• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perbandingan Surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dalam formulasi sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol untuk antiaging - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh perbandingan Surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dalam formulasi sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol untuk antiaging - USD Repository"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBANDINGAN SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN PEG 400 DALAM FORMULASI SEDIAAN

MIKROEMULSI ASKORBIL PALMITAT DAN ALFA

TOKOFEROL UNTUK ANTIAGING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Elizabeth Sita Permata Sari Sucipto Putri

NIM : 108114165

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH PERBANDINGAN SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN PEG 400 DALAM FORMULASI SEDIAAN

MIKROEMULSI ASKORBIL PALMITAT DAN ALFA

TOKOFEROL UNTUK ANTIAGING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Elizabeth Sita Permata Sari Sucipto Putri

NIM : 108114165

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jangan mencari apa yang kamu takutkan melainkan carilah harapan dan impianmu. Jangan

berpikir tentang frustasimu, tetapi tentang potensi yang belum kamu kembangkan.

Perhatikan dirimu bukan pada apa yang telah kamu coba dan ternyata gagal, tetapi pada

segala sesuatu yang masih mungkin bagimu untuk melalukannya.

~ Paus Yohanes XXIII ~

Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah

firman Tuhan.

~ Yesaya 55:8 ~

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus,

Bapak dan Ibu tercinta,

Kedua Kakakku, Tia dan Vera

Kedua Keponakanku tersayang, Nathan dan Nolan

Sahabat-sahabatku,

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat, dan

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Perbandingan Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan PEG 400 dalam

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Askorbil Palmitat dan Alfa Tokoferol untuk

Antiaging” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses perkuliahan, penelitian, penyusunan dan penyelesaian

skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan doa, dukungan, semangat, saran

dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Orang tua atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, kebersamaan, kesabaran,

inspirasi, motivasi, saran, dan kritik yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Dr. T. N. Saifullah S., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan waktu, bimbingan, diskusi, kritik, dan saran kepada

penulis mulai dari proposal, penelitian, penyusunan hingga penyelesaian

skripsi ini.

4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt., selaku dosen penguji atas

kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta

(9)

viii

5. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta memberikan

pengarahan, saran, dan kritik kepada penulis.

6. Segenap Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

mengajar dan membimbing Penulis selama perkuliahan.

7. Fransisca Kristi Astuti, dan Agrifina Akardias Mahalalita sebagai teman satu

tim penelitian atas kerja sama, bantuan, dan kebersamaan selama proses

skripsi ini.

8. Hendrika Putra Hastama atas perhatian, semangat, dukungan, saran dan kritik

yang diberikan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku : Astuti Malyawati Susesanto, Marcelina Widani Amanda

Rompas, Rosalia Suryaningtyas, Eva Cristiana, Ayu Listiana, Rizki

Nugrahanto dan Candra Widiantoro atas semangat, dukungan, dan doa yang

diberikan kepada penulis.

10.Puspita Sari, Cindy Tiara Sari, Nita Rahayu dan teman-teman seperjuangan

atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama proses

skripsi ini.

11.Pak Musrifin, Pak Suparlan, Mas Agung, Mas Kunto, Pak Wagiran, Mas

Ottok, Bapak-bapak satpam dan seluruh laboran serta karyawan lain di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak membantu

penulis selama penelitian.

12.Teman-teman FST 2010 atas kebersamaannya baik selama proses perkuliahan

(10)

ix

13.Semua pihak yang telah banyak membantu selama proses skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sadar bahwa memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang farmasi.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 4

C.Keaslian penelitian... 4

D.Manfaat penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7

(12)

xi

B. Antioksidan ... 11

1. Definisi Antioksidan ... 11

2. Askorbil Palmitat Sebagai Antioksidan ... 12

3. Alfa Tokoferol Sebagai Antioksidan ... 14

4. Interaksi Askorbil palmitat dan Alfa tokoferol sebagai Antioksidan 15 C.Mikroemulsi ... 16

1. Definisi Mikroemulsi ... 16

2. Teori Pembentukan Mikroemulsi ... 17

3. Komponen Penyusun Mikroemulsi ... 19

4. Kontrol Kualitas Mikroemulsi ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

(13)

xii

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 33

1. Variabel penelitian ... 33

4. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan Mikroemulsi Hasil Percobaan Utama .. 41

5. Uji Stabilitas Fisik ... 44

6. Uji Aktivitas Antioksidan ... 45

7. Uji Iritasi ... 50

F. Analisis Hasil ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A.Percobaan Pendahuluan Basis Mikroemulsi ... 52

B. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan Mikroemulsi Hasil Percobaan Utama ... 54

1. Pemeriksaan Organoleptis dan pH ... 55

2. Pemeriksaan Tipe Mikroemulsi ... 57

3. Pengukuran Indeks Bias ... 58

4. Pengukuran Bobot Jenis ... 59

5. Pengukuran Persen Transmitansi ... 60

(14)

xiii

7. Pengukuran Ukuran Droplet ... 62

C.Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi ... 63

1. Stabilitas Organoleptis Sediaan Mikroemulsi setelah Freeze Thaw .. 64

2. Stabilitas pH Sediaan Mikroemulsi setelah Freeze Thaw... 65

3. Stabilitas Transmitansi Sediaan Mikroemulsi setelah Freeze Thaw.. 66

4. Stabilitas Viskositas sediaan mikroemulsi setelah freeze thaw ... 66

5. Stabilitas Ukuran Droplet Sediaan Mikroemulsi setelah Freeze Thaw 67 D.Aktivitas Antioksidan Sediaan Mikroemulsi ... 68

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 68

2. Penentuan Operating Time (OT) ... 69

3. Aktivitas Antioksidan Sediaan Mikroemulsi ... 71

E. Uji Iritasi Sediaan Mikroemulsi ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A.Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 82

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tingkat kekuatan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH .. 26

Tabel II. Hubungan iritation score dengan kategori iritasi ... 27

Tabel III. Formula acuan mikroemulsi ... 36

Tabel IV. Formula orientasi basis mikroemulsi ... 36

Tabel V. Formula sediaan mikroemulsi ... 40

Tabel VI. Hasil uji pendahuluan ... 52

Tabel VII. Hasil pengamatan setelah uji heating and cooling ... 53

Tabel VIII. Hasil pengamatan organoleptis dan pH sediaan mikroemulsi .... 55

Tabel IX. Hasil pengamatan indeks bias sediaan mikroemulsi ... 58

Tabel X. Hasil pengukuran ukuran droplet mikroemulsi formula A pada siklus ke-0 ... 63

Tabel XI. Hasil pengukuran ukuran droplet mikroemulsi formula A pada siklus ke-0 dan siklus ke-3 ... 68

Tabel XII. Hasil uji aktivitas antioksidan ... 72

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tipe sistem dispersi mikroemulsi ... 16

Gambar 2. Struktur DPPH radikal (1), struktur DPPH non radikal ... 25

Gambar 3. Struktur Ascorbyl Palmitate ... 27

Gambar 4. Struktur Alpha Tocopherol ... 28

Gambar 5. Struktur Polysorbate 80 (tween 80) ... 29

Gambar 6. Struktur PEG 400 ... 30

Gambar 7. Hasil uji viskositas uji pendahuluan ... 54

Gambar 8. a) Mikroemulsi yang dilarutkan dalam aquadest, (b) Mikroemulsi yang dilarutkan dalam minyak zaitun ... 57

Gambar 9. Hasil uji bobot jenis sediaan mikroemulsi ... 59

Gambar 10. Hasil uji persen transmitansi sediaan mikroemulsi ... 60

Gambar 11. Hasil uji viskositas sediaan mikroemulsi ... 61

Gambar 12. Grafik distribusi ukuran droplet sediaan mikroemulsi formula A 63 Gambar 13. Penampilan fisik seluruh formula sediaan mikroemulsi sesudah dan sebelum uji sentrifugasi ... 64

Gambar 14. Profil kurva pH sediaan mikroemulsi tiap siklus freeze thaw .... 65

Gambar 15. Profil kurva persen transmitansi sediaan mikroemulsi tiap siklus freeze thaw ... 66

(17)

xvi

Gambar 17. Grafik distribusi ukuran droplet sediaan mikroemulsi formula A

pada siklus ke-3 ... 68

Gambar 18. Profil kurva operating time askorbil palmitat, alfa tokoferol

serta campuran Askorbil Palmitat dan Alfa Tokoferol ... 70

Gambar 19. Profil kurva operating time formula A, formula B, formula C,

formula D, dan formula E ... 71

Gambar 20. Profil kurva operating time basis A, basis B, basis C, basis D,

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis Askorbil Palmitat dari CV.Privat Equipment 83

Lampiran 2. Sertifikat analisis Alfa Tokoferol dari CV. Cipta Anugerah .... 84

Lampiran 3. Sertifikat analisis Minyak zaitun dari CV. Sofa Mediteranian . 85

Lampiran 4. Sertifikat analisis Tween 80 dari PT. Brataco Chemika ... 86

Lampiran 5. Sertifikat analisis PEG 400 dari PT. Brataco Chemika ... 87

Lampiran 6. Data Pengamatan Organoleptis Sediaan Mikroemulsi ... 88

Lampiran 7. Dokumentasi Pengamatan Organoleptis Sediaan Mikroemulsi 89

Lampiran 8. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi ... 90

Lampiran 9. Hasil Pengamatan Ukuran Droplet Formula A ... 92

Lampiran 10. Analisis Statistika Sifat Fisik Mikroemulsi Menggunakan

Program R. 3.0.1 ... 94

Lampiran 11. Analisis Statistika Stabilitas Fisik Mikroemulsi Menggunakan

Program R. 3.0.1 ... 97

Lampiran 12. Perhitungan Irritation Score (IS)... 102

Lampiran 13. Pengamatan Uji Iritasi Mikroemulsi Menggunakan Metode

HET-CAM ... 103

Lampiran 14. Pengujian Aktivitas Antioksidan standar Askorbil palmitat .... 104

Lampiran 15. Pengujian Aktivitas Antioksidan standar Alfa tokoferol ... 107

Lampiran 16. Pengujian Aktivitas Antioksidan Campuran Askorbil palmitat

dan Alfa tokoferol ... 109

(19)

xviii

Lampiran 18. Pengujian Aktivitas Antioksidan Mikroemulsi Formula B ... 114

Lampiran 19. Pengujian Aktivitas Antioksidan Mikroemulsi Formula C ... 117

Lampiran 20. Pengujian Aktivitas Antioksidan Mikroemulsi Formula D ... 120

Lampiran 21. Pengujian Aktivitas Antioksidan Mikroemulsi Formula E ... 122

Lampiran 22. Aktivitas Antioksidan Basis Mikroemulsi Formula A ... 125

Lampiran 23. Aktivitas Antioksidan Basis Mikroemulsi Formula B ... 127

Lampiran 24. Aktivitas Antioksidan Basis Mikroemulsi Formula C ... 130

Lampiran 25. Aktivitas Antioksidan Basis Mikroemulsi Formula D ... 132

(20)

xix INTISARI

Sifat fisik dan stabilitas fisik mikroemulsi dipengaruhi oleh surfaktan dan kosurfaktan sebagai penyusunnya serta komposisi keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perbandingan komposisi surfaktan dan kosurfaktan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol, serta daya antioksidan dan potensi iritasinya.

Pada penelitian ini dibuat lima formula tengan perbandingan antara tween 80 : PEG 400 yaitu : 2:1, 3:1, 4:1, 5:1, dan 6:1. Seluruh formula diuji sifat fisik meliputi organoleptis, tipe mikroemulsi, bobot jenis, indeks bias, pH, transmitansi, viskositas, dan ukuran droplet. Stabilitas fisik diuji dengan metode sentrifugasi dan freeze thaw, mengamati perubahan organoleptis, pH, transmitansi, viskositas, dan ukuran droplet sebelum dan sesudah freeze thaw. Data dianalisis secara statistik menggunakan menggunakan uji ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dengan software R3.0.1.. Sediaan diuji HET-CAM untuk mengamati potensi iritasi, sementara aktivitas antioksidan diuji menggunakan metode DPPH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan tween 80 dan PEG 400 berpengaruh signifikan pada viskositas dan pH, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap organoleptis, bobot jenis, transmitansi, dan indeks bias sediaan mikroemulsi yang dihasilkan. Seluruh formula menghasilkan mikroemulsi yang stabil dan tidak mengiritasi. Sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol memiliki kemampuan antioksidan yang sangat kuat.

(21)

xx ABSTRACT

Physical properties and physical stability of microemulsion can be affected by the surfactant and the cosurfactant constituent and composition of both of them. This study aimed to investigate the effect of surfactant and cosurfactant ratio on the physical properties and physical stability of the microemulsion ascorbyl palmitate and alpha tocopherol. It also aimed to observe the antioxidants activity and irritation risk of the microemulsion.

In this study a comparison was made of five formulas between tween 80: PEG 400, the comparison are : 2: 1, 3: 1, 4: 1, 5: 1 and 6: 1. All formula were tested in terms of physical properties including organoleptic observation, microemulsion type, specific gravity, refractive index, pH, transmittance, viscosity, and droplet size. Physical stability was tested by using centrifugation and freeze thaw method, observing the changes in organoleptic parameter, pH, transmittance, viscosity, and droplet size before and after freeze thaw treatment. Data were statistically analyzed by one-way ANOVA with 95% level of confidence using the software of R3.0.1.. Irritation potential was tested by using HET-CAM method, while antioxidant activity by DPPH method.

The results showed that the increase of the ratio of tween 80 and PEG 400 increased the viscosity and pH, but gave no significant effect on the organoleptic, specific gravity, transmittance, and the refractive index of the resulting microemulsion preparation. All formulas produce stable microemulsion without any irritation risk. Moreover the microemulsion of ascorbyl palmitate and alpha tocopherol showed very strong antioxidant activity.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penuaan atau aging merupakan suatu proses fisiologis yang pasti akan

dialami oleh setiap makhluk hidup dengan kecepatan yang berbeda, dikarenakan

oleh faktor fisiologis tiap individu yang berbeda. Namun, hal ini dapat dipicu oleh

hal-hal yang berasal dari luar yang dapat menyebabkan penuaan berjalan lebih

cepat, salah satunya radikal bebas. Untuk melawan radikal bebas ini diperlukan

suatu senyawa yang memiliki daya antioksidan, seperti askorbil palmitat and alfa

tokoferol.

Vitamin E atau alfa tokoferol merupakan salah satu antioksidan utama

yang bekerja dengan memecah rantai radikal bebas di dalam membran sehingga

mengakibatkan inaktivasi radikal peroksil di sekitar membran dan dengan

demikian menghambat peroksidasi lipid. Vitamin E memiliki fungsi lain, yaitu

fotoproteksi dan melembabkan kulit (Baumann, 2009). Askorbil palmitat

memiliki aktivitas sama seperti asam askorbat yaitu merupakan antioksidan kuat

karena dapat menyumbangkan atom hidrogen dan sebagai scavenger ROS dan

RNS, efektif melawan ion radikal superoksida, dan hidrogen peroksida (Padayatty

et al., 2003). Selain itu, juga berfungsi sebagai ko-faktor biosintesis kolagen

sehingga dapat mengembalikan elastisitas kulit dan menyamarkan keriput. Kedua

vitamin tersebut memiliki kerja yang saling mendukung dalam melawan radikal

(23)

topikal memiliki masalah kestabilan dan penetrasinya menembus barier kulit,

serta kelarutannya yang sedikit berbeda.

Sediaan yang sesuai untuk memformulasikan keduanya ialah sediaan

emulsi. Namun, emulsi memiliki beberapa kelemahan diantaranya kurang mampu

untuk menghantarkan zat aktif masuk kedalam lapisan kulit karena ukuran

dropletnya yang cukup besar, hal ini kurang efektif bila digunakan untuk sediaan

kosmetik yang ditujukan untuk anti penuaan dini serta sifatnya yang tidak stabil

secara termodinamika. Perkembangan ilmu pengetahuan telah didapat suatu

bentuk sediaan yang merupakan pengembangan dari bentuk emulsi itu sendiri

yaitu mikroemulsi.

Mikroemulsi memiliki sistem isotropik yang stabil secara

termodinamika, yang terdiri dari dua fase cairan air dan minyak membentuk fase

tunggal. Mikroemulsi memiliki kelebihan diantaranya adalah dapat meningkatkan

kelarutan suatu senyawa karena dapat berperan sebagai super solven, stabil secara

termodinamika, jernih dan dapat meningkatkan penetrasi suatu senyawa.

Mikroemulsi dapat mencapai kestabilannya dengan bantuan surfaktan dan

kosurfaktan. Surfaktan dalam mikroemulsi berperan dalam menurunkan tegangan

antar muka hingga sangat rendah dan membuat energi bebas permukaan

mendekati nol. Namun, dalam kebanyakan formulasi mikroemulsi, surfaktan saja

belum mampu untuk membentuk suatu sistem mikroemulsi sehingga perlu

ditambahkan suatu kosurfaktan. Kosurfaktan berperan membantu kerja surfaktan

dalam mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan entropi dari sistem

(24)

kosurfaktan yang sering dipakai adalah tween, span, PEG, propilen glikol, dan

alkohol rantai pendek.

Surfaktan dan kosurfaktan yang dipilih dalam penelitian ini adalah tween

80 dan PEG 400. Tween 80 merupakan surfaktan yang paling sering digunakan,

selain itu, tween 80 juga memiliki nilai toksisitas yang lebih rendah dari surfaktan

lain serta tidak bersifat iritatif terhadap kulit. Selain itu, tween 80 memiliki

kandungan asam oleat sama seperti minyak zaitun yang mengandung lebih dari

50% asam oleat, persamaan kandungan asam oleat ini membuat tween 80 dapat

membentuk sistem mikroemulsi (Mahdi et al., 2011). PEG 400 dipilih sebagai

kosurfakan karena senyawa ini mampu mengurangi teganggan permukaan,

meningkatkan entropi sistem serta dapat meningkatkan kelarutan zat yang sukar

larut dalam air. Kedua bahan tersebut sering digabungkan untuk membentuk suatu

sediaan mikroemulsi yang baik dan stabil.

Mikroemulsi sangatlah kompleks dengan sistem mikrostruktur yang

dapat berubah bila terjadi sedikit penyimpangan dari formulasi yang sesuai untuk

pembentukan mikroemulsi dapat menyebabkan perubahan yang drastis dari

karakteristik fisiknya (Pathan et al., 2012). Proporsi antara surfaktan, kosurfaktan,

minyak dan air dalam sediaan mikroemulsi sangat menentukan terbentuknya

mikroemulsi yang stabil. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk

mengetahui pengaruh komposisi tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai

kosurfaktan terutama terhadap formulasi sediaan mikroemulsi untuk

menghasilkan sediaan mikroemulsi yang baik dan stabil. Penelitian pengaruh

(25)

mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol untuk antiaging diharapkan

dapat diketahui pengaruh dari perbandingan surfaktan (tween 80) dan kosurfaktan

(PEG 400) dalam menghasilkan sediaan mikroemulsi yang memenuhi syarat sifat

fisik dan stabilitas fisik dalam kondisi ekstrim penyimpanan yang baik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan

dalam penelitian sebagai berikut :

1) Apakah perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai

kosurfaktan berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan mikroemulsi askorbil

palmitat dan alfa tokoferol serta bagaimanakah pengaruhnya ?

2) Apakah perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai

kosurfaktan berpengaruh terhadap stabilitas fisik sediaan mikroemulsi

askorbil palmitat dan alfa tokoferol dalam kondisi ekstrim penyimpanan

serta bagaimanakah pengaruhnya ?

3) Apakah sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol memiliki

aktivitas antioksidan ?

4) Apakah sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol memiliki

potensi mengiritasi ?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka dari beberapa sumber yang dilakukan

(26)

80 dan kosurfaktan PEG 400 dalam formulasi sediaan mikroemulsi askorbil

palmitat dan alfa tokoferol untuk angiaging “ belum pernah dilakukan.

Penelitian terkait mengenai vitamin C dan vitamin E yang

diformulasikan sebagai sediaan mikroemulsi yang pernah dilakukan dengan :

Temperature-Sensitive Microemulsion Gel: An Effective Topical Delivery

System for Simultaneous Delivery of Vitamins C and E (Rozman et al., 2008),

serta Simultaneous absorption of vitamins C and E from topical

microemulsions using reconstructed human epidermis as a skin model

(Rozman et al., 2009).

Penelitian terkait formulasi sediaan mikroemulsi dengan minyak

zaitun, tween 80 dan PEG 400 yang pernah dilakukan adalah Design and

Characterization of Self Emulsifying Drug Delivery System of Repaglinide

(Kundarapu et al, 2013), serta Formulation Development & Characterization

of Microemulsion Drug delivery systems Containing Antiulcer drug (Jha et al,

2010).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap

ilmu pengetahuan terutama mengenai pengaruh perbandingan tween 80

sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan terhadap formulasi

dan evaluasi sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol

(27)

2. Manfaat praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan mikroemulsi anti

aging dengan zat aktif askorbil palmitat dan alfa tokoferol yang memiliki

sifat fisik dan stabilitas yang baik serta memiliki kemampuan antioksidan

dan tidak bersifat iritatif yang bermanfaat bagi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan

PEG 400 sebagai kosurfaktan terhadap sifat fisik sediaan mikroemulsi

askorbil palmitat dan alfa tokoferol.

2. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan

PEG 400 sebagai kosurfaktan terhadap stabilitas fisik sediaan mikroemulsi

askorbil palmitat dan alfa tokoferol dalam kondisi ekstrim penyimpanan.

3. Untuk mengetahui kemampuan antioksidan dalam bentuk IC50 dari sediaan

mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol.

4. Untuk mengetahui sifat iritatif sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa

(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Penuaan (Aging)

Penuaan adalah suatu proses menjadi tua, yang merupakan proses

fisiologis yang pasti akan terjadi pada semua makhluk hidup dengan kecepatan

yang berbeda, dan terjadi setelah masa pertumbuhan berhenti. Pada orang tertentu

penuaan terjadi sesuai dengan usianya sedangkan pada orang lain datangnya lebih

cepat, keadaan ini disebut penuaan dini (premature aging) (Jusuf, 2005).

Cunnningham (2003) menjabarkan proses penuaan pada kulit terjadi

dengan dua macam proses yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu :

a. Proses intrinsik (true aging, chronological aging)

Proses ini merupakan proses fisiologis yang berjalan alami seiring

dengan pertambahan usia seseorang yang disebabkan dan dipicu oleh

faktor-faktor dari dalam tubuh, seperti faktor genetik dan hormonal.

b. Proses ekstrinsik (entrinsic aging)

Merupakan proses penuaan yang berjalan lebih cepat dan

menjadikannya tidak sesuai dengan usia yang dipengaruhi oleh faktor dari

luar tubuh, seperti sinar matahari, kelembaban udara dan radikal bebas.

Proses serta mekanisme pasti terjadinya penuaan belum diketahui hingga

(29)

proses penuaan. Banyak teori penuaan yang berkembang seperti teori kerusakan

DNA, teori endokrin, teori telomer, dan teori radikal bebas.

a. Teori Kerusakan DNA

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan akibat

akumulasi kesalahan pada replikasi DNA, sehingga mengakibatkan kematian

sel (Jusuf, 2005). Mitokondrial DNA (mtDNA) yang berperan dalam

mekanisme perbaikan DNA yang rusak banyak mengalami mutasi sehingga

mekanisme perbaikan DNA yang rusak menjadi berkurang. Paparan kronis

dari UVA dapat menyebabkan delesi pada mtDNA pada fibroblast dermis

yang merupakan salah satu penyebab photoaging (Murina et al., 2012).

b. Teori Telomer

Telomer membentuk ujung kromosom dan melindungi kromosom

serta membentuk cap dari protein. Pemendekan telomer pada setiap siklus

pembelahan sel menstimulasi respon perbaikan DNA dan menyebabkan

apoptosis. Radiasi UV meningkatkan gangguan telomer yang mengakibatkan

telomer tidak dapat mengalami pemendekan sehingga proses perbaikan DNA

dan apoptosis pada sel yang rusak terganggu seperti yang terjadi pada sel

kanker (Makrantonaki et al., 2010). Namun, Murina et al., (2012)

menyatakan bahwa hilangnya kemampuan telomer bukan faktor dominan

dalam penuaan kulit.

c. Teori Endokrin

Teori ini mengatakan bahwa bertambahnya usia menyebabkan

(30)

hormon-hormon tertentu yang bertugas untuk meregenerasi sel-sel, seperti hormon-hormon

pertumbuhan, hormon estrogen serta hormon progesteron (Jusuf, 2005).

d. Teori Radikal Bebas

Teori ini merupakan teori yang paling banyak diterima sebagai

penyebab penuaan dini, karena akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam

sel. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri. Bahan

radikal bebas dalam tubuh paling banyak berasal dari oksigen yang disebut

sebagai senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS). Sebagian

diantaranya berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (●OH), radikal

peroksil (●OOH), dan ion superoksida (O2-●). Sebagian yang lain bukan

radikal, seperti singlet oksigen (1O2), hidrogen peroksida (H2O2) dan ion

hipoklorit (ClO-) (Clarkson et al., 2000).

Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi dan dapat merubah

molekul menjadi suatu radikal, sehingga menyebabkan kerusakan sel,

gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Radikal bebas ini akan merusak

enzim superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan fungsi

sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi rusak (Cunnningham, 2003).

tekanan oksidatif (oxidative stress) merupakan suatu keadaan dimana tingkat

oksigen reaktif yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen.

Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi

dengan lemak, protein, asam nukleat dan transduksi sinyal. Lipid merupakan

(31)

poly unsaturated fatty acid (PUFA) (Birben et al., 2012). Proses peroksidasi

lipid dapat menghasilkan produk yang bersifat toksik, seperti 4-HNE

(4-hidroksi -2- nonenal) yang mampu menyerang dan merubah molekul biologis

penting seperti protein dan basa DNA yang dapat mengakibatkan berbagai

gangguan dan penyakit (Nikki, 2010).

Teori radikal bebas pada penuaan menunjukkan bahwa ROS

mengaktifkan sejumlah phosphorylase-mediated kinases, yang

mengakibatkan aktivasi jalur transduksi sinyal di seluruh epidermis. Jalur

transduksi sinyal ini salah satunya adalah mitogen-activated protein kinases,

seperti p38; c-jun N-terminal kinase; dan extracellular signal-regulated

kinases, yang mengakibatkan pengaktifan kompleks activator protein 1

(AP-1) nuklear transkripsi, yang merupakan heterodimer yang terdiri dari protein

c-jun dan c-fos. AP 1 bertanggung jawab dalam aktivasi gen

metalloproteinase matriks (MMP) (Murina et al., 2012).

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah suatu zinc-dependent

endopeptidase yang terlibat dalam proses penyembuhan luka, turn over

matriks ekstraseluler, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMP mampu

menimbulkan degradasi kolagen tipe I dan III, antara lain MMP-1, MMP-8,

MMP13, 14, 15, dan 16. Namun, pada kulit hanya

MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar UV dan

yang paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan

sinar matahari. Kolagenase ini memicu kejadian proteolitik yang

(32)

keseluruhan. Matriks metalloproteinase dapat dengan segera timbul hanya

dengan dosis minimal sinar UV. Ada suatu hubungan dosis dan respon yang

ditimbulkan antara paparan UV dan induksi MMP (Murina et al., 2012).

Sinar ultra violet juga mengaktifkan nuclear factor kappa B (NF -

kB), yaitu faktor transkripsi yang mempengaruhi ekspresi berbagai protein

serta memperburuk degradasi matriks kulit dengan cara meningkatkan kadar

1 dan 9. Degradasi matriks diperburuk dengan masuknya

MMP-8 (kolagenase) dari sumber neutrofil ke dalam kulit yang terpapar sinar UV

setelah infiltrasi neutrofil (Brennan, 2003).

Selain itu, radiasi sinar UV juga menganggu ekspresi gen dari

prokolagen jenis I dan III dalam dermal fibroblas dengan 2 mekanisme.

Pertama, radiasi UV menginduksi AP-1, sehingga menghambat transforming

growth factor β (TGF-β), suatu sitokin profibrotik yang meningkatkan

transkripsi gen-gen kolagen. Mekanisme kedua adalah membuat reseptor

TGF-β tidak dapat menanggapi TGF-β dengan demikian menghasilkan lebih

sedikit prokollagen tipe I (Murina et al., 2012).

B. Antioksidan 1. Definisi antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralkan radikal bebas dengan

mendonorkan elektron, dengan demikian dapat memperlambat atau bahkan

menghambat oksidasi dan melindungi tubuh dari beragam penyakit serta

(33)

kelompok, yaitu antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Antioksidan

enzimatik berperan untuk pertahanan tubuh terhadap radikal bebas dengan

menstabilkan atau deaktifasi radikal bebas, contoh dari antioksidan enzimatik

adalah superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase, glutation

reduktase, dan thioredoxin. Antioksidan non-enzimatik yang merupakan

scavangers ROS dan RNS, contoh dari antioksidan non enzimatik adalah

glutathione, vitamin A, C dan E (Birben et al., 2012).

Menurut Noori (2012), berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan

dalam tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:

1. Antioksidan primer, antioksidan ini bekerja untuk mencegah

pembentukan senyawa radikal baru, sebelum radikal bebas ini sempat

bereaksi. Contohnya: enzim SOD

2. Antioksidan sekunder, antioksidan ini bekerja menangkap senyawa serta

mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C,

betakaroten.

3. Antioksidan tersier, antioksidan ini berkerja memperbaiki kerusakan

sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh: enzim metionin

sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

2. Askorbil palmitat sebagai antioksidan

Aktivitas antioksidan dari askorbil palmitat merupakan aktivitas dari

asam askorbat itu sendiri, karena askorbil palmitat akan dimetabolisme tubuh

dan mengalami hidrolisis sehingga akan kembali menjadi bentuk semula yaitu

(34)

2012). Asam askorbat memiliki fungsi sebagai kofaktor enzim klasik

(hydroxylatingenzymes), agen protektif (sebagai hidroksilase pada biosintesis

kolagen), dan sebagai radikal askorbil dalam reaksi dengan metal ion transisi

(Padayatty et al., 2003). Asam askorbat juga sebagai kofaktor untuk aktivitas

enzimatik hidroksilase prolyl, sebuah enzim yang menghidrolisis residu prolyl

di prokolagen, elastin, dan protein lain sebelum pembentukan triple helix,

yang diperlukan untuk sintesis kolagen (Baumann, 2009).

Asam askorbat mampu bereaksi dengan radikal bebas, mengalami

oksidasi dengan kehilangan satu elektronnya. Oksidasi yang pertama

menghasilkan radikal bebas askorbil dan kemudian membentuk asam

dehidro-L-askorbid. Hidrolisis asam dehidroaskorbat menghasilkan asam

2,3-diketo-L-glukonat dimana akan mengalami dekarboksilasi menjadi CO2. Asam

askorbat dapat bereaksi dengan zat toksik, ROS anion superoksida (O2-) dan

radikal hidroksil (OH-). Reaksi inilah yang merupakan dasar dari sebagian

besar fungsi biologis esensial asam askorbat (Thiele et al., 2007). Radikal

askorbil dapat diregenerasi dengan beberapa jalur enzimatik dan NADPH

sebagai sumber energi. Tetapi, di dalam tubuh manusia, reduksinya hanya

terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang terlah teroksidasi tidak

seluruhnya kembali (Padayatti, 2003).

Asam askorbat dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan

DNA, dengan cara : (1) Untuk lipid, misalnya Low-Density Lipoprotein

(LDL), akan beraksi dengan oksigen sehingga menjadi lipid peroksida. Reaksi

(35)

proses radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga

tidak terjadi interaksi antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya

pembentukan lipid hidroperoksida. (2) Untuk protein, asam askorbat

mencegah reaksi oksigen dan asam amino pembentuk peptida, atau reaksi

oksigen dan peptida pembentuk protein. (3) Untuk DNA, asam askorbat akan

mencegah reaksi DNA dengan oksigen akan menyebabkan kerusakan pada

DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatti, 2003).

3. Alfa tokoferol sebagai antioksidan

Vitamin E terdiri dari 2 jenis yaitu tokoferol dan tokotrineol.

Terdapat enam jenis tokoferol, α (alfa), ß (beta), γ (gama), δ (delta), ρ (eta), λ

(zeta) yang memiliki aktivitas bervariasi. Tokoferol yang memiliki aktifitas

terbesar adalah tokoferol alfa. Secara kimia, vitamin E (tokoferol) merupakan

turunan chromanol. Rantai hidrokarbon pada tokoferol berfungsi untuk

orientasi tokoferol di tempat aksinya, sedangkan bagian chromanol

memberikan sifat antioksidan dari tokoferol (Kretz et al., 2001).

Alfa tokoferol memiliki fungsi utama adalah sebagai antioksidan

alami pemecah rantai radikal bebas dan mencegah peroksidasi membran asam

lemak tak jenuh (PUFAs), karena alfa tokoferol dapat bersaing dengan radikal

peroksil lebih cepat dibanding PUFAs. Alfa tokoferol banyak digunakan untuk

mengatasi kulit kering, serta sebagai produk tabir surya (Baumann, 2009).

Riset membuktikan bahwa alfa tokoferol memberikan perlawanan terhadap

kekeringan pada kulit dengan menjadi pelembab natural pada kulit, namun

(36)

melembabkan dari vitamin E adalah dengan meningkatkan hidrasi pada kulit

atau sebagai humektan serta dengan membentuk barier lipid (Alencastre et al.,

2006).

Vitamin E dalam menjalankan fungsinya sebagai antioksidan

berubah bentuk menjadi suatu bentuk radikal semistabil, radikal tocopheroxyl.

Tidak seperti radikal bebas yang dibentuk dari PUFAs, radikal tocopheroxyl

relatif tidak reaktif sehingga dapat menghentikan proses penyebarluasan

perusakan oleh peroksidasi lipid (Fennema et al., 2004). Tocopheroxyl radikal

dapat mengalami beberapa kemungkinan reaksi, diantaranya : (1) radikal

tocopheroxyl dapat diubah kembali menjadi tokoferol melalui reaksi redoks

yang diperantarai oleh antioksidan lain seperti asam askorbat dan ubiquinon.

(2) Bereaksi dengan yang radikal tocopheroxyl lain untuk membentuk produk

non-reaktif seperti tokoferol dimer, (3) mengalami oksidasi lebih lanjut untuk

membentuk tocopherylquinone yang dapat tereduksi menjadi

α-tocopherylhydroquinone, yang dapat terkonjugasi dengan asam glukoronat

disekresikan dalam empedu, dan kemudian diekskresikan dalam feses

(eliminasi vitamin E), dan (4) bertindak sebagai prooksidan dan mengoksidasi

lipid lainnya (Rigel et al., 2004)

4. Interaksi askorbil palmitat dan alfa tokoferol sebagai antioksidan

Interaksi antar antioksidan bersifat sinergis dan mempunyai efek

saling memberi dimana satu antioksidan melindungi yang lain melawan

destruksi oksidatif. Askorbil palmitat mempunyai peran meregenerasi efek

(37)

mendonorkan atom hidrogen pada radikal tocopheroxyl yang akan membentuk

kembali bentuk aktif alfa tokoferol setelah berinteraksi dengan radikal bebas

(Fennema et al., 2004)

C. Mikroemulsi 1. Definisi Mikroemulsi

Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dan air yang secara

termodinamika stabil, transparan atau jernih yang distabilkan oleh lapisan

antarmuka dari molekul surfaktan (Pathan et al., 2012). Mikroemulsi terdiri dari

empat komponen yaitu minyak, air, surfaktan dan kosurfaktan. Terdapat tiga tipe

sistem dispersi yang dibentuk oleh mikroemulsi yaitu tipe minyak dalam air (M/A

atau O/W), tipe air dalam minyak (A/M atau W/O) dan tipe bikontinu. Tipe sistem

dispersi mikroemulsi tersebut terbentuk dipengaruhi oleh komposisi dari

komponen mikroemulsi itu sendiri (Lawrence et al., 2000). Mikroemulsi memiliki

banyak kelebihan bila dibandingkan dengan emulsi, antara lain stabil secara

termodinamika (stabil dalam jangka waktu yang lama), jernih dan transparan,

dapat disterilkan secara filtrasi, biaya pembuatan murah, mempunyai kelarutan

yang tinggi serta dapat berpenetrasi dengan baik (Pathan et al., 2012).

(38)

Menurut Muzaffar et al. (2013) pembentukan mikroemulsi harus

memperhatikan tiga kondisi penting, yaitu :

a. Pemilihan surfaktan adalah hal yang sangat penting dalam mencapai tegangan

antar muka yang sangat rendah antara minyak dan air yang merupakan syarat

utama untuk menghasilkan mikroemulsi.

b. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan jumlah molekul

surfaktan yang diperlukan untuk menstabilkan tetesan mikro yang akan

diproduksi oleh sistem mikroemulsi.

c. Sistem antarmuka harus cukup fleksibel untuk pembentukan mikroemulsi

2. Teori Pembentukan Mikroemulsi

Menurut Singh et al. (2014) terdapat tiga teori pembentukan

mikroemulsi, antara lain:

a. Teori bauran lapisan (Mixed film)

Teori ini menyatakan bahwa pembentukan mikroemulsi dapat

terjadi dengan penurunan tegangan lapisan antar muka hingga sangat

rendah (mendekati nol atau negatif). Pembentukan partikel mikroemulsi

yang spontan berhubungan dengan pembentukan suatu lapisan yang

kompleks pada antar muka minyak-air oleh surfaktan dan kosurfaktan. Hal

ini menyebabkan penurunan tegangan antar permukaan minyak-air hingga

nilai yang sangat rendah.

b. Teori kelarutan (solubilisasi)

Kelompok Shinoda dan Friberg menganggap mikroemulsi

(39)

terbentuk dari misel speris, air dan minyak. Karena surfaktan memiliki

kecenderungan untuk berkelompok membentuk misel dan konsentrasi

yang ditambahkan saat terbentuk kelompok misel yang disebut Criticall

Micell Concentration (CMC). Sifat terpenting misel adalah

kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar

larut atau sedikit larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut

solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat yang larut berasosiasi

dengan misel dari surfaktan membentuk larutan yang jernih dan stabil

secara termodinamika.

c. Teori termodinamika

Pembentukan Mikroemulsi bergantung kepada kemampuan

surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka antara tetesan minyak

dan perubahan entropi dari sistem. Teori termodinamika ini dapat dilihat

dari persamaan berikut :

∆ = ∆ − ∆

Dimana, Gf adalah energi bebas pada pembentukan mikroemulsi, γ adalah

tegangan permukaan antarmuka minyak-air, ΔA adalah perubahan luas

antarmuka pada mikroemulsifikasi, ΔS adalah perubahan entropi dari

sistem yang efektif dalam dispersi, dan T adalah temperatur.

Pada makroemulsi energi antarmuka lebih besar dari entropi

sistem dan proses pembentukannya tidak spontan, dibutuhkan energi

dalam pembentukannya yang didapat dari mixer dengan kecepatan tinggi.

(40)

meningkatkan entropi sistem dan menghasilkan nilai negatif pada energi

bebas permukaan.

3. Komponen Penyusun Mikroemulsi

a. Fase Minyak

Komponen minyak berpengaruh pada kemampuannya untuk

menembus wilayah ekor dari surfaktan. Kriteria utama untuk pemilihan

minyak adalah bahwa obat harus memiliki kelarutan yang tinggi di dalamnya

(Pathan et al., 2012).

b.Surfaktan

Surfaktan memiliki struktur bagian kepala bersifat hidrofilik dan

bagian ekor bersifat hidrofobik, menyebabkan surfaktan cenderung berada

pada antarmuka antara fase yang berbeda derajat polaritas dan membentuk

ikatan hidrogen dengan minyak dan air. Peran surfaktan dalam formulasi

mikroemulsi adalah untuk menurunkan tegangan antar muka yang akhirnya

akan memfasilitasi proses dispersi selama persiapan mikroemulsi.

Pembentukan suatu mikroemulsi dibutuhkan surfaktan dalam jumlah banyak

untuk dapat membentuk suatu mikroemulsi yang stabil, yaitu lebih dari 40%

dari total formula (Pathan et al., 2012).

Terdapat empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasi dalam larutan

air yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik (Nielloud et al, 2000).

1) Surfaktan Anionik

Surfaktan ini membawa muatan negatif pada bagian hidrofilik.

(41)

murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik

sehingga hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya

menghasilkan emulsi A/M. Contoh surfaktan ionik yaitu: Sodium lauril

sulfat; Triethanolamine; Sodium dioctylsulphosuccinate; dan sebagainya.

2) Surfaktan Kationik

Surfaktan ini mengandung muatan positif pada bagian hidrofilik.

Gugus terpenting pada surfaktan ini terdiri atas senyawa ammonium

kuartener. Surfaktan ini bersifat toksik sehingga cenderung digunakan

untuk formula krim antiseptik. Surfaktan kationik tidak dapat bercampur

dengan surfaktan anionik dan anion polivalen, serta tidak stabil pada pH

tinggi. Contoh surfaktan kationik yaitu: Cetrimide; Cetrimonium

bromida; Benzalkonium chlorida; dan Cetylpyridinium chlorida.

3) Surfaktan Amfoterik

Surfaktan ini memiliki dua sifat pada bagian hidrofiliknya,

tergantung pH sistem. Surfaktan ini bersifat kationik jika pH rendah dan

bersifat anionik jika pH tinggi. Contoh surfaktan amfoterik yaitu:

Lecithin.

4) Surfaktan Nonionik

Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan pada bagian

hidrofiliknya. Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan melarutkan

senyawa yang kurang larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh

surfaktan nonionik yaitu: Glikol dan gliserol ester; Sorbitan ester;

(42)

c.Kosurfaktan

Dalam kebanyakan kasus, surfaktan sendiri belum dapat

menurunkan tegangan antarmuka air-minyak hingga sangat rendah untuk

menghasilkan sebuah mikroemulsi. Dibutuhkan penambahan korsurfaktan

yang dapat berupa senyawa dengan molekul ampifiilik rantai pendek (seperti

etanol) ataupun surfaktan kedua (seperti polietilen glikol) untuk membuat

tegangan antarmuka mendekati nol. Kosurfaktan meningkatkan fluiditas

rantai hidrokarbon surfaktan primer, membantu untuk mengurangi tegangan

permukaan, yang meningkatkan entropi dari sistem yang mengarah ke

stabilitas termodinamika (Pathan et al., 2012). Secara luas molekul yang

dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik, alkohol,

asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina, etanol, butanol (Lawrence et al.,

2000).

4. Kontrol kualitas mikroemulsi

a. Karakteristik mikroemulsi

Menurut Muzaffar et al. (2013) terdapat beberapa uji untuk

mengetahui karakteristik mikroemulsi, antara lain:

1) Organoleptis : uji ini dilakukan untuk melihat fisik mikroemulsi secara

visual. Dalam uji ini yang diamati adalah warna, bau, pemisahan fase

dan kejernihan mikroemulsi.

2) Tipe mikroemulsi dapat diketahui dengan melakukan uji pengenceran

menggunakan fase minyak dan air yang digunakan, serta dapat

(43)

3) Ukuran droplet : pengukuran ini dilakukan untuk melihat apakah

ukuran droplet dari sediaan sudah memenuhi ukuran droplet

mikroemulsi sesuai dengan pustaka yang ada, yaitu kurang dari 100 nm.

4) Pengukuran pH : pengukuran pH dilakukan untuk melihat perubahan

pH saat awal dan akhir uji stabilitas. Pengujian ini juga dilakukan untuk

melihat apakah pH sediaan sesuai untuk kulit. Suatu sediaan topikal

harus didesain agar memiliki pH yang mirip dengan pH kulit yaitu 4,5 –

6,5, apabila melebihi batas tersebut sediaan dapat membuat kulit kering,

bila kurang dari rentang tersebut akan menimbulkan iritasi pada kulit.

5) Persen transmitansi : pengukuran persen transmitansi dilakukan untuk

mengukur kejernihan suatu mikroemulsi. Pengujian dilakukan dengan

spektrofotometer UV-Vis.

6) Indeks bias merupakan suatu nilai yang menunjukkan sifat isotropik

suatu cairan. Pengujiannya menggunakan refraktometer dan

dibandingkan dengan indeks bias aquadest (1,333).

7) Viskositas adalah suatu sifat dari fluida untuk mengalir serta dapat

untuk mengetahui jenis misel yang terbentuk. Makin kental suatu

cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan untuk digunakan supaya

cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu.

8) Potensial zeta berguna untuk menilai flokulasi yang terjadi karena

adanya muatan listrik pada partikel yang mempengaruhi laju flokulasi.

Nilai potensial zeta yang baik adalah netral, yang mengindikasikan

(44)

sistem tersebut stabil. Potensial zeta ditentukan dengan menggunakan

Zetasizer.

9) Bobot jenis berguna untuk mengetahui kerapatan partikel atau droplet

pada suatu sediaan mikroemulsi.

b. Stabilitas termodinamik

Uji stablitas adalah proses yang memakan waktu relatif lama,

sehingga uji stabilitas dipercepat lebih banyak dilakukan. Uji stabilitas

dipercepat pada mikroemulsi dapat dilakukan dengan uji sentrifugasi dan uji

freeze thaw seperti yang diungkapkan oleh Dawaba et al.(2010).

1) Uji sentrifugasi

Metode sentrifugasi digunakan untuk menginduksi dan

mempercepat ketidakstabilan yang disebabkan oleh gaya gravitasi.

kondisi penyimpanan normal dapat diprediksi dengan cepat dengan

mengamati pemisahan fase dispersi ketika mikroemulsi dikenakan

sentrifugasi. Uji sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 5000 rpm

selama 15 menit (Darole, et al., 2008).

2) Uji Heating-cooling

Uji Heating-cooling menginduksi stres dalam sistem

mikroemulsi dengan kondisi ekstrim suhu tinggi penyimpanan. Uji ini

dilakukan untuk mengamati perubahan dalam stabilitas seperti

pemisahan fase, inversi, agregasi, creaming dan cracking dari sampel

(45)

diikuti oleh 24 jam pada 40°C, siklus diulang tiga kali dan perubahan

yang terjadi dicatat.

3) Uji Freeze Thraw

Uji freeze thaw menginduksi stres dalam sistem mikroemulsi

dengan kondisi ekstrim suhu penyimpanan rendah. Uji ini dilakukan

untuk mengamati perubahan dalam stabilitas seperti pemisahan fase,

inversi, agregasi, creaming dan cracking dari sampel mikroemulsi.

Mikroemulsi disimpan pada -20°C selama 24 jam dan diikuti oleh 24

jam pada 25°C, siklus diulang tiga kali dan perubahan yang terjadi

dicatat.

D. Uji DPPH

Metode DPPH merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam

mengevaluasi aktivitas antioksidan suatu senyawa. Metode ini mudah, cepat,

akurat dan murah untuk pengujian aktivitas antioksidan suatu senyawa. Metode

DPPH menggunakan 2,2difenil-1-pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas,

yang dapat mendonorkan atom hidrogen (Marinova et al., 2011).

DPPH merupakan radikal bebas nitrogen organik yang memiliki sifat

sangat stabil, bereaksi dengan senyawa yang dapat menyumbangkan hidrogen

atom dan memiliki penyerapan maksimum UV-Vis pada 515 - 517nm. Metode ini

didasarkan pada penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan melalui reaksi

reduksi, dan dekolorisasi dari larutan DPPH dalam metanol atau etanol (Ndhlala

(46)

menyumbangkan atom hidrogen, maka akan membuat warna violet pada larutan

DPPH berkurang atau hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri

sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul

DPPH akibat adanya zat antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer

UV-Vis (Molyneux, 2004).

Spektrofotometer UV-Vis memiliki prinsip kerja penyerapan radiasi

elektromagnetik pada panjang geombang UV-Vis oleh suatu molekul yang yang

dapat menyebabkan eksitasi elektron dalam orbital molekul tersebut dari tingkat

energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi.Syarat senyawa yang dapat diukur

menggunakan spektrofotometer UV-Vis adalah mempunyai gugus kromofor dan

auksokrom dan memiliki serapan pada panjang gelombang UV-Vis

(Sastroamidjojo, 2001).

Gambar 2. Struktur DPPH radikal (1), struktur DPPH non radikal (Molyneux, 2004)

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa untuk

menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan.

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga

konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

(47)

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah

(Molyneux, 2004).

Tabel I. Tingkat kekuatan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Arianyo, 2006).

Nilai IC50 Aktivitas antioksidan

< 50 µg/mL Sangat Kuat

50-100 µg/mL Kuat

101-150µg/mL Sedang

> 150 µg/mL Lemah

E. Uji Iritasi

Iritasi kulit adalah proses peradangan pada kulit yang tidak dimediasi

oleh sistem imun dan bersifat reversibel. Pada iritasi akan terjadi perubahan kulit

yang dapat berupa eritema dan endema, dan disertai keluahan seperti gatal dan

rasa kulit seperti terbakar. Produk yang dapat mengiritasi kulit salah satunya

adalah kosmetik, dikarenakan kandungan bahan didalamnya. Uji iritasi menjadi

penting untuk menghindari terjadinya kemungkinan iritasi dari penggunaan

produk tersebut. Uji iritasi yang biasa digunakan menggunakan binatang sebagai

hewan uji, namun banyak pihak yang mengkritik dan menolaknya sehingga perlu

digunakan uji iritasi selain menggunakan hewan uji (Robinson et al., 2001).

Metode Hen’s Egg Test-Chroallontoic (HET-CAM) merupakan salah

satu uji iritasi alternatif yang mulai banyak digunakan sebagai penganti uji iritasi

dengan menggunakan binatang sebagai hewan uji. Uji HET-CAM biasa

digunakan dalam uji iritasi pada mata, namun uji ini dapat juga digunakan untuk

iritasi pada kulit pada beberapa kasus seperti penggunaan surfaktan pada kosmetik

(Bernardi et al., 2011). Kelebihan dari uji ini adalah mudah, dan dapat

(48)

CAM merupakan jaringan yang terdiri dari arteri, vena dan kapiler darah.

CAM akan memberikan respon berupa perdarahan, lisis atau koagulasi bila

terpapar bahan yang bersifat iritatif (Cazedey, et al., 2009).

Iritation Score dihitung menggunakan persamaan :

IS = x 5 + x7 + x9 (1)

(Cazedey, et al., 2009).

Keterangan :

Waktu perdarahan : waktu pertama kali terjadi perdarahan (detik)

Waktu lisis : waktu pertama kali terjadi lisis pembuluh darah (detik)

Waktu koagulasi : waktu pertama kali terjadi koagulasi protein (detik)

Tabel II. Hubungan Iritation Score dengan kategori iritasi (Cazedey et al., 2009).

Iritation Score kategori

0 – 0,9 tidak mengiritasi 1 – 4,9 iritasi lemah 5 – 8,9 atau 5 – 9,9 iritasi sedang

9 -21 atau 10 - 21 iritasi kuat

F. Pemerian Bahan 1. Askorbil Palmitat

Gambar 3. Struktur Ascorbyl Palmitate (Rowe et al., 2009)

Pemerian askorbil palmitat adalah sebagai berikut rumus molekul :

C22H38O7, askorbil palmitat praktis tidak berbau, merupakan serbuk berwarna

(49)

1 dalam 8 bagian, dalam minyak zaitun 1 dalam 3300 bagain (Rowe et al.,

2009). Sangat sukar larut dalam air (≤ 1.8 g/L at 20oC) (Aquilina et al., 2013).

Asam askorbat sangat tidak stabil dan kurang diserap ke dalam kulit, askorbil

palmitat merupakan turunan dari asam askorbat dengan sifat lebih lipofilik,

lebih stabil serta lebih mudah diserap kulit karena memiliki bagian yang

hidrofil di satu sisi dan lipofil di sisi lain (Baumann, 2009).

2. Dl-alfa Tokoferol

Gambar 4. Struktur Alpha tocopherol (Rowe et al., 2009)

Pemerian alfa tokoferol adalah sebagai berikut rumus molekul :

C29H50O2, bobot molekul 430,72, alfa tokoferol merupakan larutan berminyak

berwarna kuning jernih, kental. Alfa tokoferol larut dalam etanol 95%,

miscible dengan aseton, kloroform, eter, dan minyak natural. Praktis tidak

larut dalam air. Alfa tokoferol dapat digunakan dalam formulasi sediaan oral

maupun topikal (Rowe et al., 2009).

3. Minyak Zaitun (Olea europaea)

Minyak zaitun adalah minyak yang diambil dari buah pohon Olea

europaea. Kandungan asam lemak dalam minyak zaitun berupa asam oleat

56-85%, asam palmitat 7,5-20%, asam linoleat 3,5-20%, asam palmitooleat

<3,6%, asam starat 0,5-5%, asam lemak jenuh dengan panjang rantai kurang

dari C16 <0,1% (Stuchlik et al., 2001). Minyak zaitun mengandung beberapa

(50)

vitamin A dan E sehingga dapat menstabilkan sediaan dan minyak zaitun

sendiri terhadap oksidasi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya

(Waterman et al, 2007).

Minyak zaitun mengandung sejumlah besar asam oleat yang

merupakan asam lemak kuat yang dapat meningkatkan penetrasi. Asam oleat

juga berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam kulit, meningkatkan

aktivitas vitamin A dan E dan memulihkan sifat perlindungan dari stratum

korneum serta memulihkan kondisi kulit yang kering. Minyak zaitun banyak

digunakan sebagai shampo dan kondisioner untuk rambut, produk pembersih,

serta krim dan lotion dalam bidang kosmetik (Alvarez et al., 2000).

4. Tween 80

Gambar 5. Struktur Polysorbate 80 (tween 80) (Mahdi et al., 2011)

Polysorbate merupakan surfaktan non-ionik hidrofilik yang

mengandung 20 unit oksietilena dan digunakan sebagai emulsifying agent pada

emulsi tipe minyak dalam air. Nama kimia untuk tween 80 adalah

polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate dengan rumus kimia C64H124O26,

berbentuk cairan berminyak berwarna kuning. Tween 80 memiliki toksisitas

rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan oral dan parenteral.

Tween 80 berbentuk cairan berwarna kuning dengan bau khas lemah. Tween

80 memiliki bobot jenis 1,08 g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 larut dalam

(51)

Dalam farmasetik tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi, solubilisator,

pembasah, dan agen pensuspensi atau pendispersi (Rowe et al., 2009).

5. PEG 400

Gambar 6. Struktur PEG 400 (Rowe et al., 2009)

Polietilenglikol 400 adalah polietilenglikol H(O-CH2-CH2)n OH

dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Pemerian : cairan kental jernih, tidak

berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik.

Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam

glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter P

dan dalam hidrokarbon alifatik. Bobot molekul rata-rata : 380-420,

kandungan lembab : sangat higroskopis (sifat higroskopis turun dengan

meningkatnya bobot molekul), titik beku 4-80C (Raymond, 2006).

PEG merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering

digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi untuk meningkatkan

pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu jenis polimer

yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik apabila

ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan yang

dapat membentuk kompleks dengan berbagai obat (Sinko, 2006).

6. Aquadest

Menurut Farmakope Indonesia III, aquadest yaitu cairan jernih, tidak

(52)

air suling. Aquadest dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Fungsi

aquadest sebagai pelarut. Rumus kimia dari aquadest adalah H2O dengan berat

molekul 18,02 (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).

G. Landasan Teori

Askorbil palmitat dapat berfungsi sebagai antioksidan, kofaktor dalam

sintesis kolagen, dan bersifat fotoprotektif. Askorbil palmitat merupakan asam

askorbat dengan penambahan ester yang menjadikannya lebih stabil terhadap

oksidasi dan lebih mudah terabsorbsi. Alfa tokoferol dapat berperan sebagai

antioksidan yang bekerja dengan memecah rantai pada radikal bebas dan

melembabkan kulit. Kedua vitamin dapat bekerja secara sinergis menangkap

radikal bebas sebagai antioksidan.

Mikroemulsi merupakan sediaan yang sesuai untuk memformulasikan

askorbil palmitat dan alfa tokoferol dalam suatu sediaan topikal, karena dalam

sediaan ini dapat dicampurkan antara fase air dan fase minyak, menjadi satu fase

yang stabil secara termodinamika. Mikroemulsi memiliki bebeberapa kelebihan

dibandingkan dengan emulsi, antara lain stabil secara termodinamika, dapat

meningkatkan kelarutan dan penetrasi suatu senyawa karena ukurannya yang

sangat kecil. Sistem mikroemulsi terdiri dari fase air, fase minyak, surfaktan dan

kosurfaktan. Surfaktan berperan untuk menurunkan teggangan permukaan,

sedangkan kosurfaktan berfungsi untuk membantu kerja surfaktan agar dapat

membentuk sediaan mikroemulsi dengan menurunkan teganggan permukaan

(53)

Dalam sistem mikroemulsi jumlah surfaktan dan kosurfaktan sangat

berperan dalam pembentukan sediaan mikroemulsi yang memiliki sifat fisik dan

stabilitas yang baik, sehingga jumlahnya harus cukup tinggi untuk memfasilitasi

terbentuknya sistem mikroemulsi yaitu lebih dari 40% dalam sistem mikroemulsi

tersebut. Tween 80 merupakan surfaktan non ionik sehingga cenderung akan

membentuk mikroemulsi M/A. Tween 80 dan PEG 400 bersifat tidak toksik dan

tidak iritatif sehingga aman digunakan sebagai sediaan topikal.

H. Hipotesis

1. Peningkatan perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400

sebagai kosurfaktan akan mempengaruhi sifat fisik sediaan mikroemulsi

askorbil palmitat dan alfa tokoferol.

2. Semakin tinggi perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400

sebagai kosurfaktan maka stabilitas fisik sediaan mikroemulsi askorbil

palmitat dan alfa tokoferol akan semakin baik.

3. Sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol memiliki

kemampuan antioksidan kuat.

4. Sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol tidak memiliki

(54)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi

perbandingan tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai

kosurfaktan.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat

fisik dan stabilitas sediaan mikroemulsi, serta sifat iritatif (irritation

score) dan kemuampuan antioksidan sediaan mikroemulsi askorbil

palmitat dan alfa tokoferol (IC50).

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada

penelitian ini adalah lama dan kecepatan pengadukan pada saat

pembuatan mikroemulsi serta suhu dan lama penyimpanan.

d. Variabel pengacau tidak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali

(55)

2. Definisi operasional

a. Sediaan mikroemulsi adalah suatu sediaan mikroemulsi dengan

kandungan zat aktif askorbil palmitat dan dl-alfa-tokoferol yang dibuat

sesuai dengan formula yang tertera dalam penelitian ini.

b. Sifat fisik merupakan parameter yang digunakan untuk melihat kualitas

sediaan mikroemulsi askorbil palmitat dan alfa tokoferol yang meliputi

organoleptis, tipe mikroemulsi, pH, ukuran droplet, viskositas, indeks

bias, bobot jenis, dan persen transmitansi.

c. Stabilitas fisik adalah parameter yang digunakan utuk mengetahui tingkat

kestabilan sediaan mikroemulsi dengan melihat perubahan pH, ukuran

droplet, viskositas dan persen transmitansi yang diamati setelah sediaan

melewati setiap siklus dalam uji freeze thaw.

d. Surfactan Mix (Smix) adalah campuran tween 80 sebagai surfaktan dan

PEG 400 sebagai kosurfaktan dengan rasio perbandingan sesuai dengan

formula yang tertera dalam penelitian ini.

e. Inhibition Concentration 50 (IC50) adalah nilai konsentrasi larutan uji

yang menghasilkan penangkapan radikal DPPH hingga 50%. IC50

diperoleh dari persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan

antara konsentrasi larutan uji (sumbu x) dengan persen penangkapan

(56)

C.Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah askorbil palmitat (CV. Privat Equipment

Pharmacy), dl-alfa-tokoferol (CV. Cipta anugrah), minyak zaitun (CV. Sofa

Mediteranean), Tween 80 (PT. Brataco Chemika), PEG 400 (PT. Brataco

Chemika), aquadestilata (PT. Brataco Chemika), Etanol p.a. (Merck Milipore),

(DPPH) (Laboratorium Chemix Pratama).

D. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah alat – alat gelas (Pyrex), botol kaca,

cawan porselen, mortir dan stemper, timbangan analitik (OHAUS), magnetic

stirrer, pH meter (Hanna Instrument HI 9042 C), Piknometer, Hot plate

(Heidolph), Hand refractometer (Atago), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu

1600), Viscotester Brookfield LVDV-II+P, Particle Size Analyzer Delta Nano C

Beckman Coulter, Sentrifugator (Benchtop Centrifuge PLC-05), Freezer

(Toshiba), Lemari Pendingin (Sanken Logic Cool), Oven (Memmert)

(Laboratorium Teknologi Semisolid-liquid).

E. Tata Cara Penelitian 1. Formula Acuan Mikroemulsi

Formula acuan yang digunakan dalam pembuatan mikroemulsi

askorbil palmitat dan dl-alfa-tokoferol dapat dilihat pada tabel III. Formula

(57)

yang digunakan adalah minyak zaitun, dengan surfaktan tween 80 dan

kosurfaktan PEG 400.

Tabel III. Formula acuan mikroemulsi (Rozman et al., 2008)

Bahan Komposisi

a. Formula Orientasi Basis Mikroemulsi

Formula orientasi basis mikroemulsi yang digunakan dapat dilihat

pada tabel IV.

Tabel IV. Formula Orientasi Basis Mikroemulsi

(58)

Gambar

Gambar 19.  Profil kurva operating time formula A, formula B, formula C,
Gambar 1. Tipe sistem dispersi mikroemulsi (Wankhade et al.,2012).
Tabel I. Tingkat kekuatan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Arianyo,
Tabel II. Hubungan Iritation Score dengan kategori iritasi (Cazedey et al., 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait