• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA PERATURAN

B. Perbedaan Gugatan Sederhana dengan Acara Pedata Biasa

Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.

Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa bahwa haknya dilanggar disebut penggugat, sedang bagi orang yang dipanggil ke muka pengadilan karena ia dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang disebut tergugat. Menurut Sudikno Mertokusumo, “Gugatan atau tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting‟ atau tindakan main hakim sendiri.95

Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 13 Maret 2014 telah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan yang didalamnya menyebutkan bahwa

94 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal. 246-247

95 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty,1988), hal. 33.

“Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan termasuk penyelesaian minutasi.”

Pada tahap awal persidangan, dalam tahap awal persidangan acara biasa sebelum masuk ke pemeriksaan pokok hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara sesuai dengan ketentuan Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBg. Para pihak yang mencapai kesepakatan perdamaian nantinya akan dibuatkan akta perdamaian yang berisi bahwa kedua belah pihak dihukum untuk mentaati perjanjian yang terdapat di akta. Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan. Namun sebagaimana disebutkan dalam Pasal 130 ayat (3) HIR atau Pasal 154 ayat (3) RBg Akta Perdamaian tersebut tidak dapat diajukan banding. Tahap awal persidangan sebelum masuk ke pemeriksaan ini disebut mediasi. Tahapan mediasi ini dinilai hanya formalitas saja belum cukup efektif untuk mendamaikan para pihak. Berikut tahapan mediasi, dimulai dengan kewajiban para pihak menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat dan hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. Para pihak yang telah sepakat berdamai dalam mediasi maka mediasi dinyatakan berhasil dan pemeriksaan akan dihentikan, jika mediasi gagal maka dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok dipersidangan dengan pembacaan gugatan dari Penggugat.

Pada tahapan acara pemerikaan berikutnya adalah Agenda Pembacaan Gugatan, akan tetapi dalam praktiknya, gugatan jarang sekali dibacakan. Gugatan secara tertulis hanya difotokopi kemudian diberikan kepada masing-masing Majelis Hakim dan juga Kuasa Hukum Tergugat juga diberikan kepada Panitera

50

untuk pegangan dan arsip dari Penggugat. Setelah ini majelis hakim bertanya kepada pihak Penggugat dan kuasa hukumnya apakah tetap pada gugatannya atau ada perubahan, jika tidak ada maka dilanjutkan dengan Pembacaan Jawaban oleh Tergugat. Dalam hal ini panitera pengganti mencatat berita acara.

Agenda sidang berikutnya Jawaban dari pihak Tergugat.jawaban tergugata dapat berupa pengakuan atau bantahan (verweer). Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan baik untuk sebagian maupun seluruhnya, apabila tergugat membantah maka penggugat harus membuktikannya.96

Agenda pemerksaan setelah jawaban dari Tergugat adalah jawab- menjawab atau biasa disebut replik-duplik. Replik berasal dari kata “re” yang berarti kembali “plik” yang artinya menjawab. Jadi replik diartikan memberikan jawaban kembali atas jawaban Tergugat. Setelah itu Tergugat juga diberi kesempatan untuk menanggapi replik dari pihak Penggugat yang biasa disebut duplik. Duplik berasal dari kata “du” artinya dua dan “plik” artinya jawaban.

Apabila proses jawab-menjawab selesai dilanjutkan dengan proses pembuktian, tahap pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang paling penting dalam artian luas pembuktian adalah kemampuan penggugat atau tergugat memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa- peristiwa yang didalilkan atau dibantah dalam hubungan hukum yang diperkarakan.

Setelah pembuktian, agenda selanjutnya adalah kesimpulan. Para pihak diperkenankan memberikan kesimpulan hasil dari persidangan sejak acara

96 Syafrudin Makmur, Hukum Acara Perdata sekelumit Teori dan Praktek, (Pamulang:

Soft Media, 2014), hal. 23

pembacaan hingga pembuktian. Kesimpulan yang benar adalah kesimpulan yang menyimpulkan dan menguntungkan pihak sendiri, maksudnya Penggugat menyimpulkan hasil milik Penggugat sendiri yang dinyatakan pihaknya sendiri dan begitu pula pihak Tergugat.

Setiap pemeriksaan dan persidangan pasti diakhiri oleh pembacaan putusan oleh Majelis Hakim. Putusan mempunyai arti Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim, sebagai Pejabat Negara yang berwenang untuk itu dibacakan dipersidangan yang terbuka untuk umum guna menyelesaikan sengketa para pihak yang bersangkutan.

Berikut adalalah beberapa perbedaan antara Gugatan Sederhana dan Hukum Acara Perdata biasa baik secara pengertian, proses pemeriksaan, jangka waktu dan upaya hukum.

Tabel 1: Perbedaan Gugatan Sederhana dan Gugatan Perdata Biasa PENGERTIAN

Acara Perdata Biasa Gugatan Sederhana Hukum Acara Perdata adalah

peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.

tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp

52 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan yang menyebutkan bahwa jangka waktu penyelesaian adalah 5 (lima) Bulan

Apabila memperhatikan tabel di atas, dapat terlihat perbedaan yang paling mencolok adalah pada proses pemeriksaannya. Pada gugatan perdata biasa, proses pemeriksaan dapat dilakukan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan, sedangkan pada gugatan seerhana hanya diberikan waktu selama 25 (dua puluh lima) hari saja. Selain itu, dalam Gugatan sederhana tidak dikenal istilah banding, berbeda dengan gugatan perdata biasa yang dapat diajukan banding.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses penyelesaian sengketa perdata biasa membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dengan proses peradilan yang panjang. Sedangkan pada gugatan sedehana yang dilakukan dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak ada upaya banding atas putusan yang diberikan oleh majelis.

C. Latar Belakang Diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor

Dokumen terkait