• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA

B. Ruang lingkup perlindungan konsumen

2. Perbuatan yang dilarang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan batasan larangan yang tegas kepada pelaku usaha sebagai bentuk perlindungan atas hak-hak dari konsumen dalam menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

22

Penjelasan Pasal 4 huruf g UUPK: “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah,

tentang Perlindungan Konsumen secara eksplisit mengatur larangan bagi pelaku usaha dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 17.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa menjelaskan bahwa pada pasal ini tertuju pada dua hal yaitu larangan memproduksi barang dan/atau jasa dan larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan tersebut agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan lain sebagainya.23

23

Husni Syawili dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar maju, 2000), hal,18

Berbeda dengan produk-produk lainnya, terhadap barang-barang yang berupa sediaan farmasi mendapat perlakuan khusus, karena kalau barang jenis ini rusak, cacat atau bekas, tercemar maka dilarang untuk diperdagangkan, walaupun disertai dengan informasi yang lengkap dan benar tentang barang tersebut. Sedangkan barang lainnya tetap dapat diperdagangkan asal disertai dengan informasi yang lengkap dan benar atas barang tersebut.

Larangan-larangan yang tertuju pada produk sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 8 adalah untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan/harta konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas yang di bawah standar atau kualitas yang lebih rendah dari pada nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang demikian, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang lebih rendah daripada harga yang dibyarnya atau yang tidak sesuai dengan informasi yang diperolehnya.

Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dibagi ke dalam dua larangan pokok, yaitu:

a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak akurat, yang menyesatkan konsumen.

Ada larangan-larangan yang diberlakukan kepada pelaku usaha sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa:

a. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

1) Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

2) Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

3) Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja, atau aksesori tertentu;

4) Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

6) Barang tersbut tidak mengandung cacat tersembunyi;

7) Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8) Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

9) Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

10)Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

11)Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

b. Barang dan/atau jasa sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan kembali karena bertentangan dengan ketentuan yang telah dibuat.

c. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang untuk melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Dalam substansi ketentuan Pasal 9, pada intinya merupakan bentuk larangan yang tertuju pada “perilaku” produsen farmasi atau pelaku usaha. Pasal 9 ini melarang bagi produsen produk farmasi “membohongi” konsumen seolah-olah bahwa produk farmasi yang diedarkan sudah mempunyai standar yang layak, kegunaan yang mujarab tanpa efek samping, kata-kata yang berlebihan seperti “aman, tidak beresiko, tanpa efek samping, dibuat dari bahan alami” tanpa keterangan yang lengkap. Intinya bahwa produsen produk farmasi diwajibkan untuk jujur dalam berusaha dan tidak membohongi konsumen dengan produk

yang seolah-olah sudah memenuhi standar kelayakan untuk diproduksi dan diedarkan

Pasal 10 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 10 di atas berisi larangan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan terhadap barang dan/atau jasa tertentu, maka secara otomatis larangan dalam Pasal 10 juga menyangkut persoalan larangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9.

Pasal 11 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;

d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. Pasal 12 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, apabila pelaku usaha tidak memiliki niat untuk melaksanakannya sesuai dengan yang telah ditawarkan , dipromosikan atau diiklankan.

Pasal 13 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang untuk mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang secara cuma-cuma dengan maksud untuk tidak merealisasikan apa yang telah dijanjikan sebelumnya atau pun tidak seperti yang telah dijanjikan oleh pelaku usaha tersebut.

Pasal 13 ayat (2) UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14 UUPK menyatakan bahwa, adanya beberapa larangan yang diberikan kepada pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, seperti:

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Pasal 15 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang melakukan pemaksaan yang menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen dalam hal menawarkan barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dilarang keras melakukan kekerasan dalam melakukan penawaran barang dan/atau jasa karena melanggar ketentuan yang telah dibuat dan dapat beresiko dijatuhi hukuman pidana karena telah melakukan pemaksaan dengan unsur kekerasan.

Pasal 16 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan apabila tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi yang telah dijanjikan.

Pasal 17 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

atau persetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Pasal 17 ayat (2) UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

Dokumen terkait