• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Naskah

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 32-41)

Sebagaimana yang telah tersebut pada bab sebelumnya, bahwa dalam rangka kritik teks harus terlebih dahulu melalui tahap perbandingan naskah, hal ini dikarenakan metode yang digunakan adalah legger atau sering disebut dengan istilah metode landasan. Metode landasan ini digunakan apabila salah satu dari objek penelitian disinyalir sebagai naskah terbaik dari pada naskah lainya yang sejenis dan seversi. Langkah kerja perbandingan naskah inilah yang sangat diperlukan guna menentukan salah satu naskah yang dijadikan sebagai naskah landasan atau dasar suntingan.

Perbandingan naskah pada penelitian kali ini, dilakukan dengan cara mengambil teks naskah dari sepuluh bait pertama, sepuluh bait tengah dan sepuluh bait akhir sebagai sempel data perbandingan. Perbandingan naskah dilakukan melalui tahapan perbandingan umur naskah, perbandingan bait, kelompok kata, kata per kata, dan bacaan. Hal ini dilakukan guna menemukan naskah yang paling baik sebagai dasar suntingan.

a. Perbandingan Umur Naskah

Perbandingan umur naskah dilakukan guna mengetahui ketuaan naskah, naskah yang tua biasanya disinyalir sebagi naskah yang lebih dekat dengan autograph, meskipun tidak mutlak demikian. Banyak ditemukan naskah yang muda akan tetapi mengandung teks yang tua dan lebih baik secara bacaan, dan diasumsi sebagai naskah yang lebih dekat dengan aslinya.

Umur naskah A belum dapat ditentukan secara pasti, dikarenakan tidak terdapat informasi yang akurat untuk dijadikan dasar penentuan kapan teks tersebut ditulis. Berdasarkan pada style huruf, huruf yang digunakan seperti model huruf yang digunakan oleh juru tulis keraton Kasunanan Surakarta pada masa pemerintahan PB X yang memerintah pada tahun 1839-1939 M, oleh karenanya naskah diasumsi disalin dari induknya sekitar tahun tersebut (Nancy K. Florida, 2012: 200).

Naksah B juga tidak dapat diperkirakan secara pasti mengenai waktu penulisan teks tersebut. Hal ini dikarenakan pada teks naskah tidak dijumpai sama sekali kolofon yang memberikan informasi mengenai waktu penulisan atau apapun yang dapat membantu menentukan umur naskah, selain itu adanya kendala mengenai

tidak diperbolehkannya peneliti berhadapan langsung dengan objek oleh petugas perpustakaan, sehingga tidak dapat diketahui ketuaan naskah ditinjau dari bahan naskahnya.

Umur naskah C diperkirakan ditulis pada tahun 1899 M, perkiraan ini didasarkan pada pendapat Nancy yang mengatakan bahwa naskah ditulis pada tahun tersebut (Nancy K Florida, 2000: 306).

Perbandingan angka tahun penulisan sebagai penentu ketuaan naskah akan disajikan dalam table berikut:

Tabel 1

Perbandingan Umur Naskah

Naskah A Naskah B Naskah C

±1893-1939 M - ±1899M

Pada data naskah A tidak sama sekali ditemukan informasi dari berbagai sumber (termasuk katalog) yang menginformasikan mengenai kepastian tahun penulisan teks naskah salinan tersebut, hanya diterangkan mengenai sumber salinan (babon) dari naskah tersebut, yang mana sumber arketip diasumsi sangat dekat dengan autograph.

Naskah B belum diketahui kapan waktu penulisannya, dikarenakan sama sekali tidak diperoleh informasi dari sumber manapun yang menginformasikan mengenai waktu penulisan naskah, hanya saja berdasarkan bentuk tulisannya yang khas keraton Surakarta (Cursive Surakarta Script) diasumsi naskah ini disalin dari induk yang sama dengan naskah A.

Naskah B secara pasti belum diketemukan kapan penulisan naskah tersebut, dikarenakan pada data naskah tidak disebutkan secara pasti kapan waktu penulisan teks naskah salinan tersebut, hanya tertuliskan mengenai asal naskah, yakni dari mana naskah tersebut berasal. Namun demikian, diperkirakan teks naskah disalin pada tahun 1899 yang mana perkiraan tersebut didasarkan pada pendapat Nancy pada katalognya (Nancy K. Florida, 2000: 306).

b. Perbandingan Urutan Pupuh dan Jumlah Bait

Terlebih dahulu untuk mempermudah perbedaan jumlah bait pada tiap-tiap naskah yang akan dijadikan sebagai objek pokok penelitian, dibuatkan tabel sebagai berikut:

Tabel 2

Perbandingan Urutan Pupuh dan Jumlah Bait pada Tiap Naskah No

Pupuh

Jenis Tembang Jumlah Bait Tiap-Tiap Naskah

A B C 1 Asmaradana 20 20 20 2 Mijil 38 38 38 3 Asmaradana 31 31 31 4 Sinom 27 27 27 5 Dhandhanggula 31 31 31 6 Mijil 35 35 35 7 Dhandhanggula 29 29 25 8 Asmaradana 31 31 31 9 Pangkur 36 36 24 10 Sinom 27 27 27 11 Kinanthi 36 36 36 12 Asmaradana 31 31 31 13 Pangkur 31 31 31 14 Durma 37 37 37

15 Dhandhanggula 26 26 26 16 Asmaradana 32 32 32 17 Kinanthi 29 28 27 18 Pangkur 28 28 28 19 Durma 34 34 34 20 Pangkur 29 29 29 21 Asmaradana 26 26 26 22 Durma 24 24 24 23 Pangkur 25 24 25 24 Durma 34 34 34 25 Asmaradama 33 33 33 26 Kinanthi 36 36 36 27 Sinom 30 30 30 28 Asmaradana 32 32 29 29 Sinom 28 28 28 30 Pocung 41 41 41 31 Kinanthi 33 33 33 32 Pangkur 31 31 31

33 Durma 34 34 34 34 Dhandhanggula 23 23 23 35 Sinom 28 28 28 36 Asmaradana 33 33 33 37 Pocung 23 - 23 Jumlah 37 36 37 Keterangan :

…: perbedaan jumlah bait pada naskah B.

… : perbedaan jumlah bait pada naskah C.

- : bait tembang tidak ada

Berdasarkan tabel perbandingan di atas, dapat diketahui berbagai penyimpangan yang mencolok dari jumlah bait pada masing-masing pupuh, serta perbedaan jumlah pupuh dari tiap-tiap naskah. Perbedan-perbedaan tersebut antara lain (1) perbedaan jumlah pupuh pada naskah A, B, dan C. Naskah A = C, sedangkan naskah B ≠ A dan C. Disamping itu juga terdapat perbedaan lainnya yaitu (2) perbedaan jumlah bait pada naskah A yang terjadi pada urutan bait ke 11 dan 32, nasakh B perbedaan terjadi pada urutan bait ke 17 dan 23, pada naskah C terdapat banyak perbedaan kuantitas bait yakni pada urutan bait ke 7, 9, 17 dan 28.

c. Perbandingan Bait

Selanjutnya adalah perbandingan isi naskah yang diawali dengan perbandingan bait terlebih dahulu. Sebelumnya pada tabel I telah ditampilkan beberapa pupuh yang berbeda pada tiap-tiap naskah, yakni pada pupuh ke-7, 9, 11, 17, 23, 28, 32, dan 37. Secara lebih terperinci perbedaan-perbedaan jumlah bait pada tiap-tiap pupuh tersebut ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 3

Perbandingan Bait pada Pupuh ke- 7 Tembang Dhandhanggula

Bait ke- Naskah A Naskah B Naskah C

1 V V V 2 V V V 3 V V V 4 V V V 5 V V V 6 V V V 7 V V V 8 V V V

9 V V V 10 V V V 11 V V V 12 V V V 13 V V V 14 V V - 15 V V - 16 V V - 17 V V - 18 V V V 19 V V V 20 V V V 21 V V V 22 V V V 23 V V V 24 V V V

25 V V V

26 V V V

27 V V V

28 V V V

29 V V V

Melalui table 3 perbandingan bait pada pupuh 7 di atas, nampak perbedaan jumlah bait naskah C dibandingkan dengan naskah A dan B, naskah A dan B berjumlah 29 bait, sedangkan naskah C berjumlah 25 bait saja. Perbedaan tersebut sebenarnya terjadi pada bait 5 (lima) sampai dengan bait ke- 17 (tujuh belas), isi dari teks pada bait-bait tersebutlah yang mengakibatkan perbedaan jumlah bait, teks tidak hilang dan ceriteranya pun tidak terputus, dalam artian terjadi sebuah penyederhaan ceritera namun tidak menghilangkan esensi dari pada ceritera itu sendiri. Pada bait ke- 5-17, penulis naskah C lebih memadatkan ceritera, dengan menggunakan kosa kata yang berbeda dan mengurangi beberapa adegan akan tetapi ceritera berujung pada titik temu yang sama, seperti contoh pada naskah A dan B bait lima dan enam yang tertulis sebagai berikut:

5. Sang kusuma alon anauri/ kula bibi wong sajaban kitha/ padesan pinggir

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 32-41)