• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdagangan Kategori R, Q, dan X Indonesia di Pasar Jepang

BAB 4. PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG

4.2 Kinerja Perdagangan Dan Investasi Indonesia Dengan Jepang

4.2.2 Perdagangan Kategori R, Q, dan X Indonesia di Pasar Jepang

Perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership

Agreement (IJEPA) tercantum komitmen masing-masing pihak

baik Indonesia maupun Jepang. Daftar komitmen Jepang terdiri dari kategori B, P, R, Q, dan X. Kategori B adalah kategori penurunan tariff yang pada jangka waktu tertentu disepakati produk itu akan dikenakan nol persen. Misalkan B15 berarti bahwa produk tersebut akan mengalami penurunan tariff yang akhirnya akan menjadi nol persen dalam 15 tahun setelah penandatanganan perjanjian tersebut. Kategori R adalah

kategori renegosiasi yang berarti produk ini akan

direnegosiasikan oleh kedua belah pihak setelah 5 tahun pelaksanaan IJEPA atau pada waktu review (peninjauan kembali) dilakukan. Kategori Q adalah kategori produk yang dikenakan quota. Sedangkan untuk kategori X adalah kategori produk yang dikeluarkan dari skema penurunan tarif.

Produk-produk dalam kategori “R” adalah produk dalam konsesi Jepang yang menjadi objek negosiasi dalam kurun waktu tertentu setelah implementasi, dan terbagi dalam “R1” dan “R4”. Kategori “R1” adalah tarif Bea Masuk akan dinegosiasikan kembali bersamaan dengan General Review (tahun kelima setelah implementasi). Kategori R4 adalah kategori tarif Bea Masuk akan dinegosiasikan kembali di tahun keempat setelah negosisasi. Berdasarkan identifikasi Tim Perunding IJEPA dan analisis yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian lainnya bahwa produk yang masuk dalam kategori R dan Q adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Pemetaan Kategori R dan Q berdasarkan Kementerian Pembina

Sumber: IJEPA (diolah Puska KPI dan Direktorat Kerjasama Bilateral, Ditjen KPI)

4.2.2.2 Perkembangan Perdagangan Produk R Indonesia 4.2.2.2.1 Perkembangan Produk R1

Berdasarkan data TradeMap, perdagangan Jepang dengan dunia cukup besar dan mengalami pertumbuhan yang cukup menarik. Pasar Jepang untuk produk perikanan kategori R1 sebesar USD 2.5 milyar dan tumbuh rata-rata per tahun sebesar 3.05 persen salama 2010 – 2014. Peningkatan terjadi selama 2010-2013 dengan didorong oleh kenaikan konsumsi impor ikan Jepang karena terganggunya pasokan dalam negeri akibat gempa bumi yang terjadi. Pasar impor kembali ke USD 2.5 milyar setelah pasokan dalam negeri mulai kembali bergerak sehingga konsumsi impor mulai menurun.

Gambar 4.3. Perkembangan Perdagangan Jepang, Indonesia, dan Ekspor Indonesia ke Jepang untuk Produk Perikanan Kategori R1 Sumber: TradeMap (diolah Puska KPI)

Jepang bukanlah pasar untuk produk ikan Indonesia yang masuk dalam R1 ini. Konsumsi Jepang mengalami kenaikan dan ekspor Indonesia ke dunia juga mengalami kenaikan. Tetapi ekspor Indonesia ke Jepang justru menurun sebesar 9.02 persen rata-rata per tahun selama periode 2010-2014. Penurunan ekspor ke Jepang juga diikuti dengan penurunan pangsa pasar Indonesia untuk produk ini di pasar Jepang. Pangsa pasar Indonesia di Jepang menurun dari 8.97 persen di tahun 2010 menjadi 6.91 persen di tahun 2014.

Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat

mengharapkan Indonesia dapat memperoleh bea masuk nol persen untuk produk kategori R1 ini. Pernyataan yang sama juga diekspresikan oleh pengusaha tuna Indonesia di Bali dan asosiasi tuna longfine Indonesia. Kepentingan Indonesia sangat

jelas bahwa keringanan tarif secara preferensi akan mendorong keunggulan kompetitif Indonesia di Pasar Jepang.

Sementara produk makanan minuman dalam kategori R1

yang menjadi binaan Kementerian Perindustrian juga

merupakan pasar yang besar di Pasar Jepang. Jepang mengimpor USD 7.1 milyar di tahun 2014 dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 4.64 persen. Pasar Jepang ini cenderung memiliki fluktuasi yang sama dengan pasar produk perikanan dengan pola pemulihan konsumsi yang sama.

Gambar 4.4. Perkembangan Perdagangan Jepang, Indonesia, dan Ekspor Indonesia ke Jepang untuk Produk Makanan Minuman Kategori R1 Sumber: TradeMap (diolah Puska KPI)

Indonesia belum mengarahkan potensi pasokannya ke pasar Jepang secara optimal. Indonesia mengekspor ke dunia sebesar USD 1.7 milyar di tahun 2014 tetapi hanya mengekspor USD 51 juta ke Jepang. Jepang masih memasang bea masuk sebagai alat proteksi untuk produk Indonesia.

Pertumbuhan ekspor Indonesia cukup meningkat dan jauh lebih tinggi dari pertumbuhan pasar. Ekspor Indonesia ke

Jepang untuk produk makanan minuman pada kategori R1 ini sebesar 21.54 persen rata-rata per tahun selama 2010 – 2014. Pertumbuhan ekspor ke Jepang untuk produk ini jauh lebih besar daripada pertumbuhan ekspor Indonesia ke dunia.

Gambar 4.5. Perkembangan Perdagangan Jepang, Indonesia, dan Ekspor Indonesia ke Jepang untuk Produk Pertanian Kategori R1 Sumber: TradeMap (diolah Puska KPI)

Pasar produk pertanian Jepang untuk kategori R1 ini cukup besar dan tumbuh selama lima tahun terakhir ini. Impor Jepang dari dunia sebesar USD 5.4 milyar dengan pertumbuhan rata-rata 0.1 persen per tahun selama 2010-2014. Namun, puncak pertumbuhan terjadi pada tahun 2011 karena gempa sangat mempengaruhi pasokan produk pertanian dalam negeri sehingga impor cenderung meningkat cukup signifikan di tahun 2011. Konsumsi produk impor mulai menurun ketika pasokan produksi dalam negeri meningkat di tahun 2012 hingga 2014.

4.2.2.2.2 Perkembangan Produk R4

Indonesia belum melakukan aktivitas ekspor ke Jepang untuk produk pertanian yang termasuk dalam R4 yang menjadi binaan Kementerian Pertanian. Produk pertanian dalam kategori R4 ini dapat dinegosiasikan untuk dimasukkan dalam proses liberalisasi IJEPA sehingga Indonesia memiliki kesempatan untuk mendapatkan konsesi dari pihak Jepang. Indonesia sangat berkepentingan untuk mendapatkan konsesi ini.

Untuk kategori R4 ini, Indonesia mengekspor ke dunia sebesar USD 89 ribu di tahun 2014 dengan pertumbuhan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 36.14 persen per tahun selama 2010-2014. Sementara pasar Jepang sangat besar untuk produk ini dengan yang mengalami tren yang cenderung negatif. Pasar Jepang hanya mencapai USD 31 juta di tahun 2014 dengan pertumbuhan negatif sebesar 0.81 persen per tahun selama 2010-2014.

Indonesia belum mengekspor ke Jepang selama 2010-2014 untuk HS 220720 (Ethyl alcohol and other spirits,

denatured, of any strength). Pasar Jepang untuk produk ini

merupakan pasar yang kecil dan cenderung mengalami pertumbuhan negatif selama 5 tahun terakhir ini. Produk minuman keras memang diproteksi oleh Jepang di dalam IJEPA ini sehingga renegosiasi dalam review ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh konsesi.

Namun untuk HS 220710 (Undenaturd ethyl alcohol of an

alcohol strgth by vol of 80% vol/higher), Indonesia berhasil

mengekspor USD 14 juta ke Jepang di tahun 2014 dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 4.25 persen. Sementara pasar Jepang cukup besar dengan tingkat

pertumbuhan yang cukup tinggi. Impor Jepang untuk HS ini sebesar USD 462 juta dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5.26 persen per tahun selama 2010-2014. Indonesia sangat berpotensi memasuki pasar Jepang karena ekspor Indonesia ke dunia cukup besar dan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.

4.2.2.2.3 Perkembangan Produk Q

Perkembangan perdagangan produk Q memang menarik. Indonesia telah meminta tarif kuota untuk HS 0803.00 (fresh

pineapple) sebesar 0% in quota 10.000 MT/year. Jepang juga

memberikan tariff kuota untuk HS 0804.30 (Weighing less than

900g as a whole, not peeled, whether or not crowned) sebesar

0% in quota 3.000 MT/year (less than 2000g). Indonesia belum melakukan aktivitas ekspor sama sekali selama 5 tahun terakhir ini tetapi potensi ekspor Indonesia masih sangat besar. Indonesia juga mengalami ekspor yang menurun selama 5 tahun terakhir ini untuk produk sorbitol (HS 290544).

BAB 5. ANALISIS COST DAN BENEFIT INDONESIA JAPAN ECONOMIC

Dokumen terkait