• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Percobaan Pendahuluan Basis Mikroemulsi

Dalam pembuatan mikroemulsi ini dilakukan percobaan pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui komposisi bahan terbaik yang menghasilkan mikroemulsi yang jernih, homogen dan stabil. Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil uji pendahuluan

Sampel 1:1 2:1 3:1 rasio Smix 4:1 5:1 6:1

1 Emulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

2 Gel mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

3 Gel Gel mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

4 Gel Gel Gel Gel Gel Gel

5 Emulsi Emulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

6 Emulsi Emulsi Emulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

7 Emulsi Emulsi Emulsi mikroemulsi mikroemulsi mikroemulsi

8 Emulsi Emulsi Emulsi Emulsi mikroemulsi mikroemulsi

9 Emulsi Emulsi Emulsi Emulsi Emulsi Emulsi

Keterangan : Sampel 1 : mikroemulsi yang mengandung 10% aquadest, Sampel 2 : mikroemulsi yang

mengandung 20% aquadest, Sampel 3 : mikroemulsi yang mengandung 30% aquadest, Sampel 4 :

mikroemulsi yang mengandung 40% aquadest, Sampel 5 : mikroemulsi yang mengandung 50%

aquadest, Sampel 6 : mikroemulsi yang mengandung 60% aquadest, Sampel 7 : mikroemulsi yang

mengandung 70% aquadest, Sampel 8 : mikroemulsi yang mengandung 80% aquadest, Sampel 9 :

mikroemulsi yang mengandung 90% aquadest.

Berdasarkan hasil dari uji pendahuluan terdapat 3 macam sediaan yang terbentuk, yaitu mikroemulsi, emulsi dan gel. Mikroemulsi terbentuk karena tengangan antarmuka dikurangi ke tingkat yang sangat rendah dan membuat energi bebas permukaan sangat rendah yang membuat meningkatnya stabilitas termodinamik (Pathan et al., 2012). Emulsi terbentuk karena rasio smix belum mampu menggurangi tenggangan antarmuka hingga nilai yang sangat rendah dan energi bebas permukaan masih diatas 0 (nol) (Pathan et al., 2012).

Pembentukan gel bisa disebabkan oleh ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dari air dengan gugus oxyethylene dari tween 80, yang mengakibatkan pembentukan jaringan-jaringan gel yang sangat lengket dan kental. Jaringan ikatan hidrogen ini secara bertahap pecah bila diencerkan dengan air (Mahdi et al., 2011).

Seluruh sampel yang menghasilkan mikroemulsi yang jernih atau transparan pada tiap rasio smix kemudian diuji stabilitasnya dengan uji sentrifugasi dan uji heating and cooling selama 3 siklus. Tujuan uji ini adalah untuk melihat sampel mana yang stabil pada tiap formula. Pada uji sentrifugasi seluruh sampel dalam tiap perbandingan tidak mengalami pemisahan fase. Hasil pengamatan setelah uji heating and cooling dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Hasil pengamatan setelah uji heating and cooling

Sampel 2:1 3:1 Rasio4:1 Smix 5:1 6:1

1 Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil

2 Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil

3 - Stabil Stabil Stabil Stabil

4 - - - - -

5 - Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil

6 - - Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil

7 - - Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil

8 - - - Tidak Stabil Tidak Stabil

Keterangan : sediaan mikroemulsi dikatakan stabil bila tidak terjadi perubahan warna dan pemisahan fase, sediaan mikroemulsi dikatakan tidak stabil apabila terjadi pemisahan fase dan perubahan warna,

(-) : sampel pada formula tersebut tidak diuji heating and cooling karena tidak membentuk sediaan

mikroemulsi.

Pada uji heating and cooling ini terdapat formula yang tidak stabil yang ditunjukkan dengan terjadinya pemisahan fase. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan suhu yang drastis membuat droplet-droplet fase minyak memisah atau lepas dari ikatan dengan misel dan droplet-droplet tersebut menyatu menjadi emulsi dan kemudian dapat memisah menjadi lapisan minyak.

Untuk menentukan formula yang digunakan pada percobaan utama dilakukan uji sifat fisik yaitu viskositas, untuk mengetahui viskositas dari sampel mana yang paling mendekati viskositas mikroemulsi pada teori, yaitu yang memiliki viskositas terendah. Hasil uji viskositas uji pendahuluan ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil uji viskositas uji pendahuluan

Hasil viskositas ini menunjukkan bahwa sampel 1 untuk seluruh perbandingan Smix menghasilkan viskositas terendah, dan sampel 3 yang menghasilkan viskositas tertinggi. Viskositas tiap sampel ini berbeda signifikan (p < 0,05), sehingga untuk uji selanjutnya dipilih sampel 1 dengan viskositas terendah. Hal ini berdasarkan teori yang menyatakan bahwa mikroemulsi memiliki viskositas yang rendah. Selanjutnya Smix 2:1, 3:1, 4:1, 5:1, dan 6:1 disebut formula A, B, C, D, dan E.

B. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan Mikroemulsi Hasil Percobaan Utama

Sediaan yang berkualitas adalah sediaaan yang memenuhi kriteria sifat fisik dan dapat mempertahankan sifat fisiknya selama penyimpanan. Evaluasi sifat

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

smix 2:1 smix 3:1 smix 4:1 smix 5:1 smix 6:1

Vis ko sitas (cPs) Rasio Smix Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

fisik pada siklus ke-0 ini dilakukan untuk membandingkan keadaan mikroemulsi sebelum dan sesudah uji stabilitas. Sifat fisik mikroemulsi yang diuji meliputi organoleptis, tipe mikroemulsi, bobot jenis, indeks bias, pH, persen transmitansi, viskositas, serta ukuran droplet.

1. Pemeriksaan Organoleptis dan pH

Pemeriksaan penampilan sediaan mikroemulsi memiliki peran penting terhadap estetika dan penerimaan dari konsumen, selain itu dapat diamati secara langsung adanya ketidakstabilan dari mikroemulsi seperti pemisahan fase, perubahan warna serta bau.

Suatu sediaan topikal harus memiliki pH yang hampir sama dengan kulit, yaitu 4,5 - 6,5. Hal ini dimaksudkan agar sediaan yang diaplikasikan pada kulit bertersebut tidak mengiritasi.

Hasil pengamatan organoleptis dan pH dari mikroemulsi dapat dilihat pada Tabel VIII.

Tabel VIII. Hasil pengamatan Organoleptis dan pH Sediaan Mikroemulsi

Kriteria Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E

Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih

Pemisahan fase Memisah Tidak Memisah Tidak Memisah Tidak Memisah Tidak Memisah Tidak

Bau Khas Khas Khas Khas Khas

Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

pH 5,33±0,01 5,41±0,026 5,51±0,036 5,63±0,025 5,73±0,015

Pada siklus ke-0 seluruh formula menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih, berwarna kuning muda, homogen secara fisik, berbau khas dan tidak mengalami pemisahan fase. Hal ini menunjukkan

bahwa semua perbandingan tween 80 dan PEG 400 mampu menghasilkan mikroemulsi yang jernih, homogen dan tanpa pemisahan fase.

Sediaan mikroemulsi yang dihasilkan memiliki karakteristik jernih atau transparan karena ukuran droplet yang dihasilkan jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya tampak (Laksmi et al., 2013). Ukuran droplet yang kecil pada mikroemulsi disebabkan surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan. Surfaktan dan kosurfaktan ini melapisi droplet-droplet dalam sediaan sehingga teganggan antarmuka menjadi sangat rendah sehingga energi bebas permukaan menjadi 0 (nol) bahkan negatif, serta gaya tarik menarik antar droplet yang sejenis menjadi rendah sehingga halangan stearik menjadi besar. Energi bebas permukaan yang bernilai 0 atau negatif dan halangan stearik antar droplet yang tinggi akan menyebabkan ukuran droplet menjadi semakin kecil hingga berukuran nanometer (Mahdi et al.,

2011).

Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa kelima formula memiliki pH pada rentang 4,5 – 6,5, sehingga dapat dikatakan bahwa kelima formula sediaan mikroemulsi memiliki pH yang hampir sama dengan pH kulit, sehingga meniminalkan resiko iritasi dari penggunaan sediaan mikroemulsi.

Perbedaan perbandingan tween 80 dan PEG 400 ini mempengaruhi pH sediaan mikroemulsi, dari data pada tabel VIII dapat dilihat bahwa semakin tinggi perbandingan tween 80 dan PEG 400 menghasilkan pH sediaan yang semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pH sediaan

mikroemulsi ini dipengaruhi oleh perbandingan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400. Hal ini didukung dengan data analisis statistik pH sediaan mikroemulsi pada masing-masing formula yang menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0,05) untuk tiap formula.

2. Pemeriksaan Tipe Mikroemulsi

Pemeriksaan tipe mikroemulsi dilakukan untuk mengetahui tipe mikroemulsi yang terbentuk tipe minyak dalam air (M/A), tipe air dalam minyak (A/M) atau bikuntinu. Pemeriksaan tipe mikroemulsi dilakukan dengan metode pengenceran, mikroemulsi diencerkan dengan dengan

aquadest dan fase minyak yang digunakan dengan perbandingan masing-masing 1:100, apabila mikroemulsi larut dalam aquadest dan fase minyak maka mikroemulsi memiliki tipe bikontinu.

(a) (b)

Gambar 8. (a) Mikroemulsi yang dilarutkan dalam aquadest, (b) Mikroemulsi yang dilarutkan dalamminyak zaitun

Hasil yang didapat dari pengenceran ini menunjukkan bahwa kelima formula larut sempurna dalam aquadest dan minyak zaitun serta tidak membentuk emulsi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelima formula mikroemulsi memiliki tipe bikontinu.

Mikroemulsi yang dihasilkan memiliki tipe bikontinu, hal ini didukung oleh pernyataan Talegaonkar (2008) yang menyebutkan bila jumlah surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan jauh lebih besar dari fase

lain serta jumlah fase air dan fase minyak yang digunakan sama banyak dalam suatu formula maka mikroemulsi akan cenderung membentuk sistem bikontinu. Hal ini sesuai dengan formula yang digunakan dalam penelitian ini, dimana Smix yang digunakan dalam formula ini mencapai 81,8 %, sedangkan fase air dan fase minyak masing-masing hanya 9,1% dari keseluruhan formula. Selain itu, karena surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan adalah surfaktan nonionik yang sensitif terhadap suhu dan cenderung akan membentuk tipe mikroemulsi bikontinu bila pembuatannya dilakukan pada suhu ruangan.

3. Pengukuran Indeks Bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan menggunakan hand refractometer. Pengukuran indeks bias ini bertujuan untuk melihat sifat isotropik dari sediaan mikroemulsi, dengan dibandingkan dengan indeks bias air (1,333) (Pathan, et al., 2012).

Tabel IX. Hasil pengamatan Indeks bias Sediaan Mikroemulsi

Formula A B C D E

Indeks Bias

( ± SD) 1,466 ± 0,00 0,00577 1,466 ± 0,00577 1,466 ± 1,466 ± 0,00 0,00577 1,466 ±

Hasil pengamatan menunjukan bahwa semua formula mikroemulsi memiliki nilai indeks bias 1,446. Hasil ini menunjukkan bahwa kelima formula mikroemulsi menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan transparan karena indeks bias yang dihasilkan tidak lebih dari 1,476 (Gina et al., 2012). Hasil uji indeks bias ini lebih tinggi dibanding dengan nilai indeks bias aquadest (1,333). Hasil tersebut menandakan bahwa indeks bias

sediaan mikroemulsi ini tidak dipengaruhi oleh perbandingan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.

4. Pengukuran Bobot jenis

Bobot jenis merupakan perbandingan massa suatu zat terhadap massa air dengan volume yang sama pada suhu 4oC atau pada suhu lain yang ditetapkan (Sinko, 2006). Bobot jenis mikroemulsi diukur menggunakan piknometer, dengan dibandingkan dengan bobot jenis air.

Gambar 9. Hasil uji bobot jenis sediaan mikroemulsi

Hasil bobot jenis yang didapat menunjukkan hasil bahwa bobot jenis kelima formula yang tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan bobot jenis air yang memiliki bobot jenis 0,993 g/mL, hal ini menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi dari seluruh formula dapat mengalir dengan baik dan mudah dituang.

Namun, bila dibandingkan dengan bobot jenis tween 80 (1,080 g/mL), seluruh formula mikroemulsi memiliki nilai bobot jenis yang hampir sama. Hal ini terjadi karena komposisi tween 80 yang sangat besar yaitu 51,53 % hingga 70,11 % dalam seluruh formula mikroemulsi.

1,065 1,07 1,075 1,08 1,085 A B C D E Bobo t J enis (g /m L) Formula

Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan tween sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan nilai bobot jenis sediaan makin kecil. Namun, perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna menurut statistik (p > 0,05) untuk tiap formula. Hal ini menunjukkan bahwa bobot jenis sediaan mikroemulsi tidak dipengaruhi oleh perbandingan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.

5. Pengukuran Persen Transmitansi

Persen transmitansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan aquadest sebagai blangko. Persen transmitansi dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kejernihan dari sediaan mikroemulsi, apabila suatu sediaan mikroemulsi memiliki nilai persen transmitansi mendekati 100% maka dapat disimpulkan bahwa sediaan mikroemulsi tersebut jernih secara optis (Pathan et al., 2012).

Gambar 10. Hasil uji persen transmitansi sediaan mikroemulsi

Dari hasil percobaan didapat hasil persen transmitansi yang tinggi yang berkisar antara 97 – 99%, hasil ini menunjukkan bahwa kelima formula mikroemulsi memiliki karakteristik transparan dan jernih karena memiliki nilai persen transmitansi yang mendekati 100%.

96 96,597 97,598 98,599 99,5 A B C D E Tran smitan si (% ) Formula

Perbedaan persen transmitansi dari kelima formula tidak signifikan menurut statistik (p >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa persen transmitansi sediaan mikroemulsi ini tidak dipengaruhi oleh perbandingan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.

6. Pengukuran Viskositas

Viskositas dari mikroemulsi diukur menggunakan viskotester brookfield. Viskositas berfungsi untuk melihat sifat alir dari suatu sediaan, yang merupakan suatu parameter penting dalam meneliti sifat fisik dan kestabilan suatu sediaan (Sharma, 2012).

Gambar 11. Hasil uji viskositas sediaan mikroemulsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas mikroemulsi yang dihasilkan cukup besar, berbeda dengan mikroemulsi tipe M/A maupun A/M yang memilki viskositas yang rendah. Hal ini karena surfaktan yang digunakan cukup tinggi, dimana surfaktan tween 80 memiliki viskositas yang agak kental. Selain itu, diduga karena sistem mikroemulsi tipe bikontinu yang dihasilkan memiliki sistem kubik yang memiliki viskositas tinggi dibandingkan dengan mikroemulsi tipe A/M atau M/A yang memiliki

0 100 200 300 400 500 A B C D E visk ositas ( c.P s) Formula

misel berbentuk speris yang cenderung memiliki viskositas yang rendah (Texter, 2001).

Peningkatan perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan menghasilkan viskositas mikroemulsi yang semakin tinggi seperti terlihat pada Gambar 11. Peningkatan ini menurut data analisis statistik viskositas sediaan mikroemulsi pada masing-masing formula menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0,05) untuk tiap formula. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas sediaan mikroemulsi ini dipengaruhi oleh perbandingan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.

7. Pengukuran Ukuran Droplet

Pengukuran ukuran droplet sampel mikroemulsi menggunakan

partikel size analysis dengan prinsip dynamic ligt scatering. Pengukuran ukuran droplet, distribusi ukuran droplet dan indeks polidispersi merupakan parameter penting untuk mengetahui sifat dan kestabilan serta bioavailabilitas emulsi dan mikroemulsi (Sharma, 2012). Ukuran droplet dari mikroemulsi menurut Pathan et al., (2012) adalah 10nm – 100nm.

Pengukuran dilakukan hanya terhadap formula A sebelum dan sesudah uji freeze thaw, dengan asumsi bahwa keempat formula lainnya memiliki ukuran droplet yang lebih kecil atau kurang lebih sama dengan formula A ini, hal imi karena perbandingan tween sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan yang digunakan paling kecil. Hasil pengukuran ukuran droplet mikroemulsi formula A pada siklus ke-0 dapat dilihat pada Tabel X.

Tabel X. Hasil pengukuran ukuran droplet sediaan mikroemulsi formula A pada siklus ke-0

Ukuran droplet Indeks polidispersi 28,13±5,216 0,561±0,041

Gambar 12. Grafik distribusi ukuran droplet sediaan mikroemulsi formula A

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata ukuran droplet pada formula A adalah 28,13 nm. Ukuran droplet ini masuk dalam rentang ukuran droplet mikroemulsi yaitu antara 10-100 nm. Indeks polidispersi yang dihasilkan menunjukkan nilai kurang dari 1,0; hal ini menunjukkan bahwa ukuran droplet pada mikroemulsi formula A memiliki karakteristik monodispersi (Waman, 2014). Namun, pada Gambar 12 terlihat bahwa ukuran droplet tidak terdistribusi nornal, dan condong ke arah kiri. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran droplet terpusat pada ukuran yang kecil.

C. Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi dalam kondisi ekstrim

Dokumen terkait