• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Perbandingan visual.

IV. PENELITIAN TAHAP II: VERIFIKASI DIGITAL

4.4 PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN TAHAP I DAN

Data yang diperoleh dari kedua tahap penelitian di atas menunjukkan perbedaan yang signifikan antara suara jantung yang direkam pada saat bernafas bebas dengan kondisi menahan nafas. Rata-rata selisih perbedaan intensitas suara, dari kedua kondisi tersebut, pada tiap obyek penelitian ditampilkan pada Tabel 4.12. berikut.

Tabel 4.12. Rata-rata selisih intensitas suara dari kondisi BB – TN Tahap I dan II Obyek No. Tahap 1 Tahap 2

1 3,3 35,7 2 8,1 2,9 3 2,8 8,3 4 10,9 -1 5 10,1 5,9 6 3,8 13,8 7 5,4 -1,4 8 9,7 -0,4 9 9,9 -0,4 10 22,3 11 -0,7 12 2,5

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Tahap1 7,111 4.2590 1.2295

Tahap2 7.296 11.4745 3.3124

Sumber : Hasil Olah Data

Tabel 4.13. Uji Perbedaan Data Tahap I dan II Paired Differences

t df Sig. (2- tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Tahap1 - Tahap2 -1.9625 13.7578 3.9715 -10.7038 6.7788 -.494 11 .631 Sumber : Hasil olah data

Uji statistik pada Tabel 4.13. menunjukkan bahwa data hasil penelitian tahap I dan II tidak berbeda secara sigifikan. Hal ini juga tampak dari nilai rata-ratanya yang hanya berselisih 0,2 dB. Grafik rata-rata kedua data tersebut juga menunjukkan pola yang sama (Gambar 4.15.). Hal ini berarti bahwa perbedaan cara pengambilan data, spesifikasi peralatan, dan variabilitas obyek penelitian tidak mempengaruhi hasil analisis. Jadi, modifikasi stetoskop standar yang dikoneksikan ke program perekam berbasis Windows, bisa digunakan untuk mendeteksi suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Secara spektral, meskipun menggunakan metode pembangkitan spektrum yang berbeda, hasil penelitian tahap I dan II menunjukkan

pola perbedaan yang serupa, meliputi rentang frekuensi, nilai intensitas suara, dan kontur grafik. Ketiga hal tersebut tampak sebagai perbedaan warna suara (timbre).

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 2 4 6 8 10 12 14 No. Obyek In te n sita s S u a ra ( d B ) Tahap 1 Tahap 2

Gambar 4.15.: Rata-rata selisih intensitas suara antara kondisi bernafas bebas dan menahan nafas untuk penelitian tahap I dan II

4.5 PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menghasilkan temuan bahwa sinyal EKG yang diwakili oleh nilai tegangan gelombang R tidak dipengaruhi siklus pernafasan. Nilai gelombang R yang direkam dalam kondisi bernafas bebas tidak berbeda dengan kondisi saat menahan menahan nafas. Meskipun variabilitas di antara obyek terjadi, uji normalitas dan homogenitas data gelombang R menunjukkan hasil positif. Perilaku normalitas dan homogenitas data juga ditemukan pada tekanan pernafasan yang mewakili siklus pernafasan obyek. Kondisi kedua jenis data ini memungkinkan terjadinya analisis sinkronisasi kardiorespirasi untuk menguji kondisi fisiologis obyek.

Analisis sinkronisasi berbasis phase recurrences menunjukkan bahwa data- data penelitian mengikuti pola sinkron. Artinya terdapat keselarasan antara siklus jantung dan siklus pernafasan. Sinkronisasi kardiorespirasi merupakan indikasi kenormalan kondisi obyek secara fisiologis (sehat). Hal ini juga berarti bahwa karakteristik suara jantung, yang direkam bersamaan dengan data EKG dan tekanan pernafasan, akan mengikuti pola sinkron. Artinya, secara fisiologis dapat dikatakan bahwa data tersebut bersumber dari obyek yang sehat. Rata-rata data hasil analisis menunjukkan nilai sinkronitas yang sesuai dengan referensi yaitu 3 siklus pernafasan dan 12 detak jantung per 10 detik [Klabunde, 2004]. Siklus-siklus tersebut terjadi dalam rentang nilai fase yang diijinkan.

Pada analisis suara jantung, selisih nilai intensitas suara antara suara jantung dalam kondisi bernafas bebas dan kondisi menahan nafas merupakan indikasi nilai interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Meskipun hasil statistik menunjukkan karakteristik normal dan homogen pada data intensitas suara jantung, sebaran data juga tampak lebar. Perbedaan nilai antara kondisi BB dan TN tidak mutlak terjadi karena beberapa data justru menunjukkan kesamaan perilaku. Namun demikian bisa dikatakan bahwa suara interferensi memang ada dan didukung oleh analisis spektral.

Analisis visual terhadap grafik spektral suara jantung BB dan TN menunjukkan bahwa suara BB menghasilkan intensitas suara lebih tinggi, dan rentang frekuensi yang lebih lebar. Pada beberapa obyek tampak bahwa suara BB bernilai lebih rendah dari suara TN. Hal ini diduga terjadi pada siklus ekspirasi. Fenomena ini bukanlah penyimpangan pola karena siklus inspirasi dan ekspirasi mempunyai dampak yang berlawanan terhadap suara jantung. Siklus inspirasi menguatkan suara jantung sementara siklus ekspirasi sebaliknya, menghasilkan efek melemahkan. Hal ini sesuai dengan pola hubungan fisioanatomi kardiorespirasi pada kerangka konseptual. Hasil analisis visual terhadap grafik spektral juga menghasilkan temuan adanya komponen sinyal spektral yang hilang dan terjadinya pergeseran fase. Fenomena ini berkorelasi dengan kondisi fisiologis obyek yang diwakili oleh siklus EKG dan siklus pernafasan. Hilangnya sinyal spektral berkorelasi dengan siklus EKG, sementara pergeseran fase berkorelasi dengan siklus pernafasan.

Suara interferensi yang diindikasikan oleh selisih intensitas suara BB – TN menunjukkan perilaku normal dan homogen diantara 12 obyek. Hal ini mengindikasikan bahwa pola suara interferensi tidak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik obyek seperti usia, berat dan tinggi badan, maupun jenis kelamin. Meskipun demikian, masih diperlukan verifikasi lebih lanjut tentang hal ini dengan melibatkan variabilitas dan jumlah obyek yang lebih besar. Selain itu juga ditemukan bahwa pola grafik suara interferensi menunjukkan kecenderungan sama dengan pola grafik gelombang R EKG. Hal ini mendukung hasil analisis yang menyatakan bahwa hilangnya sinyal spektral suara pernafasan berkorelasi dengan siklus EKG.

4.6 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa suara interferensi antara suara jantung dan paru:

1. muncul dalam bentuk perbedaan intensitas suara dan frekuensi. Intensitas suara interferensi berkisar pada nilai -45,2  7,8 dB, dapat dideteksi pada rentang frekuensi 100 – 120 Hz.

2. lebih mudah dideteksi dan dianalisis menggunakan parameter warna suara (timbre), yang tampak pada gambar spektral.

3. memunculkan fenomena hilangnya sinyal dan pergeseran fase spektral yang berkorelasi dengan siklus EKG dan siklus pernafasan sehingga bisa dijadikan sebagai parameter fisiologis kinerja jantung.

4. memiliki karakteristik yang cenderung sama dengan karakteristik sinyal EKG. 4.7 SARAN

Munculnya parameter baru dari hubungan tiga dimensi antara suara jantung, tekanan pernafasan, dan tinggi gelombang R-EKG menunjukkan bahwa metode analisis kinerja jantung masih menawarkan peluang tinggi untuk dieksplorasi. Sistem perekaman data dan analisis hasil rekaman dalam penelitian ini masih dilakukan secara terpisah (tertunda), atau belum berjalan secara seketika (real time). Kondisi ini kurang efisien jika diterapkan untuk keperluan klinis. Dengan demikian perlu didesain peralatan perekam berbasis digital yang bisa mengintegrasikan data suara jantung, tekanan pernafasan, dan tinggi gelombang R-EKG, dimana proses analisisnya berjalan secara seketika.

V. PENUTUP

Dokumen terkait