• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teori

3.1.1. Perdagangan Luar Negeri sebagai Pendorong Pertumbuhan

Klasik percaya bahwa perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan kuat terhadap pembangunan ekonomi. Alasan yang dikemukakan adalah untuk meningkatkan pembangunan perlu dilakukan fokus pada kegiatan ekspor, terutama produk sektor industri yang disebut sebagai export promotion. Peningkatan ekspor membuka peluang bagi perolehan devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barang-barang konsumsi, bahan baku dan penolong serta barang-barang kapital. Strategi ini dikenal dengan strategi kebijakan

substitution import. Berdasarkan teori perdagangan, dengan melakukan

perdagangan internasional dapat menimbulkan transfer knowledge yang dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan input, sehingga akan mempercepat pembangunan ekonomi (Hogendorn, 1996; Cyper and Dietz, 1997) dalam Parningotan (2000).

Peranan perdagangan luar negeri terhadap pembangunan ekonomi telah dilihat oleh ahli ekonomi pembangunan di mana mereka sepakat bahwa ekspor dapat dijadikan mesin bagi pertumbuhan ekonomi. Alasan yang mendasari adalah: (1) ekspor dapat menyebabkan penggunaan penuh sumber-sumber domestik sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage), (2) ekspor dapat memperluas pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, (3) ekspor merupakan sarana untuk mengadopsi idea atau pengetahuan dan teknologi baru,

(4) ekspor mendorong mengalirnya modal dari negara-negara maju ke negara- negara sedang berkembang, (5) ekspor merupakan salah satu cara efektif untuk menghilangkan perilaku monopoli, dan (6) ekspor dapat menghasilkan devisa.

Dunn dan Mutti (2004) menjelaskan bahwa, sumberdaya sebuah negara dapat mengalami pertumbuhan misalnya angkatan kerja meningkat karena pertumbuhan penduduk, atau kapital stok fisik bertumbuh melalui net investasi. Pertumbuhan faktor ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan yang berarti kapasitas negara untuk berproduksi sedang naik. Pertumbuhan yang terjadi ini kemudian akan berinteraksi dengan kondisi permintaan dalam negeri dan luar negeri menentukan efek akhir pada output, termasuk kegiatan perdagangan yaitu ekspor dan impor, danterm of trade.

Bilamana semua faktor produksi negara bertumbuh pada tingkat yang sama dan semua industri mengalami constant return to scale dan teknologi tidak mengalami perubahan, maka pertumbuhan kapasitas ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan dalam proporsi yang sama dan disebut sebagai pertumbuhan yang netral. Jika pada kondisi ini,term of tradenegara tidak mengalami perubahan dan elastisitas income of demanduntuk kedua barang sama dengan satu maka sebuah negara akan terus memproduksi kedua komoditi yang diperdagangkan dalam proporsi yang sama sehingga baik impor makanan dan ekspor pakaian negara tersebut akan meningkat sebanding dengan kenaikan output atau pertumbuhan ekonomi. Namun, jika permintaan negara tersebut untuk makanan (komoditi yang diimpor) meningkat lebih dari pada proporsi kenaikan

income, maka ekspor dan impor negara tersebut juga akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding proporsi kenaikan output, yang berarti

pertumbuhan bias kepada perdagangan. Sebaliknya jika elastisitas income untuk makanan adalah inelastic maka pertumbuhan ekonomi dikatakan tidak memberikan pengaruh yang kuat pada pertumbuhan perdagangan (Zhang, 2008; Dunn dan Mutti, 2004).

Pertumbuhan ekonomi yang tercipta tidak selamanya memberikan dampak menguntungkan bagi sebuah negara. Feenstra (2002) dan juga Dunn dan Mutti (2004) menjelaskan kasus di mana pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak memberikan keadaanbetter off bagi negara melainkan keadaan worse off.Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan dalam term of trade negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi mendorong adanya peningkatan ekspor yang mana peningkatan ekspor mendorong penurunan dalam term of trade sehingga penurunan harga ini menyebabkan penurunan dalam konsumsi yang menunjukkan bahwa masyarakat mengalami worse off dibanding keadaan sebelumnya. Kondisi ini disebut sebagai "pertumbuhan immiserizing" dan sering terjadi pada negara- negara berkembang yang mengekspor produk-produk primer dan mengimpor produk-produk manufaktur dari negara-negara industri maju.

Hubungan positif antara ekspor dan produksi dalam negeri dapat juga dijelaskan dengan kurva permintaan agregat (AD) dan kurva penawaran agregat (AS) seperti yang dijelaskan pada Gambar 6 (Tambunan, 2001b). Gambar 6 menjelaskan bahwa, jika negara tidak melakukan perdagangan luar negeri, maka barang dan jasa yang ditawarkan di dalam negeri seluruhnya merupakan produksi dalam negeri. Dalam kondisi ekuilibrium, permintaan agregat sama dengan penawaran agregat (AD dan AS berpotongan di titik E0, dengan harga P0 dan kuantitas Q0). Apabila produksi dalam negeri meningkat, sehingga penawaran

meningkat ke AS1, sementara permintaan tetap pada AD0, maka terjadi kelebihan penawaran Q0- Q1 yang mengakibatkan harga turun ke P1. Keadaan yang sama akan terjadi, jika penawaran agregat meningkat akibat impor, terutama barang- barang konsumsi.

Sebaliknya jika terdapat permintaan luar negeri, maka kelebihan produk di pasar dalam negeri dapat diserap oleh pasar luar negeri. Karena ekspor adalah bagian dari permintaan agregat sehingga kurva AD bergeser ke AD1. Terjadi ekulibrium pada E1, di mana harga tetap tetapi output yang terjual meningkat. Peningklatan output terjual berarti terjadi peningkatan perekonomian di dalam negeri melalui peningkatan pertumbuhan output dari 0Q0 menjadi 0Q2 dibandingkan dengan kondisi output sebebelumnya yang dikenal dengan sebutan

vent for surplus.

Sumber : Tambunan (2001b)

Berbagai bukti empiris dijelaskan para peneliti tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional. Parningotan (2000)

Gambar 6. Analisis Pengaruh Positif Ekspor terhadap Pertumbuhan Output P (Harga) AD1 AD0 E0 AS0 P2 P0 P1 0 Q0 Q1 Q2 Q (Output) AS1 E2 E1

menjelaskan, bahwa dengan berbagai metode yang digunakan oleh para peneliti di setiap negara untuk menguji hubungan antara perdagangan internasional dengan pertumbuhan ekonomi, hasilnya dapat saja berbeda, yakni hasil analisis dapat saja positif dan juga negatif. Teknik untuk mengidentifikasi peranan penting dari pedagangan internasional adalah dengan memperhatikan keefektipan promosi ekspor (outward – looking strategy) dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Strategi ini dilakukan dengan cara meningkatkan ekspor produk-produk manufaktur, dan tetap mempertahankan ekspor komoditi primer. Bilamana jenis dan jumlah komoditi ekspor dapat ditingkatkan berarti penurunan ekspor dalam produk primer akan dapat diantisipasi. Hal ini menunjukkan adanya keuntungan dinamis yang dapat dicapai di mana keuntungan tersebut akan mendorong terciptanya inovasi yang dapat meningkatkan skala ekonomi (economies of scale) yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan kinerja makroekonomi.

Sinha (1999) telah melakukan studi tentang trade balance(ekspor-impor) untuk menggambarkan Export-Led Growth (ELG). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa promosi ekspor memberikan kontribusi yang penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Balassa (1989) menemukan bahwa, dampak perdagangan internasional khususnya yang didukung oleh strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor, akan mendorong penggunaan sumberdaya menjadi semakin efisien, sedangkan untuk negara-negara yang menerapkan strategi industrialisasi yang berorientasi ke dalam, memiliki keterbatasan dalam meningkatkan pertumbuhan ekspor (Tambunan, 2001).

Perluasan ekspor merupakan faktor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Secara teoritis, berbagai argumentasi telah

dikemukakan untuk menjustifikasi hipotesis Export Led-Growth. Pada sisi permintaan dapat dikatakan bahwa pencapaian pertumbuhan permintaan tidak cukup dilakukan dalam pasar domestik saja yang sangat terbatas. Tetapi harus dilakukan juga permintaan di pasar luar negeri atau ekspor, karena melalui pasar ekspor, berarti penjualan komoditi hampir tidak terbatas, sehingga tidak menimbulkan restriksi pada pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan. Dengan demikian ekspor dapat menjadi penyangga pertumbuhan pendapatan sebagai komponen dari permintaan agregatif (Agosin,et. al, 2010).

Dari perspektif penawaran, perluasan ekspor dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan dalam total factor produktivity (TFP), karena perluasan ekspor dapat meningkatkan spesialisasi sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif, dan menyebabkan realokasi sumberdaya dari sektor tertentu ke sektor ekspor yang lebih produktif dan menjadi efisien. Pertumbuhan ekspor dapat meningkatkan produktivitas melalui skala ekonomi yang lebih besar (Helpman and Krugman, 1985).

Pertumbuhan ekspor dapat mempengaruhi TFP melalui efek yang dinamis terhadap kemakmuran ekonomi. Pertumbuhan ekspor secara tidak langsung dapat mempengaruhi jumlah devisa yang tersedia, yang dapat dipergunakan untuk peningkatan impor barang-barang kapital (Riezman, et. al, 1996). Peningkatan impor barang-barang kapital selanjutnya akan mendorong pertumbuhan output dan ekspor melalui peningkatan produktivitas, dan kemudian pertumbuhan ekonomi, dimana pengetahuan dan teknologi telah terkandung (embodied) dalam alat-alat dan mesin (Chen dan Kee, 2005).

3.1.2. Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Industri Manufaktur

Dokumen terkait