• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR

Pengolahan gambir di masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi sederhana yang telah lama digunakan dan hampir tidak mengalami perubahan yang berarti selama hampir dua abad. Dengan area kerja, metode kerja dan peralatan proses yang ada saat ini, gambir yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang rendah dan perlu ditingkatkan. Di antara syarat mutu yang langsung terpengaruh oleh kondisi proses yang ada dalah kadar abu dan kadar bahan tidak larut dalam air. Selain itu, penggunaan air pemasakan dan penirisan berulang (di Kapur IX disebut “Kalencong”) menghasilkan gambir yang berwarna gelap bahkan sampai hitam. Penggunaan bahan tambahan seperti tepung, pupuk SP36 bahkan tanah yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan untuk mendapatkan warna yang lebih cerah di samping untuk meningkatkan perolehan produk gambir yang berkaitan langsung dengan pendapatan petani dan pengempa gambir.

Meskipun sebenarnya eksportir memiliki persyaratan mutu yang harus dipenuhi untuk ekspor, pada dasarnya eksportir tidak mudah untuk menolak gambir yang dikirim oleh pengumpul. Kondisi ini diperkirakan karena masih tingginya permintaan gambir dan kurangnya pasokan gambir ke eksportir. Perbedaan mutu gambir yang diterima eksportir hanya akan mempengaruhi besarnya potongan berat yang berkaitan dengan total harga jual yang akan diterima oleh pedagang pengumpul.

Karena mutu pasokan gambir yang bervariasi, ada kalanya eksportir melakukan pemrosesan ulang untuk mendapatkan gambir yang sesuai dengan permintaan pembelinya di luar negeri. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah berusaha meningkatkan mutu dan produksi gambir masyarakat melalui berbagai kebijakan dan program, termasuk pemberian bantuan berupa bangunan dan mesin pengolahan gambir. Di samping itu, berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk peningkatan mutu gambir serta pengembangan produk hilir gambir. Namun demikian, berbagai permasalahan nyata dalam bisnis gambir menyebabkan bantuan pemerintah yang diberikan serta penelitian yang dilakukan tidak dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh petani maupun pengolah gambir.

(2)

Tabel 19. Potensi Perbaikan Agroindustri gambir No Aspek Perbaikan Alternatif perbaikan yang perlu dikaji Keterangan 1 Teknologi proses di rumah kempa milik petani

Pengecilan ukuran Dilakukan untuk meningkatkan perolehan getah (mengurangi getah yang tersisa dalam daun ampas). Aktivitas ini akan menurunkan beban kerja pengempa dan menurunkan bahan tidak terkestrak dari daun ampas. Penggunaan air baru

untuk tiap kali

pemasakan daun gambir

Hal ini akan memperbaiki kecerahan warna (sehingga tidak diperlukan bahan tambahan untuk memperbaiki warna produk), namun menurunkan bobot produk yang diperoleh. Karena itu, perlu dikaji pemanfaatan air sisa perebusan ini untuk menghasilkan produk lain yang bernilai ekonomis. Perbaikan peralatan Penggunaan material stainless steel

untuk kuali serta nampan penjemuran Penggunaan tangki pengukusan bertekanan untuk percepatan pemasakan daun gambir

Penyiapan peralatan ekstraksi dengan pelarut

Penyiapan peralatan pengeringan

2 Pengembangan

Industri Hilir untuk pemurnian gambir dan perolehan fraksi produk bernilai ekonomis tinggi

Pemisahan katekin dan tanin dengan pelarut

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yang dimodifikasi dari yang dikemukakan oleh Nazir (2002).

Penggunaan berbagai teknik separasi untuk pemisahan komponen kimia dalam gambir

Pemisahan dengan pelarut Penambahan bahan lain untuk pengendapan dilanjutkan dengan pemisahan secara fisik

3 Perbaikan kelembagaan produksi dan pemasaran gambir Pengembangan industri gambir dengan

perkebunan inti dan plasma

Alternatif yang mungkin dilakukan dalam pengembangan selanjutnya

Pengembangan klaster industri gambir

Industri hilir dan industri inti gambir akan menjadi champion dalam klaster. Melibatkan berbagai pelaku bisnis gambir petani, pengempa, pedagang pengumpul

Kerja sama dengan berbagai industri pengguna produk gambir, bengkel peralatan, lembaga keuangan, pemerintah tingkat nagari, kecamatan didukung Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Sumatera Barat.

(3)

Dari segi produksi, tidak berfungsinya pabrik pengolahan gambir bantuan pemerintah diduga akibat kekurangan bahan baku. Hal ini juga terjadi pada pabrik milik PT X yang tidak dapat beroperasi sesuai kapasitas yang direncanakan. Di pabrik bantuan pemerintah, perolehan gambir petani lebih rendah karena lebih murni, sedang harga produk ini tidak jauh berbeda dengan gambir yang diberi campuran dan ditambahkan air perebusan berulang. Di sisi lain, pengiriman daun gambir ke pabrik menyebabkan petani tidak memperoleh daun ampas yang selama ini dikembalikan ke kebun gambir untuk menjadi kompos. Karena itu, petani tidak tertarik untuk mengirimkan daun gambir mereka kepada pabrik. Namun permasalahan tidak beroperasinya pabrik bantuan pemerintah ini perlu dikaji lebih lanjut.

Berdasarkan kenyataan ini, pengembangan industri gambir tidak diarahkan untuk pendirian pabrik pengolahan gambir kasar. Di samping masalah ketersediaan bahan baku jika industri ini tidak memiliki kebun sendiri, permasalahan tenaga kerja pengempa yang akan kehilangan mata pencahariannya mutlak dipertimbangkan. Perbaikan teknologi pengolahan gambir masyarakat mungkin dilakukan untuk peningkatan produktivitas serta mutu gambir yang dihasilkan. Selanjutnya, untuk perolehan nilai tambah tinggi, mutlak disiapkan industri yang mengolah gambir lebih lanjut untuk mendapatkan katekin murni serta komponen lain bernilai ekonomis tinggi.

5.1 Potensi Peningkatan Nilai Tambah Produk Gambir

Dalam upaya meningkatkan manfaat ekonomi gambir, maka perlu dikembangkan berbagai produk, baik produk antara maupun produk konsumsi (produk akhir) yang bernilai tambah tinggi. Untuk tujuan itu, aktivitas pengembangan produk diarahkan kepada penciptaan berbagai macam produk hilir yang potensinya sebenarnya sangat beragam. Gambir memiliki peluang yang besar untuk menumbuhkan berbagai industri baru yang mengolah gambir asalan, produk olahan gambir asalan maupun bahan baku dari tanaman gambir menjadi berbagai produk yang bermanfaat. Peluang tersebut menjadi semakin terbuka karena kecenderungan konsumen dunia untuk mengkonsumsi produk-produk alami.

(4)

Dalam upaya diversifikasi produk hilir dan penciptaan produk bernilai tambah tinggi, maka acuan yang sangat berguna adalah pohon industri gambir yang didasarkan berbagai rujukan kepustakaan serta penelusuran produk mengandung gambir yang telah dijual di pasaran (Gumbira Said et al., 2009). Secara ringkas, pohon industri gambir dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Pohon industri gambir

Sumber: Gumbira-Said, et al. (2009) Pohon Gambir

Ranting Gambir Muda Batang Gambir Tua

Kompos (dari daun sisa ekstraksi)

Gambir Asalan Gambir untuk menginang Kayu Bakar Daun Gambir Adhesive Produk Biofarmaka/ Sediaan Senyawa Kimia Gambir terstandarisasi Katekin Tanin Biofarmaka Kosmetika Biopestisida Penyamak Kulit Pewarna Alami Anti Kerak Boiler Pelapis Logam Biopestisida Antioksidan, Antimikroorga-nisme Produk Nano Gambir

Produk Utama

Gambir murni

Campuran Pakan Sapi

Pedaging

1. Tablet antidiare 7. Gel dan Krim: 10. Sabun transparan 2. Kapsul haemorrhoid - anti jerawat 11. Gel luka permukaan 3. Tablet hisap - anti ageing 12. Gel luka bakar 4. Tablet buih - anti ketombe 13. Gambir aprodisiaka 5. Obat kumur 8. Pasta gigi 14. Minuman kesehatan

(katevit) 6. Lotion luka bakar 9. Pasta gambir 15. Teh Gambir

Pelet Kayu

Peluruh danAnti Karat pada

(5)

Pada Gambar 26 dapat dilihat pemanfaatan daun, ranting gambir muda dan batang gambir tua untuk berbagai penggunaan. Daun dan ranting muda tanaman gambir merupakan bahan baku produk gambir yang selama ini dihasilkan masyarakat (gambir asalan). Gambir asalan tersebut dapat digunakan secara langsung misalnya sebagai bahan tambahan pengikat partikel pelet kayu, campuran dalam pakan ternak sapi potong, serta menyirih ataupun diolah kembali menjadi berbagai macam produk turunan. Lebih lanjut, pada Gambar 26 dapat dilihat berbagai produk olahan dari gambir asalan yang terdiri dari (i) produk utama yaitu gambir murni, gambir terstandarisasi, katekin dan alkaloid; (ii) adhesive; (iii) produk biofarmaka/sediaan; (iv) berbagai produk dari nano gambir; (v) berbagai senyawa kimia serta (vi) antioksidan dan antimikroorganisme.

Terkait dengan keterbatasan sumberdaya serta kemampuan membangun pasar, maka perlu ditentukan prioritas produk hilir yang akan dikembangkan lebih dahulu. Untuk pemilihan produk tersebut, kriteria yang digunakan adalah penguasaan teknologi, kemungkinan pembangunan pasar serta volume produk gambir masyarakat yang dapat diserap terkait dengan jumlah petani yang dapat diupayakan peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan pertimbangan tersebut, maka produk yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah produk antara yang berasal dari gambir asalan produksi masyarakat. Selanjutnya, mengingat penguasaan dan kemudahan penyediaan teknologi, maka produk yang akan dikembangkan adalah katekin dan tanin.

Berdasarkan penelitian Gumbira Said et al. (2010), maka industri katekin dan tanin dari gambir asalan sangat layak dikembangkan. Dengan volume pasar yang cukup besar, maka industri katekin dan tanin diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi sejumlah besar produk gambir masyarakat secara signifikan.

5.2 Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Pengembangan Agroindustri Gambir Berdasarkan hasil survei dan berbagai kajian tentang permasalahan agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, dan Indonesia pada umumnya, maka berbagai kemungkinan pengembangan agroindustri gambir dilakukan dengan berbagai tujuan sebagai berikut: (i) Peningkatan kapasitas dan

(6)

efisiensi produksi gambir, (ii) Peningkatan mutu produk gambir, (iii) Peningkatan harga/nilai gambir dan (iv) Perbaikan dan penguatan pemasaran gambir.

1. Peningkatan Kapasitas dan Efisiensi Produksi Gambir

Upaya peningkatan produksi dapat ditempuh melalui beberapa langkah antara lain meliputi penambahan dan perluasan areal kebun gambir untuk peningkatan kemampuan penyediaan bahan baku, peremajaan tanaman gambir yang telah tua dan perbaikan teknologi pengolahan. Perbaikan teknologi pengolahan dilakukan pada teknologi yang digunakan masyarakat, ataupun penggunaan teknologi yang sama sekali berbeda dengan yang digunakan selama ini. Berbagai teknologi pengolahan yang digunakan saat ini meliputi teknologi perebusan/pemasakan, teknologi ekstraksi, teknologi pengurangan kadar air pasta dan teknologi pengeringan. Peningkatan teknologi ekstraksi bertujuan untuk meningkatkan kecepatan produksi ataupun peningkatan efisiensi ekstraksi dan perolehan produk gambir. Perbaikan proses ekstraksi antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pengecilan ukuran daun dan penggunaan mesin ekstraksi antara lain:

Penggunaan penggiling daun

Penggunaan hydraulic press dengan motor listrik

Penggunaan penggiling daun dan hydraulic press dengan motor listrik Penggunaan penggiling daun dan screw press

Penggilingan daun dan penggunaan teknologi maserasi/ekstraksi dengan pelarut

Selanjutnya, karena proses pengeringan juga merupakan tahapan proses yang membutuhkan waktu yang lama, maka peningkatan kecepatan pengeringan dengan menggunakan peralatan pengering juga akan mampu meningkatkan kapasitas produksi gambir masyarakat. Perbaikan proses pengeringan dilakukan dengan penggunaan pengering mekanis misalnya cabinet dryer untuk produksi dengan teknologi pengolahan gambir yang ada ataupun penggunaan spray dryer untuk produk gambir berbentuk bubuk. Alternatif perbaikan yang lain adalah penggunaan teknologi yang sama sekali baru misalnya pada pengolahan daun gambir kering dan

(7)

ekstraksi menggunakan pelarut. Di samping peningkatan kapasitas dan efisiensi produksi, perlu juga dikaji upaya peningkatan efisiensi penanganan bahan baku dan penggunaan sumber energi/bahan bakar alternatif.

Peningkatan efisiensi penanganan bahan baku

Karena banyak kebun gambir berlokasi di lereng-lereng bukit, maka selama ini transportasi bahan baku menjadi masalah yang cukup menghambat pemanfaatan potensi produksi. Hal ini dapat diketahui dari kenyataan tidak termanfaatkannya empat unit bangunan dan fasilitas produksi yang telah disediakan pemerintah (Gumbira Sa’id et al., 2009). Untuk mengatasi permasalahan ini, ada dua alternatif yang mungkin dikembangkan yaitu:

(1) Penyiapan fasilitas produksi yang mudah dipindah-pindah (portable atau mobile) Alternatif ini dapat dikembangkan mengingat fleksibilitasnya yang memungkinkan utilisasi yang lebih tinggi karena satu bidang kebun gambir masyarakat biasanya hanya dapat memenuhi kebutuhan daun untuk pengolahan selama 8-10 bulan, kemudian ditinggalkan. Di sisi lain, alat-alat produksi tidak dapat ditinggalkan di rumah kempa karena alasan keamanan. Dalam pengembangannya, penggunaan fasilitas produksi yang bergerak juga dapat berfungsi untuk proses sosialisasi teknologi kepada masyarakat.

(2) Penyediaan fasilitas pengangkutan bahan baku.

Untuk pilihan ini, maka penjadwalan pemanenan daun perlu direncanakan lebih baik. Selain itu, perlu ditentukan titik-titik pengumpulan daun gambir (konsolidasi) untuk pengangkutan dengan fasilitas transportasi yang lebih besar ke lokasi pengolahan (ekstraksi). Jika memungkinkan, untuk pengangkutan tersebut perlu dipertimbangkan pemanfaatan gaya gravitasi.

Pengkajian kemungkinan penggunaaan bahan bakar alternatif

Dalam jangka panjang, untuk pengembangan agroindustri gambir yang berkelanjutan, sumber energi diperkirakan akan menjadi masalah yang penting dan perlu diantisipasi dengan perencanaan yang baik. Dalam upaya penyediaan bahan bakar alternatif untuk perebusan daun, maka sejalan dengan program peternakan sapi

(8)

pemerintah, dapat dikaji peluang penyiapan pembangkit biogas. Untuk itu, perlu diperhitungkan berapa kebutuhan biogas untuk setiap unit pengempa/pengolah gambir. Kebutuhan ini dijadikan acuan untuk penentuan jumlah populasi sapi yang harus ada di kelompok yang cukup untuk melayani unit pengolah gambir tersebut. Jika memungkinkan, perlu juga dipelajari kemungkinan biogas disimpan di dalam tabung agar portable. Dalam pengembangan lebih lanjut, sebagai penyamakan kulit mentah yangf merupakan hasil samping dari peternakan sapi untuk penyediaan daging. Penyamakan kulit ini dapat dijadikan unit usaha mandiri yang memanfaatkan tanin dari industri pengolahan gambir yang salah satu produknya adalah tanin.

2. Peningkatan Mutu Produk yang Dihasilkan

Upaya peningkatan mutu produk dilakukan melalui perbaikan proses dan penyiapan sistem jaminan mutu dengan prosedur operasi standar. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan teknologi dan peralatan proses yang lebih mampu menjaga konsistensi mutu produk, karena kondisi area produksi dan peralatan proses akan menjadi pembatas peningkatan mutu produk gambir. Perbaikan mutu tersebut mengacu pada tuntutan konsumen atas mutu produk gambir. Untuk itu, studi mengenai keinginan konsumen menjadi hal yang mutlak dilakukan.

Di samping perbaikan proses yang membangun mutu produk sejak awal, perbaikan juga mungkin dilakukan melalui pemrosesan ulang produk gambir asalan yang diperoleh dari rumah-rumah kempa di luar petani yang terbina. Dalam upaya penjaminan mutu, untuk pembelian produk maka grading mutu yang berkorelasi langsung dengan harga produk menjadi keharusan. Tanpa insentif harga yang lebih baik untuk produk dengan mutu yang lebih baik, maka usaha peningkatan mutu akan sia-sia.

3. Pengembangan Produk Hilir Gambir dan Diversifikasi Produk

Diversifikasi produk dilakukan dengan menggali potensi produk bernilai tambah tinggi dari pohon industri gambir. Diversifikasi produk ini dilakukan sejalan dengan pengembangan pasar baru bagi gambir dan berbagai produk turunan gambir. Pengembangan produk hilir gambir diawali dengan kegiatan produksi Katekin dan

(9)

Tanin. Untuk produksi katekin dan tanin, penerimaan bahan baku dari masyarakat dapat berupa gambir asalan, pasta gambir ataupun filtrat hasil ekstraksi. Di samping itu, dapat dilakukan pemanfaatan cairan sisa proses untuk produksi tanin, perekat, pestisida dan sebagainya.

5.3 Formulasi Strategi Pengembangan Agroindustri Gambir

Berdasarkan hasil identifikasi SWOT, dirumuskan berbagai alternatif strategi untuk pengembangan agroindustri gambir Indonesia pada masa yang akan datang. Dari hasil identifikasi Kekuatan dan Peluang, Kekuatan dan Tantangan, Kelemahan dan Peluang serta Kelemahan dan Tantangan dirumuskan beberapa alternatif strategi pada kuadran masing-masing yaitu Strategi S-O, Strategi S-T, Strategi W-O, Strategi W-T. Rumusan alternatif strategi yang dapat diterapkan tersebut disajikan pada Tabel 20.

Selanjutnya, dengan mengkaji lebih mendalam terhadap masing-masing alternatif strategi pada keempat kuadran tersebut (S-O, S-T, W-O dan W-E) maka masing-masing alternatif strategi tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam kategori di bawah ini:

1. Strategi yang terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah yang diperlukan untuk pengembangan agroindustri gambir Indonesia pada masa yang akan datang

2. Strategi yang terkait dengan perluasan perkebunan bagi penyediaan bahan baku gambir.

3. Strategi yang terkait dengan upaya perluasan pasar (domestik dan ekspor) dan jaringan kerja sama antar pelaku dalam rantai pasok gambir

4. Strategi yang terkait dengan peningkatan mutu gambir masyarakat

5. Strategi yang terkait dengan pengembangan dan diversifikasi produk dari pengolahan ulang gambir asalan untuk memperoleh nilai tambah tinggi bagi produk gambir

6. Strategi yang terkait dengan pengembangan teknologi dan rekayasa proses produksi gambir.

(10)

Tabel 20. Strategi Pengembangan Agroindustri Gambir Berdasarkan Hasil Identifikasi SWOT FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL KEKUATAN

1. Memiliki lahan yang cocok untuk perkebunan Uncaria

gambier di Pulau Sumatera

2. Memiliki lahan yang cocok untuk pengembagan area baru diluar Sumatera, yaitu Papua (Merauke)

3. Memiliki pengalaman yang lama dalam pengolahan gambir secara tradisional

4. Dikenal secara global sebagai produsen terbesar Gambir asalan

5. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan devisa negara dari produk hilir gambir

KELEMAHAN

1. Teknologi pengolahan gambir pada tingkat petani masih sangat tradisional dan tidak efisien

2. Mutu gambir asalan rendah dan tidak sama dari setiap petani

3. Memiliki ketergantungan yang sangat kuat terhadap pembeli India (pasar India)

4. Akses yang rendah terhadap lambaga pembiayaan 5. Nilai tambah gambir di dalam negeri sangat

rendah

6. Litbang terhadap produk gambir sangat rendah

PELUANG

1. Ekstensifikasi area produksi gambir ke Papua

2. Perbaikan teknologi pengolahan gambir dengan mobile units 3. Menciptakan produk bernilai tinggi dari gambir di dalam

negeri seperti katekin dan tanin

4. Meningkatkan penggunaan gambir di dalam negeri untuk industri pangan, kesehatan dan kosmetik

5. Meningkatkan penggunaan gambir, katekin dan tanin untuk industri batik dan penyamakan kulit serta berbagai produk farmasi dan kosmetik

STRATEGI S-O

1. Ekstensifikasi lahan yang cocok bagi perkebunan gambir untuk meningkatkan total produksi gambir 2. Intensifikasi transfer teknologi, untuk meningkatkan

produktivitas produksi gambir

3. Menciptakan pengolahan produk hilir untuk mendifersifikasi produk gambir ekspor

4. Membangun kerjasama bisnis antara petani dengan eksportir gambir dalam negeri

STRATEGI W-O

1. Memanfaatkan industri dalam negeri sebagai pengguna untuk mengurangi ketergantungan pada pasar India (W3;O4,O5)

2. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu produk gambir 3. Meningkatkan mutu manajemen terpadu bagi agri

industri gambir

HAMBATAN

1. Pengembangan produk substitusi gambir (katekin dan tanin dari Acacia catechu dan lainnya)

2. Isu lingkungan terkait dengan kemiringan perkebunan gambir harus lebih dari 40%

3. Konversi lahan gambir menjadi tanaman lain yang bernilai tinggi seperti kelapa sawit, karet dan kakao

4. Bisnis gambir secara penuh dikuasai oleh pemain luar negeri, khususnya India

STRATEGI S-T

1. Peraturan pemerintah terhadap penyiapan lahan gambir (S5 ; T3)

2. Transformasi dari ekspor gambir asalan menjadi ekspor katekin dan tanin

3. Memetakan lahan yang sesuai bagi perkebunan U.

gambier (S1; T2)

4. Membuat peraturan yang lebih baik dan adil bagi bisnis gambir dalam negeri business in the country

STRATEGI W-T

1. Meningkatkan aktivitas Litbang agar mendapatkan produk gambir baru untuk ekspor (W5, W6; T4)

2. Meningkatkan mutu gambir untuk mencari pasar dalam negeri agar sama baiknya dengan pasar ekspor.

3. Peraturan pemerintah untuk memfasilitasi akses kepada lembaga pembiayaan terhadap berinvestasi pada pengolahan produk hilir

(11)

Berdasarkan pengelompokan strategi ke dalam enam kategori tersebut, maka dirumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri gambier Indonesia pada masa datang sebagai berikut:

1. Perbaikan rekayasa proses produksi

2. Investasi infrastruktur penelitian dan pengembangan gambir di Indonesia 3. Diversifikasi produk gambir untuk pasar domestik

4. Peningkatan nilai tambah produk

5. Peningkatan penggunaan gambir domestik

6. Perluasan pasar produk gambir ke negara importir baru

Dengan mampertimbangkan masukan dari pemerintah di sentra produksi (Wali Nagari di Kecamatan Kapur IX), Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota, asosiasi pengusaha gambir, pedagang dan eksportir gambir, pakar akademis, tujuan yang ingin dicapai, kriteria/sub-kriteria, alternatif strategi, maka dirumuskan kriteria untuk penetapan prioritas dari keenam strategi diatas adalah sebagai berikut:

1. Manfaat jangka pendek

2. Manfaat bagi penguatan agroindustri gambier Indonesia jangka panjang 3. Pengaruh keberhasilannya dalam pencapaian tujuan lain

4. Peluang keberhasilan 5. Biaya investasi

6. Keberlanjutan teknologi dan bisnis

Dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik dilakukan penetapan prioritas strategi pengembangan agroindustri gambier. Proses pembandingan semua pasangan alternatif dilakukan untuk tiap-tiap kriteria/sub-kriteria melalui diskusi dengan pakar. Dari hasil pembandingan berpasangan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengkajian strategi pengembangan agroindustri gambir sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 27.

(12)

Gambar 27. Hirarki Persoalan Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Gambir

Peningkatan produksi (0.168) Manfaat Jangka Pendek

(0.311)

Peningkatan Mutu Produk (0.198)

Peningkatan Harga Produk (0.239)

Perbaikan Rekayasa Proses Produksi (0.194) Peningkatan Kesejahteraan

Petani (0.395)

Perolehan Nilai Tambah Tinggi (0.142)

Investasi Infrastruktur R&D Gambir di Indonesia

(0.086)

Perluasan Pasar (0.309)

Peningkatan Devisa (0.241)

Diversifikasi Produk Gambir untuk Pasar Domestik (0.139) Goal: Strategi

Pengembangan Agroindustri Gambir

Peningkatan Posisi Tawar Indonesia dalam Pemasaran Gambir Internasional (0.309) Peluang Keberhasilan (0.227) Peningkatan Nilai Tambah Produk (0.186) Biaya Investasi (0.051) Pengaruh Keberhasilannya dalam Pencapaian Tujuan Lain

(0.069) Peningkatan Penggunaan Gambir Domestik (0.164) Keberlanjutan Teknologi dan Bisnis (0.132)

Perluasan Pasar Produk Gambir ke Negara Importir Baru (0.232)

TUJUAN KRITERIA SUB-KRITERIA ALTERNATIF

Manfaat bagi Penguatan Agroindustri Gambir

Indonesia Jangka Panjang (0.211)

(13)

5.4 Perbaikan Teknologi Pengolahan Gambir

Dengan mempertimbangkan kepentingan pengempa, petani, serta pemerintah, maka pemilihan alternatif metode perbaikan teknologi dilakukan dengan beberapa kriteria yaitu: masalah lapangan kerja untuk pengempa, manfaat, biaya, pertimbangan ampas daun gambir sebagai kompos dan masyarakat yang dapat dijangkau, kesinambungan dan kemungkinan pengembangan bertahap serta kemungkinan utilisasi. Beberapa alternatif metode introduksi teknologi yang dapat dipilih adalah Perbaikan Teknologi pada Tiap Agroindstri (Rumah Kempa), Pengadaan Peralatan Portable, Unit Pengolahan Bergerak (Mobile) ataupun Pengembangan Pabrik Gambir Mandiri. Selanjutnya, beberapa kriteria dirinci menjadi sub-kriteria sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 28.

Hasil perbandingan berpasangan dari Proses Hirarki Analitik (Gambar 28) menunjukkan bahwa pertimbangan utama dalam pemilihan introduksi teknologi untuk perbaikan pengolahan gambir adalah kebutuhan tenaga kerja pengempa (bobot 0.506) serta kesinambungan dan kemungkinan pengembangan teknologi secara bertahap (bobot 0.160). Dari segi manfaat, masalah peningkatan mutu gambir menjadi pertimbangan yang lebih dipentingkan dibandingkan dengan manfaat lain. Di sisi lain, pertimbangan kemungkinan utilisasi peralatan juga memiliki bobot yang cukup tinggi yaitu 0.131. Masalah biaya investasi maupun operasi tetap menjadi pertimbangan, namun dengan utilisasi alat yang tinggi maka diharapkan biaya investasi per kilogram produk gambir menjadi relatif rendah, sedang peningkatan biaya operasi diharapkan dapat dikompensasi dengan peningkatan mutu serta perolehan produk gambir.

Dengan bobot kriteria sebagaimana disajikan pada Gambar 28, maka alternatif terbaik adalah pengadaan unit pengolahan gambir bergerak. Alternatif tersebut memiliki skor paling tinggi karena pada kriteria-kriteria lapangan kerja untuk pengempa, pemanfaatan kembali ampas daun gambir sebagai pupuk, kemungkinan utilisasi peralatan dan kesinambungan serta kemungkinan pengembangan memiliki skor yang paling tinggi. Pengadaan pabrik gambir secara mandiri menjadi alternatif yang paling tidak menguntungkan karena dapat menghilangkan kebutuhan tenaga

(14)

kerja pengempa yang merupakan kriteria terpenting, di samping ampas daun gambir yang tidak dapat dimanfaatkan kembali oleh petani sebagai pupuk serta kesinambungan operasi, terkait dengan ketersediaan bahan baku daun gambir. Dengan kenyataan tersebut dapat dipahami mengapa unit pengolahan gambir bantuan pemerintah di Kabupaten-kabupaten Lima Puluh Kota, Pesisir Selatan maupun Kampar tidak beroperasi dengan baik.

(15)

5.4.1 Kebutuhan Mesin dan Peralatan Pengolahan Gambir

Berdasarkan tahapan proses pengolahan gambir di masyarakat, maka peralatan yang mungkin dibutuhkan untuk perbaikan adalah peralatan perebusan daun gambir segar, peralatan ekstraksi getah gambir, peralatan pengendapan serta peralatan pengeringan. Penggunaan mesin/peralatan dapat dilakukan dengan tetap menggunakan teknologi yang digunakan selama ini, ataupun melakukan modifikasi teknologi yang mungkin dapat menghilangkan aktivitas tertentu. Kriteria penentuan prioritas peralatan yang diperlukan adalah masalah beban tenaga kerja, kontribusi untuk perbaikan pengolahan gambir, kemungkinan pengembangan, perkiraan dimensi/bobot alat serta biaya (Gambar 29).

(16)

Hasil pengkajian dengan Proses Hirarki Analitik (Gambar 29) menunjukkan bahwa kriteria utama dalam penentuan prioritas peralatan adalah kontribusi untuk perbaikan pengolahan gambir (bobot 0.416) dan masalah kemungkinan pengembangan (bobot 0.253). Sebagaimana pada pemilihan metode introduksi teknologi, maka pada kajian prioritas, peningkatan mutu gambir (bobot 0.540) menjadi pertimbangan yang lebih dipentingkan daripada manfaat lainnya. Di samping itu, perkiraan dimensi/bobot perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan penempatan peralatan pada unit bergerak sebagai metode introduksi teknologi yang akan dipilih.

Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa unit pengecilan ukuran (penggilingan daun) menjadi peralatan terpenting yang akan diadakan (bobot 0.400.). Unit tersebut menjadi prioritas utama karena memiliki skor yang tinggi untuk kriteria pengurangan beban kerja, peningkatan mutu gambir serta peningkatan efisiensi proses. Peralatan ekstraksi menempati urutan prioritas kedua (bobot 0.306) mengingat adanya pilihan teknologi ekstraksi lain, misalnya ekstraksi dengan pelarut yang menggunakan peralatan yang sama sekali berbeda. Di lain pihak, unit pengendapan menjadi peralatan dengan prioritas paling rendah karena aktivitas pengendapan tidak terlalu membebani tenaga kerja. Di samping itu, aktivitas pengendapan dapat dihilangkan jika produk gambir tidak lagi dicetak dan dikeringkan dengan penjemuran, tetapi dikeringkan dengan metode spray drying sehingga produknya berbentuk bubuk.

Unit penggiling daun menempati prioritas paling tinggi karena aktivitas terberat bagi tenaga kerja pengempa adalah persiapan pengempaan. Pada tahap tersebut, daun gambir segar yang telah direbus, dibongkar dari keranjang perebus, kemudian dalam keadaan panas dilakukan penggulungan daun dan diikat dengan tali sehingga berbentuk silinder dan siap dikempa. Melalui penggilingan daun, maka tidak diperlukan aktivitas persiapan pengempaan sehingga sangat meringankan beban tenaga kerja. Dengan dihilangkannya aktivitas persiapan pengempaan (proses pemadatan gulungan daun dengan cara diinjak) serta ekstraksi yang menggunakan mesin yang terbuat dari baja tahan karat, maka kadar kotoran dalam cairan hasil ekstraksi diharapkan jauh berkurang. Dengan demikian, gambir yang dihasilkan akan

(17)

lebih mampu memenuhi persyaratan kadar abu dan kadar bahan tidak larut dalam air maupun alkohol (Gumbira-Sa’id, et al., 2009b).

Tahap selanjutnya, daun gambir dikempa dengan bantuan dongkrak hidrolik ataupun katrol. Amos et al. (2004) melaporkan beberapa peralatan yang dikembangkan BPPT untuk ekstraksi gambir, antara lain peralatan Ulir BPPT, peralatan Hidrolik BPPT dan peralatan Hidrolik Frame BPPT. Dengan teknologi pengempaan yang digunakan, ditemukan bahwa kandungan sisa getah gambir dalam ampas daun masih tinggi (Gumbira-Sa’id, et al., 2009b). Kondisi tersebut dapat diperbaiki jika sebelum pengempaan dilakukan penggilingan daun, seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Musi Banyu Asin (Nawawi, 2007), tetapi tidak dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pesisir Selatan maupun Kabupaten Kampar. Setelah penggilingan daun gambir, pada tahap selanjutnya, kegiatan pengempaan manual juga dapat digantikan dengan ektraksi menggunakan screw press yang dimodifikasi dari industri kelapa sawit atau alat pemeras santan kelapa (Alfauzi dan Rofarsyam, 2005) menggunakan motor listrik dengan daya satu HP. Melalui ekstraksi berulang menggunakan screw press), diharapkan proses ekstraksi getah gambir lebih efisien dan sisa getah dalam daun ampas ekstraksi dapat dikurangi.

Unit pengolahan gambir seyogianya juga dilengkapi dengan mesin pengendap (sentrifus) yang akan mempercepat proses pengendapan getah gambir untuk pencetakan pasta gambir. Selanjutnya, untuk pengeringan gambir, unit pengolahan tersebut dilengkapi dengan spray dryer (Gumbira-Sa’id, et al., 2009c) dengan kapasitas yang seimbang sehingga hari hujan tidak akan menyebabkan terganggunya proses pengeringan gambir di samping menurunkan resiko kontaminasi gambir selama penjemuran. Penggunaan spray dryer untuk pengeringan katekin gambir mampu memberikan produk dengan warna yang cerah dan ukuran partikel yang seragam, selain dapat menghasilkan kemurnian katekin sampai di atas 90% (Gumbira-Sa’id et al., 2009c). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Chegini dan Ghobadian (2007) dengan menggunakan spray dryer yang dinilai efisien walaupun untuk pengeringan sari buah. Daftar peralatan yang dirancang disediakan pada unit pengolahan gambir bergerak disajikan pada Tabel 21.

(18)

Tabel 21. Daftar Peralatan yang Diperlukan pada Unit Pengolahan Bergerak untuk Perbaikan Teknologi Pengolahan Gambir Masyarakat

No Nama Alat Kebutuhan Lantai Bobot

(kg) 1 Unit Penggiling Daun 50 cm x 70 cm 70

2 Screw Press 70 cm x 90 cm 80 3 Spray Dryer 100 cm x 150 cm 150 4 Sentrifus 60 cm x 60 cm 75 5 Kompresor Udara 50 cm x 110 cm 75 6 Generator Set 50 cm x 70 cm 50 7 Pemanas Air 40 cm x 40 cm 10 8 Tangki Air 40 cm x 40 cm 200

9 Unit Penukar Ion 40 cm x 40 cm 100

Total Bobot 810

Di samping untuk perbaikan teknologi pengolahan gambir masyarakat, unit pengolahan gambir bergerak (mobile unit) yang diusulkan dapat juga digunakan untuk produksi katekin dan tanin dari gambir asalan. Karena tahapan prosesnya berbeda, maka peralatan untuk unit produksi katekin dan tanin berbeda dengan peralatan pada unit pengolahan bergerak untuk perbaikan teknologi pengolahan gambir masyarakat. Tahapan proses produksi katekin dan tanin dari gambir asalan pada dasarnya terdiri dari pelarutan, pemisahan kotoran, pemisahan padatan dari cairan, pelarutan kembali padatan dan pengeringan sampai diperoleh bubuk katekin dan bubuk tanin (Gambar 30). Unit spray dryer membutuhkan kompor berbahan bakar gas untuk penyediaan udara panas dan kompresor udara yang diperlukan dalam pengabutan umpan serta blower yang membutuhkan energi listrik. Selanjutnya, untuk mendukung berbagai aktivitas tersebut dibutuhkan unit penukar ion yang diperlukan untuk penyediaan air proses, serta generator set untuk penyediaan sumber energi listrik.

(19)

Gambar 30. Tahapan Proses Produksi Katekin dan Tanin dari Gambir Asalan

Karena proses pengeringan diperlukan untuk dua produk yang berbeda (Gambar 30), maka pada mobile unit diperlukan dua unit spray dryer yang masing-masing bekerja secara mandiri. Di samping itu, untuk penempatan cairan selama proses diperlukan beberapa tangki penampung. Unit ini juga berbeda dengan unit bergerak untuk pengolahan gambir masyarakat karena tidak diperlukan unit penggiling daun dan ekstraksi getah gambir dari daun. Di samping itu, sebagai kesatuan unit produksi, semua fasilitas tersebut harus disediakan dan tidak ada peralatan yang dapat disediakan kemudian. Kapasitas pembatas masing-masing peralatan dan tangki penampung adalah kecepatan kerja spray dryer. Untuk tahapan kegiatan produksi yang disajikan pada Gambar 30 tersebut, maka peralatan yang diperlukan pada unit pengolahan gambir bergerak disajikan pada Tabel 22.

Gambir Asalan

Pelarutan Pemisahan

Kotoran Fraksi Larut

Kotoran

Pendinginan

Fasa padat Fasa cair

Pemisahan

Pelarutan Spray drying

Spray drying Katekin Bubuk Tanin Bubuk Pelarut

(20)

Tabel 22. Daftar Peralatan yang Diperlukan pada Unit Pengolahan Bergerak untuk Produksi Katekin dan Tanin dari Gambir Asalan

No Nama Alat Kebutuhan

Lantai (cmxcm)

Bobot (kg)

1 Spray dryer 130x60 300

2 Sentrifus 60x60 75

3 Pemanas Air 40x40 10

4 Unit penukar ion 30x70 100

5 Tangki air 40x40 200

6 Tangki pencampuran 40x40 50

7 Tangki penampung fraksi cair 40x40 10

8 Tangki penampung dan pelarutan fraksi padat

40x40 10

10 Kompresor udara 110x50 75

11 Generator set 7x50 50

Total Bobot 880

5.4.2 Perancangan Tata Letak Peralatan pada Unit Pengolahan Gambir Bergerak

Pada unit pengolahan gambir bergerak yang digunakan untuk perbaikan teknologi produksi gambir masyarakat, jika semua peralatan disediakan (hal ini dapat dilakukan bertahap sesuai dengan prioritas), maka peralatan dan permesinan operasional dalam kesatuan unit pengolahan tersebut akan ditempatkan di atas trailer dengan bak berukuran 150 cm x 290 cm. Dengan perkiraan total bobot sebesar 810 kg, unit tersebut dapat ditarik oleh kendaraan pick up berdaya angkut 1.5 - 2 ton yang banyak dimiliki masyarakat. Pengaturan tata letak masing-masing peralatan di atas trailer disajikan pada Gambar 31 dan Gambar 32. Dengan pengaturan yang kompak, maka kebutuhan luas lantai trailer dapat diminimumkan. Pada saat pengoperasian, generator set dan heat exchanger pada spray dryer (karena bekerja dengan api dan bahan bakar serta pembangkit listrik) diturunkan dari trailer, sedangkan peralatan lain tetap berada di atas trailer.

Unit pengolahan gambir bergerak dirancang dengan skenario aktivitas perebusan dan pencetakan gambir tetap dilaksanakan di rumah kempa, sehingga tenaga kerja pengempa terjamin aman dari kehilangan pekerjaan, sedangkan kegiatan

(21)

pengeringan dapat dibantu, terutama pada saat hari hujan. Unit pengolahan gambir yang disiapkan bertujuan untuk memperbaiki efisiensi ekstraksi serta menurunkan beban tenaga kerja. Melalui pengaturan dan penjadwalan yang baik, unit pengolahan gambir tersebut dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi serta menjaga kesinambungan produksi, yang selanjutnya akan memperbaiki kemampuan memenuhi syarat mutu gambir sesuai permintaan pasar ekspor.

Teknologi dan peralatan pengolahan lain yang dapat dikenalkan kepada masyarakat adalah unit penggiling daun, screw press dan unit pengering berupa spray dryer. Kapasitas produksi peralatan tersebut diseimbangkan dengan kapasitas mesin penggiling daun gambir. Dengan kapasitas penggilingan sebesar 200 kg daun per jam, maka dalam satu hari alat tersebut dapat menggiling 1,600 kg daun gambir segar. Jumlah tersebut setara dengan daun segar yang dihasilkan dari sekitar 0.2 hektar kebun gambir masyarakat. Jika alat tersebut dapat berpindah-pindah antar kebun, maka alat tersebut akan dapat melayani sekitar 31 hektar kebun gambir selama enam bulan (26 minggu dengan enam hari kerja per minggu). Jika satu rumah kempa mengolah daun gambir yang berasal dari kebun seluas dua hektar, maka unit pengolahan gambir bergerak tersebut dapat membantu 15-16 rumah kempa dalam suatu kesatuan kerja, yang diharapkan akan dapat membentuk klaster agroindustri gambir yang kuat di masa depan.

Gambar 31. Rancangan tata letak peralatan di atas trailer Keterangan: Ukuran dalam centimeter (cm)

(22)

Gambar 32. Unit Pengolahan Gambir Bergerak di Atas Trailer (tampak kanan) Berbeda dengan unit pengolahan bergerak yang digunakan untuk perbaikan teknologi produksi gambir masyarakat, maka pengaturan tata letak peralatan pada unit pengolahan bergerak untuk produksi katekin dan tanin juga berbeda. Seperti halnya pada unit pengolahan bergerak untuk perbaikan teknologi produksi gambir masyarakat, unit produksi katekin dan tanin juga dapat ditarik oleh truk kecil dengan daya angkut 1.5-2 ton. Rancangan tata letak peralatan produksi katekin dan tanin disajikanpada Gambar 33.

Gambar 33. Rancangan Tata Letak Peralatan pada Unit Produksi Katekin dan Tanin Bergerak Spray dryer Spray dryer Generator set Kompresor udara Penukar Ion 30 cm x 60 cm Tangki 1 Pemanas Air Tangki Pencam-puran Sentrifus Tangki 2 Tangki 3 Tangki Air Panel kontrol Blower Blower 70 50 40 130 60 30 60 60 50 40 40 40 40 40

(23)

5.5 Perbaikan Pemasaran

Berbagai aktivitas peningkatan mutu dan pengembangan produk gambir harus diikuti pengembangan kegiatan pemasaran yang menjadi syarat mutlak keberhasilan pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang. Perbaikan yang hanya menekankan pada berbagai aspek teknis dan teknologis akan menyebabkan lemahnya posisi Indonesia dalam bisnis gambir dunia. Bahkan kelemahan dalam pemasaran telah menyebabkan agroindustri gambir Indonesia mengalami perkembangan yang lambat sebagaimana terjadi selama ini. Perbaikan pemasaran gambir perlu dilakukan dengan berbagai langkah berikut:

Perluasan pasar domestik dan luar negeri

Hal ini dilakukan seiring dengan upaya diversifikasi produk gambir sehingga mampu menjangkau berbagai segmen pasar. Diversifikasi produk akan mampu menciptakan pasar-pasar baru yang selama ini belum terjangkau.

Kerjasama dalam pemasaran produk gambir

Dalam pengembangan pasar ekspor untuk produk-produk hilir gambir, perlu dikaji kemungkinan kerja sama pemasaran dengan beberapa perusahaan dalam bisnis gambir yang telah lama menjalani bisnis gambir dunia. Hal ini perlu dikaji karena tidak mudah untuk mengalahkan pelaku bisnis yang telah memiliki akses pasar yang luas dan selama ini Indonesia belum mampu menjangkaunya. Dari sisi kebijakan strategis, perlu disiapkan model perjanjian kerja yang saling menguntungkan sehingga dengan kerja sama yang mungkin dilakukan tersebut, perusahan asing tidak harus melakukan investasi di Indonesia atau sebaliknya menikmati keseluruhan nilai tambah dari pengembangan produk hilir gambir di negaranya. Kajian-kajian seperti itu perlu dikembangkan untuk memberikan bahan pertimbangan bagi pemerintah (pusat maupun daerah) dalam persoalan investasi asing.

Promosi, Merek dan Pencitraan

Dalam perdagangan gambir selama ini, Indonesia mengekspor gambir asalan ke berbagai Negara tanpa merek dan promosi. Hal tersebut menyebabkan banyak

(24)

konsumen produk gambir lebih-lebih setelah gambir diproses menjadi berbagai produk oleh negara pengimpor tidak mengetahui bahwa yang produk mereka konsumsi tersebut berasal dari Indonesia. Karena itu, pada masa yang akan datang sangat diperlukan pemberian merek produk gambir ekspor baik sebagai komoditas maupun setelah gambir diproses lebih lanjut menjadi porduk bahan baku Industri maupun produk akhir yang dikonsumsi. Adanya pemberian merek, aktivitas promosi dan pencitraan menuntut perbaikan mutu produk gambir ekspor.

Perbaikan harga di tingkat petani dan pedagang

Untuk itu, perlu dilakukan standarisasi dan grading yang teliti untuk peningkatan mutu gambir masyarakat, serta pinalti untuk gambir bermutu rendah sampai pada tinggat tidak diterima di pasar. Untuk tujuan tersebut, dibutuhkan metode, peralatan dan bahan analisis yang cepat dan akurat serta sumberdaya manusia yang mencukupi dan mampu melayani kebutuhan penilaian mutu gambir masyarakat di tingkat pengumpul.

Dengan berbagai keterbatasan, dari berbagai potensi perbaikan tersebut tidak seluruhnya harus dilakukan pada waktu yang sama. Sebagian perbaikan harus dilakukan lebih dahulu dan yang lain dapat dilakukan kemudian. Secara ringkas, kerangka perbaikan agroindustri gambir disajikan pada Gambar 34.

(25)

Gambar 34. Kerangka Pengembangan Agroindustri Gambir Indonesia Perluasan Pasar Domestik Perluasan Pasar Ekspor Pengembangan Bahan Antara untuk Industri Diversifikasi Produk Akhir Penyediaan Bibit Unggul Perbaikan Teknologi Budidaya Tanaman Perbaikan Teknologi Pengolahan Penyiapan Teknologi untuk Pengembangan Produk Hilir Peremajaan Tanaman Gambir

yang Sudah Tua

Perluasan Lahan Baru Peningkatan Kemampuan SDM Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Kemampuan Permodalan Perbaikan Kelembagaan

(26)

5.6 Pendekatan Klaster dalam Pengembangan Agroindustri Gambir

Hasil survei dan diskusi dengan berbagai pihak memberikan gambaran tentang permasalahan dalam agroindustri gambir yang sangat kompleks serta meliputi berbagai aspek seperti pemasaran, pemodalan, teknologi, kelembagaan dan sebagainya. Selain itu, persoalan dalam bisnis yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama tersebut memerlukan keterlibatkan berbagai pihak baik swasta, pemerintah maupun lembaga yang bertugas mengembangkan teknologi seperti perguruan tinggi maupun lembaga penelitian. Untuk pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang, diperlukan penanganan permasalahan dan perencanaan yang menyeluruh dengan keterlibatan berbagai pihak.

Mengingat kegiatan produksi gambir melibatkan banyak petani yang berada dalam wilayah yang berdekatan, maka dalam penyusunan rencana pengembangan pendekatan klaster industri diharapkan dapat menghasilkan perbaikan mendasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Di samping itu, keterlibatan berbagai pihak dalam klaster diharapkan dapat mendukung keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia pada masa yang akan datang. Berbagai pihak yang terlibat dalam klaster serta peran masing-masing pihak dapat dilihat pada model klaster agroindustri gambir pada Gambar 35.

Dalam pengembangan klaster, perlu disiapkan kelembagaan yang solid dan mampu mengkaji berbagai permasalahan dalam agroindustri gambir, melakukan perencanaan pengembangan, memperluas pasar dan sebagainya. Lembaga tersebut bekerja dalam rantai pasok gambir serta membantu dalam perolehan bantuan permodalan bagi anggota dari kerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan dalam klaster. Selain itu, lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai penyangga kebutuhan keuangan anggota terutama pada saat ada masalah yang terkait dengan produksi (misal rendahnya produksi daun gambir) ataupun saat anggota terdesak oleh kebutuhan yang penting.

Dalam pengembangan klaster gambir dipertimbangkan untuk mengembangkan sistem kerja sama permodalan berdasarkan konsep bagi hasil dan bagi resiko yang memungkinkan resiko terbebankan secara seimbang di antara

(27)

anggota klaster. Dengan klaster yang kuat, maka petani dan pengolah akan memiliki posisi yang seimbang dengan pedagang dalam kedudukannya sebagai anggota klaster. Terkait dengan pedagang pengumpul hingga eksportir, perlu dibangun sistem yang lebih pendek dan kepada pedagang yang ada saat ini diberi pilihan untuk ikut dalam klaster dengan sistem yang disiapkan. Jika pihak pedagang tersebut tidak bersedia mengikuti sistem yang ditawarkan, maka otomatis yang bersangkutan tidak terikat kerja sama dengan petani dan pengolah gambir yang ada.

Gambar 35. Model Klaster Agroindustri Gambir (diadaptasi dari Pahan, 2007)

Pemerintah Pusat

Kebijakan investasi asing Kebijakan ekspor

Kebijakan pendanaan khususnya industri Mikro dan Kecil

Penyediaan infrastruktur Standarisasi dan Sertifikasi

Pemasaran Dalam negeri Ekspor MANAJEMEN KLASTER Industri Hulu Perkebunan Pengolah gambir masyarakat Pengolah gambir lainnya Industri Inti Katekin Tanin Nano gambir Nano Katekin Pewarna alami Senyawaan lain Industri Hilir Farmasi Kosmetika Penyamak Kulit Pewarna Batik dan tekstil Industri lainnya Industri Terkait

Perbengkelan, penyedia alat dan mesin pertanian/pengolahan Transportasi

Pergudangan Bibit gambir Pupuk dan pestisida

Pemerintah Daerah Administrasi dan regulasi daerah Koordinasi lintas sektor Penyediaan sarana dan prasarana Penyusunan master

plan dan tata ruang

wilayah Kebijakan pengembangan SDM dan inkubator bisnis Asosiasi Pengusaha Pengembangan pasar Pembinaan petani/pengolah Institusi Pendukung Perguruan tinggi, Litbang Lembaga Keuangan

(28)

Pada Gambar 35 dapat dilihat berbagai pihak yang berperan dalam pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang. Pada Gambar 35 tersebut dapat diketahui bahwa inti klaster agroindustri gambir adalah Industri Inti yang memperoleh bahan baku dari Industri hulu dan menyediakan produk bagi Industri Hilir. Karena itu, pendirian industri inti tersebut diharapkan akan menarik industri hulu, pemasok dan juga industri hilir yang akan memanfaatkan produk mereka. Hasil evaluasi peran masing-masing pihak saat ini, disajikan pada Tabel 22.

Berdasarkan Tabel 22, untuk pengembangan agroindustri gambir Indonesia umumnya dan Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, maka upaya strategis yang harus dilakukan pada tahap awal adalah pendirian industri yang menghasilkan katekin dan tanin sebagai produk antara yang terpenting (Gumbira-Sa’id, et al., 2009; Gumbira-Sa’id, et al., 2010). Di samping itu, maka sangat diperlukan perbaikan kelembagaan yang dapat menyiapkan rencana strategis pengembangan agroindustri gambir, melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak serta mengembangkan pasar produk gambir, khususnya produk katekin dan tanin. Pada tahap selanjutnya, perlu dilakukan pengembangan berbagai produk akhir serta pendirian industrinya secara bertahap. Langkah-langkah tersebut mutlak diperlukan untuk mendapatkan produk-produk hilir bernilai tambah tinggi yang diharapkan akan meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pada akhirnya mampu menjamin keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia (Tabel 23).

(29)

Tabel 23. Evaluasi Kondisi Pelaku dalam Agroindustri Gambir Saat Ini dan Rekomendasi untuk Perbaikan

No Pelaku Kondisi Saat Ini Rekomendasi

1 Industri Hulu Dalam jangka waktu yang lama, industri hulu relatif tidak mengalami perubahan yang berarti, karena kondisi pemasaran dan tuntutan mutu yang tidak memaksa mereka melakukan perbaikan

Perlu dikembangan industri hilir gambir dan perbaikan

kelembagaan untuk perbaikan teknologi, peningkatan mutu serta penguatan pemodalan industri hulu.

2 Industri Inti Belum ada industri yang mengolah gambir menjadi produk-produk hilir bernilai tambah tinggi

Secara bertahap, industri produk antara dari gambir ini perlu dikembangkan karena dapat menarik industri hulu dan mendorong berkembangnya industri penghasil produk-produk akhir dari gambir.

3 Industri Hilir Belum ada industri yang memanfaatkan komponen dalam gambir untuk menghasilkan produk-produk hilir

Perlu dikembangkan setelah industri penghasil produk antara yang merupakan industri inti berkembang. Pengembangan industri hilir akan memperluas pasar dan menyeimbangkan pemasaran domestik dan pasar ekspor dari industri inti sehingga dapat memperbaiki posisi tawar Indonesia dalam bisnis gambir global

4 Pemerintah Pusat

Kebijakan investasi asing dan ekspor yang ada belum mendukung bagi pengembangan industri hilir gambir

Berbagai kebijakan pemerintah pusat termasuk kebijakan industri nasional yang mendukung bagi pengembangan industri di daerah harus dijabarkan untuk pengembangan agroindustri gambir yang merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Lima Puluh Kota maupun Provinsi Sumatera Barat. Dengan demikian program pemerintah pusat dapat sejalan dengan program pemerintah daerah.

5 Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah masih belum memiliki blue print pengembangan agroindustri gambir dalam jangka panjang. Kegiatan pengembangan agroindustri gambir masih ditangani dalam program pemerintah yang umumnya bersifat proyek jangka pendek.

Di samping itu, ketika pelaksanaan proyek tersebut, pemerintah seringkali belum menemukan SDM yang cocok (misalnya tenaga ahli) untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.

Kegiatan pengembangan agroindustri gambir harus merupakan kegiatan berkelanjutan yang perlu ditangani oleh berbagai institusi terkait. Karena itu, diperlukan adanya program jangka panjang yang dijabarkan menjadi program jangka pendek dan jangka menengah yang memiliki target-target yang dapat diukur dengan perencanaan waktu yang baik. Karena menuntut koordinasi berbagai sector dan pelaku, maka sangat diperlukan perbaikan kelembagaan agar dapat dibangun kesatuan tujuan antar berbagai institusi dalam pengembangan agroindustri gambir.

(30)

Tabel 23. (Lanjutan)

No Pelaku Kondisi Saat Ini Rekomendasi

6 Industri Terkait Dengan pola pengembangan yang diharapkan terjadi secara “alami”, agroindustri gambir belum mampu

membangkitkan berbagai industri terkait.

Industri terkait akan berkembang sejalan dengan perkembangan industri produk antara (industri inti) dan industri hilir.

7 Institusi Pendukung

Perguruan tinggi dan lembaga penghasil teknologi belum mampu melakukan penelitian berkelanjutan untuk kegiatan pengembangan agroindustri gambir karena persoalan ketersediaan dana penelitian. Masyarakat kurang

merasakan peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam menangani persoalan yang mereka hadapi dalam agroindustri gambir.

Berbagai keterbatasan petani maupun pengolah menyebabkan mereka sulit mengakses permodalan dari lembaga keuangan dan perbankan dengan sistem konvensional.

Institusi pendukung akan dapat bekerja dengan baik memalui perbaikan kelembagaan yang akan memperjelas berbagai tugas yang harus dilaksanakan masing-masing pelaku.

8 Asosiasi Pengusaha

Pengusaha belum mampu mengembangkan pasar baru, dan hanya bergantung kepada eksportir. Kondisi pemasaran tersebut menyebabkan tidak adanya dorongan bagi kegiatan pembinaan kepada petani

Posisi asosiasi pengusaha yang hanya sebagai pedagang perlu ditingkatkan menjadi salah satu agen dalam pengembangan agroindustri gambir. Hal ini memerlukan perbaikan kelembagaan.

9 Manajemen Klaster

Lembaga ini belum ada. Lembaga ini harus dibentuk untuk melakukan perencanaan

(jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek), melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengembangan agroindustri gambir. Lembaga ini akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah serta berbagai pihak terkait. Disamping itu, lembaga ini akan melakukan upaya intensif untuk pengembangan pasar domestik maupun ekspor

(31)

Tabel 24. Evaluasi Kondisi untuk Pengembangan Klaster Agroindustri Gambir No Evaluasi Komponen Kondisi Saat Ini

1 Kinerja

Klaster Industri

Biaya transaksional

Biaya transaksional masih tinggi karena belum ada mekanisme koordinasi antar pelaku dalam pengadaan kebutuhan yang memungkinkan perolehan quantitave discount akibat pembelian dalam jumlah besar.

Dalam pengiriman produk gambir, masing-masing pelaku menggunakan sarana pengangkutan secara sendiri-sendiri, serta tidak ada konsolidasi untuk pengiriman dengan alat angkut yang lebih besar dan murah.

Pengaruh jejaring kerja

Jejaring kerja yang ada bersifat lemah dan tidak formal, baru sebatas pembelian langsung berbagai kebutuhan pengolah-pemasok, serta pembelian gambir oleh pedagang pengumpul, di samping adanya keterikatan utang petani/pengolah dengan pedagang pengumpul.

2 Integrasi Rantai Pasokan Pemasok Perkebunan Pengolah Pemasar

Pemasok berbagai kebutuhan dalam pengolahan/pemasaran gambir berjalan sendiri-sendiri, tidak ada keterikatan antara pemasok dengan pengolah/pedagang

3 Infrastruktur

pendukung

Universitas/ Litbang

Karena keterbatasan dana penelitian, universitas dan lembaga penelitian/pengembangan tidak dapat melaksanakan penelitian berkelanjutan sampai hasil penelitan benar-benar diterapkan di lapangan

Lembaga keuangan

Lembaga keuangan yang ada belum memiliki pola pendanaan khusus terkait dengan keterbatasan petani dalam mengakses perbankan. Karena itu, banyak permasalahan yang dihadapi petani ketika mereka berusaha mendapatkan pendanaan dari bank. Kondisi tersebut menyebabkan banyak petani bergantung kepada para pedagang pengumpul baik untuk dana penyiapan kebun gambir, rumah kempa ataupun produksi gambir serta konsumsi.

Ketersediaan bakat (SDM)

Banyak petani yang sangat mengharapkan pembinaan, namun dengan keterbatasan dana, program pemerintah seringkali tidak mampu menjangkau masyarakat yang cukup luas. Di samping itu, petani sangat membutuhkan pendampingan dalam upaya peningkatan agroindustri gambir, namun tidak tersedia tenaga pendamping dan penyuluh yang cukup banyak untuk menjangkau berbagai daerah.

Lembaga techno-preneur

Belum ada lembaga yang menghubungkan antara penyedia teknologi dengan petani/pengolah, pedagang serta eksportir untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan delam pengembangan agroindustri gambir.

(32)

Tabel 24. (Lanjutan)

No Evaluasi Komponen Kondisi Saat Ini

Infrastruktur fisik

Ketiadaan sumber energi listrik di rumah kempa yang berlokasi di tepi hutan dan lereng-lereng bukit yang jauh dari pemukiman menjadi pembatas bagi inovasi berbagai teknologi

pengolahan. 4 Lingkungan ekonomi dan bisnis Efisiensi pemerintahan

Belum tersedianya program pemerintah yang berkesinambungan menyebabkan pembinaan agroindustri gambir hanya bersifat program-program yang terputus. Di samping itu, kebijakan pemerintah menyangkut investasi asing maupun ekspor belum mampu mendorong

berkembangnya agroindustri gambir yang hampir tidak mengalami perubahan yang berarti dalam jangka waktu yang lama.

Efisiensi bisnis Dengan teknologi sederhana yang dimiliki, sulit bagi petani dan pengolah gambir meningkatkan perolehan dari pengeluaran mareka dalam bisnis gambir. Berbeda dengan masyarakat, dengan teknologi yang dimiliki, perusahaan PMA mampu bekerja dengan sedikit tenaga kerja dan kapasitas produksi yang relatif tinggi.

Kinerja ekonomi

Berbagai kelemahan yang dihadapi dalam agroindusti gambir yang menyangkut para pelaku langsung dalam bisnis gambir maupun berbagai pihak terkait menyebabkan bisnis gambir belum memberikan nilai yang manfaat maksimal bagi masyarakat banyak terutama petani dan pengolah gambir. Dengan berbagai kesulitan dan resiko yang mereka hadapi,banyak petani hanya mampu bertahan dan tidak mampu mengembangkan bisnis gambir mereka.

Efisiensi infrastruktur

Dalam penyediaan teknologi, lembaga penelitian maupun perguruan tinggi belum mampu memanfaatkan fasilitas yang ada untuk pengembangan agroindustri gambir karena terbatasnya kemampuan untuk mengakses pasar. Akibatnya, teknologi yang dihasilkan untuk perbaikan proses serta peningkatan mutu belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bahkan beberapa pabrik pengolah gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota maupun kabupaten lain tidak

berfungsi. Di samping itu, pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota juga mendirikan

Agrotechno Park di Kecamatan Mungka yang hingga saat ini belum beroperasi dengan baik.

(33)

Dari Tabel 23, beberapa perbaikan yang perlu dilakukan adalah pendirian industri katekin dan tanin dari gambir asalan, dilanjutkan dengan pembentukan manajemen klaster. Pembentukan manajemen klaster diperlukan untuk perbaikan jejaring kerja dan peningkatan kinerja klaster agroindustri gambir pada masa yang akan datang.

5.7 Perbaikan Rantai Pasok Gambir

Kajian ini terdiri dari dua tahap yaitu (1) perancangan jaringan rantai pasok gambir, yaitu penentuan lokasi pabrik pengolahan katekin dan tanin dari gambir asalan dan penentuan lokasi gudang dan (2) evaluasi rantai pasok gambir usulan. Pelaksanakan kajian ini mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Vaishnavi dan Kucchler (2008) sebagai berikut:

Pemahaman Persoalan

Persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana konfigurasi jaringan rantai pasok dalam pengembangan agroindustri gambir di kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan bagaimana kinerja rantai pasok tersebut jika diimplementasikan.

Perumusan Usulan

Kegiatan strategis yang harus dilaksanakan dalam pengembangan agroindustri gambir di kabupaten Lima Puluh Kota adalah pendirian industri pengolah katekin dan tanin. Persoalannya adalah berapa unit industri hilir yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat konversi ekspor dari produk berupa gambir asalan menjadi produk dalam bentuk katekin dan tanin yang dikehendaki. Selanjutnya, untuk melayani kebutuhan bahan baku dan pengiriman produk gambir asalan maupun katekin dan tanin, harus diputuskan lokasi unit industri penghasil katekin dan tanin yang akan didirikan, kombinasi moda transportasi serta kebutuhan gudang konsolidasi dalam jaringan rantai pasok tersebut (Crainic dan Laporte, 1997).

Rantai pasok dengan pengembangan industri katekin dan tanin diusulkan dengan empat alternatif di bawah ini:

(34)

a. Alternatif 1: Pendirian dua pabrik pengolahan di Kecamatan Kapur IX, satu pabrik di Kecamatan Bukit Barisan dan satu pabrik di Kecamatan Pangkalan yang sekaligus menjadi gudang konsolidasi. Pemilihan Pangkalan sebagai lokasi gudang konsolidasi didasarkan atas ketersediaan akses jalan utama Payakumbuh-Pekanbaru yang dapat dilalui oleh truk besar/kontainer. Pada alternatif ini, gambir asalan dibawa ke pabrik pengolahan, dan selanjutnya katekin serta tanin yang dihasilkan dibawa ke gudang konsolidasi di Pangkalan.

b. Alternatif 2: Pendirian dua pabrik pengolahan di Kecamatan Kapur IX dan satu pabrik di Kecamatan Pangkalan sekaligus sebagai gudang konsolidasi. Alternatif ini sama dengan alternatif 1, hanya pabrik di kecamatan Bukit Barisan dihilangkan. Gambir asalan dibawa ke masing-masing pabrik pengolahan, selanjutnya katekin dan tanin yang dihasilkan dibawa ke gudang konsolidasi di Pangkalan.

c. Alternatif 3: Satu pabrik di Kecamatan Pangkalan yang sekaligus berfungsi sebagai gudang konsolidasi. Gambir Asalan dibawa ke gudang sementara, selanjutnya dibawa ke pabrik pengolahan Katekin dan Tanin di Pangkalan.

d. Alternatif 4: Pengolahan Katekin dilakukan di unit pengolahan gambir bergerak (mobile unit) dan gudang konsolidasi berada di Pangkalan. Katekin dan Tanin dihasilkan di mobile unit, dibawa ke pool mobile unit selanjutnya dibawa ke Pangkalan. Alternatif ini diperlukan karena berdasarkan kajian yang dilakukan Herryandie et al. (2009), penggunaan mobile unit merupakan metode introduksi teknologi yang terpilih dalam pengembangan agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

(35)

Gambar 36. Ilustrasi Sistem Transportasi Produk dalam Rantai Pasok Gambir yang Diusulkan

Pengembangan Model

Simchi-Levy (2000) mengemukakan model umum untuk biaya transportasi barang dengan berbagai moda transportasi yang disajikan pada persamaan (1)

………. (1)

Selanjutnya, Merrina dan Sparavigna (2007) mempertimbangkan pengaruh biaya tetap dalam transportasi intermoda. Dengan mempertimbangkan biaya tetap

Petani Pasar/lokasi pengumpulan Pengumpul Eksportir Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Kecil 1-1.5 ton Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 Ton Petani Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton Koperasi Industri Katekin/Tanin Petani Pelabuhan Ekspor Mobile Unit Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton

Koperasi/Pool Mobile unit Gudang Konsolidasi Petani Pelabuhan Ekspor Sepeda Motor Truk Sedang 5-6 ton Truk/kontainer 15-20 ton Industri Katekin/Tanin Gudang Konsolidasi

(a) Kondisi Saat ini

(c) Satu Pabrik Katekin dan Tanin (Alternatif 3)

(b) Beberapa Pabrik Katekin dan Tanin di Tingkat Nagari (Alternatif 1 dan 2)

(d) Penggunaan Mobile Unit (Alternatif 4)

(36)

transportasi untuk masing-masing moda, maka persamaan (1) menjadi

. Selanjutnya, dengan menggabungkan seluruh moda transportasi yang digunakan, maka total biaya transportasi sampai pelabuhan ekspor merupakan penjumlahan dari seluruh biaya transportasi pada semua moda yang digunakan sesuai dengan persamaam (2).

….………... (2) dengan

J : Indeks yang menunjukkan moda transportasi (Tabel 24) j=1: Sepeda motor (kapasitas 100 kg)

j=2: Truk kecil (kapasitas 1-1.5 ton) j=3: Truk sedang(kapasitas 5-6 ton)

j=4: Truk besar/container (kapasitas 15-20 ton) I : Indeks yang menunjukkan pemasok ke-i

j : Biaya transportasi per unit kg per km moda transportasi ke-j

xij : Jumlah produk yang dikirimkan oleh pemasok ke-i dengan

menggunakan moda transportasi ke-j (kg)

dij : Jarak pengiriman dari pemasok ke-i dengan moda transportasi ke-j

(km)

j : Biaya tetap transportasi moda ke-j

TC : Total biaya transportasi

Berbagai moda transportasi yang digunakan dalam rantai pasok gambir terdiri dari sepeda motor, truk kecil, truk sedang dan truk besar/kontainer (Gambar 36). Perhitungan total biaya transportasi didasarkan atas komponen biaya tetap dan biaya variabel untuk masing-masing moda sebagaimana disajikan pada Tabel 25.

Evaluasi

Pengkajian dan evaluasi rantai pasok gambir dilakukan pada dua kondisi yaitu (1) rantai pasok yang ada saat ini dan (2) rantai pasok dengan pengembangan industri penghasil katekin dan tanin dari gambir dengan keempat alternatif di atas. Sebagai dasar evaluasi, digunakan volume ekspor gambir asalan Indonesia tahun 2009. Kajian dilakukan dengan mengkonversi sebagian ekspor gambir yang semula dalam bentuk gambir asalan menjadi bentuk katekin dan tanin pada berbagai tingkat (persentase) dari total volume ekspor gambir asalan selama tahun 2009 tersebut.

(37)

Adanya pabrik pengolahan katekin dan tanin akan menyebabkan perubahan jumlah trip pengiriman untuk gambir asalan dan akan diperlukan pengiriman produk katekin dan tanin dengan moda transportasi tertentu.

Tabel 25. Data Moda Transportasi dalam Rantai Pasok Gambir

No Moda Jarak Pengiriman Biaya Transportasi

Biaya Tetap (Rp.) Biaya Variabel (Rp./km) 1 Sepeda Motor 1-10 km 11,666.67 1,380.00 2 Truk Kecil 5-20 km 68,750.00 3,950.00

3 Truk Sedang Lima Puluh Kota- Padang : 150 km

137,500.00 3,837.50 Lima Puluh Kota – Medan: 600

km 4 Truk Besar/

Kontainer

Dalam kota Padang: 20-30 km 275,000.00 2,231.25 Dalam kota Medan: 20-30 km

5 Mobile unit* 1-10 km 68,750.00 3,950.00

*Mobile unit ditarik oleh Truk Kecil, pengangkutan dikaitkan dengan jumlah produk yang dihasilkan dari rumah kempa pada hari yang bersangkutan.

Kajian dengan berbagai tingkat konversi produk tersebut diperlukan karena hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk membuka dan menguasai pasar untuk produk katekin dan tanin yang akan dikembangkan. Evaluasi jaringan rantai pasok gambir meliputi: (i) evaluasi kinerja rantai pasok, (ii) pengaruh perubahan tingkat konversi ekspor gambir asalan ke produk katekin dan tanin, serta (iii) pengaruh peningkatan volume ekspor serta perubahan biaya transportasi dan pasokan gambir asalan antar kecamatan untuk produksi katekin dan tanin.

Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini, dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi jaringan rantai pasok yang terbaik, yakni jaringan yang membutuhkan total biaya transportasi terendah pada ekspor gambir asalan dalam jumlah tertentu.

(38)

5.7.1 Kinerja Rantai Pasok Gambir dengan Adanya Pabrik Pengolah Katekin Kinerja rantai pasok yang meliputi biaya transportasi rata-rata per unit produk dan biaya transportasi rata-rata per nilai produk gambir, baik sebagai gambir asalan maupun sebagai katekin dan tanin, dapat dilihat pada Tabel 26. Pada Tabel 26 dapat diketahui besarnya penghematan total biaya transportasi pada alternatif 1 sampai alternatif 4 dibandingkan dengan rantai pasok saat ini berkisar antara Rp. 292.76 juta sampai dengan Rp. 631,14 juta per tahun dengan penghematan tertinggi diperoleh pada alternatif 4 (penggunaan mobile unit).

Adanya penghematan tersebut menyebabkan biaya transportasi rata-rata per kg produk dan per nilai produk pada seluruh alternatif jaringan rantai pasok juga menurun. Rendahnya biaya transportasi per nilai produk memungkinkan penggunaan moda transportasi yang lebih mahal dalam pengiriman produk bernilai tinggi terutama jika biaya persediaan lebih tinggi daripada biaya transportasi (Ballou, 1992). Namun demikian, pada produk bernilai tinggi, besarnya jaringan dan banyaknya tingkatan stocking point dalam sistem rantai pasok dapat meningkatkan biaya persediaan secara signifikan (Simchi-Levy, 2000).

Tabel 26. Kinerja Rantai Pasok Gambir dengan Berbagai Alternatif Jaringan Kinerja Rantai Pasok

Gambir

Saat Ini Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4

Total Biaya Transportasi ( Rp. Juta)

8,895.69 8,594.49 8,602.93 8,529.89 8,264.55

Volume Produk (ton):

Gambir Asalan 18,298 16,468 16,468 16,468 16,468

Katekin + Tanin - 549 549 549 549

Total 18,298 18,298 18,298 18,298 18,298

Nilai Produk (Rp. Juta):

Gambir Asalan 548,931 494,038 494,038 494,038 494,038

Katekin + Tanin - 2,470,190 2,470,190 2,470,190 2,470,190

Total 548,931 2,964,227 2,964,227 2,964,227 2,964,227

Biaya Transportasi Rata-rata: Per Unit Produk (Rp.

juta/ton)

0.4862 0.4697 0.4702 0.4662 0.4517

Gambar

Tabel 19. Potensi Perbaikan Agroindustri gambir  No  Aspek  Perbaikan  Alternatif  perbaikan yang  perlu dikaji  Keterangan  1  Teknologi proses di  rumah kempa milik  petani
Gambar 26. Pohon industri gambir
Tabel 20. Strategi Pengembangan Agroindustri Gambir Berdasarkan Hasil Identifikasi SWOT  FAKTOR  INTERNAL  FAKTOR  EKSTERNAL  KEKUATAN
Gambar 27. Hirarki Persoalan Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri  Gambir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pengangkatan dan

Hasil pengujian bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris, ROE, ROI dan ukuran perusahaan terhadap luas pengungkapan Corporate

Adapun langkah yang harus dilakukan ketika menganalisis data adalah (1) Menggolongkan psikologi khususnya kepribadian tokoh yang terdapat dalam novel Rindu karya Tere Liye dengan

a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang berakad. Jika waktu telah habis tetapi belum mendapatkan apa-apa, pengarap boleh berhenti. Akan tetapi jika

Dari hasil impulse response function (IRF) dijelaskan dalam jalur suku bunga dan jalur nilai tukar di Malaysia membutuhkan time lag respon variabel terjadi ketika shock

Klasifikasi adalah salah satu bentuk dari teknik atau metode data mining yang termasuk dalam kategori predictive mining yaitu suatu teknik yang dapat digunakan

Physical database design dilakukan untuk memutuskan struktur logic secara fisik diimplementasikan ke dalam tujuan Sistem Manajemen Basis data (DBMS), para

Misoprostol pada awalnya tidak digunakan sebagai obat pada saat kehamilan, tetapi pada perkembangannya penggunaan obat tersebut di banyak negara