• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percaya diri seseorang ditunjukkan dengan adanya sikap yakin atau merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh kelompok atau lingkungan sosial dan memiliki ketenangan sikap guna mengaktualisasi potensi yang dimiliki (Guildford, 1959 dalam Amyani, 2010). Hasil distribusi frekuensi dan persentase tingkat percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan diperoleh sebanyak 85 responden (96,6%) berada pada rentang skor 86-136, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa/i di SMA Negeri 17 Medan memiliki tingkat percaya diri tinggi dan 3 responden lainnya (3,4%), berada pada rentang skor 34-85 yang artinya memiliki tingkat percaya diri rendah.

Percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan dapat diukur dengan menggunakan tiga aspek percaya diri, yaitu: adanya sikap yakin/adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh kelompok sosialnya dan memiliki ketenangan sikap (Afiatin dan Martaniah, 1998). Adanya sikap yakin atau merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan (kuesioner 1-12). Hal ini didasari oleh adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya. Merasa diterima oleh kelompok sosial (kuesioner 13-24). Hal ini didasari adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide‐idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki ketenangan sikap (kuesioner 25-34). Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa mayoritas siswa/i di SMA Negeri 17 Medan sudah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yang ditunjukkan dengan adanya tekad yang kuat untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, yakin mendapat nilai yang bagus jika belajar dengan serius, menerima diri dan memandang diri secara positif, bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, mampu bekerja sama dalam mengerjakan tugas

kelompok, menghargai pendapat orang lain meskipun bertentangan dengan pendapat sendiri, jika mengalami kegagalan, berusaha tenang dan mencoba lebih baik lagi, menganggap semua masalah memiliki solusi/jalan keluar.

Percaya diri (self confidence) merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri setiap siswa agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut siswa akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan (Rohayati, 2011). Remaja yang kehilangan kepercayaan diri akan sulit untuk memutuskan apa yang terbaik yang harus dilakukan pada dirinya (Hamdan, 2009). Untuk sebagian besar remaja, rendahnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara (Damon, 1991 dalam Santrock, 2003). Bagi beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebakan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya (Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 dalam Santrock, 2003). Pendapat dari para ahli menyimpulkan bahwa percaya diri yang tinggi sangat bermanfaat bagi remaja.

Hasil penelitian ini beralasan bila ditinjau dari penjelasan yang disampaikan oleh Kartini Kartono (1995 dalam Andriyanto, 2012) bahwa masa remaja tengah sudah mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis, maka dari perasaan yang

penuh keraguan pada masa remaja awal akan timbul kemantapan pada diri sendiri di masa remaja tengah. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini, remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

Penelitian ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Suhardita (2006), bahwa percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu. Lauster (2006) juga mengemukakan bahwa percaya diri merupakan keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain.

Penelitian sebelumnya juga menggambarkan bahwa percaya diri dianggap sebagai hal yang sangat penting bagi remaja. Hasil penelitian Lilik, dkk (2013) menyimpulkan bahwa percaya diri memiliki peran besar dalam mengarahkan perilaku remaja ke arah positif sehingga terhindar dari perilaku bermasalah. Menurut Hakim (2002), remaja yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri atau karakteristik seperti berpikir positif, memiliki kompetensi/kemampuan diri, mandiri, optimis, berani menjadi diri sendiri, bersikap tenang, serta mampu bersosialisasi dengan orang lain.

Hurlock (1980) menyatakan bahwa seseorang memiliki percaya diri tinggi jika ia mampu membuat pernyataan-pernyataan positif mengenai dirinya, menghargai diri sendiri, serta mampu mengejar harapan-harapan yang kemungkinan membuatnya sukses. Pernyataan di atas sesuai dengan kuesioner

no 12. Orang yang percaya diri bisa dilihat dari ketenangan mereka dalam mengendalikan diri sendiri, selain itu orang yang percaya diri tinggi tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang kebanyakan orang menilainya negatif (Fatchurahman & Pratiko, 2012). Dapat disimpulkan bahwa, percaya diri pada remaja membuat remaja tidak terpengaruh oleh situasi negatif, sehingga percaya diri yang tinggi membuat remaja mampu mengendalikan dirinya.

Namun demikian masih ada 3 responden (3,4%) yang berada pada tingkat percaya diri rendah, dimana skor percaya diri berada pada rentang 34-85. Hal ini bisa terjadi oleh karena konsep diri yang negatif, harga diri yang rendah, kurang menerima atau memandang dirinya secara positif serta pengalaman hidup yang mengecewakan menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Apalagi jika pada dasarnya individu memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan perhatian serta kurangnya dukungan dari lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi sehingga menurunkan rasa percaya diri remaja (Jacinta F. Rini, 2002). Menurut Harter (dalam Santrock, 2003) ada empat cara meningkatkan percaya diri remaja, yaitu: mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan diri, mendapat dukungan sosial dan penerimaan sosial dari orang lain, mampu mencapai prestasi dan mampu mengatasi masalah (coping) bukan menghindari masalah.

5.2.2. Pengendalian Diri (Self Control) Remaja pada Siswa/i di SMA

Dokumen terkait