• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan kepentingan Kriteria terhadap komoditas ikan unggulan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kinerja Usaha Perikanan Tangkap Ikan Unggulan di Kabupaten Nias Kegiatan usaha penangkapan ikan unggulan dengan pancing, drift gill net

5.1.5 Komoditas unggulan

5.1.5.2 Perbandingan kepentingan Kriteria terhadap komoditas ikan unggulan

Kriteria tingkat produksi dan harga (Lampiran 17), ikan karang merupakan komoditas ikan unggulan yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,483 padainconsistency terpercaya 0,01. Ikan cakalang/tongkol merupakan komoditas unggulan yang mempunyai rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,353 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan ikan yang mempunyai rasio kepentingan

terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,164 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini berarti bahwa ikan karang dilihat dari sisi produksinya tinggi karena penangkapannya tidak tergantung musiman, mudah dijangkau oleh nelayan, dan sumberdayanya tersedia, sedangkan dari sisi harganya juga dapat memberikan nilai keuntungan ekonomi bagi nelayan. Sedangkan untuk komoditas unggulan ikan pelagis yaitu cakalang/tongkol bila dibandingkan dengan tuna, produksi cakalang/tongkol lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi ikan tuna tetapi dari sisi harga ikan tuna lebih tinggi harganya bila dibandingkan dengan ikan cakalang/tongkol walaupun dari sisi produksinya cukup rendah, hal ini disebabkan karena fishing ground tuna cukup jauh untuk bisa dijangkau oleh nelayan mengingat sarana tangkap yang sangat terbatas.

Untuk pembandingan kriteria peluang pasar lokal pada Lampiran 18, menunjukkan bahwa ikan karang juga yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,470 pada inconsistency terpercaya 0,09 disusul ikan cakalang/tongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,395 pada inconsistency

terpercaya 0,09 sedangkan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingan 0,136 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti bahwa permintaan pasar lokal terhadap ikan karang tinggi mengingat juga produksinya juga yang tinggi.

Pada pembandingan kriteria peluang ekspor antara pulau Lampiran 19, menunjukkan juga bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,692 pada inconsistency terpercaya 0,02. Disusul dengan ikan cakalang/tongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,209 pada inconsistency

terpercaya 0,02 dan rasio kepentingan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingannya 0,099 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini berarti bahwa ikan karang selain mempunyai permintaan pasar lokal yang tinggi juga mempunyai peluang ekspor antara pulau terutama ke Sibolga yang merupakan daerah perikanan tangkap yang cukup maju di wilayah pantai Barat Sumatera.

Untuk pembandingan kriteria sarana dan prasarana penunjang pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,508 pada inconsistencyterpercaya 0,08. Cakalang/tongkol merupakan rasio kepentingan yang kedua dengan nilai 0,394 pada inconsistency

terpercaya 0,08 dan yang merupakan rasio kepentingan terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,098 padainconsistencyterpercaya 0,08. Hal ini berarti bahwa akses untuk pemanfaatan dan penangkapan ikan karang mendukung bila dilihat dari sarana dan prasarana penunjangnya yang cukup memadai. Untuk penangkapan cakalang/tongkol mapun tuna tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup lengkap disamping membutuhkan biaya yang cukup besar untuk operasional penangkapannya.

Pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa kriteria keterkaitan ke depan dan kebelakang, ikan karang merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,477 pada inconsistencyterpercaya 0,02, tuna merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,364 pada

inconsistency terpercaya 0,02 sedangkan yang terendah adalah komoditas cakalang/tongkol yang memiliki kepentingan rasio kepentingan terendah 0,159 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini disebabkan karena ikan karang maupun tuna merupakan komoditas yang bisa melibatkan segala sumberdaya yang ada untuk pengembangan kegiatan perikanan tangkap, baik industri hulu maupun hilir akan muncul dan mengambil bagian dalam suatu kegiatan bisnis perikanan sehingga akan berdampak pada peningkatan ekonomi di Kabupaten Nias.

Pada kriteria skala pengembangan sebagaimana pada ditujukan Lampiran 22, menunjukkan bahwa rasio kepentingan ikan karang juga merupakan yang tertinggi dengan nilai 0,483 pada inconsistency terpercaya 0,01. Komoditas cakalang/tongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,383 pada

inconsistency terpercaya 0,01 dan yang terendah adalah komoditas ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,135 padainconsistencyterpercaya 0,01. Hal ini berarti bahwa peluang pengembangan ke depan untuk skala yang besar terhadap ikan karang terutama dan ikan cakalang/tongkol cukup terbuka melihat kedua komoditas ini mempunyai rata-rata produksi yang tinggi dan daerah fishing groundnya tidak begitu sulit untuk didapatkan sedangkan komoditas ikan tuna dalam skala pengembangan sebenarnya sangat terbuka, hanya penangkapan ikan tuna ini memerlukan fasilitas tangkap dan biaya operasional yang besar mengingat

daerah fishing groundnya sangat jauh dimana berada di wilayah perairan samudera yang terbuka.

Untuk kriteria dukungan dan peran pemerintah terhadap ketiga jenis komoditas unggulan itu seperti pada Lampiran 23 menunjukkan bahwa ikan cakalang/tongkol mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,621 pada

inconsistency terpercaya 0,02, sedangkan ikan karang merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,222 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan yang terendah adalah ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,156 pada inconsistency

terpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dan peran pemerintah terhadap ikan cakalang/tongkol sangat besar mengingat komoditas ini merupakan jenis ikan pelagis besar yang penangkapannya tidak berdampak pada pengrusakan lingkungan yang dapat menggagu keberadaannya di suatu perairan, disamping juga potensi jenis ikan ini besar bila dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan dukungan dan peran pemerintah terhadap penangkapan ikan karang memang ada, hanya saat ini pemerintah daerah sedang mengsosialisasikan tentang penyelematan ekosistem terumbu karang mengingat ekosistem tersebut sedikit terancam akibat penangkapan ikan karang oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan maupun penggunanaan potas/racun ataupun bom, yang umumnya dilakukan oleh nelayan dari luar daerah terutama nelayan dari Sibolga dan sebagian kecil dari nelayan lokal. Dukungan dan peran pemerintah terhadap komoditas ikan tuna sedikit ada tetapi karena faktor fishing groundnya yang jauh, tentunya memerlukan akses biaya yang besar sehingga pemerintah daerah kurang sedikit berinisiatif dalam mendorongstakeholderuntuk pemanfaatan komoditas tersebut.

Pada kriteria penyerapan tenaga kerja komoditas ikan cakalang/tongkol merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,551 pada inconsistency terpercaya 0,01, sedangkan ikan karang merupakan komoditas yang kedua dengan rasio kepentingan 0,303 pada inconsistency

terpercaya 0,01 dan terendah adalah komoditas ikan tuna dengan nilai rasio kepentingannya 0,146 pada inconsistency terpercaya 0,01 sebagaimana diperlihatkan pada Lampiran 24. Ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan cakalang/tongkol mempunyai peluang penyerapan tenaga kerja yang tinggi

mengingat potensi komoditas ini juga tinggi disamping permintaan pasar yang semakin meningkat, sehingga apabila dimanfaatkan dalam usaha besar akan memberikan juga pengaruh yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Alasan penyerapan tenaga kerja pada pemanfaatan ikan karang merupakan yang kedua disebabkan karena pemanfaatan komoditas ini jika dimanfaatkan secara terus menerus kedepan akan mengancam kelestarian ekosistemnya, makanya pemerintah daerah dalam hal ini tidak begitu mendorong untuk penangkapan ikan karang karena ekosistemnya yang semakin lama sifatnya semakin merusak lingkungan akibat dari penangkapan yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan ikan tuna merupakan komoditas yang penyerapan tenaga kerjanya terendah, hal ini disebabkan karena usaha penangkapan ikan tuna ini memerlukan biaya yang besar sehingga belum banyak pihak pengusaha tangkap maupun investor untuk berinvestasi pada usaha penangkapan tuna ini walaupun dilihat dari potensinya cukup besar untuk dimanfaatkan.

Kriteria ketersediaan teknologi pada Lampiran 25 menunjukkan bahwa ikan karang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,433 padainconsistency

terpercaya 0,01. Ikan cakalang/tongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,407 pada inconsistency terpercaya 0,09, dan ikan tuna merupakan yang terendah dengan rasio kepentingan 0,159 padainconsistencyterpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi untuk usaha penangkapan ikan karang tersedia. Beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan saat ini sudah mampu mengadopsi teknologi seperti fish finder, radio komunikasi, dan sonar untuk pengoperasian penangkapan ikan karang. Begitu juga dengan usaha penangkapan ikan cakalang/tongkol dimana teknologi penangkapannya juga tersedia bahkan beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan sudah mampu untuk berinvestasi pada usaha perikanan ini dengan modal yang cukup besar. Sedangkan ketersediaan untuk usaha penangkapan tuna masih kurang dimana pengusaha tangkap maupun nelayan tidak berani berinvestasi karena membutuhkan biaya yang cukup besar.

5.1.5.3 Prioritas komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di