• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan antara Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai. Keluarga yang Bercerai

HASIL PENELITIAN

B. Deskripsi Masalah Penelitian

3. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan antara Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai. Keluarga yang Bercerai

Keluarga merupakan bentuk interaksi sosial yang merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial paling kecil, merupakan tempat anak mengadakan interaksi sosial yang pertama. Ayah, Ibu, saudara-saudara merupakan orang pertama yang mengajarkan kepada anak-anak cara dan sikap hidup dengan orang lain. Keluarga yang dilandasi rasa kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Tetapi keluarga yang bercerai akan membawa dampak pada sikap anak dalam pergaulannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala KUA Masaran Bapak Agus Sutoyo menyatakan bahwa: "Perceraian orang tua akan mempengaruhi sikap anak dalam pergaulannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, dikarenakan setelah perceraian itu terjadi sikap yang di tunjukaan anak pasti sedih, kecewa, marah sehingga dengan keadaan orang tuanya itu

anak-anak di rumah mejadi pendiam, murung, tidak berani mengeluarkan pendapat karena merasa trauma. Sedangkan sikap yang di tunjukkan anak di sekolah yang paling mencolok umumnya nilai mereka anjlok karena kurangnya kasih sayang dan rasa malas dengan perceraian orang tuanya sehingga dia merasa berbeda dengan teman-temanya. Dan sikap yang ditunjukkan anak dalam pergaulan di masyarakat umumnya di awal-awal perceraian orang tuanya dia tidak bergaul dengan teman-temannya karena malu dan ada pula anak yang menuangkan semua kekesalannya dengan bergadang dan mabuk-mabukkan karena dia kurang mendapat kasih sayang secara utuh".(Hasil wawncara tanggal 1 Juli 2009).

Pernyataan yang sama di ungkapkan oleh Kepala Desa Gebang Bapak H. Purwanto bahwa: "Apabila orang tua bercerai maka akan berdampak pada sikap anak terutama dalam pergaulannya, umumnya anak korban perceraian itu pertama merasa malu dengan teman-temannya di sekolah karena ayah dan ibunya tidak tinggal bersama, nilai ulangan dan raport turun secara otomatis dia merasa takut dengan keluarganya, dalam keluarga dia di rumah suka melamun, bengong, murung. Dan dalam lingkungan pergaulan di masyarakat umumnya kalau anak laki-laki banyak yang melampiaskannya pada hal-hal yang negatif seperti mabuk-mabukkan, berkelahi, dan jarang pulang kerumah, tetapi bagi anak perempuan umumya dalam pergaulan menjadi lebih tertutup".(hasil wawancara tanggal 5 Juli 2009).

Menurut pernyataan orang tua yang bercerai itu sendiri mengemukakan bahwa pada dasarnya mereka mengetahui dampak dari perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan nantinya setelah orang tuanya bercerai.

Berdasarkan hasi wawancara dengan Ibu Kosmiyati mengemukakan bahwa: "Saya tahu dampak yang akan terjadi dengan anak saya akibat dari perceraian ini, dan sangat akan mempengaruhi sikap anak saya dalam pergaulannya dan itu benar terjadi, dirumah dia selalu diam tidak pernah bergurau bahkan jarang berbicara nilai anak saya turun setelah saya tanya dia malu tidak percaya diri karena di sekolah merasa minder apalagi jika

teman-temannya membicarakan tentang orang tuannya yang hidupnya harmonis, kalau malam selalu main dengan anak-anak yang tidak sekolah bahkan kadang tidak pulang. Karena perceraian saya dan suami hidup anak saya jadi berantakan terjerumus pada pergaulan yang salah". (Hasil wawancara tanggal 21 Juli 2009). Hal itu di perkuat lagi dengan pernyataan Ibu Suratmi S.Pd bahwa: "Memang benar perceraian orang tua berdampak sekali pada sikap anak dalam pergaulan itu terjadi pada Yayan anak saya setelah perceraian dia selalu marah-marah jarang dirumah kadang dia tidak masuk sekolah, sampai-sampai dia kelas dua kemarin tidak naik kelas, hal itu membuat saya malu sekali karena saya juga seorang pendidik. Saya tidak menyalahkan anak saya dia begitu karena dulunya tidak setuju dengan perceraian ini saya was-was jika dia terjerumus pada pergaulan yang sesat".(Hasil wawancara tanggal 8 Juli 2009).

Tidak hanya orang tua pelaku perceraian saja yang memberi pernyataan bahwa perceraian itu berpengaruh pada sikap anak dalam pergaulan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan anak korban perceraian mereka mengemukakan bahwa perceraian orang tua itu sangat berdampak pada sikapnya dalam pergaulan. Hal ini di kemukakan oleh Galih bahwa: "Setelah perceraian itu saya malas di rumah karena suasana rumah sudah kacau saya tidak betah tinggal di rumah, saya juga malas sekolah setelah kelas dua saya tidak lagi sekolah saya ngamen di terminal Tirtonadi Solo hasil ngamen saya buat foya-foya karena ibu saya juga tidak di rumah kerja di Jakarta saya di titipkan di rumah kakek disini".(Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009). Hal ini diperkuat denagn pernyatan Febriata (Yayan) bahwa: " Setelah perceraian ibu dan bapak, saya jadi malas sekolah dan sempat tidak naik kelas hal itu membuat ibu saya malu karena orang tua saya berprofesi sebagai pendidik. Dalam pergaulan saya sangat jarang pulang kerumah kalau malam ada orang punya kerja ya ikut minum-minum supaya bisa melupakan kemelut dalam keluarga saya".(Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009).

Hal itu juga dikemukakan oleh anak yang tidak menjadi korban perceraian yang berpendapat bahwa jika orang tua bercerai maka akan berpengaruh pada sikap anak dalam pergaulannya. Hal itu kemukakan oleh Hana bahwa: "Anak yang menjadi korban perceraian sikapnya dalam pergaulan jadi berubah karena salah satu teman saya ayah dan ibunya berceria dan dia menjadi anak yang pendiam di sekolah padahal dulunya dia periang, dan nilai-nilainya pun banyak yang jelek, kalau istirahat suka di kelas". (Hasil wawancara tanggal 17 Juli 2009). Sedangkan hal yang hampir sama di ungkapkan oleh Bagas bahwa: " Perceraian membawa dampak dalam pergaulan anak, contohnya mas yayan itu, dulu dia pandai dalam hal sekolah, di rumah dia juga sering main sama teman-teman sebayanya tapi setelah orang tuanya bercerai dia jadi tidak naik kelas dan mainnya sama anak-anak yang nakal, dan sekarang tidak punya sopan santun sama orang tua, jadi anak nakal saya ikut sedih karena dia sepupu saya".(Hasil wawancara tanggal 17 Juli 2009).

Dari hasil penelitian mengenai perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak dari keluarga utuh dan bercerai dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 13. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga yang Bercerai No Nama Sikap anak dalam pergaulan setelah orang

tuanya bercerai

1 Febriata Malas sekolah, pernah tidak naik kelas, jarang pulang, terjerumus dalam alkhoholisme.

2 Endah Erlita W Malu dengan teman-teman pada saat pengambilan raport di sekolah, dirumah kurang diperhatian

3 Widodo Kurang diperhatikan seperti dulu waktu belum bercerai

4 Deni Tidak mendapat kasih sayang dari bapak

5 Galih Malas sekolah, sekarang mengamen di Terminal Tirtonadi karena tidak ada yang memberi uang, hidup dirumah kakeknya sedangkan Ibunya bekerja di Jakarta

6 Amalia Merasa kurang diperhatikan walaupun sudah punya ayah baru.

7 Imam Merasa berbeda dengan teman-temanya karena mereka selalu di belikan apa- apa oleh Ayahnya (Hasil wawancara lihat lampiran 3).

Dari pernyataan diatas dapat di simpulkan bahwa perceraian orang tua membawa dampak yang sangat serius bagi sikap anak dalam pergaulan. Lingkungan keluarga mereka kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Dalam lingkungan sekolah banyak yang malas sekolah, tidak naik kelas, dan putus sekolah. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama teman-teman, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Gottman, John (1999) yang

di kutip dalam skipsi Julianti Triwik, (2002 : 19) “Penelitian itu

membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalah-masalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orangtua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang waktu serta perhatiannya bagi anak-anak mereka. Jadi, anak-anak itu larut, tanpa terawasi

menuju ke sebuah kelompok rekan pergaulan yang lebih bandel”.

Sikap yang ditunjukkan anak dari keluarga utuh sangat berbeda dengan sikap anak dari keluarga yang bercerai. Sikap anak dalam pergaulan dari keluarga utuh dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 14. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga Utuh

No Nama Sikap Anak dalam Pergaulan dari keluarga Utuh

1 Fahri Merasa senang, mendapatkan perhatian disekolah, di rumah.

2 Bagas Merasa senang dan nyaman,keluarga tempat bercerita tentang banyak hal

3 Hana Bahagia,dengan keluarga yang harmonis mendapatkan perhatian dan pengawasan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas anak yang memiliki keluarga utuh mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta pengawasan dari orang tua secara berlebih. Anak dari keluarga utuh menganggap orang tua mereka sebagai teman. Jadi mereka bisa bercerita dan mengungkapkan segala permasalahan dengan orang tua dalam suatu keluarga. Hal itu di karenakan keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul dengan lingkungan yang lebih luas.

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang di ungkapkan oleh AjiBaroto (http://bbawor.blogspot.com/2009/03/pengaruh-broken-home.html tanggal 16 Agustus 2009) Keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Hubungan dalam keluarga yang baik akan berpengaruh positif, karena hal ini sangat penting dalam pembentukan sikap perilaku dan kepribadiaan anak dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga dikatakan berkualitas apabila memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan diri,anak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, dan komunikasi antara anak dan orangtua bersifat timbal balik".

Hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga utuh dengan yang bercerai baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan bahwa perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga yang utuh dan yang bercerai terdapat perbedaan.

Sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang utuh umumnya mereka lebih terjaga karena mereka mendapat perhatian dan kasih sayang yang lengkap dari ayah ibunya dan setiap tindakan baik dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat mendapat pengawasan dan mereka dapat bercerita apapun kepada orang tua karena dalam keluarga utuh komunikasi selalu terjaga dengan baik.

Sedangkan sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang bercerai mereka umumnya hidup tidak teratur karena kurangnya perhatian

dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka melampiaskan segala bentuk kekecewaan dan rasa trauma dalam pergaulan yang tidak baik, kehidupan mereka tidak ada yang mengawasi karena mereka orang tua yang menjadi single parents tersebut sibuk bekerja untuk kebutuhan. Pergaulan disekolah dapat dilihat secara nyata dari prestasi dan hasil belajar yang menurun dan ada pula anak yang putus sekolah, dalam lingkungan pergaulan di keluarga anak cenderung tertutup tidak mau cerita pada orang tua karena komunikasi yang tidak baik, dalam lingkungan masyarakat sikap anak dapat dilihat dari cara mereka bergaul, mereka begadang dan bahkan ada yang terjerumus pada alkhoholisme dan pergaulan yang tidak baik karena bentuk kekecewaan mereka karena perceraian yang terjadi dalam keluarganya.