kecil 5-20 km 68,750.00 3,950.00

3 Truk Sedang Lima Puluh Kota- Padang : 150 km

137,500.00 3,837.50 Lima Puluh Kota – Medan: 600

km 4 Truk Besar/

Kontainer

Dalam kota Padang: 20-30 km 275,000.00 2,231.25 Dalam kota Medan: 20-30 km

5 Mobile unit* 1-10 km 68,750.00 3,950.00

*Mobile unit ditarik oleh Truk Kecil, pengangkutan dikaitkan dengan jumlah produk yang dihasilkan dari rumah kempa pada hari yang bersangkutan.

Kajian dengan berbagai tingkat konversi produk tersebut diperlukan karena hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk membuka dan menguasai pasar untuk produk katekin dan tanin yang akan dikembangkan. Evaluasi jaringan rantai pasok gambir meliputi: (i) evaluasi kinerja rantai pasok, (ii) pengaruh perubahan tingkat konversi ekspor gambir asalan ke produk katekin dan tanin, serta (iii) pengaruh peningkatan volume ekspor serta perubahan biaya transportasi dan pasokan gambir asalan antar kecamatan untuk produksi katekin dan tanin.

Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini, dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi jaringan rantai pasok yang terbaik, yakni jaringan yang membutuhkan total biaya transportasi terendah pada ekspor gambir asalan dalam jumlah tertentu.

5.7.1 Kinerja Rantai Pasok Gambir dengan Adanya Pabrik Pengolah Katekin Kinerja rantai pasok yang meliputi biaya transportasi rata-rata per unit produk dan biaya transportasi rata-rata per nilai produk gambir, baik sebagai gambir asalan maupun sebagai katekin dan tanin, dapat dilihat pada Tabel 26. Pada Tabel 26 dapat diketahui besarnya penghematan total biaya transportasi pada alternatif 1 sampai alternatif 4 dibandingkan dengan rantai pasok saat ini berkisar antara Rp. 292.76 juta sampai dengan Rp. 631,14 juta per tahun dengan penghematan tertinggi diperoleh pada alternatif 4 (penggunaan mobile unit).

Adanya penghematan tersebut menyebabkan biaya transportasi rata-rata per kg produk dan per nilai produk pada seluruh alternatif jaringan rantai pasok juga menurun. Rendahnya biaya transportasi per nilai produk memungkinkan penggunaan moda transportasi yang lebih mahal dalam pengiriman produk bernilai tinggi terutama jika biaya persediaan lebih tinggi daripada biaya transportasi (Ballou, 1992). Namun demikian, pada produk bernilai tinggi, besarnya jaringan dan banyaknya tingkatan stocking point dalam sistem rantai pasok dapat meningkatkan biaya persediaan secara signifikan (Simchi-Levy, 2000).

Tabel 26. Kinerja Rantai Pasok Gambir dengan Berbagai Alternatif Jaringan Kinerja Rantai Pasok

Gambir

Saat Ini Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4

Total Biaya Transportasi ( Rp. Juta)

8,895.69 8,594.49 8,602.93 8,529.89 8,264.55

Volume Produk (ton):

Gambir Asalan 18,298 16,468 16,468 16,468 16,468

Katekin + Tanin - 549 549 549 549

Total 18,298 18,298 18,298 18,298 18,298

Nilai Produk (Rp. Juta):

Gambir Asalan 548,931 494,038 494,038 494,038 494,038

Katekin + Tanin - 2,470,190 2,470,190 2,470,190 2,470,190

Total 548,931 2,964,227 2,964,227 2,964,227 2,964,227

Biaya Transportasi Rata-rata: Per Unit Produk (Rp.

juta/ton)

0.4862 0.4697 0.4702 0.4662 0.4517

5.7.2 Pengaruh Perubahan Rantai Pasok Dengan Adanya Pabrik Pengolah Katekin Terhadap Total Biaya Transportasi

Hasil perhitungan total biaya transportasi dengan semua moda pada masing-masing alternatif jaringan disajikan pada Gambar 37. Pada keempat alternatif jaringan, pengadaan pabrik pengolahan katekin untuk konversi ekspor ke bentuk katekin dan tanin serta gudang konsolidasi menghasilkan penghematan biaya antara 3,29%. hingga 7,09%. Pada tingkat konversi ekspor yang lebih tinggi, penghematan tersebut menjadi makin besar. Misalnya pada tingkat konversi 45%, penghematan tersebut berkisar antara 15,26% hingga 31,99%. Penghematan biaya transportasi tersebut berasal dari dua sumber yaitu: Pertama, pengurangan bobot dan volume produk yang harus dikirimkan, karena pemrosesan ulang gambir asalan akan menghilangkan sejumlah bahan yang tidak berguna dalam produk gambir asalan. Kedua, adanya konsolidasi produk yang akan dikirimkan menyebabkan peningkatan volume dan jarak pengiriman produk dengan kendaraan pengangkut yang lebih besar yang membutuhkan biaya transportasi per kilometer jarak tempuh lebih murah. Aktivitas produksi katekin dan tanin akan menyebabkan peningkatan transportasi untuk produk katekin serta tanin dan menurunkan bobot dan jarak tempuh gambir asalan yang diangkut. Namun, karena penurunan biaya transportasi gambir asalan lebih besar daripada peningkatan biaya transportasi katekin dan tanin, maka peningkatan proporsi ekspor dalam bentuk katekin dan tanin akan menyebabkan penurunan total biaya transportasi.

Pada Gambar 37 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat konversi ekspor ke dalam bentuk produk katekin dan tanin maka biaya transportasi dalam rantai pasok gambir secara keseluruhan semakin menurun.

(a) Gambir Indonesia (b) Gambir Kab 50 Kota

Gambar 37. Biaya Transportasi pada Berbagai Tingkat Konversi Ekspor sebagai Katekin dan Tanin

Sejalan dengan pengaruh tingkat konversi ekspor pada Gambar 37, pada Gambar 38 dapat dilihat bahwa pertumbuhan volume ekspor gambir sebesar 10% per tahun dan ekspor katekin dan tanin dapat dipertahankan dalam jumlah 10% dari volume ekspor tersebut akan meningkatkan penghematan biaya transportasi produk gambir sampai pelabuhan ekspor. Hal tersebut berlaku untuk semua alternatif jaringan rantai pasok yang diusulkan.

(a) Gambir Indonesia (b) Gambir Kab 50 Kota Gambar 38. Perkiraan Biaya Transportasi Akibat Peningkatan Jumlah Ekspor

Gambir Sebesar 10% per Tahun

5,500 6,000 6,500 7,000 7,500 8,000 8,500 9,000 9,500 0% 10% 20% 30% 40% 50% B ia y a T ra nspo rt a si ( R p. jut a )

Proporsi Konversi Ekspor ke Katekin+Tanin

Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4

3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 0% 10% 20% 30% 40% 50% B ia y a T ra nspo rt a si ( R p. jut a )

Proporsi Konversi Ekspor ke Katekin+Tanin

Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4

8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 22,000 24,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B ia y a T ra nspo rt a si ( R p. Jut a ) Tahun SAAT INI ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4 5,000 7,000 9,000 11,000 13,000 15,000 17,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bi a y a T ra n sp o rt a si (Rp . Ju ta ) Tahun SAAT INI ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4

5.7.3 Analisis Sensitivitas

Dalam analisis sensitivitas dikaji pengaruh perubahan biaya tetap dan biaya variabel transportasi serta perubahan kapasitas produksi masing-masing kecamatan (kemampuan pasokan gambir) terhadap total biaya transportasi. Keduanya dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27.

Tabel 27. Total Biaya Transportasi dengan Perubahan Biaya Tetap dan Biaya Variabel Transportasi

Kondisi Biaya Tetap

Biaya Variabel

Saat Ini Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alterna-tif 4 1 Tetap Tetap 8,895.69 8,594.49 8,602.93 8,529.89 8,264.55 2 Naik 10% Tetap 9,268.60 8,961.68 8,960.56 8,891.02 8,609.53 3 Tetap Naik 10% 9,412.36 9,086.75 9,085.56 9,021.75 8,746.02 4 Naik 10% Naik 10% 9,785.26 9,453.94 9,452.73 9,382.88 9,091.01 5 Naik 20% Tetap 9,641.50 9,328.88 9,327.73 9,252.15 8,954.52 6 Tetap Naik 20% 9,929.03 9,579.01 9,577.73 9,513.61 9,227.50 7 Naik 20% Naik 20% 10,674.83 10,313.39 10,312.07 10,235.87 9,917.46

Keterangan: Seluruh Nilai dalam Juta Rupiah

Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa peningkatan biaya tetap menyebabkan kenaikan total biaya transportasi, namun kenaikan tersebut lebih rendah daripada peningkatan total biaya transportasi akibat perubahan biaya variabel transportasi. Hal tersebut terjadi karena biaya tetap meningkat dengan bertambahnya jumlah trip pengangkutan yang secara numerik jauh lebih kecil daripada jarak tempuh dalam pengangkutan yang merupakan hasil kali antara jumlah trip dengan jarak tempuh per trip. Oleh karena itu, peningkatan biaya variabel keseluruhan akan lebih tinggi daripada peningkatan biaya tetap keseluruhan.

Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa peningkatan proporsi pasokan dari Kecamatan Pangkalan akan menurunkan total biaya transportasi. Hal ini terjadi karena gudang konsolidasi terletak di Kecamatan Pangkalan sehingga akan meningkatkan proporsi material yang tidak membutuhkan biaya transportasi dan menurunkan kebutuhan pengiriman dari masing-masing kacamatan ke Kecamatan Pangkalan. Peningkatan pasokan dari Kecamatan Bukit Barisan akan meningkatkan

biaya transportasi karena Kecamatan Bukit Barisan berjarak sekitar 50 km dari Pangkalan yang merupakan lokasi gudang konsolidasi maupun pabrik pengolahan katekin. Pada tingkat pasokan dari Bukit Barisan yang sama, peningkatan biaya transportasi lebih tinggi untuk alternatif 2 (pengiriman ke Pangkalan dalam bentuk gambir asalan) dibandingkan dengan alternatif 3 (pengiriman ke Pangkalan dalam bentuk katekin dan tanin). Kondisi tersebut terjadi karena pada kegiatan pengolahan bahan baku berupa gambir asalan menjadi produk katekin terjadi penurunan volume dan bobot material sehingga lokasi pabrik lebih baik mendekati lokasi bahan baku (Ballou, 1992). Hal tersebut memberikan petunjuk bahwa pada volume pasokan yang tinggi, di lokasi tertentu perlu disediakan stocking point sendiri. Sebaliknya, pada volume pasokan yang rendah, stocking point tertentu lebih baik ditutup (Wouda et al., 2002). Contoh perhitungan biaya transportasi untuk keempat alternatif selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26 Sampai dengan Lampiran 34.

Tabel 28. Pengaruh Perubahan Pasokan Gambir per Kecamatan terhadap Total Biaya Transportasi

Kondisi Pasokan Gambir untuk

Katekin

Total Biaya Transportasi (Rp. Juta) Kapur IX Pangkalan Kotobaru Bukit Barisan Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 1 60% 30% 10% 8,594.49 8,602.93 8,526.55 8,293.38 2 50% 40% 10% 8,591.76 8,600.20 8,517.44 8,290.65 3 40% 40% 20% 8,592.65 8,609.52 8,511.95 8,319.27 4 40% 35% 25% 8,594.45 8,615.55 8,513.76 8,334.94 5 40% 30% 30% 8,596.87 8,622.18 8,516.18 8,351.22 6 60% 40% - - 8,590.27 8,522.32 8,261.43 7 50% 50% - - 8,588.15 8,513.82 8,259.31

Dalam dokumen 5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR (Halaman 33-42)

Dokumen terkait