• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI INTERFERENSI SPEKTRAL SUARA KARDIORESPIRASI SEBAGAI METODE ALTERNATIF ANALISIS KINERJA JANTUNG BERBASIS SINKRONISASI RINGKASAN DISERTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI INTERFERENSI SPEKTRAL SUARA KARDIORESPIRASI SEBAGAI METODE ALTERNATIF ANALISIS KINERJA JANTUNG BERBASIS SINKRONISASI RINGKASAN DISERTASI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI METODE ALTERNATIF ANALISIS KINERJA JANTUNG BERBASIS SINKRONISASI

RINGKASAN DISERTASI

Oleh : NURIDA FINAHARI

0730703012

PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN MINAT TEKNOLOGI KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)
(3)

JUDUL DISERTASI:

Studi interferensi spektral suara kardiorespirasi sebagai metode alternatif analisis kinerja jantung berbasis sinkronisasi

Nama Mahasiswa : Nurida Finahari

NIM : 0730703012

Program Studi : Program Doktor Ilmu Kedokteran

Minat : Teknologi Kedokteran

KOMISI PROMOTOR:

Promotor : Prof. Dr. dr. M. Rasjad Indra, MS Ko Promotor 1 : Dr. dr. Retty Ratnawati, M.Sc Ko Promotor 2 : Dr. Ing. Setyawan P. Sakti, M.Eng

TIM DOSEN PENGUJI:

Dosen Penguji 1 : Prof. dr. M. Aris Widodo, MS. SpFK. Ph.D Dosen Penguji 2 : Prof. Ir. ING Wardana, M.Eng. Ph.D Dosen Penguji 3 : Prof. Dr. Ir. Rudy Soenoko, M.Eng Dosen Penguji Tamu : Dr. Ir. Nyoman Merthayasa, M. Eng, Sc

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas berkah dan rahmat Tuhan YME penulis berhasil menyelesaikan

penelitian dan penulisan disertasi dengan judul ―Studi interferensi spektral suara kardiorespirasi sebagai metode alternatif analisis kinerja jantung berbasis sinkronisasi ‖. Dalam tulisan ini disajikan pengujian konsep baru tentang metode pengukuran kinerja jantung menggunakan inovasi teknik auskultasi berbasis sinkronisasi kardiorespirasi. Inovasi teknik auskultasi ini mencoba menangkap karakteristik suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Suara interferensi tersebut kemudian dibuktikan merupakan salah satu parameter fisiologis kardiorespirasi.

Penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini telah melibatkan banyak pihak yang dalam menjalankan tugasnya masing-masing, telah memungkinkan saya mencapai gelar Doktor. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Widyagama Malang yang telah memberikan ijin pada saya untuk tugas belajar jenjang S3.

2. Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah memberikan beasiswa BPPS, Hibah Doktor dan Sandwich-like melalui DIKTI.

3. Para dosen pengampu MK Program Matrikulasi dan Kepakaran, yang telah memberikan pengetahuan dasar ilmu kedokteran dan teknologi kedokteran. Bapak dan Ibu telah memberikan kemudahan pada saya untuk menyusun kerangka besar rencana penelitian.

4. Prof. Dr. dr. M. Rasjad Indra, MS. selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah

sekaligus Promotor, yang telah banyak bersabar dan bersedia ‗babak belur‘

mengarahkan saya dalam menyusun 6 karya ilmiah, menjalani seminar demi seminar, dan menunggu proses penyelesaian disertasi yang terlalu panjang. Kepedulian dan pengertian Bapak yang tak terbatas selalu menjadi cambuk bagi saya untuk terus bergerak dan berusaha mencapai garis akhir. Mohon maaf Prof. atas keletihan yang harus Prof jalani selama menjadi Pembimbing dan Promotor saya.

(5)

frustasi di awal-awal masa bimbingan ternyata membuahkan rasa kasih dan terima kasih saat bimbingan itu menghasilkan hipotesis penelitian yang ternyata bertaraf internasional. Mohon maaf Ibu, saya telah memupuskan harapan Ibu

untuk membimbing saya ‗bertarung‘ mematahkan teori dan konsep Prof. De

Troyer. Semoga di masa datang saya memiliki cukup keberanian untuk mewujudkannya.

6. Dr. Ing. Setyawan P. Sakti, M.Eng. selaku Penguji Karya Ilmiah sekaligus Ko-Promotor II, yang selalu menyempatkan diri untuk mengejar-ngejar saya menyampaikan perkembangan dan senantiasa menawarkan bantuan meski tidak pernah berani saya terima, atas dasar rasa sungkan dan ketakutan jika nantinya akan mengecewakan. Kebaikan Bapak membuat saya terpacu untuk menghasilkan hanya yang terbaik, meskipun mungkin tidak sebaik yang Bapak harapkan. Mohon maaf Pak, saya tidak mampu mewujudkan alat uji integrasi digital itu.

7. Prof. dr. M. Aris Widodo, MS. SpFK. Ph.D, selaku Kaprodi S3 FK sekaligus Penguji Karya Ilmiah dan Disertasi, yang selalu memberikan dukungan, kemudahan, pengertian dan mengiyakan nyaris hampir semua rengekan-rengekan saya sejak awal kuliah hingga akhir, baik untuk urusan akademik maupun administrasi. Mohon maaf Prof. telah banyak menyulitkan. Kepercayaan Prof terhadap konsepsi keras kepala saya akan interferensi suara kardiorespirasi adalah modal awal yang menumbuhkan kepercayaan diri saya untuk mampu berkiprah di dunia kedokteran. Sayang sekali saya tidak mampu memenuhi permintaan Prof. untuk melakukan 10 kali seminar karya ilmiah.

8. Prof. Ir. ING Wardana, M.Eng. Ph.D, selaku Penguji Disertasi sekaligus dosen pembimbing sejak masa pra-sarjana, yang mengenalkan budaya meneliti pada saya untuk pertama kalinya hingga berbuah keberhasilan mengikuti LKTI. Petuah-petuah Prof. yang selalu mengingatkan untuk menjunjung tinggi kejujuran akademik dan senantiasa menjaga orisinalitas ide, betapapun anehnya, ternyata menjadi bekal yang sangat langka dan berharga dalam menapaki jenjang karir. 9. Prof. Dr. Ir. Rudy Soenoko, M.Eng, selaku Penguji Disertasi sekaligus

pembimbing skripsi dan ayah bagi semangat berinovasi, telah mengajarkan saya untuk memandang segala hal yang rumit dari sisi kesederhanaannya. Kata kunci

yang selalu terngiang adalah ‗selama esensinya terpenuhi, carilah jalan termudah

(6)

10. Rekan-rekan angkatan 2007, program S2 dan S3, khususnya dr. Lukman selaku Kepala Suku, yang telah memotori kerukunan dan memoderatori diskusi-diskusi sejak awal masa kuliah. Ternyata aktivitas itu telah menjadi pembuka jalan bagi kelancaran dan keberhasilan studi setiap anggota kelas. Bagi teman-teman lain, khususnya dek Nurul, dek Hani, dek Chomsa dan dek Qoqom, terima kasih telah menghangatkan masa-masa kuliah sehingga perjalanan studi itu menjadi jauh lebih menyenangkan dan berwarna.

11. Teman-teman angkatan 2008, 2009 dan 2010, khususnya dek Andri, dr. Maha, mbak Ana, dek Farida, dek Yudi dan Pak Sabar Setiawidayat, terima kasih telah menjadi teman berdiskusi, teman seminar, menjalani sandwich dan bertualang jauh ke Eropa. Hari-hari itu sungguh indah untuk dikenang.

12. Mas Samsul, Mbak Tutik, Mas Yayan, Mas Dimas, Mbak Ita yang secara konsisten berupaya membantu dan menyelesaikan semua permasalahan administratif yang saya hadapi selama menjalani program ini, dengan cara yang sangat empatif manusiawi bahkan dalam keterbatasan kewenangannya. Anda semua merupakan bukti nyata keberhasilan ‗Manajemen Berbasis Hati‘ yang secara langsung menghasilkan kualitas pelayanan yang efektif – efisien.

13. Mbak Yani dan Mbak Farah yang selalu bahu membahu memastikan tersampaikannya tahapan beasiswa dan dana program sandwich, yang selalu menerima dering telepon, sms dan email pada waktu-waktu yang sangat ajaib secara sabar. Jika toh banyak yang tak terucap, percayalah, rasa terima kasih itu selalu bercokol di setiap hati mahasiswa penerima beasiswa.

14. Teman-teman di Fakultas Teknik dan Jurusan Teknik Mesin Universitas Widyagama Malang, khususnya Kang H. Toni Dwi Putra dan Kang Gatot Subiyakto, yang tidak pernah lepas memberikan dukungan dan doa, serta selalu saling membahu, di sepanjang karir dan studi.

15. Pakde Tondo Budi yang gigih mengingatkan untuk bertahan pada kelurusan iman dan menjadi teman berdiskusi yang dengan cara sangat menjengkelkan terus menjejalkan pemahaman-pemahaman berat tentang hidup dan kehidupan. Pengajian Padang Bulan itu, pada akhirnya, ternyata benar-benar mengasyikkan.

(7)

Rasa terima kasih itu juga harus kulayangkan pada bidadari-bidadariku, Bunder, Indut dan Cuncun, yang selalu wajib bersabar untuk berbagi waktu dan

tanggung jawab keluarga, yang sering harus terabaikan ketika ‗kegilaan akademik‘ telah merasuki pikiranku. Semoga ‗kegilaan positif‘ yang sudah mulai tertular pada

Bunder dan Indut, juga merasuki Cuncun, sehingga kita bersama bisa menghasilkan peran serta nyata dalam kemajuan bangsa dan kemanusiaan.

Bagaimanapun, masih sangat banyak pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi telah bersemayam di hati sejak awal mula interaksi kita. Semoga Tuhan berkenan menjadikannya berkah yang membawa kebaikan bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa konsepsi baru ini masih akan melalui perjalanan untuk dapat diaplikasikan. Penulis berharap masukan dan saran untuk menyempurnakan metodologi dan memperlancar proses penelitian lanjutannya.

Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan YME bahwa tulisan ini telah memenuhi tujuannya sebagai syarat kelulusan program doktoral, semoga masih dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan lainnya.

(8)

RINGKASAN

Nurida Finahari, NIM. 0730703012. Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 18 Januari 2013. Studi Interferensi Spektral Suara Kardiorespirasi Sebagai Metode Alternatif Analisis Kinerja Jantung Berbasis Sinkronisasi. Komisi Pembimbing Ketua: M. Rasjad Indra, Anggota: Retty Ratnawaty, Setyawan P. Sakti.

Teknik auskultasi merupakan aksi mendengarkan suara-suara tubuh sebagai dasar diagnosis. Auskultasi suara jantung dianggap lebih mudah dibandingkan dengan auskultasi terhadap suara paru. Hal ini disebabkan karena kondisi anatomi jantung menghasilkan suara-suara yang lebih pasti dengan sumber-sumber suara yang lebih mudah dideteksi. Kondisi anatomi paru sebaliknya memunculkan kompleksitas dalam pembentukan, identifikasi dan analisis suara.

Interferensi suara jantung dan paru sangat dimungkinkan terjadi, selain karena faktor kedekatan lokasi pada rongga dada juga karena ada aksi saling mempengaruhi proses pembentukan suaranya. Periodisasi denyut jantung menghasilkan tekanan pada alveoli yang menyebabkan terjadinya aliran udara balik. Udara balik dari alveoli tersebut jika bertabrakan dengan udara inhalasi dapat mengakibatkan turbulensi yang menghasilkan suara. Sebaliknya, tekanan inhalasi menghasilkan peningkatan aliran darah balik menuju sisi kanan ruang jantung. Peningkatan aliran tersebut berpengaruh pada intensitas suara murmur jantung dimana murmur sisi kanan menjadi lebih nyaring dibandingkan dengan sisi kiri. Tekanan ekshalasi menghasilkan kondisi sebaliknya. Interferensi suara jantung dan paru dengan demikian bisa disebut sebagai salah satu parameter sinkronisasi kardiorespirasi. Hal ini membuka peluang pada pemanfaatan fenomena tersebut sebagai sarana diagnosis penyakit-penyakit kardiorespirasi, yang menjanjikan kemudahan dan murah pembiayaan.

(9)

Keberhasilan dalam mencapai tujuan penelitian merupakan indikasi tercapainya proses pengembangan ilmu pengetahuan multi disipliner yang diharapkan dapat membuka wawasan, membangun pola pikir integratif dan memperluas jaringan kerjasama. Dari aspek aplikatif, teknik perekaman dan analisis data dapat digunakan untuk mengembangkan analisis dan diagnosis klinis di bidang sinkronisasi kardiorespirasi, khususnya untuk upaya-upaya preventif yang bertujuan mengurangi angka mortalitas akibat penyakit jantung. Konsepsi ini merupakan bagian dari bidang bio-preventive maintenance.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suara interferensi muncul dalam bentuk perbedaan intensitas, rentang frekuensi dan kontur grafik pada suara jantung yang direkam dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas. Parameter tersebut merupakan bentuk warna suara (timbre). Warna suara ini lebih mudah diamati dan dianalisis jika suara jantung ditampilkan dalam bentuk grafik spektral. Penelitian tahap I dan II tidak berbeda secara signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa variabilitas obyek tidak mempengaruhi karakteristik suara interferensi. Pemanfaatan suara interferensi sebagai parameter fisiologis jantung juga dimungkinkan karena fenomena hilangnya sinyal dan pergeseran fase yang terdeteksi pada visualisasi spektral, berkorelasi dengan siklus EKG dan siklus pernafasan. Karakteristik sinyal suara interferensi menunjukkan kecenderungan sama dengan sinyal EKG. Dalam pemanfaatannya nanti proses perekaman dan analisis suara interferensi tidak diperlukan peralatan tambahan berbiaya mahal dan bisa dilakukan dengan modifikasi stetoskop standar yang dikoneksikan pada program berbasis Windows.

(10)

SUMMARY

Nurida Finahari, NIM. 0730703012. Medical Engineering Post Graduate Pogram of Medical Faculty of Brawijaya University of Malang, January 18th, 2013. Cardiorespiratory Sound Spectral Interference Study as Alternative Method of Heart Performance Analysis Based on Synchronization. Principal Supervisor: M. Rasjad Indra, Members: Retty Ratnawaty, Setyawan P. Sakti.

Auscultation technique is the action of hearing body sounds as basic diagnostic. Heart sound auscultation is presumed easier to be done than the lung sound. This is due to the anatomical condition of the heart that produce sounds more certain with sound sources that easier to detected. In contrary, anatomical condition of the lungs show the complexity in sound production, identification and analysis.

Heart and lung sound interferences very possible to be occure, besides the factor of their location in the chest cavity, it also because of the inter-influences action of that organs in sound production processes. The periodization of heart pulse produce pressure that act on alveoli and generate air back-flow. The air back-flow from the alveoli if in collision with inhalation air can produce the turbulent that generate sounds. In contrary, inhalation pressure generate the back flow incremental to the right side of heart chamber. The increasing flow will influence the heart murmur sound intensity in the manner that the right side murmur become louder than the left side. The exhalation pressure make the converse conditions. The heart and lung sound interferences then can be used as one of the cardiorespiratory synchronization parameter. This phenomenon will open the opportunity to used that phenomenon as diagnostic tool for cardiorespiratory diseases that promises the modestly and low costing.

(11)

The achievement to reach research goals indicate the achievements of the development of multi dsiciplinary sains that hopefully can be opening the horizon of knowledge, building the integratif reasoning and widening the cooperation network. From the application aspects, recording technique and data analysis can be used to developing clinical diagnostic and analysis in the field of cardiorespiratory synchronization, especially in preventive efforts in purpose to decrease heart diseases mortality number. This conception is part of the field of the bio-preventive maintenances.

The research results show that interference sounds appear in the form of heart sounds intensity difference, range of frequency, and graphical contour, between the data that have been recorded in the free and hold breathing condition. These parameter can be called as the color of sound (timbre). The colour of sound can be observed and analized more easier if presented in the form of spectral graphic. The results of first and second research stages do not show significant differences, so can be said that object variability did not influence the interference sound characteristics. The usage of interference sounds as heart physiological parameter also possible because of the phase shifting and vanishing signal phenomena that were detected on spectral analysis, had been proven have the correllation with ECG and respiratory cycles. The signal characteristics of interference sounds show the tendency to have the same manner with ECG signal. In the future applications the recording process and interference sounds analysis do not need more expensive cost tools adding and can be done by the modification of standard stethoscope connected to windows-based program.

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kajian terhadap fisioanatomi jantung dan paru-paru menunjukkan adanya hubungan saling ketergantungan antara dua organ tersebut. Secara anatomi, jantung dan paru-paru berbagi ruangan di rongga dada dengan lapisan-lapisan sekat yang saling berhubungan [Tortora, 2005]. Bentuk paru-paru sebelah kiri berbeda dengan bagian sebelah kanan. Bagian kiri memiliki lekukan (notch) untuk mengakomodasi bentuk ujung jantung (apex). Secara fisiologis, perubahan tekanan dalam rongga dada akibat gerak inhalasi-ekshalasi paru-paru memberikan variasi tekanan pada dinding luar jantung. Variasi tekanan dinding tersebut pada akhirnya juga berpengaruh pada kontraksi-relaksasi ruang-ruang jantung yang berarti mempengaruhi proses pemompaan darah. Pada gilirannya, aliran darah yang dihasilkan jantung, termasuk aliran ke paru-paru, juga akan terpengaruh. Dari hubungan tersebut dapat dilihat bahwa fungsi jantung dan paru-paru merupakan sistem yang saling melengkapi meskipun mekanisme gerak masing-masing diatur dan berjalan dalam sistem tersendiri.

Kegagalan fungsi salah satu organ kardiorespirasi berpengaruh terhadap fungsi organ lainnya. Kegagalan jantung dalam mengalirkan darah hingga ke alveoli menyebabkan dead space [Mrowka, et.al., 2003]. Kondisi ini disebut kondisi pernafasan sia-sia karena tidak terjadi pertukaran gas dengan darah meskipun udara pernafasan mencapai alveoli. Sebaliknya, kegagalan paru-paru mengalirkan udara hingga alveoli menyebabkan kondisi shunt, dimana meskipun tersedia aliran darah di alveoli pertukaran gas tetap tidak terjadi.

(13)

Secara umum, interaksi antara aktivitas jantung dan paru-paru telah mulai dipelajari sejak 2 abad yang lalu dan terus dikembangkan. Salah satu tujuannya adalah untuk memahami mekanisme interaksi patofisiologis [Mrowka, et.al., 2003]. Keselarasan antara detak jantung dan laju respirasi (sinkronisasi kardiorespirasi) merupakan fenomena nyata meskipun bukan merupakan variabel utama interaksi kardiorespirasi [Toledo, et.al., 2002]. Dari hasil simulasi matematis diketahui bahwa peningkatan volume paru-paru akibat peningkatan tekanan alveolar, menyebabkan perubahan tekanan intratorak. Perubahan ini berpengaruh pada perfusi paru-paru, aliran vena, dan curah jantung [Darowski, 2000]. Sinkronisasi kardiorespirasi juga dapat dilihat pada subyek yang mengalami pernafasan terkendali (paced breathing) yaitu pernafasan yang disesuaikan dengan sinyal eksternal [Pomortsev, et.al., 1998]. Efek sinkronisasi tampak lebih kuat jika dilihat pada subyek sehat yang melakukan pernafasan terkendali dibandingkan jika subyek bernafas secara spontan [Prokhorov, et.al., 2003]. Interaksi negatif sistem kardiorespirasi tampak pada penggunaan respirator untuk subyek penderita hipertensi, coronary artery disease (CAD) dan kelainan sistem kardiovaskular lainnya, karena memberikan beban tambahan pada jantung [Etemadinejad, 2005]. Efek negatif tersebut tidak dominan pada subyek sehat.

Salah satu cara yang umum dilakukan untuk pendiagnosisan penyakit-penyakit kardiorespirasi adalah menggunakan teknik auskultasi. Auskultasi didefinisikan sebagai aksi mendengarkan suara dari dalam tubuh, utamanya untuk memastikan kondisi paru-paru, jantung, pleura, abdomen, dan organ tubuh lainnya

[Doorland‘s, 1981]. Auskultasi (menggunakan stetoskop) masih dipercaya sebagai

salah satu teknik pendeteksian kelainan fungsi sistem pernafasan yang bahkan dianggap lebih efektif dibandingkan dengan radiografi [Loudon, Murphy, 1984] jika dipandang dari faktor ketersediaan dan kemudahan pemakaiannya, disamping kesederhanaan dan metode penggunaannya yang tidak invasif. Pemanfaatan teknik auskultasi pada diagnosis penyakit jantung menunjukkan tingkat efektifitas kegunaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemanfaatan pada sistem pernafasan [Murphy, 1981]. Kondisi ini didasari fakta bahwa suara-suara yang dihasilkan denyut jantung dan sistem kardiovaskular lebih seragam sehingga variabilitasnya rendah. Diagnosis yang dihasilkan menjadi lebih akurat. Dengan demikian, pemanfaatan teknik auskultasi pada diagnosis klinis sistem pernafasan perlu disertai pemahaman yang tinggi terhadap variabilitas dan arti karakteristik suara yang dianalisis.

(14)

berinteraksi secara koheren dapat menghasilkan interferensi [Zurek, 2003]. Koherensi gelombang terjadi jika gelombang-gelombang tersebut berada dalam rentang panjang gelombang dan selisih fase yang sama. Interferensi gelombang juga bisa terjadi jika gelombang-gelombang penyusunnya memiliki frekuensi yang hampir sama. Interferensi gelombang merupakan penjumlahan (superposisi) dua atau lebih gelombang sehingga membentuk pola gelombang baru. Superposisi tersebut dapat bersifat konstruktif (menguatkan / in phase interferences) atau destruktif (melemahkan / out phase interference).

Jika kembali pada kajian fisioanatomi, diketahui bahwa aktivitas jantung dan paru-paru menimbulkan suara. Posisi jantung dan paru-paru yang berdekatan memungkinkan munculnya gelombang interferensi dari suara yang dihasilkan keduanya. Interferensi tersebut mungkin terjadi pada rentang frekuensi rendah (100-300 Hz) dimana diketahui bahwa suara pernafasan pada frekuensi tersebut tumpang tindih dengan suara jantung [Charbonneau et.al., 1982]. Jika pada rentang frekuensi tersebut memang terjadi interferensi suara maka hal ini dapat dipandang sebagai satu bentuk sinkronisasi kardiorespirasi. Dengan demikian interferensi antara gelombang suara jantung dan suara paru dapat dilihat sebagai satu bentuk sinkronisasi kardiorespirasi juga. Dengan demikian interferensi suara kardiorespirasi dapat digunakan sebagai variabel diagnosis patofisiologis. Dalam hal ini pola suara interferensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menunjang analisis teknik auskultasi yang telah ada, atau menjadi teknik diagnosis baru.

(15)

gangguan suara yang timbul dari alat pengukur, pada saat perekaman suara [Gnitecki & Moussavi, 2007].

Penerapan konsepsi interferensi suara kardiorespirasi pada patofisiologi jantung didasarkan pada fakta bahwa penyakit jantung masih bertahan dalam jajaran penyakit pembunuh no. 1 baik di dunia maupun di Indonesia. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16% dan melonjak menjadi 26,4% pada tahun 2001. Saat ini angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk [PPNI; 2006]. Fakta-fakta tersebut menunjukkan tingkat kebutuhan dan urgensi diagnosis penyakit jantung. Sementara itu, diketahui bahwa meskipun auskultasi merupakan metode diagnosis fundamental untuk penyakit jantung yang non invasif serta murah [Javed et.al., 2006], analisis suara jantung melalui auskultasi sangat tergantung pada keahlian dan pengalaman pendengarnya, sehingga hasil diagnosis auskultasi sering diragukan akurasinya, khususnya jika dilakukan oleh dokter-dokter muda [Criley et.al., 2000]. Keterbatasan kemampuan sistem pendengaran manusia, variasi suara dari denyut ke denyut, dan adanya noise, juga merupakan penyebab hal tersebut [Syed et.al., 2007].

Peningkatan akurasi hasil auskultasi jantung, pada akhirnya dilakukan melalui pemeriksaan lanjut menggunakan ECG, MRI, dan/atau CT Scan. Sayangnya peralatan-peralatan tersebut membutuhkan biaya yang sangat mahal sehingga hanya tersedia di rumah sakit besar saja [Stasis et.al., 2004]. Hal inilah yang menjadi alasan utama pengembangan peralatan pendukung auskultasi berbasis komputer, karena lebih murah namun mampu meningkatkan akurasi dan reliabilitas diagnosis tahap awal [Javed et.al., 2006]. Peralatan berbasis komputer tersebut dinilai mampu meminimasi proses konsultasi pada dokter ahli, mengingat bahwa sekitar 87% kasus yang dikonsulkan ternyata bukanlah kasus yang mendesak atau berbahaya [Watrous, 2001]. Pengurangan proses konsultasi tersebut dapat menurunkan biaya pengobatan yang harus ditanggung penderita. Kondisi tersebut di atas merupakan pendorong berkembangnya penelitian-penelitian yang mengarah pada perbaikan teknik maupun penemuan metode diagnosis baru.

1.2 PERMASALAHAN

Mengacu pada uraian dalam latar belakang maka permasalahan umum yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah :

―Bagaimanakah cara memanfaatkan konsepsi interferensi suara kardiorespirasi,

(16)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa konsepsi interferensi suara kardiorespirasi dapat digunakan untuk analisis kinerja jantung.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Tercapainya tujuan penelitian akan membawa beberapa manfaat yang dapat ditinjau dari aspek-aspek berikut:

a. Aspek Teoritis

Proses dan hasil penelitian ini merupakan upaya pengembangan ilmu multi disipliner yang dapat memperluas wawasan, membangun pola pikir integratif, dan mengembangkan kerjasama saling menguntungkan di antara akademisi - praktisi.

b. Aspek Aplikatif

Hasil kajian dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana pengembangan analisis dan diagnosis klinis di bidang sinkronisasi kardiorespirasi, khususnya dalam mengurangi angka mortalitas yang tinggi akibat penyakit jantung. Hasil penelitian tersebut juga dapat dikembangkan untuk memprediksi ‗masa hidup‘ dan kesehatan jantung sebagai upaya preventif yang merupakan bagian dari konsepsi bio-preventive maintenance.

c. Aspek Praktis

(17)

II. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

2.1 KERANGKA KONSEP

Secara parsial sistem respirasi dan kardiovaskular memiliki mekanisme tersendiri dalam menghasilkan suara. Suara pernafasan ditimbulkan oleh aliran udara yang melalui saluran pernafasan. Aktivitas pernafasan pada kondisi tubuh yang berbeda menghasilkan karakteristik aliran udara ke dalam paru-paru yang beda pula. Hal ini pada akhirnya menghasilkan suara pernafasan yang berbeda- berbeda-beda. Hal yang sama juga terjadi pada jantung. Suara jantung ditimbulkan oleh aliran darah yang keluar/masuk jantung dan membuka /menutupnya katup jantung. Denyut jantung pada kondisi tubuh yang berbeda menghasilkan karakteristik aliran darah yang berbeda pada saat melewati katup-katup. Suara yang ditimbulkan akhirnya juga berbeda-beda.

Terdapat dugaan bahwa suara pernafasan, khususnya yang muncul dari paru sebelah kiri, dipengaruhi oleh aktivitas denyut jantung. Dalam hal ini aliran udara yang memasuki paru kiri mengalami perlambatan karena bertabrakan dengan arus udara balik yang terjadi akibat tekanan ventrikel. Tekanan ventrikel tersebut secara umum juga mempengaruhi nilai kinerja mekanis paru dalam fenomena osilasi kardiogenik [Lichtwarck-Aschoff et.al., 2005]. Osilasi kardiogenik telah mulai digunakan sebagai parameter pengukuran mekanika respirasi yang bisa dilakukan tanpa mengganggu proses ventilasi. Fenomena ini juga dipertimbangkan sebagai sarana diagnosis [Bijaoui et.al., 2001].

Di sisi lain suara jantung juga dipengaruhi oleh aktivitas pernafasan [Bates, 2005]. Tekanan inhalasi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah dari vena pulmonar menuju ruang sisi kanan jantung. Dalam hal ini murmur dari sisi kanan jantung meningkat intensitasnya pada proses inhalasi. Sebaliknya, peningkatan aliran darah masuk sisi kanan ruang jantung menghambat aliran darah memasuki sisi kiri. Kondisi ini menyebabkan penurunan intensitas suara murmur sisi kiri jantung. Proses ekshalasi membalik proses tersebut.

(18)

Kondisi-kondisi di atas (Gambar 2.1.) merupakan bukti yang mendukung eksistensi sinkronisasi kardiorespirasi. Jika mengacu pada kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya pola sinkronisasi tersebut maka diduga suara pernafasan dan suara jantung juga akan menunjukkan pola sinkronisasi dalam bentuk suara interferensi. Hal ini diperkuat fakta bahwa pada frekuensi rendah (100-300 Hz), suara paru tumpang tindih dengan suara jantung [Charbonneau et.al., 1982]. Dengan demikian interferensi suara jantung dan suara paru mungkin terjadi pada frekuensi rendah tersebut. Interferensi mungkin juga terjadi pada saat suara merambat melintasi rongga torak menuju permukaan tubuh. Mengingat keberagaman jenis jaringan yang dilalui suara pernafasan dan jantung maka dimungkinkan terdapat 3 jenis gelombang suara yang mencapai permukaan tubuh, yaitu gelombang suara paru, suara jantung, dan suara interferensi. Tiga jenis suara inilah yang semestinya terdengar pada saat proses auskultasi. Dengan demikian akurasi diagnosis auskultasi tentunya dipengaruhi juga oleh ketiga jenis suara tersebut. Dari uraian di atas, secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat disusun dan ditampilkan sebagaimana tampak pada Gambar 2.2.

(19)

Aktifitas Pernafasan

Gambar 2.3.: Skema hubungan sebab akibat dalam kerangka konseptual

Dengan demikian variabel-variabel penelitian dapat ditentukan sebagai berikut: a. Variabel bebas : sinkronisasi kardiorepirasi

(20)

b. Variabel terikat : analisis kinerja fisiologis

Variabel ini dinyatakan dalam parameter spesifikasi bentuk spektrum gelombang interferensi kardiorespirasi. Spektrum tersebut ditampilkan dalam bentuk gambar menggunakan program pengolah data berbasis Mathlab.

c. Variabel perantara : interferensi suara

Variabel ini dinyatakan dalam parameter frekuensi (Hz) dan intensitas suara (dB). Keduanya diukur dari data hasil rekaman.

Hubungan antar variabel dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Hubungan antara variabel bebas dan variabel perantara

Parameter-parameter sinkronisasi kardiorespirasi merupakan dasar analisis proses pembentukan suara yang menghasilkan interferensi. Waktu terbentuknya suara jantung selalu dihubungkan dengan periodisasi denyut jantung (dan siklus pernafasan). Dengan demikian, terjadinya interferensi suara juga akan berhubungan dengan pola sinkronisasi.

b. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Sinkronisasi kardiorespirasi merupakan variabel yang digunakan untuk menilai kondisi fisiologis organ-organ kardiorespirasi. Jadi, parameter sinkronisasi bisa dijadikan acuan untuk menilai arti fisiologis spektrum suara interferensi.

c. Hubungan antara variabel perantara dan variabel terikat

(21)

2.4 SKEMA ANALISIS DATA

Analisis data mengikuti alur skematik pada gambar dibawah ini.

DATA SUARA

(22)

III. PENELITIAN TAHAP I: UJI AUSKULTASI

3.1 PENDAHULUAN

Penelitian-penelitian tentang sinkronisasi kardiorespirasi telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut bertujuan mencari dan memanfaatkan korelasi antara fisioanatomi jantung dan paru-paru untuk memahami mekanisme patofisiologis masing-masing organ dalam kedua sistem tersebut. Penelitian-penelitian dalam bidang auskultasi juga membahas permasalahan tersebut. Salah satu tema dalam bidang auskultasi yang banyak dibahas adalah memanfaatkan suara crackles sebagai indikator patologis sistem kardiorespirasi.

Crackles (rales, gemeretak) adalah satu jenis suara paru. Waktu terjadinya suara, pitch (durasi) dan bentuk gelombang crackles merefleksikan kondisi patofisiologi yang berbeda-beda [Piirila, Sovijarvi, 1995], sehingga mengindikasikan penyakit yang berbeda-beda pula. Penyakit-penyakit yang dapat dideteksi menggunakan crackles antara lain adalah pneumonia, bronkiekstasis, asbestosis, sarcoidosis, fibrosis alveolitis, sistik fibrosis dan penyakit-penyakit pulmonar karena kegagalan jantung [Yasuda et al., 1997]. Meskipun banyak metode pendeteksian otomatis telah didesain untuk mengidentifikasi crackles, namun semuanya didasarkan pada kemampuan pendengaran alami ahli auskultasi untuk mengenali suara tersebut. Mengacu pada limitasi sistem auditori manusia, telah dibuktikan bahwa terjadi kesalahan-kesalahan umum pada identifikasi crackles [Kiyokawa et al., 2001]. Para ahli tersebut gagal mengenali crackles pada kondisi: 1) pasien bernafas dengan intensitas tinggi, 2) crackles yang terjadi bertipe kasar dan medium serta 3) crackles yang terjadi beramplitudo kecil. Kesalahan hampir tidak terjadi jika pasien bernafas secara lambat dan dalam. Dengan demikian masih diperlukan validasi terhadap teknik-teknik auskultasi otomatis jika dimaksudkan sebagai referensi klinis.

(23)

Cortes et al., 2006; Hossain & Moussavi, 2003; Yi & Zhang, 2001; Hadjileontiadis & Panas, 1997]. Sayangnya, proses itu sulit dilakukan, karena secara natural suara jantung dan suara paru memiliki rentang frekuensi yang tumpang tindih. Perekaman suara paru di permukaan dada, untuk kondisi normal (suara vesikular), menunjukkan rentang frekuensi suara hingga 500 Hz, sedangkan untuk kondisi abnormal seperti suara crackles, frekuensi yang tertangkap mencapai 2000 Hz [Sovijarvi et al., 2000]. Namun demikian, mayoritas energi suara pernafasan terpusat pada frekuensi 200 Hz. Di sisi lain, suara jantung normal di permukaan dada umumnya tertangkap pada frekuensi hingga 200 Hz. Tumpang tindihnya frekuensi antara suara jantung dan suara paru tersebut masih diperparah oleh adanya pengaruh gangguan suara dari lingkungan, efek kompleksitas jaringan torak, dan gangguan suara yang timbul dari alat pengukur, pada saat perekaman suara [Gnitecki & Moussavi, 2007].

Suara interferensi yang dibahas dalam penelitian ini adalah suara hasil superposisi (penjumlahan) antara suara jantung dan suara pernafasan. Dengan demikian, karakteristik suara interferensi akan berbeda dengan karakteristik suara jantung maupun suara pernafasan secara individual. Pemanfaatan jenis suara ini sebagai indikator patofisiologis sistem kardiorespirasi memerlukan pembuktian tentang eksistensi dan karakteristiknya. Penelitian tahap pertama ini dilakukan dalam kerangka tersebut sekaligus menjajaki kemungkinan modifikasi metode auskultasi umum untuk menangkap fenomena interferensi.

3.2 METODE PENELITIAN 3.2.1 Obyek penelitian.

Penelitian dilakukan terhadap manusia, tanpa membedakan karakteristik-karakteristik fisioanatomi individual seperti usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, status gizi, kebiasaan merokok maupun kondisi kesehatan. Meskipun demikian, data usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan obyek diukur pada saat pengambilan data rekaman. Setiap individu yang menjadi obyek penelitian telah menyatakan persetujuannya, setelah terlebih dahulu dijelaskan metode dan tujuan pengambilan datanya.

3.2.2 Peralatan penelitian.

Alat-alat yang digunakan meliputi:

 stetoskop

mic condenser

 kabel mono audio

head-set

(24)

 seperangkat komputer

3.2.3 Perakitan peralatan.

Stetoskop standar yang digunakan masih merupakan stetoskop analog yang tidak memungkinkan dikoneksikan ke komputer atau alat perekam lainnya. Untuk itu dilakukan modifikasi sebagai berikut:

 Stetoskop dibongkar, ear piece dilepas, kabel suara dipotong kira-kira 5 cm di atas chest piece yang tetap difungsikan sebagai penangkap suara jantung.

Mic condensor ditempatkan pada ujung kabel yang masih terhubung dengan chest piece. Dalam hal ini mic condenser akan berfungsi sebagai penangkap suara dari chest piece.

 Bagian perekam dihubungkan dengan jack audio, kemudian dikoneksikan ke laptop pada jalur audio input.

Chest piece didekatkan pada sembarang sumber suara untuk melihat apakah mic condenser berfungsi. Jika terdengar suara pada speaker komputer maka peralatan tersebut telah berfungsi.

3.2.4 Uji kinerja peralatan.

Peralatan audio memiliki unsur noise yang bersumber pada kondisi komponen dan desis elektronik. Untuk memastikan bahwa data yang terekam bukan noise dan desis elektronik maka dilakukan perbandingan rasio s/n (signal to noise ratio). Uji ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Alat perekam dikoneksikan ke komputer pada jalur audio input.

 Program windows sound recorder (WSR) diaktifkan.

 Lingkungan diupayakan sepi sehingga suara yang terekam murni berasal dari peralatan.

 Dilakukan rekaman selama 30 detik. Hasil rekaman disimpan sebagai data noise peralatan.

 Proses rekaman diulang lagi, kali ini untuk mendapatkan data signal. Dalam hal ini alat perekam ditempelkan di dada peneliti pada posisi bilik kiri (titik auskultasi ke-3, tricuspid area).

 Program wavepad sound editor (WSE) diaktifkan.

 Impor file data noise, dilakukan visualisasi suara dengan selang 1 detik untuk mendapatkan ukuran intensitasnya. Nilai intensitas ditabelkan.

 Hal yang sama dilakukan terhadap data signal. Dalam hal ini data signal diambil di tiap denyut yang terdengar.

(25)

Tabel 3.1.: Nilai intensitas suara s/n

Tabel 3.2. Hasil uji t untuk data s/n Paired Differences

Dari Tabel 3.1. tampak bahwa nilai sinyal lebih besar dari nilai noise, dengan selisih rata-rata 8,3 dB. Rata-rata s/n bernilai 0,79 < 1, maka suara yang terekam bukan hanya data noise. Jadi stetoskop modifikasi yang digunakan untuk merekam suara jantung telah berfungsi dengan baik. Untuk membuktikan perbedaan nilai sinyal dan noise pada data dalam Tabel 3.2., dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji t. Dalam hal ini data diasumsikan normal dan homogen karena berasal dari sumber tunggal. Uji statistik dilakukan untuk taraf signifikansi p = 0,05. Hasil uji t (Tabel 5.3.) menunjukkan bahwa nilai signifikansi data adalah p = 0,008, artinya dibawah taraf signifikansi. Hal ini menunjukkan bahwa dua set data tersebut memang berbeda nilainya secara signifikan.

3.2.5 Cara pengambilan data penelitian.

Data rekaman suara jantung diambil dengan cara sebagai berikut:

 Obyek diukur tinggi dan berat badannya

 Peralatan dihubungkan dengan komputer, lingkungan diupayakan sunyi

(26)

chest piece diletakkan pada dada di area auskultasi trikuspid (ruang interkostal kiri keempat)

 Rekaman dilakukan selama 30 detik

 Prosedur dilakukan untuk semua obyek

Untuk pengambilan data dalam kondisi menahan nafas, sebelum rekaman dimulai, obyek diminta mengambil nafas sebanyak mungkin kemudian ditahan selama 30 detik. Saat menahan nafas dibarengkan dengan mulainya proses perekaman.

-45

Gambar 3.1.: Grafik data sinyal dan noise

3.2.6 Pengolahan data suara.

Data rekaman suara jantung sebelum dapat dianalisis harus dikonversikan dahulu dalam bentuk gambar. Prosedur pengolahan data rekaman dilakukan sebagai berikut:

 File hasil rekaman menggunakan WSR (dalam bentuk file wav) ditranfer ke dalam program WSE.

 File dijalankan dan dilakukan frame capture per detik menggunakan PrtSc SysRq Command.

 Gambar yang tertangkap disimpan dalam bentuk word file.

 Dilakukan kuantifikasi data untuk mendapatkan angka intensitas bunyi.

 Data angka ditabelkan untuk keperluan analisis statistik

 Untuk keperluan identifikasi karakteristik grafik suara, data wav diamplifikasi 1000 kali sebelum dilakukan frame capture menggunakan PrtSc SysRq Command.

(27)

3.3 HASIL DAN ANALISIS 3.3.1 Data hasil penelitian.

Contoh data rekaman dalam bentuk grafik program WSE (wavepad sound editor) dapat dilihat pada Gambar 3.2.

No. Kondisi Pernafasan Visualisasi WSE

A

Bernafas bebas

Menahan Nafas

B

Bernafas bebas

Menahan Nafas

Gambar 3.2.: Data (obyek ketiga) gambar hasil rekaman suara jantung. A. Data asli, B. Data hasil amplifikasi 1000 kali.

3.3.2 Analisis statistik.

A. Uji normalitas dan homogenitas data.

Analisis statistik dilakukan untuk menguji perbedaan data nilai intensitas suara hasil rekaman kondisi bernafas bebas (BB) dan menahan nafas (TN). Analisis dilakukan menggunakan uji t untuk taraf signifikansi p = 0,05. Uji normalitas dan homogenitas data dilakukan untuk melihat pengaruh variasi obyek penelitian terhadap variabilitas data saja. Hasil pengujian menggunakan Program SPSS dapat dilihat pada Tabel 3.3. dan Tabel 3.4.

Hasil pengujian pada Tabel 3.3. menunjukkan bahwa kelompok data yang ditandai dengan bintang adalah data yang terletak pada batas bawah normalitas signifikan. Hal ini berarti bahwa nilai data pada kelompok tersebut, selama proses pencatatan, mungkin masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang belum terkontrol, misalnya faktor umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, serta kebiasaan merokok. Namun demikian tampak bahwa seluruh data memenuhi azas normalitas.

(28)

ditetapkan. Dari uji Kurtosis diketahui bahwa hanya ada 2 kelompok data yang nilai datanya jauh dari rata-rata (obyek O6 dan 08). Dari kedua obyek tersebut hanya obyek 08 yang nilai normalitasnya terletak pada batas bawah. Artinya, obyek 08 terindikasi memiliki pola data yang berbeda dengan obyek-obyek lainnya. Jika mengacu pada tinggi dan berat badan, obyek 08 memiliki nilai tertinggi untuk kedua kriteria tersebut. Untuk lebih jelasnya ilustrasi sebaran data dapat dilihat pada Gambar 3.3b.

Tabel 3.3. Uji Normalitas Data Tahap I

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Sig. Statistic Sig. Statistic Sig. Statistic Sig.

O1BB .268 .040 .859 .075 O5TN .292 .016 .830 .034

O1TN .231 .138 .927 .423 O6BB .246 .089 .848 .054

O2BB .155 .200* .903 .237 O6TN .333 .002 .871 .103

O2TN .162 .200* .913 .302 O7BB .164 .200* .903 .236

O3BB .164 .200* .966 .856 O7TN .267 .041 .839 .042

O3TN .230 .143 .876 .116 O8BB .185 .200* .918 .338

O4BB .141 .200* .933 .475 O8TN .349 .001 .798 .014

O4TN .267 .041 .927 .422 O9BB .236 .121 .887 .155

O5BB .267 .042 .909 .274 O9TN .270 .037 .758 .004

Catatan: O1BB : Obyek 1 kondisi bernafas bebas, O1TN : Obyek 1 Menahan Nafas, Berlaku untuk pasangan-pasangan berikutnya. a. Lilliefors Significance Correction. * This is a lower bound of the true significance (Sumber : Hasil Olah Data)

Tabel 3.4. Uji Homogenitas Data Tahap I

Skewness Kurtosis Skewness Kurtosis

Statistic Std. Error Statistic Std. Error Statistic Std. Error Statistic Std. Error

O1BB .059 .687 1.055 1.334 O5TN .437 .687 -1.764 1.334

O1TN .432 .687 -.658 1.334 O6BB 1.216 .687 3.034 1.334

O2BB .915 .687 .945 1.334 O6TN 1.077 .687 .963 1.334

O2TN -.472 .687 -1.271 1.334 O7BB .107 .687 -1.619 1.334

O3BB -.392 .687 -.383 1.334 O7TN 1.034 .687 .065 1.334

O3TN -.985 .687 .368 1.334 O8BB -.255 .687 -1.449 1.334

O4BB .868 .687 .603 1.334 O8TN 1.659 .687 2.731 1.334

O4TN .722 .687 .233 1.334 O9BB .020 .687 1.045 1.334

O5BB -.826 .687 -.228 1.334 O9TN -1.417 .687 .767 1.334

(29)

a) B).

Gambar 3.4. a). Contoh plot normalitas untuk data BB1. Nilai expected normal-nya terletak antara -2 dan 2, b) Ilustrasi sebaran data eksperimen. Histogram untuk data tiap kelompok telah dilengkapi penanda posisi rata, dan standar kesalahan rata-rata, serta data-data yang harus dieksklusi karena berada di luar wilayah.

B. Analisis deskripsi dan uji perbedaan data.

Uji deskriptif dilakukan untuk melihat karakteristik statistik data. Dalam hal ini akan dilihat nilai rata-rata dan sebaran data. Uji perbedaan dilakukan untuk melihat pengaruh proses pernafasan terhadap rekaman suara jantung. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3.5. dan Tabel 3.6. Karakteristik rata-rata data ditunjukkan pada Gambar 3.5.

-45 -40 -35 -30 -25 -20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

No. Obyek

In

te

n

s

it

a

s

S

u

a

ra

(

d

B)

Bernafas Bebas Menahan Nafas

(30)

Tabel 3.5. Statistik Deskriptif Data Tahap I

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 O1BB -28.6000 2.31900 .73333

O1TN -31.9000 3.28126 1.03763

Pair 2 O2BB -29.1000 7.10946 2.24821

O2TN -37.2000 5.32917 1.68523

Pair 3 O3BB -33.5000 3.10018 .98036

O3TN -36.3000 3.97352 1.25654

Pair 4 O4BB -30.2000 4.98442 1.57621

O4TN -41.1000 2.07900 .65744

Pair 5 O5BB -30.5000 3.47211 1.09798

O5TN -40.6000 2.79682 .88443

Pair 6 O6BB -37.5000 3.65908 1.15710

O6TN -41.3000 2.05751 .65064

Pair 7 O7BB -31.8000 5.84618 1.84872

O7TN -37.2000 2.44040 .77172

Pair 8 O8BB -32.0000 2.53859 .80277

O8TN -41.7000 2.45176 .77531

Pair 9 O9BB -24.7000 4.34741 1.37477

O9TN -34.6000 3.62706 1.14698

Sumber : Hasil Olah Data

(31)

Tabel 3.6. Hasil Uji Perbedaan Intensitas Suara Tahap I Paired Differences

t Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

O1BB - O1TN 3.3 3.46570 1.09595 .82078 5.77922 3.011 .015

O2BB - O2TN 8.1 9.29098 2.93806 1.45364 14.74636 2.757 .022

O3BB - O3TN 2.8 5.30827 1.67862 -.99731 6.59731 1.668 .130

O4BB - O4TN 10.9 5.56677 1.76037 6.91778 14.88222 6.192 .000

O5BB - O5TN 10.1 4.67737 1.47911 6.75401 13.44599 6.828 .000

O6BB - O6TN 3.8 4.10420 1.29786 .86403 6.73597 2.928 .017

O7BB - O7TN 5.4 5.75809 1.82087 1.28091 9.51909 2.966 .016

O8BB - O8TN 9.7 3.46570 1.09595 7.22078 12.17922 8.851 .000

O9BB - O9TN 9.9 5.50656 1.74133 5.96084 13.83916 5.685 .000

Sumber : Hasil Olah Data

C. Perbandingan visual.

Secara visual, hasil rekaman suara jantung dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas dapat dilihat pada Gambar 3.6. Hasil analisis spektral suara jantung dalam interval 1 detik ditampilkan pada Gambar 3.7. Perbedaan karakteristik antara kedua jenis data dapat dilihat pada area-area bertanda. Perbedaan amplitudo pada grafik suara (Gambar 3.6.) muncul dalam bentuk perbedaan intensitas suara pada gambar spektral (Gambar 3.7), sementara perbedaan bentuk node muncul dalam bentuk perbedaan rentang frekuensi dan kontur spektral. Perbedaan frekuensi dan kontur spektral mengindikasikan adanya perbedaan warna suara (timbre).

(a)

(b)

Bentuk node Amplitudo

(32)

2 3 1

Gambar 3.7.: Visualisasi spektral suara jantung tahap I untuk interval 1 detik. Gambar atas menunjukkan spektral suara bernafas bebas, gambar bawah menunjukkan spektral suara menahan nafas. Perbedaan karakteristik kedua jenis suara tersebut tampak pada (1) rentang frekuensi, (2) besaran intensitas suara, dan (3) kontur grafik spektral.

3.4 Pembahasan.

Rekaman data hasil penelitian yang menjadi acuan analisis merupakan 8 detik rekaman terbaik yang diambil dari masa pencatatan 30 detik. Dalam hal ini suara-suara pengganggu dari lingkungan (noise) telah diminimasi. Noise terjadi karena mikrofon yang digunakan tidak dilengkapi filter. Noise tersebut diminimasi melalui program filter yang tersedia dalam Wavepad Sound Editor.

Jika mengacu pada jumlah denyut jantung normal yang berkisar antara 60-80 BPM [Despopoulos, Silbernagl; 2003] dengan rata-rata 72 BPM [Klabunde; 2004], maka untuk perekaman data selama 8 detik akan didapat sekitar 8 – 10 denyut. Suara jantung yang umum terdengar dalam setiap denyutnya adalah suara S1 dan S2, maka dalam 8 detik rekaman data akan didapat sekitar 16 – 20 node suara atau rata-rata 18 node. Pada proses pernafasan diketahui bahwa rata-rata siklus pernafasan terjadi 10-18 kali per menit. Mengacu pada angka tersebut maka dalam 8 detik terjadi kira-kira 2-3 siklus. Karena dalam satu siklus pernafasan terdapat 2 proses aliran udara yang memungkinkan menimbulkan suara (inhalasi dan ekshalasi), maka diduga terdapat 4-6 node rekaman suara jantung yang mungkin dipengaruhi siklus pernafasan.

(33)

perbedaan dalam intensitas (Gambar 3.6.). Hal ini diperkuat oleh temuan perbedaan karakteristik spektral dari suara jantung BB dan TN pada karakteristik-karakteristik tersebut (Gambar 3.7.). Karakteristik-karakteristik ini nantinya bisa dijadikan karakteristik spesifik dari gelombang interferensi. Sebagai pembanding, waktu terjadinya suara (fase), kerasnya suara (intensitas), durasi dan pitch, merupakan karakteristik alami gelombang suara jantung yang digunakan untuk proses identifikasi dan analisis suara murmur [Jabbari, Ghassemian, 2011].

Dari analisis visual juga terlihat bahwa jumlah terjadinya perbedaan hasil rekaman mendekati jumlah siklus pernafasan sehingga dimungkinkan bahwa perbedaan tersebut memang diakibatkan proses pernafasan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Amit et.al. [2009] yang menyatakan bahwa suara jantung dimodulasi oleh aktivitas pernafasan. Pada kondisi pernafasan normal, suara jantung menunjukkan variabilitas morfologis yang tinggi tetapi terjadi secara periodis sesuai siklus pernafasan.

Perbedaan hasil rekaman terjadi baik pada obyek pria maupun wanita meskipun bervariasi karakteristiknya. Variasi karakteristik tersebut dapat dimungkinkan karena perbedaan kondisi fisik tiap obyek. Hal ini didukung oleh temuan hasil olah statistik dimana satu-satunya obyek yang tidak memenuhi uji normalitas dan homogenitas data ternyata memiliki tinggi dan berat badan terbesar diantara seluruh obyek. Perbandingan tinggi dan berat badannya juga melebihi kriteria ideal. Hal ini mengindikasikan bahwa data BB dan TN mungkin berkorelasi dengan kondisi fisik. Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah bahwa proses pernafasan memang mempengaruhi karakteristik suara jantung sehingga proses interferensi antara suara pernafasan dan suara jantung memang terjadi dan berkorelasi dengan kondisi fisik seseorang.

(34)

3.5 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tahap pertama adalah :

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara data rekaman suara dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas, yang mengindikasikan eksistensi interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan.

2. Perbedaan yang tampak pada visualisasi rekaman suara adalah pada bentuk node dan amplitudo yang mengindikasikan perbedaan frekuensi, warna suara, kekuatan dan kecepatan perambatan suara.

3. Nilai intensitas suara interferensi diduga tidak melebihi kisaran 7,9 dB. 4. Stetoskop modifikasi bisa digunakan sebagai perekam suara interferensi.

3.6 SARAN

(35)

IV. PENELITIAN TAHAP II: VERIFIKASI DIGITAL

4.1 PENDAHULUAN

Telah diketahui sebelumnya bahwa interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan selama ini hanya dipahami sebagai suara pengganggu (noise). Suara jantung dipandang sebagai suara yang mengganggu proses evaluasi suara pernafasan (Ghaderi et al., 2011), atau sebaliknya, suara pernafasan merupakan suara pengganggu dalam proses evaluasi suara jantung. Meskipun sulit dilakukan, cara pandang tersebut memunculkan upaya-upaya untuk meminimasi atau menghilangkan suara gangguan tersebut [Ghaderi et al., 2011; Jin et al., 2009; Falk & Chan, 2008; Cortes et al., 2006; Hossain & Moussavi, 2003; Yi & Zhang, 2001; Hadjileontiadis & Panas, 1997].

Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa suara jantung dan suara pernafasan terbukti menghasilkan interferensi. Suara interferensi ini menghasilkan perbedaan pada pola spektral hasil rekaman suara jantung, yang muncul dalam bentuk frekuensi, intensitas suara, dan warna suara. Meskipun nilai intensitas suara sudah bisa dideteksi, hasil penelitian tahap pertama tersebut belum dapat menentukan besaran frekuensi interferensi yang menyebabkan perbedaan. Hal ini terjadi karena data tahap pertama tidak dilengkapi data EKG yang dapat digunakan untuk menjustifikasi posisi suara S1, S2, S3 atau S4, pada interval rekaman. Penelitian tahap kedua ini dilakukan untuk mendapatkan verifikasi dan mengeksplorasi lebih jauh karakteristik suara interferensi, khususnya jika dikaitkan dengan acuan-acuan pengukuran parameter fisiologis umum.

4.2 METODE PENELITIAN

(36)

Gambar 4.1.: Peralatan penelitian Amit et al. [2009].

Sistem data akuisisi Amit et al. [2009] memiliki 5 buah sensor yang terdiri atas 2 transduser kontak tipe piezoelektrik (PPG sensor model 3, OHK Medical Devices, Haifa, Israel) untuk merekam suara jantung; 1 transduser tekanan pernafasan buatan Validyne Northridge California; dan 2 titik kontak EKG lead tunggal buatan Atlas Researchers Hod-Hasharon Isreal. Unit ADC terdiri atas pre-amplifier buatan Alpha-Omega Nazareth Israel yang dihubungkan pada ADC buatan National Instruments Austin Texas dengan kapasitas 11.025 data/detik dan ukuran sampel 16 bit. Data digital direkam melalui perangkat lunak berbasis Mathlab (SigView.m).

Data-data dari Amit et al. [2009] meliputi data suara jantung, tekanan pernafasan yang diukur di mulut, dan data EKG single-lead yang direkam secara simultan. Data diambil dari 12 sukarelawan berbadan sehat dengan rentang usia 29 ± 12 tahun, terdiri atas 4 perempuan dan 8 lelaki. Protokol riset pengambilan data telah disetujui Komisi Etik setempat dan semua relawan telah menyatakan persetujuannya dalam Letter of informed consent. Data dan jumlah relawan ini sesuai dengan perhitungan jumlah sampel pada penelitian tahap I.

4.3 HASIL DAN ANALISIS 4.3.1 Data hasil penelitian.

(37)

4.3.2 Analisis statistik gelombang R-EKG.

Berdasarkan data hasil kuantifikasi, analisis deskriptif, uji normalitas dan homogenitas data gelombang R-EKG ditampilkan pada Tabel 4.1. Uji perbedaan data kondisi BB dan TN ditampilkan pada Tabel 4.2. Karakteristik data rata-rata BB dan TN ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Dari Tabel 4.1. tampak bahwa data gelombang R-EKG mengikuti standar normal meskipun terdapat beberapa obyek yang tersebar jauh dari nilai rata-ratanya. Sementara itu, uji perbedaan nilai data untuk kondisi bernafas bebas dan menahan nafas menunjukkan mayoritas nilai signifikan di atas p = 0,05. Artinya, nilai gelombang R-EKG tidak dipengaruhi siklus pernafasan. Hasil uji ini didukung tampilan grafik nilai rata-rata antara kondisi BB – TN yang nyaris menumpuk (nilai dan polanya sama).

(38)

Tabel 4.1. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Gel. R-EKG

Mean StDev Kolmogorov

Smirnova Shapiro-Wilk Skewness Kurtosis Statistic Std.

Error Statistic Statistic Sig. Statistic Sig. Statistic Std. Error Statistic Std. Error NDBB 923.500 169.854 416.055 .261 .200* .871 .231 1.497 .845 2.942 1.741

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Sumber: Hasil Olah Data

Tabel 4.2. Hasil Uji Beda Nilai BB – TN Gelombang R EKG

Paired Differences

t Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

(39)

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

No. Obyek

Ge

lom

b

a

n

g

R

BB TN

Gambar 4.3. : Karakteristik data gelombang R EKG dalam kondisi BB dan TN.

4.3.3 Analisis statistik tekanan tidal pernafasan.

Berdasarkan data hasil kuantifikasi, analisis deskriptif, uji normalitas dan homogenitas data tekanan pernafasan ditampilkan pada Tabel 4.3. Uji perbedaan data selisih kondisi BB terhadap rata-rata obyek ditampilkan pada Tabel 4.4. Selisih nilai tersebut mengindikasikan nilai tekanan tidal pernafasan. Karakteristik nilai tidal pernafasan ditunjukkan pada Gambar 4.4.

(40)

Tabel 4.3. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Tekanan Pernafasan

Mean StDev Kolmogorov

Smirnova Shapiro-Wilk Skewness Kurtosis Stat Std.

Error Stat Stat Sig. Stat Sig. Stat Std. Error Stat

Std. Error

ND 160.000 .85635 209.762 .183 .200* .890 .320 -.585 .845 -1.550 1.741

ND2 143.333 140.633 344.480 .251 .200*

.869 .223 .282 .845 -2.228 1.741

NG 1.510.000 746.548 1.828.661 .232 .200*

.896 .353 .167 .845 -1.080 1.741

NM 1.610.000 352.136 862.554 .219 .200*

.877 .257 .505 .845 -1.711 1.741

NM2 321.667 .70317 172.240 .251 .200* .869 .223 -.026 .845 -2.367 1.741

NM3 311.667 202.347 495.648 .216 .200* .913 .455 -.947 .845 -.016 1.741

OG 960.000 727.553 1.782.134 .250 .200*

.897 .357 -.916 .845 -.276 1.741

RS 751.667 367.348 899.815 .290 .125 .866 .211 -.668 .845 -1.618 1.741

SS 595.000 312.783 766.159 .244 .200* .926 .550 -.913 .845 .071 1.741

ST 271.667 292.594 716.705 .287 .133 .875 .245 1.084 .845 2.826 1.741

ZM 235.000 370.360 907.193 .317 .060 .885 .292 .949 .845 -.387 1.741

GA 355.000 356.604 873.499 .279 .157 .916 .474 .880 .845 .678 1.741

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Sumber: Hasil Olah Data

Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Nilai (Friedman Test) Tekanan Pernafasan

N 6

Chi-Square 1.084

df 11

Asymp. Sig. 1.000

Sumber: Hasil Olah Data

(41)

4.3.4 Analisis sinkronisasi.

Dari analisis deskriptif telah dibuktikan bahwa siklus kelistrikan jantung yang diwakili oleh data tegangan gelombang R-EKG tidak terpengaruh oleh siklus pernafasan. Data tekanan pernafasan juga telah terbukti mengikuti kaidah normalitas dan homogenitas data. Dengan demikian kedua jenis data ini memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai data analisis sinkronitas, dan dimanfaatkan sebagai standar acuan untuk mengevaluasi karakteristik suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan.

Untuk data detak jantung yang memuat kurang dari 20 kali gelombang R, Cysarz et al. [2004] menyebutkan ada 2 metode berbasis analisis bivarian yang menawarkan kemudahan dan akurasi dalam pendeteksian sinkronisasi kardiorespirasi, yaitu metode Synchronization  dan Phase Recurrences. Dalam penelitian ini dipilih metode Phase Recurrences karena lebih mudah dipahami. Rumusan matematis yang digunakan untuk proses analisis metode ini (acuan identifikasi variabel ditunjukkan pada Gambar 4.5.) adalah:

a. jarak relatif antara titik inspirasi dan gelombang R yang mengikutinya

b. syarat sinkronisasi fase

Syarat sinkronisasi fase tersebut di atas membutuhkan nilai k setidaknya sama dengan 2m. Hal ini hanya bisa dipenuhi jika jumlah siklus pernafasan yang terekam juga sebanyak k. Dalam analisis ini syarat sinkronisasi akhirnya merujuk pada acuan definisi kondisi ideal sinkron yaitu, nilai pada setiap siklus pernafasan seharusnya sama. Pergeseran nilai  mengindikasikan derajat kesinkronannya. Pergeseran nilai  ditetapkan berada pada batas rentang kepercayaan statistik, yaitu rata-rata  2 standar deviasi ( = x2). Rentang kepercayaan ini memberikan

demikian tingkat kepercayaan sinkronitas sebesar 95%, dengan derajat kesalahan 5%.

(42)

dinyatakan berada dalam keadaan normal atau menunjukkan tingkat kesehatan yang baik.

Interval n1

Gelombang R

Gambar 4.5. : Identifikasi variable analisis sinkronisasi Phase Recurrences mengikuti metode Cysarz et al. [2004]. Garis merah tegak menandai 1 siklus pernafasan yang menjadi acuan perhitungan m gelombang R. Phase i adalah titik waktu

terjadinya gelombang R ke-i.

4.3.5 Analisis statistik suara jantung.

(43)

Selisih nilai yang tampak tipis pada grafik tidak didukung analisis statistik untuk uji perbedaan nilai (Tabel 4.7.). Hasil uji beda nilai menunjukkan bahwa 7 dari 12 data berbeda secara signifikan, sementara 2 dari 5 data yg mendukung kesamaan, nilai signifikansinya mendekati batas bawah. Artinya, data-data tersebut cenderung mengarah pada pembuktian hipotesis bahwa proses pernafasan mempengaruhi intensitas suara jantung secara signifikan.

Tabel 4.5. Ringkasan hasil analisis sinkronisasi

(44)

Tabel 4.6. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Intensitas Suara Jantung

Mean StDev Kolmogorov

Smirnova Shapiro-Wilk Skewness Kurtosis Statistic Std.

Error Statistic Statistic Sig. Statistic Sig. Statistic Std.

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

4.3.6 Perbandingan visual.

Dengan mengacu bahwa data suara jantung menunjukkan kecenderungan untuk terpengaruh siklus pernafasan, analisis visual terhadap spektral suara bisa dilakukan. Secara visual, contoh data suara dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas untuk penelitian tahap II ditunjukkan dalam Gambar 4.8. Grafik seluruh data dapat dilihat pada Lampiran. Contoh hasil analisis spektral dalam rentang 1 detik dan perbedaan-perbedaan yang tampak dari kondisi BB - TN ditunjukkan pada Gambar 4.9. Dalam hal ini ditemukan bahwa selain menunjukkan adanya perbedaan nilai variabel, pada gambar spektral kondisi TN muncul fenomena hilangnya sinyal data (signal missing) dan pergeseran fase (phase shifting).

(45)

Hasil uji korelasi antara kuantifikasi fenomena spektral dengan karakteristik sinyal EKG dan siklus pernafasan ditampilkan pada Tabel 4.9. Dari hasil uji tersebut tampak bahwa fenomena pergeseran fase memiliki korelasi dengan siklus pernafasan (dalam variabel rata-rata tekanan tidal), sementara fenomena hilangnya sinyal berkorelasi dengan sinyal EKG (dalam variabel selisih rata-rata tinggi gelombang R dari kondisi BB dan TN).

0

Gambar 4.7. : Karakteristik nilai absolut data rata-rata intensitas suara BB – TN untuk tahap II

Tabel 4.7. Hasil Uji t Untuk Perbedaan Intensitas Suara Data Tahap II

(46)

Gambar 4.8. : Grafik waktu vs amplitudo data tahap II (pembesaran 100x) untuk obyek ND-P1-R0-2 dalam kondisi BB (biru) dan TN (merah).

Beda frekuensi

Beda intensitas

Signal missing

Phase shifting

Gambar 4.9. : Hasil analisis spektral data tahap II untuk kondisi bernafas bebas (atas) dan menahan nafas (bawah). Warna menunjukkan besaran intensitas suara, sumbu horisontal menunjukkan besaran waktu (fase), dan sumbu vertikal menunjukkan besaran frekuensi suara

Tabel 4.8. Data Kuantifikasi Fenomena Spektral

Obyek INTFR SHFT

Identifikasi Numerik Identifikasi Numerik

ND  35,73 - 0,00

ND2  2,86  0,11

NG  8,28  0,25

NM - -1,02 - 0,00

NM2  5,86  0,13

NM3  13,79  0,11

OG - -1,38  0,13

RS - -0,37  0,10

SS - -0,39  0,13

ST  22,34  0,33

ZM - -0,68  0,23

GA  2,53  0,08

(47)

Tabel 4.9. Hasil Uji Korelasi Fenomena Spektral

INTFR SHFT

DEKG

Pearson Correlation .677* -.026

Sig. (2-tailed) .016 .936

PRS

Pearson Correlation -.409 .646*

Sig. (2-tailed) .186 .023

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

DEKG: selisih rata-rata tinggi gelombang R kondisi BB dan TN PRS: rata-rata tekanan tidal siklus pernafasan

Sumber: Hasil Olah Data

4.3.7 Karakteristik suara interferensi.

Selisih rata-rata intensitas suara jantung dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.8. adalah perwujudan gelombang interferensi. Untuk melihat karakteristik gelombang interferensi, analisis statistik dan tampilan grafik data gelombang tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.10., Gambar 4.10. dan Gambar 4.11. Analisis statistik yang dilakukan termasuk menguji perbedaan karakteristik gelombang interferensi individual (antar obyek) yang ditunjukkan pada Gambar 4.10. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data interferensi gelombang suara jantung dan suara pernafasan mengikuti kaidah normalitas dan berkarakteristik homogen, tetapi sebaran datanya cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya variabilitas gelombang interferensi antar obyek. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa variabilitas itu memang terjadi mengingat data-data antar obyek secara statistik berbeda secara signifikan (p = 0,002). Karakteristik gelombang interferensi lebih mendekati karakteristik sinyal EKG (Gambar 4.11.). Hal ini sesuai dengan uji korelasi grafik spektral.

Tabel 4.10. Hasil Uji Statistik Data Gelombang Interferensi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Sig. Statistic Sig.

INTFR .234 .069 .772 .005

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives Statistic Std. Error

(48)

-30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60

1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6

ND ND2 NG NM NM2 NM3 OG RS SS ST ZM GA

Gambar 4.10. : Variasi pola gelombang suara interferensi dari obyek penelitian tahap II

-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 2 4 6 8 10 12 14

PRS EKG INTFR

Gambar 4.11. : Karakteristik rata-rata intensitas gelombang suara interferensi, nilai gelombang R EKG dan tekanan pernafasan tidal dari obyek penelitian tahap II

4.3.8 Eksplorasi hubungan simultan antar variabel.

(49)

Grafik hubungan 3D ini menunjukkan adanya perulangan pola. Delapan dari duabelas grafik jejaring memperlihatkan bahwa suara jantung (HS) hanya bervariasi di arah diagonal bidang PRS – EKG. Hasil yang serupa muncul pada grafik kontur yang menunjukkan nilai HS sebagai noktah-noktah warna mengikuti arah diagonal. Beberapa obyek tidak menunjukkan adanya pola tersebut. Sebagai ilustrasi diambil data obyek NM-P1-R0-2 dan NM3-P1-R0-2. Perbedaan grafik 3D antara kedua obyek sangat menyolok (Gambar 4.13.). Jika ditelusuri pada rekaman EKG sebagai acuan standar dasar analisis kinerja jantung, pola EKG kedua obyek tersebut secara umum tidak menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan baru tampak saat dilakukan pengukuran terhadap nilai VAT (ventricle activation time) dan amplitudo gelombang R. Perbedaan juga muncul pada saat dilakukan pengukuran fase gelombang R-EKG dan fase suara jantung (Gambar 4.14). Perbedaan ini bisa jadi merupakan indikasi kondisi patologis.

Tabel 4.11. Hasil Uji Korelasi untuk 3 Variabel

Obyek Nilai Korelasi Pearson untuk EKG – PRS EKG – HS PRS – HS

GA 0.304 0.043 0.033

ND 0.720 0.198 0.123

ND2 0.271 0.074 0.040

NG 0.126 -0.017 -0.111

NM 0.715 0.024 0.007

NM2 0.301 -0.118 -0.029

NM3 0.078 -0.007 -0.039

OG 0.149 0.053 -0.039

RS 0.569 0.007 -0.019

SS 0.077 0.161 0.011

ST 0.655 0.230 0.156 ZM 0.582 0.116 0.058

(50)

-10000

Contour Plot of HS-BB vs ECG-BB; PRS Surface Plot of HS-BB

vs ECG-BB; PRS

Gambar 4.12.: Grafik hubungan tiga dimensi antara tekanan tidal pernafasan (PRS), elektrisitas jantung (EKG), dan suara jantung (HS). Data diambil dari obyek ND-P1-R0-2. Tampak data suara jantung (HS) mengikuti arah diagonal bidang PRS-EKG. Pada grafik kontur pola diagonal tersebut tampak pada noktah-noktah intensitas suara (HS).

(51)

VAT = 124 ms

Sound generation delay = 40 ms

Sound generation delay = 20 ms

VAT = 111 ms

R-wave amplitude = 1,89 mV

R-wave amplitude = 2,1 mV

Gambar 4.14. : Hasil pengukuran VAT, amplitudo gelombang R-EKG, dan selisih fase gelombang R dan HS.

4.4 PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN TAHAP I DAN II

(52)

Tabel 4.12. Rata-rata selisih intensitas suara dari kondisi BB – TN Tahap I dan II

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Tahap1 7,111 4.2590 1.2295

Tahap2 7.296 11.4745 3.3124

Sumber : Hasil Olah Data

Tabel 4.13. Uji Perbedaan Data Tahap I dan II Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

Gambar

Gambar 2.1.: Hubungan fisioanatomi kardiorespirasi
Gambar 2.2.: Kerangka konseptual penelitian
Grafik Temporal
Gambar 3.4.   a). Contoh plot normalitas untuk data BB1. Nilai expected normal-nya terletak antara -2 dan 2,  b) Ilustrasi sebaran data eksperimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usulan dividen BUMN sebesar Rp 32,136 triliun tersebut sudah termasuk dividen saham Krakatau Steel (KRAS) sebesar Rp 956 miliar yang merupakan pendapatan non tunai dan

Dari Penelitian ini dihasilkan model 3D Laboratorium Rekayasa Forensik yang memenuhi syarat LoD 3, yaitu dengan nilai RMSE ( Easting , Northing , Tinggi) &lt; 50 cm dan

Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan sistem saraf pusat bila digunakan dalam dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek berturut-turut

Berdasarkan Tabel 3, kita dapat melihat nilai kepentingan setiap atribut yang paling diperhatikan oleh perusahaan Logistik secara berurutan dari Ranking 1 hingga 4

Oleh karena itu, oknum polisi yang melakukan pemerasan tetap akan diproses hukum mengunakan proses acara pidana dalam peradilan umum, walaupun telah menjalani

Ketidak sesuaian antara hipotesis dengan hasil penelitian disebabkan oleh sebagian besar responden memiliki pendidikan rendah (75%) pada kelompok kasus dan (60,7%)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Kota Makassar, maka dapat disimpulkan sesuai dengan Peraturan

Sesungguhnya Allah tidak mengkultuskan (mengkuduskan) suatu umat, tidak mengambil hak milik orang lemah dari mereka. Maksud pernyataan di atas adalah ibn Ummi Abidin belum