• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ekspor produk pertanian dan industri manufaktur terhadap kinerja makroekonomi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh ekspor produk pertanian dan industri manufaktur terhadap kinerja makroekonomi Indonesia"

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP KINERJA

MAKROEKONOMI INDONESIA

SAIMUL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan disertasi saya yang berjudul :

PENGARUH EKSPOR PRODUK PERTANIAN DAN INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI

INDONESIA

Merupakan gagasan saya atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

SAIMUL

(3)

ABSTRACT

SAIMUL. Effect of Agricultural Products Exports and Manufacturing Industry on Indonesia’s Macroeconomic Performance. (MANGARA TAMBUNAN as Chairman, RINA OKTAVIANI and MUHAMMAD FIRDAUS as Members of the Advisory Committee).

Exports of agricultural products and manufacturing are the prime exports of Indonesia compared with other exports, and is expected to continue increasing its role in the national economy. But in reality, they faced many obstacles, making difficult to improve the role both agricultural exports and manufacturing toward Indonesia's macroeconomic performance. Until now, the development of agricultural export performance is relatively slow, even stagnant, while the development of manufacturing industry export have decreased, although they have a large role to non-oil and gas exports. Therefore, this research was conducted to uncover problems that occur in both of exports. The research done using the quarterly time series data (1990.1 - 2009.4), and the approach of analysis using Vector Error Correction Model (VECM). The result of this research showed that the influence of agricultural products export, non agro industry, and agro industry on Indonesia’s macroeconomic performance are positive, but it’s relatively small for short and long term. Meanwhile, if it is viewed from its ability to explain the variability in the performance of macroeconomic variables, the agricultural export have a relatively greater ability than export of non agro and agro industry.

(4)

RINGKASAN

SAIMUL. Pengaruh Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia. (MANGARA TAMBUNAN sebagai Ketua, RINA OKTAVIANI, dan MUHAMMAD FIRDAUS, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor pertanian dan industri manufaktur merupakan sektor yang menjadi sumber unggulan ekspor Indonesia dibandingkan dengan sumber ekspor lainnya, dan diharapkan dapat terus meningkatkan peranannya dalam perekonomian nasional. Namun dalam perjalannya masih banyak hambatan yang dihadapi, sehingga yang terjadi sampai saat ini adalah sulitnya meningkatkan peranan kedua sektor terhadap kinerja makroekonomi Indonesia. Perkembangan Kinerja Sektor pertanian hingga kini relatif lambat, bahkan cenderung satgnan, sementara sektor industri manufaktur walaupun berperan besar dalam perekonomian nasional, tapi pertumbuhannya lambat dan cenderung menurun. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan persoalan yang terjadi pada kedua sektor tersebut melalui (1) menganalisis pengaruh ekspor produk pertanian, ekspor agro, dan nonagro industri pada kinerja makroekonomi Indonesia, (2) mendiskripsikan perkembangan ekspor pertanian, ekspor industri manufaktur, dan kinerja makroekonomi Indonesia, dan (3) merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja makroekonomi Indonesia. Hasil penelitian ini dapat diketahui sektor mana yang menjadi sumber utama dalam menentukan kinerja makroekonomi Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtut waktu triwulan (1990.1 – 2009.4), pendekatan metode analisis yang digunakan adalah Vector Error Correction Model(VECM).

Hasil analisis menunjukan bahwa, baik pengaruh ekspor produk pertanian, ekspor agro, dan nonagro industri pada kinerja makroekonomi Indonesia adalah positip, namun pengaruh tersebut masih relatif kecil. Dilihat dari kemampuannya dalam menjelaskan variabilitas variabel kinerja makreoekonomi, maka ekspor produk pertanian memiliki pengaruh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan ekspor agro non agro industri. Hal ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menjelaskan setiap variabel kinerja makroekonomi, yakni PDB, net ekpor, inflasi, dan nilai tukar. Hampir semua variabel kinerja makroekonomi dapat dijelaskan dengan baik oleh ekspor produk pertanian, dan secara rata-rata besaran kontribusi ekspor pertanian terhadap kinerja makroekonomi adalah paling besar, kemudian ekspor nonagro, dan ekspor agro industri.

Persoalan di sektor produksi industri manufaktur, walaupun mampu menciptakan nilai tambah tapi jika dilihat dari pertumbuhan nilai tambahannya selama kurun waktu analisis cenderung menurun dari rata-rata sebesar 11.16 persen sebelum krisis menjadi rata-rata sebesar 4.5 persen pada saat setelah krisis. Persoalan lain pada sektor industri manufaktur selain bersumber dari lingkungan domestik, juga kandungan impor yang sangat tinggi. Dari berbagai permasalahan tersebut menyebabkan produk Indonesia kurang memiliki daya saing, baik di pasaran dalam maupun di pasaran luar negeri.

(5)

yang bersumber dari ekspor pertanian dan ekspor non agro. Sehingga upaya peningkatan perannya dimasa yang akan datang harus dilakukan, karena bahan baku dari agro industri lebih besar bersumber dari produk pertanian dalam negeri.

(6)

@Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan karya ilmiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut

Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

PENGARUH EKSPOR PRODUK PERTANIAN DAN

INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP KINERJA

MAKROEKONOMI INDONESIA

SAIMUL

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Luckytawati Anggraeni, M.Si

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Prof. Dr.Ir. Noer Azam Achsani, M.Sc

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1. Prof (riset). Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS

Peneliti Utama pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) 2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Sc

(9)

Judul Disertasi : PENGARUH EKSPOR PRODUK PERTANIAN DAN INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Saimul Nomor Pokok : A.546010061

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Muhammad Firdaus, MSi, Ph.D

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

KATA PENGANTAR

Ungkapan rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena karunia dan kasih sayangNya, maka saya memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk menyelesaikan disertasi berjudul : Analisis Pengaruh Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur pada Kinerja Makroekonomi Indonesia. Sangat terasa bagi penulis bahwa dibalik usaha keras dan doa yang penulis lakukan selalu terdapat pertolongan Allah, karena berbagai hambatan dalam proses panjang yang dilalui, penyelesaian disertasi terus berlanjut hingga pada akhirnya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang telah mewujudkannya dalam karya tulis disertasi.

(11)

1. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan pemahaman kepada penulis tentang ruang lingkup dan arah penelitian ini. Juga bimbingan dalam fokus teori yang sesuai dengan topik masalah, serta memberikan berbagai aspek penting untuk dibahas hingga penyajian hasil penelitian. Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan atas segala perhatian dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani,MS selaku anggota komisi pembimbing yang dengan keikhlasan telah membantu penulis dalam hal perumusan masalah, cara penulisan yang benar, dan prosedur-prosedur untuk mengatasi berbagai kesulitan dalam analisis data, serta hal-hal yang berkaitan dengan dorongan semangat untuk penyelesaian disertasi ini. Ucapan terimakasih atas semua arahan yang telah menyadarkan penulis ingin menyelesaikan disertasi ini dengan baik.

3. Muhammad Firdaus, Msi, Phd. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam hal substansi masalah dan tujuan penelitian, hasil-hasil pengolahan data, dan pengukuran variabel yang lebih mendalam. Sehingga temuan-temuan dari hasil penelitian yang lebih baik dapat terungkap. Ucapan terimakasih atas semua masukan yang telah mendorong penulis untuk lebih giat lagi belajar dan menggali secara lebih dalam dan menyajikannya didalam disertasi ini.

(12)

dan tepat waktu. Satu hal yang sangat penulis cermati, walaupun penulis sendiri belum mampu untuk mengikutinya dengan baik, yakni “jangan menunda-nunda pekerjaan” kerjakan semaksimal mungkin, lalu pasrah kepada Tuhan. Nasehat dan dorongan semangat yang sungguh mendidik penulis untuk membangun diri dan bersikap sebagai seorang pendidik dan harus ada prioritas. Berkat berbagai dorongan tersebut telah memberikan semangat penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang telah membekali ilmu kepada penulis selama kuliah S3.

Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan pengetahuan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

2. Rektor Universitas Lampung, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan beserta staf yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti studi program doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(13)

4. Karyawan sekretariat program studi EPN, ibu Suryani Falatehan, ibu Ruby, dan lainnya, yang telah banyak membantu kelancaran studi saya, dengan sabar dan tulus, mereka ini telah berbuat baik kepada setiap mahasiswa dan dosen program studi ilmu ekonomi pertanian.

5. Tak lupa ucapan terima kasih dan dengan rasa hormat sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua (Alm), semua saudara dan keluarga besarku yang lama menanti penyelesaian studi ini. Terima kasih atas kasih sayang dan doa yang senantiasa diberikan kepadaku.

6. Kepada keluargaku yang tercinta, dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada istriku Rosmala Dewi dan kedua anakku Almira Ardelia dan Alline Fidelia yang telah sabar dan setia menanti penyelesaian studi ini. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, pengorbanan, harapan, dan doa yang telah diberikan kepadaku.

7. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalas semua kebaikan dari berbagai pihak di atas di dunia dan di akhirat, amiin.

Bogor, Februari 2012

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mesir Bahuga, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung pada tanggal 18 September 1960 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Razak (alm.) dan Ibu Mas Natun (alm.). Penulis menikah dengan Rosmala Dewi pada tahun 1989 dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Almira Ardelia dan Alline Fidelia.

Pendidikan Tingkat atas penulis selesaikan di SMA Negeri II Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tahun 1980. Penulis melanjutkan ke Pendidikan Sarjana (S1) pada jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung di Bandar Lampung dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1990, penulis memperoleh bantuan dana pendidikan Beasiswa dari Bank Dunia (UNDP) untuk melanjutkan pendidikan (S2) pada Program Kajian Kependudukan, Universitas Indonesia Jakarta dan lulus tahun 1993. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan dana pendidikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

(15)

Walaupun hidup ini sebentar, tapi kita harus bermakna bagi sesama. Untuk bermakna, kita harus berjuang keras dan berdoa, maka Tuhan akan bersama kita, amiin

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN... xxiii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Permasalahan... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 24

1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 24

1.5. Keterbatasan Penelitian... 25

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 27

2.1. Peran Penting Perdagangan Luar Negeri ... 27

2.2. Teori Keuntungan Perdagangan Luar Negeri ... 28

2.3. Perdagangan Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi... 31

2.3.1. Efek Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perdagangan... 32

2.3.2. Memburuknya Term of Trade dan Pertumbuhan Immiserizing. 35 2.4. Export-Led Growth ... 40

2.5. Peranan Teknologi dalam Perdagangan ... 41

2.6. Pengaruh Perdagangan Luar Negeri terhadap Makroekonomi ... 43

2.7. Review Studi-Studi Terdahulu... 44

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 63

3.1. Kerangka Teori. ... 63

3.1.1. Perdagangan Luar Negeri sebagai Pendorong Pertumbuhan Ekonomi ... 63

3.1.2. Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Industri Manufaktur... 69

3.1.3. Fungsi produksi Agregat ... 72

3.2. Kerangka Model. ... 77

3.2.1. Teori Vector Autoregression ... 77

(17)

3.2.1.2. Pengujian Stasioneritas... 83

3.2.1.3. Uji Kointegrasi ... 86

3.2.1.4. Impulse Response dan Variance Decomposition ... 86

3.2.2. Mekanisme Keterkaitan antar Variabel Penelitian ... 88

3.2.3. Model Umum VECM ... 89

IV. METODE PENELITIAN... 91

4.1.Sumber Data dan Variabel... 91

4.2. Identifikasi dan Pilihan Variabel Penelitian ... 92

4.2.1. Identifikasi Variabel ... 92

4.2.2. Pilihan Variabel Penelitian ... 95

4.3. Model Analisis VAR... 98

4.4.Spesifikasi Model VECM... 99

4.5. The Impulse Response Function ... 106

4.6. The Forecast Error Variance Decomposition... 107

4.7. Proses Pengujian dan Estimasi Model ... 107

4.7.1. Uji Stasioner Data... 107

4.7.2. Uji Lag Optimal Vector Autoregression ... 108

4.7.3. Uji Kointegrasi dan Error Correction Model... 110

4.7.4. Impulse Response Function... 112

4.7.5. Forecast Error Variance Decomposition ... 113

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA ... 115

5.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 115

5.2. Perkembangan Makroekonomi Struktural... 116

5.3. Perkembangan Kesempatan Kerja ... 120

5.4. Daya Saing Produk ... 123

5.5. Perkembangan Perdagangan Luar Negeri ... 124

5.5.1. Perkembangan Ekspor Indonesia... 125

5.5.2. Perkembangan Impor Indonesia ... 129

VI. PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR DAN PERTANIAN.... 133

6.1. Kinerja Sektor Industri Manufaktur ... 133

(18)

6.1.2. Kontribusi Sektor Industri Manufaktur... 134

6.1.3. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah... 138

6.1.4. Perkembangan Ekspor Manufaktur Indonesia ... 140

6.1.5. Perkembangan Investasi di Sektor Industri Manufaktur ... 145

6.1.6. Permasalahan yang Terkait dengan Ekspor Manufaktur ... 146

6.2. Kinerja Sektor Pertanian ... 155

6.2.1. Pentingnya Pertanian ... 155

6.2.2. Perkembangan Sektor Pertanian ... 156

6.2.3. Kontribusi Sektor Pertanian... 157

6.2.4. Perkembangan Investasi di Sektor Pertanian... 159

6.2.5. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian .... 162

6.2.6. Kontribusi Pertanian terhadap Penerimaan Devisa... 163

6.2.7. Keragaman Ekspor Komoditas Pertanian ... 165

6.2.8. Permasalahan Perdagangan Luar Negeri Pertanian ... 169

6.2.9. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur ... 177

VII. PENGARUH EKSPOR PRODUK PERTANIAN DAN INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI... 183

7.1. Hasil Pengolahan dan Estimasi Sistem Persamaan... 183

7.1.1. Hasil Uji Stasioner ... 183

7.1.2. Hasil Uji Ordo VAR ... 185

7.1.3. Hasil Uji Kausalitas Granger ... 186

7.1.4. Hasil Uji Koentegrasi dan VECM ... 186

7.1.5. Penggunaan Teknik IRF dan Teknik FEVD ... 188

7.2. Hubungan Ekspor dengan Kinerja Makroekonomi ... 189

7.3. Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi Indonesia terhadap Guncangan Ekspor Produk Pertanian dan Manufaktur ... 193

7.3.1. Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi atas Guncangan Ekspor Non Agro Industri... 193

7.3.2. Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi terhadap Guncangan Ekspor Produk Pertanian ... 197

7.3.3. Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi terhadap Guncangan Ekspor Agroindustri ... 202

(19)

7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Makroekonomi

Indonesia ... 208

7.4.1. Pengaruh Guncangan Ekspor Pertanian dan Manufaktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia... 209

7.4.2. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Net Ekspo ... 211

7.4.3. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Inflasi di Indonesia. ... 213

7.4.4. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Manufaktur pada Nilai Tukar Rp terhadap Dolar Amerika ... 214

7.4.5. Ringkasan Efektivitas Pengaruh Guncangan Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia... 216

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, SARAN ... 219

8.1. Kesimpulan ... 219

8.2. Implikasi Kebijakan ... 225

8.3. Saran Penelitian Lebih Lanjut ... 228

DAFTAR PUSTAKA... 229

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut

Penggunaannya Tahun 1993 – 2009 ... 8

2. Ratio Perdagangan Luar Negeri (Ekspor + Impor) terhadap PDB riil Indonesia Tahun 1995-2009 ... 11

3. Nilai Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Ekonomi Tahun 1996 – 2009... 17

4. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Konstan 1993 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993 – 2009 ... 20

5. Ringkasan Studi terdahulu tentang Ekspor-Led growth ... 58

6. Variabel, Ukuran, Simbol, dan Sumber Data... 92

7. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Hargan Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993 – 2009 ... 116

8. Struktur Ekspor Non Migas Indonesia Menurut Sektor Tahun 1993-2009 ... 127

9. Komposisi dan Perkembangan Ekspor Menurut Negara dan Wilayah Tujuan, Tahun 2000 - 2009 ... 128

10. Perkembangan Komposisi Impor Menurut Negara Asal dan Wilayah, Tahun 2000 - 2009 ... 130

11. Penggolongan Industri Menurut ISIC Dua Digit ... 133

12. Pertumbuhan Kesempatan Kerja, Nilai tambah Industri Manufaktur, dan Ekspor Industri Manufaktur, Tahun 1993-2009... 138

13. Ekspor Hasil-Hasil Industri Manufaktur Non Migas ... 142

14. Peringkat Daya Saing Industri Non MIgas Dunia Tahun 2000-2009 ... 149

15. Struktur Biaya Produksi Produk Manufaktur... 152

16. Peranan Masing-Masing Kredit Investasi Perbankan dalam Rupiah dari Investasi Total Menurut Sektor Ekonomi Tahun 1995-2009 ... 161

17. Nilai Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 1993-2009 ... 167

18. Hasil Uji Stasioner Variabel Penelitian ... 184

19. Hasil Estimasi Hubungan Jangka Pendek antara PDB dan BOT dengan Ekspor Pertanian, Ekspor Non Agro, Ekspor Agro ... 192

20. Ringkasan Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi atas Guncangan Perdagangan Luar Negeri Pertanian dan Industri Manufaktur dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang ... 206

(21)

22. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian dan

Industri Manufaktur terhadap Perkembangan Net Ekspor Indonesia ... 212 23. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan

Industri Manufaktur terhadap Perkembangan Net Ekspor Indonesia ... 213 24. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan

Industri Manufaktur pada Nilai Tukar Rupiah per Dolar Amerika ... 216 25. Ringkasan Pengaruh Ekspor Pertanian dan Ekspor Manufaktur pada Kinerja

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan Netral di Negara Kecil ... 33 2. Efek Permintaan pada Volume Perdagangan ketika Pertumbuhan Netral

danTerm of Tradetetap ... 34 3. Kasus Pertumbuhan Immiserizing denganTerm of TradeMenurun ... 36 4. Pertumbuhan Immiserizing Negara A... 37 5. Pertumbuhan Ekonomi Bias ke Kain dan ke Gandum... 43 6. Analisis Pengaruh Positip Ekspor terhadap Pertumbuhan Output ... 66 7. Kerangka Pemikiran Teoritis Keterkaitan dan Efek antara Pertumbuhan

Ekonomi, Perdagangan Luar Negeri Sektor Pertanian dan Sektor

Industri ... 76 8. Pertumbuhan Ekonomi Riil Indonesia, Tahun 1993 – 2009 ... 115 9. Perkembangan Distribusi Konsumsi, Ekspor, dan Impor terhadap

PDB atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 1993 - 2009 ... 118 10. Pola Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Kesempatan

Kerja, Tahun 1993 – 2009... 122 11. Pertumbuhan Industri Manufaktur, Sektor Pertanian, dan Pertumbuhan

Ekonomi Riil, Tahun 1993-2009... 136 12. Kontribusi Nilai Ekspor Pertanian, Industri Manufaktur, dan Pertambangan

terhadap Total Ekspor Non Migas, Tahun 1993-2009 ... 143 13. Perkembangan Kredit Investasi di Sektor Pertanian dan Sektor Industri,

Tahun 1995-2009 ... 145 14. Distribusi Relatif Pertanian, Industri Manufaktur, dan Pertambangan

terhadap PDB atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 1993 –2009 ... 158 15. Perkembangan Kredit Investasi Perbankan ke Sektor Pertanian dalam

Rupiah dan Valuta Asing, Tahun 1993 – 2009 ... 160 16. Kontribusi Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Sektor Industri

Manufaktur terhadap Total Kesempatan Kerja ... 163 17. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Pertanian selama dari,

Tahun 1993-2009 ... 164 18. Pengaruh Ekspor Industri Manufaktur nonagro terhadap Variabel

(23)

19. Pengaruh Ekspor Pertanian terhadap Variabel-variabel Ekonomi

Makro Indonesia ... 198 20. Pengaruh Ekspor Agroindustri terhadap Variabel-variabel Ekonomi

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(25)

1.1.Latar Belakang

Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan indikator makroekonomi yang menjadi target untuk dicapai tahun berjalan. Indikator makroekonomi yang menjadi sasaran utama untuk dicapai adalah pertumbuhan ekonomi, karena dianggap pertumbuhan ekonomi menjadi titik sentral bagi perkembangan kegiatan perekonomian secara menyeluruh. Bila tercipta pertumbuhan ekonomi, mengindikasikan bahwa berbagai sisi kegiatan ekonomi mengalami peningkatan sehingga dicapai tingkat produksi dan aktivitas yang lebih tinggi. Keadaan ini sekaligus mengatasi masalah utama pembangunan yaitu pengangguran.

Djojohadikusumo (1994) menyatakan jika terjadi pertumbuhan ekonomi yang optimal, berarti aktivitas perekonomian akan meningkat yang ditandai dengan kenaikan pemanfaatan sumber daya dan dana yang tersedia. Salah satu ciri optimalisasi pada proses pertumbuhan adalah terkait dengan fungsi kesejahteraan masyarakat.

(26)

Indonesia pernah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada akhir tahun 1980-an hingga tahun 1996. Namun menjelang akhir tahun 1997 hingga awal tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi dan keuangan. Kondisi tersebut membuat proses pembangunan ekonomi terasa terhenti, bahkan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada tahun 1998 (Tambunan, 2002). Semenjak krisis tersebut dirasakan sangat sulit untuk mengembalikan kondisi perekonomian seperti pada masa sebelum krisis yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan tinggi diberbagai sektor ekonomi, tingkat pengangguran yang relatif rendah, serta tingkat inflasi yang cukup terkendali, walaupun dilihat dari distribusi pendapatan kurang memuaskan.

Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di Indonesia menunjukkan adanya pengaruh perkembangan global terutama di bidang keuangan, investasi, dan perdagangan. Hal ini juga memperlihatkan adanya ketergantungan kita pada perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang dolar Amerika Serikat yang telah dijadikan sarana transaksi dalam perdagangan antar negara.

(27)

internasional yang telah disepakati bersama. Di sisi lain kebijakan tersebut harus mendukung pertumbuhan ekonomi di dalam negeri terutama sektor riel, sehingga dapat mempercepat masa recovery dari keterpurukan akibat krisis ekonomi yang telah berlangsung semenjak tahun 1997.

Seperti diketahui bahwa walaupun era perdagangan bebas yang diterapkan oleh negara-negara maju melalui kesepakatan APEC pada tahun 2010, kemudian akan diikuti oleh negara-negara berkembang pada tahun 2020. Akan tetapi blok perdagangan regional ASEAN melalui kesepakatan AFTA, perdagangan bebas telah dimulai sejak tahun 2003. Era perdagangan bebas adalah era persaingan, oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produktivitas dan efisiensi di setiap sektor terutama yang menunjang peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar dunia.

(28)

Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri dari kebijakan perdagangan ekspor dan kebijakan perdagangan impor. Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari fungsi pemerintah di sektor perdagangan seperti fungsi trade advocacy, market penetration, dan market acces.

Perdagangan bebas merupakan tantangan baru dalam perekonomian internasional dan diperkirakan dengan adanya perdagangan bebas suatu kegiatan perekonomian akan mampu mendorong laju peningkatan pendapatan perkapita masyarakat pada setiap negara yang terlibat. Peningkatan pendapatan per kapita di kawasan Asia Pasifik terutama pada negara-negara di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, adalah akibat perdagangan bebas di kawasan tersebut. Perdagangan bebas pada kawasan ini telah membuka peluang bisnis lebih besar khususnya bagi bisnis produk komoditi pertanian dan produk industri manufaktur.

Komoditi ekspor pertanian, misalnya hasil-hasil perkebunan merupakan salah satu produksi sub-sektor pertanian yang dapat dikembangkan menjadi sektor andalan untuk pendapatan devisa bagi negara dan sekaligus dapat digunakan sebagai upaya untuk pemberdayaan ekonomi rakyat. Optimalisasi sumber daya harus dilakukan dengan efisien agar kuantitas dan harga produk yang dihasilkan mampu bersaing, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri.

(29)

tidak maka persoalan ini akan terus menghambat kemajuan sektor industri pada umumnya hingga masa datang karena kurang mampu bersaing. Akibatnya bukan saja terjadi peningkatan penggunaan devisa untuk impor produk, tetapi yang lebih utama adalah akan mendesak usaha produksi di Indonesia sehingga menjadi pasar atau konsumen produk negara lain di negeri sendiri.

Diperkirakan bahwa dengan diberlakukannya perdagangan bebas, perubahan dalam perekonomian akan berlangsung lebih cepat sesuai dengan semakin bebas dan besarnya aktivitas ekonomi. Kondisi ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi berbagai sektor pembangunan pada negara-negara yang tergabung dalam kesepakatan perdagangan bebas termasuk Indonesia.

Perdagangan yang semakin bebas menuntut banyak hal agar produk yang dihasilkan mampu bersaing baik dari segi kualitas maupun harga produk yang dipasarkan. Pada sisi lain dengan semakin luasnya pilihan konsumen, maka produk yang akan diterima oleh pasar hanya yang berkualitas dan harga bersaing. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan efisiensi produksi dengan mengoptimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang ada.

(30)

perdagangan internasional mempunyai peranan yang sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional.

Pendapat di atas telah banyak dibuktikan oleh para peneliti di berbagai negara, misalnya (Anyamele, 2000) di Nigeria, (Hachicha, 2003) di Tunisia, (Francis, 2003) di Caribean, (Yusop, 2001) di Malaysia. Secara umum hasil-hasil penelitian tersebut berkesimpulan, bahwa peningkatan ekspor dapat secara langsung mendorong ke arah pembangunan ekonomi melalui peningkatan produksi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun peningkatan produksi barang-barang untuk ekspor. Selanjutnya kenaikan ekspor akan menambah perolehan devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barang-barang modal dan bahan-bahan baku yang digunakan untuk meningkatkan produksi dan ekspor lebih lanjut. Di samping itu, melalui perdagangan luar negeri juga akan menghasilkan transfer pengetahuan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi.

(31)

berbagai faktor seperti nilai tukar, tingkat inflasi, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Dalam teori makroekonomi (Mankiw, 2000) menyebutkan bahwa terdapat beberapa komponen yang terkait dengan pembentukan gross domestic product

(GDP) yang dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi suatu negara, seperti investasi, konsumsi, dan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor). Oleh karena itu kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah hendaknya selalu berusaha untuk menciptakan suatu kondisi agar beberapa komponen GDP dapat dijadikan motor penggerak bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Salah satu komponen yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi adalah bersumber dari perdagangan luar negeri.

(32)

Berdasarkan laporan dari Bank Indonesia (2006), sebelum terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1993 - 1996 lebih disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan kontribusi terhadap PDB rata-rata sekitar 60 persen, keadaan ini terjadi baik berdasar harga berlaku maupun menurut harga konstan tahun 1993. Setelah terjadi krisis ekonomi, kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDB ternyata terus meningkat dengan pangsa rata-rata lebih dari 62 persen, sedangkan peranan investasi relatif kecil, sekitar 20 persen dari total PDB, sementara di sektor luar negeri peranan ekspor terus meningkat dari rata-rata 27 persen sebelum krisis menjadi rata-rata 37 persen, demikian pula impor juga meningkat dari 25 persen menjadi sekitdar 30 persen dari total PDB (Tabel 1.).

Persoalan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didominasi oleh besarnya peranan pengeluaran konsumsi masyarakat sebenarnya manfaatnya lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran investasi maupun perdagangan luar negeri.

Tabel 1. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Penggunaannya Tahun 1993 – 2009

(%)

Jenis Pengeluaran 1993 1996 1998 1999 2002 2005 2007 2009

Pengel Konsumsi RT 58.52 62.07 69.09 71.72 61.17 60.45 61.66 57.35

Pengel Pemerintah 9.02 7.64 7.13 7.12 7.63 7.45 7.8 8.99

Pembentukan Modal 26.23 31.06 24.87 20.19 20.73 21.32 22.28 23.42

Perubahan Inventori 3.2 0.82 -2.49 -2.54 0.69 2.41 1.05 -0.04

Ekspor 26.75 27.82 36.59 24.22 37.82 41.01 42.2 42.81

Impor -23.72 -29.41 -35.19 -20.71 -28.04 -32.64 -34.99 -32.54

PDB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun 1994-20010 (data diolah)

(33)

yang luas, sehingga dapat menciptakan kenaikan pendapatan dan tabungan masyarakat. Terlebih lagi jika peningkatan pengeluaran konsumsi disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang bersifat inflatoar, misalnya melalui kebijakan fiskal, maka dalam jangka menengah dampak dari kebijakan tersebut justru dapat menurunkan produksi di berbagai sektor.

Dengan menggunakan alat analisis computable general equilibrium

(CGE), Oktaviani (2001) telah melakukan penelitian dan menemukan bahwa, jika pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang bersifat kenaikan harga sumber daya, misalnya kenaikan harga BBM, listrik, telepon, dan PPN, maka dalam jangka pendek akan menjadi sumber inflasi, dan dalam jangka menengah atau panjang akan berdampak negatif terhadap produksi sektor pertanian maupun sektor industri manufaktur. Dengan menurunnya produksi pada sektor-sektor tersebut, jelas mengakibatkan penurunan pertumbuhan kesempatan kerja. Di samping itu juga dapat berdampak terhadap perdagangan luar negeri terutama produk untuk ekspor karena akan menurunkan daya saing produk di luar negeri.

(34)

konsumsi rumah tangga 58 persen, sementara kontribusi investasi mulai tahun 2005 hinggga tahun 2009 juga meningkat, walaupun kenaikannya agak lambat.

Dari gambaran latar belakang di atas, perlu untuk dilakukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai pentingnya perdagangan luar negeri, terutama terhadap peranan ekspor komoditi pertanian dan ekspor manufaktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan di Indonesia, maupun kinerja makroekonomi yang lebih luas di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagai negara yang menganut sistim ekonomi terbuka, perdagangan luar negeri yang terdiri dari ekspor dan impor sangat penting peranannya dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Dari ekspor dapat dihasilkan pendapatan devisa yang menjadi salah satu sumber penerimaan untuk pembiayaan impor. Kegiatan impor dilakukan, karena penguasaan teknologi masih sangat terbatas, sehingga untuk meningkatkan proses pertumbuhan, sarana produksi berupa barang-barang modal dan bahan baku sebagian besar masih harus diimpor.

(35)

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Fenomena ini menggambarkan besarnya ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap perdagangan luar negeri.

[image:35.595.105.520.442.677.2]

Untuk melihat secara empiris peranan perdagangan luar negeri terhadap perekonomian, menurut (Yusop, 2001) dapat dilihat dari rasio ketergantungan antara penjumlahan ekspor dan impor terhadap PDB riil. Untuk kasus Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Kolom terakhir Tabel 1, memberikan gambaran bahwa ketergantungan PDB riil terhadap perdagangan luar negeri secara kuantitatif masih relatif kecil jika dibandingkan dengan kondisi di negara Malaysia. Akan tetapi Indonesia sebagai ekonomi terbuka negara kecil, secara kualitatif pengaruhnya sangat besar terhadap perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu yang menjadi masalah adalah sejauh mana sektor perdagangan luar negeri dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Tabel 2. Ratio Perdagangan Luar Negeri (Ekspor+Impor) terhadap PDB Riil Indonesia Tahun 1997-2009

Tahun

PDB Riil1 Ekspor2 Impor2 Rasio

Ketergantungan

(Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar) (%)

( a ) ( b ) ( c ) [(b + c)/a]

1997 383792.00 45418.00 40628.70 0.22

1998 413798.00 49814.90 42928.50 0.22

1999 433246.00 53443.60 41679.80 0.22

2000 376375.00 48847.60 27336.90 0.2

2002 397666.00 62124.00 33514.80 0.24

2003 411132.00 56320.90 30962.10 0.21

2005 444547.00 61058.30 32550.70 0.21

2006 467664.00 72164.50 46524.50 0.25

2007 493295.00 85661.10 57703.90 0.28

2008 554266.00 85797.10 84021.70 0.31

2009 581980.00 77483.20 71437.40 0.26

Sumber : Badan Pusat Statistik, Tahun 1998-2010

Keterangan : 1PDB atas Harga Konstan Tahun 1993 dengan Migas

2

Ekspor dan Impor Barang termasuk Migas.

(36)

dengan melakukan perdagangan, produksi nasional dapat ditingkatkan. Sedangkan produksi yang hanya dipasarkan di dalam negeri sangat terbatas.

Sebagaimana dikemukakan oleh Kindleberger dan Lindert (1983), bahwa dengan dibukanya hubungan dagang dengan luar negeri, akan memberikan pengaruh terhadap perekonomian dalam negeri baik pengaruh terhadap konsumsi, pengaruh terhadap produksi, maupun pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat. Pengaruh terhadap konsumsi berarti bahwa, dengan adanya hubungan perdagangan dengan negara lain, maka masyarakat dapat mengkonsumsi barang lebih banyak daripada sebelum ada perdagangan dengan luar negeri.

Perdangan luar negeri memiliki pengaruh terhadap sektor produksi di dalam negeri. Karena dengan perdagangan luar negeri dapat menimbulkan spesialisasi produksi bagi masing-masing negara yang memiliki keunggulan komparatif. Sehinggga dapat meningkatkan volume perdagangan dari masing-masing negara. Sekalipun demikian spesialisasi produksi tidak berarti hanya terpusat pada peningkatan suatu komoditi tertentu saja, tapi setiap negara juga akan menambah jenis produk yang diperdagangkan (diversifikasi produk).

(37)

Peningkatkan pendapatan riil masyarakat akibat perdagangan luar negeri menjadi salah satu sumber dana untuk investasi. Sehingga dengan meningkatnya investasi dapat meningkatkan produksi dan pertumbuhan ekonomi. Inilah inti dari pengaruh perdagangan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui proses peningkatan produksi dan investasi. Namun yang menjadi pertanyaan adalah berapa persen kenaikan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perdagangan luar negeri.

Menurut Adam Smith dalam (Sukirno, 2000), perdagangan luar negeri berarti memperluas pasar bagi produk-produk dalam negeri yang semula hanya terbatas dipasarkan di dalam negeri saja. Sehingga dengan adanya perdagangan luar negeri sumber-sumber daya yang potensial (tanah, tenaga kerja, investasi, dan sumberdaya alam) dapat ditingkatkan penggunaannya. Sehingga konsep vent for surplusdapat diartikan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat terdorong melalui perdagangan luar negeri yang lebih luas.

(38)

tersebut, akan meningkatkan produktivitas. Di samping itu peningkatan produktivitas terjadi karena proses produksi dan perdagangan berlangsung terus menerus (learning by doing process), sehingga pada akhirnya perdagangan luar negeri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui peningkatan produksi dan peningkatan investasi.

Namun bagi Indonesia memiliki pengalaman yang berbeda dengan konsep di atas. Karena walaupun investasi PMA yang masuk pada tahun 1990-an cukup banyak, namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Karena yang terjadi adalah ketergantungan yang sangat tinggi terhadap impor bahan baku dan barang-barang modal termasuk industri pengolahan yang padat karya. Ketergantungan tersebut akibat dari tidak diciptakannya suplai domestik, peralihan teknologi yang sangat terbatas, proses peningkatan kemampuan perusahaan-perusahaan lokal dalam pengembangan produk, serta membangun jaringan pemasaran sangat lambat. Kemampuan lain yang tidak tercipta di Indonesia adalah tidak memiliki industri berteknologi menengah yang dapat menciptakan produk antara, sehingga dalam melakukan ekspor barang hasil pertanian tertentu, belum mampu menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, misalnya karet alam, produk ekspornya tidak dapat diterima langsung di negera Jepang, sehingga Indonesia hanya mampu mengekspornya ke Singapura, kemudian Singapura melakukan ekspor ke Jepang.

(39)

perkembangan ekspor dan impor (perdagangan luar negeri) akan mengalami fluktuasi. Seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (2004), bahwa setelah Indonesia mengalami krisis menjelang akhir tahun 1997, total ekspor Indonesia cenderung berfluktuasi hingga tahun 2003. Kondisi tersebut terjadi baik terhadap ekspor non migas mapun terhadap ekspor migas. Penerimaan dari ekspor mengalami penurunan mencapai titik terendah pada tahun 1998 dengan laju pertumbuhan ekspor -8.6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Perkembangan ekspor di atas sangat erat kaitannya dengan perkembangan nilai tukar rupiah terutama terhadap dolar Amerika. Selama tahun 1998 kurs nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga mencapai level Rp 11.592 per dolar yang terjadi pada triwulan kedua tahun 1998. Di samping nilai tukar dollar Amerika serikat, perdagangan luar negeri juga erat kaitannya dengan tingkat inflasi di dalam negeri yang juga dapat menentukan perkembangan perdagangan luar negeri, baik ekspor maupun impor. Apabila di dalam negeri terjadi inflasi yang tinggi, berarti akan menurunkan efisiensi produksi di dalam negeri. Sehingga daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri menurun, akibatnya nilai ekspor juga akan mengalami penurunan, di lain pihak impor akan meningkat, karena harga barang-barang impor tertentu menjadi lebih murah dibandingkan dengan di dalam negeri.

(40)

Karena kondisi ini dirasakan lebih menguntungkan menjual produknya di dalam negeri. Di samping itu yang menjadi penyebab lainnya diperkirakan karena menurunnya impor barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat domestik, baik untuk barang-barang konsumsi, bahan baku penolong, maupun barang-barang modal. Akibatnya kapasitas produksi dalam negeri yang menggunakan input-input dari impor juga menurun, sehingga penawaran ekspor juga mengalami penurunan. Kondisi seperti ini tidak sejalan dengan teori, karena biasanya jika inflasi di dalam negeri tinggi maka impor akan cenderung meningkat.

Membaiknya kondisi perekonomian Indonesia tahun 2000, ternyata pada tahun 2001 ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan hingga mencapai 7.76 persen dibandingkan tahun 2000. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh naiknya tingkat inflasi hingga mencapai 12.58 persen. Penurunan ekspor ini, terutama ekspor non migas Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi produksi nasional yang cenderung tidak kompetitif di pasaran luar negeri, karena biaya produksi di dalam negeri masih relatif tinggi. Daya saing Indonesia pada tahun 2002 merosot hingga ke peringkat 47 dari urutan sebelumnya ke 39.

(41)

tahun dari sebelumnya rata-rata 8.03 persen. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama terhadap USD, di samping itu juga disebabkan oleh penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walaupun demikian jika dilihat dari peranan masing-masing golongan komoditas impor terhadap total impor Indonesia selama periode tahun 1993 sampai tahun 2002, maka Impor bahan baku penolong rata-rata memiliki kontribusi sebesar 74.1 persen per tahun, sedangkan barang modal memiliki kontribusi rata-rata sebesar 19.2 persen per tahun, dan barang-barang konsumsi rata-rata sebesar hanya 6.7 persen per tahun Tingginya pengeluaran untuk permintaan impor untuk bahan baku penolong di Indonesia, menunjukkan bahwa industri dalam negeri sangat tergantung pada bahan baku dari luar negeri.

Tabel 3. Nilai Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Ekonomi Tahun 1993– 2009

(Juta US $)

Tahun Barang

Konsumsi

Bahan Baku/ Penolong

Barang

Modal Jumlah

1993 2805.9 30469.7 9652.9 42928.5

1994 2166.3 30229.5 9284.0 41679.8

1996 1917.7 19611.8 5807.4 27336.9

1997 2468.3 18475.0 3060.0 24003.3

1998 2718.7 26018.7 4777.4 33514.8

1999 2251.2 23879.4 4831.5 30962.1

2000 2650.2 24227.5 4410.9 31288.9

2003 2862.8 25496.3 4191.5 32550.7

2005 4620.5 44792 8288.4 57700.9

2007 2539.1 56454.7 11449.6 74473.4

2008 8303.7 99492.7 21400.9 129197.3

2009 6752.6 69638.1 20438.5 96829.2

Sumber : Badan Pusat Statistik, Indikator Ekonomi, Tahun 1992-2011.

(42)

mencerminkan masih berjalannya kebijakan substitusi impor di Indonesia. Impor bahan baku dan barang modal untuk sektor pertanian adalah pupuk dan pestisida.

Kebijakan perdagangan melalui substitusi impor tersebut menurut Krugman dan Obstfeld (2000) tidak akan menyebabkan negara-negara tersebut menjadi maju, bahkan pendapatan perkapita tidak akan meningkat. Sedangkan menurut Gillis, et al. (1992) bahwa kebijakan substitusi impor adalah merupakan substitusi produk dalam negeri dengan produk impor yang merupakan produk industri manufaktur. Kebijakan ini merupakan strategi yang mencakup peningkatan impor untuk komoditi tertentu, terutama yang belum mampu sepenuhnya diproduksi di dalam negeri seperti impor teknologi, manajemen, dan kapital yang digunakan untuk sarana produksi baik oleh industri lokal maupun asing yang melakukan investasi di Indonesia, dan menjalankan kebijakan proteksi dengan mengenakan hambatan tarif dan kuota impor untuk melindungi industri lokal yang diberi kesempatan untuk berkembang pada awal produksi industri tersebut berproduksi.

Strategi kebijakan substitusi impor dan sistim proteksi yang diterapkan menyebabkan kegagalan perkembangan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kegagalan tersebut akibat dari pemberian fasilitas dan perlindungan yang berlebihan, dan cenderung padat modal, sehingga kurang menyerap tenaga kerja dan bahkan menghambat perkembangan industri kecil yang justru banyak menyerap tenaga kerja.

(43)

umumnya menjadi kurang berkembang, akibat kebijakan perdagangan luar negeri terhadap produk industri manufaktur yang cenderung protektif, walaupun jika digabungkan dengan komoditas lain termasuk migas perkembangan neraca perdagangan Indonesia selalu positif.

Melihat pengalaman Indonesia yang kurang berhasil dalam menerapkan strategi substitusi impor, maka badan-badan dunia IMF, World Bank telah menyarankan agar Indonesia menerapkan strategi promosi ekspor. Strategi ini justru berusaha untuk menghilangkan berbagai hambatan terhadap perdagangan luar negeri, baik terhadap ekspor maupun impor. Di lain pihak impor akan menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Dengan demikian perkembangan ekspor dan impor, baik di sektor pertanian maupun di sektor industri manufaktur, akan ditentukan oleh kebijakan suku bunga di dalam negeri, dan suku bunga sangat berpengaruh terhadap produksi di dalam negeri, yang berarti akan mempengaruhi kinerja makroekonomi Indonesia.

(44)

Dilihat dari pola perkembangan bentuk lain, pertumbuhan ekonomi juga dapat dilihat dari distribusi PDB berdasarkan sektor yang mencerminkan adanya perubahan dalam struktur perekonomian Indonesia, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4. Dari Tabel 4, nampak bahwa setelah tahun 1993 kontribusi sektor pertanian menunjukkan kecenderungan menurun, namun secara absolut terus meningkat dan sektor industri pengolahan cenderung meningkat, sehingga memang telah terjadi transformasi ekonomi dari periode sebelumnya. Jika Tabel 4 dikelompokkan kedalam tiga sektor, yaitu sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier, maka sektor tersier cenderung meningkat dengan

share yang relatif lebih besar dibandingkan dengan sektor primer dan sektor sekunder. Perkembangan sektor sekunder dan sektor tersier diperkirakan sangat dipengaruhi oleh arus globalisasi sehingga perkembangan kedua sektor tersebut lebih cepat dibandingkan dengan sektor primer. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya perdagangan mata uang asing, aliran barang yaitu melalui ekspor dan impor, serta aliran modal sehingga mendorong pertumbuhan kedua sektor tersebut lebih cepat.

Tabel 4. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993 – 2009

(%)

Lapangan Usaha 1993 1995 1998 2000 2007 2008 2009

Pertanian 17.88 15.42 17.28 17.13 14.54 14.56 14.53

Pertambangan 9.55 9.12 9.93 9.72 9.29 9.59 9.53

Industri Pengolahan 22.3 24.71 25.22 26.11 28.1 28.39 28.43 Listrik. Gas. Air Bersih 1.00 1.18 1.48 1.61 0.69 0.57 0.54

Konstruksi 6.83 7.96 5.59 5.81 5.91 5.86 5.86

Perdagangan. H dan R 16.77 16.79 16.04 15.84 16.38 16.66 16.69

Pengangkutan 7.05 7.18 7.17 7.06 6.29 5.85 5.86

Keuangan dan Real E 8.5 8.79 7.52 6.92 9.46 9.41 9.46

Jasa-Jasa 10.12 8.85 9.77 9.8 9.34 9.11 9.10

PDB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

(45)

Dari perkembangan berbagai sektor di atas. menurut Siregar (2002) dengan menggunakan model error corection (ECM). dalam jangka panjangshare

sektor pertanian akan terus menurun dan akan mencapai keseimbangan pada kisaran 11 persen. sharesektor industri sekitar 21 persen. dan sektor perdagangan meningkat mencapai 43 persen. serta share sektor lainnya sebesar 25 persen.

Meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan yang merupakan bagian dari sektor tersier atau jasa adalah disebabkan oleh perkembangan ekspor dan impor yang terjadi selama kurun waktu tiga puluh tahun terakhir. Sampai awal tahun 1980-an ekspor Indonesia masih didominasi oleh minyak dan gas bumi (migas). baru setelah tahun 1985 peranan ekspor non migas menjadi dominan. hal ini disebabkan oleh adanya deregulasi dan debirokratisasi yang memacu terjadinya kenaikan kredit perbankan termasuk kredit ekspor. dan mulai masuknya arus modal dari luar negeri sehingga di samping ekspor non migas. impor non migas juga terus meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat.

Perdagangan luar negeri yang terkait dengan ekspor dan impor sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Dari ekspor dapat dihasilkan pendapatan devisa. di samping akan menentukan nilai tukar rupiah di dalam negeri. juga menjadi salah satu sumber penerimaan untuk pembiayaan impor. Di samping ekspor. impor juga berperan penting dalam kegiatan pembangunan di Indonesia. Karena sarana produksi sebagian besar masih diimpor. terutama bahan baku/penolong. barang modal. dan teknologi yang belum dapat atau belum cukup diproduksi di Indonesia.

(46)

dibidang perdagangan luar negeri antara lain sebagai berikut : (1) Kebijakan Inpres No.4 Tahun 1985 tentang penurunan tarif jasa pelabuhan, (2) paket kebijakan 6 Mei 1986 tentang upaya peningkatan daya saing kawasan berikat. dan fasilitas bea masuk, (3) paket kebijakan 15 Januari 1987 tentang penyederhanaan penurunan dan pembebasan tarif impor, (5) paket kebijakan 24 Desember 1987 tentang penyederhanaan dan pemberian fasilitas kepada importir untuk produk-produk ekspor, (6) paket kebijakan 21 Nopember 1988 tentang deregulasi perdagangan, (7) paket kebijakan 28 Mei 1990 tentang penurunan biaya tinggi di Indonesia, (8) paket kebijakan 23 Oktober 1993 tentang paket deregulasi dibidang ekspor, impor, dan tarif impor, (9) paket kebijakan 19 Mei 1994 tentang penghapusan 27 jenis tarif impor, (10) paket kebijakan 23 Mei 1995 tentang penurunan pos tarif bea masuk sebanyak 64.16 persen dari 9398 pos tarif, (11) paket kebijakan 3 Nopember 1997 tentang peningkatan dayasaing produksi di pasaran luar negeri.

(47)

Berdasarkan penjelasan di atas, keterkaitan antara perdagangan luar negeri baik ekspor maupun impor dengan pertumbuhan ekonomi khususnya, dan kinerja makroekonomi pada umumnya dapat dijelaskan melalui perubahan produksi di dalam negeri, perubahan ekspor, dan perubahan impor. Perubahan produksi di dalam negeri akan meningkatkan penggunaan input tenaga kerja dan kapital, serta input-input lainnya, termasuk peningkatan penggunaan input yang berasal dari impor. Sedangkan perubahan perdagangan luar negeri sangat ditentukan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta kebijakan yang terkait dengan perdagangan luar negeri.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa, secara teoritis terdapat beberapa sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mencari alternatif sumber pertumbuhan ekonomi yang dapat menggerakkan makroekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perdagangan luar negeri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang dapat diharapkan karena peranannya yang sangat luas dalam meningkatkan kinerja makroekonomi di dalam negeri Indonesia, termasuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesempatan kerja.

(48)

Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, yakni tentang keterkaitan antara perdagangan luar negeri dan kinerja makroekonomi di Indonesia, maka yang akan menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh fluktuasi ekspor produk pertanian, ekspor produk agroindustri dan

non agroindustri terhadap kinerja makroekonomi Indonesia, serta sektor mana yang

memiliki pengaruh lebih besar.

2. Bagaimana perkembangan ekspor pertanian, ekspor industri manufaktur, dan kinerja

makroekonomi Indonesia, dan

3. Kebijakan apakah yang dapat mendorong peningkatan kinerja makroekonomi Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh ekspor produk pertanian, ekspor produk agroindustri dan non

agroindustri terhadap kinerja makroekonomi Indonesia.

2. Mendeskripsikan perkembangan ekspor pertanian, ekspor industri manufaktur, dan

kinerja makroekonomi Indonesia.

3. Merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja makroekonomi Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

(49)

pembahasannya sisi aggregate demand (AD) akan digunakan sebagai pelengkap. karena variable-variabel perdagangan luar negeri yaitu ekspor dan impor merupakan bagian dari sisi permintaan agregat.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perdagangan luar negeri dibatasi pada ekspor komoditas pertanian. ekspor non agroindustri dan ekspor agroindustri. Pemisahan variabel ekspor menjadi tiga variabel tersebut bertujuan untuk melihat kontribusi masing-masing terhadap kinerja makroekonomi Indonesia. Sedangkan pengertian kinerja makroekonomi mencakup variabel produk domestik bruto riil, net ekspor, inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Data series waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nasional series triwulan yang dibatasi dalam kurun waktu mulai dari triwulan 1 Tahun 1990 sampai triwulan 4 Tahun 2009.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :

1. Tidak memasukkan variabel tenaga kerja dan kapital dalam model yang

digunakan. Pada hal pembentukan model dalam penelitian ini dilandasi oleh konsep

fungsi produksi sebagimana halnya yang dilakukan oleh banyak peneliti (Yousif , 1999;

Doraisami, 2001; Medina dan Smith, 2001; Awokuse, 2002; Silvester dan Herzer, 2005).

Dalam konsep fungsi produksi, berarti terdapat variabel penjelas tenaga kerja dan

kapital atau investasi yang merupakan variabel utama sebagai variabel penentu

produksi, dalam hal ini GDP. Sehingga hasil analisis induktif menjadi tidak sejalan dengan

pembahasan pada analisis deduktif, karena hasil analisis yang diperoleh tidak

membeikan informasi pengaruh ekspor terhadap kesempatan kerja dan investasi di

(50)

dalam series tiga bulanan, terutama data tenaga kerja yang telah bekerja, data yang

disediakan oleh BPS adalah data tahunan, bahkan data tahunan tersebut hanya

merupakan data hasil survey. Sedangkan data investasi juga tersedia dalam tahunan.

2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sangat bersifat agregatif, sehingga

menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi kurang operasional, karena masih bersifat

sangat makro, kurang membahas ke bagian sektoral yang lebih menggambarkan

persolan-persoalan mikro. Dengan demikian hasil penelitian pada tataran

makroekonomi belum tentu searah dengan kebijakan pada kondisi mikro atau

perusahaan.

3. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak membahas masalah aspek

kelembagaan, pada hal aspek kelembagaan dalam penelitian tentang hubungan antara

perdagangan luar negeri dengan kinerja makroekonomi sangat penting, karena terdapat

beberapa institusi yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam mata rantai

perdagangan luar negeri, misalnya mulai dari produksi, tata niaga, supplier, eksportir,

pemerintah, hingga ke sistim pembayaran, kesemua lembaga tersebut dapat

menggambarkan peranan masing-masing dalam menentukan kinerja makroekonomi

(51)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Penting Perdagangan Luar Negeri

Perdagangan luar negeri mempunyai arti sangat penting bagi suatu negara, karena dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pembangunan. Haberler (1959) dalam

Jhingan (1993) berpendapat bahwa, perdagangan internasional telah memberikan sumbangan yang luar biasa bagi pembangunan negara kurang berkembang di abad ke-19 dan 20. Sumbangan tersebut akan terus meningkat di masa datang dan melalui perdagangan bebas dengan sedikit penyesuaian, akan menjadi kebijakan yang baik dilihat dari sudut pembangunan ekonomi.

Negara yang mengkhususkan diri pada produksi beberapa barang tertentu sebagai akibat perdagangan luar negeri dan pembagian kerja, akan dapat mengekspor komoditi yang diproduksi lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan negara lain dengan biaya lebih rendah. Melalui perdagangangan luar negeri, negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Diperolehnya tingkat output yang lebih tinggi menjadi penyelesaian bagi lingkaran setan kemiskinan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Sukirno, 2000).

(52)

alokasi sumberdaya yang lebih efisien. Tambahan lagi, beberapa negara terbelakang mengkhususkan diri pada produksi satu atau dua komoditi bahan makanan. Jika dilakukan upaya ekspornya, upaya-upaya itu cenderung meluaskan pasar. Sumber-sumber yang ada digunakan lebih produktif dan alokasi sumber-sumber menjadi lebih efisien berdasarkan fungsi-fungsi produksi tertentu. Ini semua adalah keuntungan langsung dari perdagangan luar negeri yang dikemukakan Mill (1959) dalam Jhingan (1993). Perluasan pasar menghasilkan sejumlah keuntungan ekonomi internal dan eksternal dan karenanya dapat mengurangi biaya produksi. Perdagangan luar negeri juga dapat memberikan keuntungan lain seperti pertukaran barang melalui ekspor dan impor, memiliki pengaruh mendidik (learning by doing), dan memberikan akses bagi pemasukan modal dari luar negeri.

2.2. Teori Keuntungan Perdagangan Luar Negeri

(53)

Heckscher-Ohlin (H-O) dalam Kindleberger dan Lindert (1983) telah mempertegas konsepnya bahwa, suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menggunakan faktor produksi yang relatif berlebihan dan murah di negara tersebut. Contohnya, produk pertanian dan produk-produk manufaktur tertentu diantaranya produk-produk alas kaki. Sebaliknya negara tersebut mengimpor komoditi yang produksinya menggunakan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di dalam negeri. Negara yang relatif berlebihan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan akan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal yang merupakan faktor produksi yang langka dan mahal di negara bersangkutan. Contoh kasus seperti ini terjadi untuk Indonesia yang mengimpor mesin-mesin otomotipn atau barang-barang modal. Kemudian mengekspor komoditi pertanian karena komoditi pertanian adalah produksi padat karya. Fakta bahwa negara Indonesia melimpah tenaga kerja dan murah, dan mengimpor barang yang diproduksi dengan padat modal dan mahal harganya jika diproduksi sendiri di Indonesia. Sebaliknya sebuah negara dapat mengekspor komoditi padat modal karena di negara tersebut dapat memproduksinya dengan biaya yang lebih rendah, sehingga berkelebihan dalam produksi barang-barang modal dan harganya relatif murah dibandingkan dengan negara pengimpor. Namun sebaliknya negara tersebut melakukan impor terhadap produk hasil-hasil pertanian yang di dalam negerinya relatif lebih mahal dan langka.

(54)

antar negara. Oleh karena itu teori H-O sering disebut teori kepemilikan faktor (factor endownment theory). Teori ini menyebutkan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produk di negara tersebut dalam jumlah yang banyak dengan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang menyerap faktor produksi di negara tersebut yang relatif langka dan harganya mahal.

Ricardo dalam Kindleberger dan Lindert (1983) berpendapat bahwa, konsep keuntungan komparatif berbeda dengan teori H-O. Menurut Ricardo dalam konteks perdagangan internasional, jika negara lain dapat menyediakan barang bagi negara kita dengan harga relatif lebih murah dibandingkan memproduksi sendiri, lebih baik membeli barang tersebut dari negara lain dengan membayarnya dari sebagian hasil industri kita, sehingga kita mendapat keuntungan. Teori ini tidak mempertimbangkan alasan bahwa membatasi impor dapat menciptakan lapangan kerja, terutama jika yang diimpor adalah barang-barang modal dan akan menciptakan perusahaan-perusahaan yang padat modal. Indonesia memang melakukan impor terhadap barang-barang yang belum mampu diproduksi sendiri. Kelemahannya adalah dalam jangka panjang indonesia menjadi negara yang sangat tergantung dengan luar negeri, yang dapat menimbulkan resiko terhadap perekonomian domestik. Terlebih lagi jika Ekspor tersebut dikaitkan dengan nilai tukar valuta asing dengan mitra dagang yang juga dapat meningkatkan biaya produksi di dalam negeri.

(55)

dibandingkan dengan negara lain. Teori ini tidak meggunakan konsep biaya produksi yang dinyatakan dalam satuan input, seperti yang telah dijelaskan oleh teori H-O sebelumnya.

Krugman dan Obstfeld (2000) berpendapat bahwa, keuntungan perdagangan internasional akan terwujud jika dalam proses produksi tercapai skala ekonomi (economies of scale). Oleh karena itu untuk mencapai skala ekonomi tersebut suatu negara harus memperluas pasar sehingga efisiensi produksi akan meningkat. Hal ini disebabkan karena dengan melakukan perdagangan, maka peluang untuk meningkatkan intensitas penggunaan sumberdaya dapat terus ditingkatkan. Intensitas dalam penggunaan sumberdaya menyebabkan produksi dapat ditingkatkan pada skala yang lebih besar, yang artinya efisiensi akan meningkat. Pengertian economies of scale menurut Lindert (1993) adalah peningkatan produksi pada skala yang lebih besar sehingga biaya per unit output akan semakin rendah. Intinya teori ini menegaskan bahwa, pentingnya melakukan perluasan pasar baik di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri yang merupakan cara untuk dapat meningkatkan efisiensi produksi. Untuk Indonesia, jika dikaitkan dengan konsep tersebut nampaknya lebih mendekati pada ekspor hasil-hasil industri manufaktur, walaupun masih terbatas pada hasil-hasil industri kecil dan menengah, bahkan industri rumah tangga.

2.3. Perdagangan Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi

(56)

memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Pada sub bagian berikut akan menjelaskan teori, bagaimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kegiatan perdagangan luar negeri, sedangkan pada bagian berikutnya akan menjelaskan teori, bagaimana perdagangan luar negeri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

2.3.1. Efek Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perdagangan

Production possibility curve (PPC) adalah sebuah kurva yang

menunjukkan kapasitas sebuah negara memproduksikan berbagai kombinasi komoditas dengan sumberdaya atau faktor produksi yang tersedia. Faktor produksi tersedia dikatakan berjumlah tertentu dan pada tingkat teknologi tertentu, di mana kondisi ini memberikan peluang bagi negara unuk memproduksi jumlah output yang dikehendaki. Dunn dan Mutti (2004) menyatakan bahwa dari waktu ke waktu sumberdaya negara mengalami pertumbuhan misalnya angkatan kerja meningkat karena pertumbuhan penduduk, atau kapital stok fisik bertumbuh melalui net investasi maka kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan, yang menunjukkan bahwa kapasitas negara untuk berproduksi sedang naik.

(57)
[image:57.595.110.467.42.713.2]

Gambar 1. Pertumbuhan Netral di Negara Kecil

Dalam kasus pertumbuhan netral, Zhang (2008) juga Dunn dan Mutti (2004) menyatakan semua faktor produksi negara bertumbuh pada tingkat yang sama selama satu interval waktu tertentu. Pada kondisi ini semua industri mengalami constant return to scale dan teknologi tidak mengalami perubahan. Pertumbuhan kapasitas ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan dalam proporsi yang sama (Gambar 1).

Sumber :Dunn and Mutti (2004)

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa kurva baru (F2C2) merupakan pergeseran keluar sebanding dengan kurva F1C1 sesuai dengan pertumbuhan

resources yang terjadi. Jika negara A adalah relatif kecil dibanding sisa dunia,

term of trade tetap tidak berubah dan negara A akan terus memproduksi kedua komoditi dalam proporsi yang sama seperti sebelumnya, seperti ditunjukkan oleh titik P dan P’ pada vektor OP’.

(58)

Gambar 2. Efek Permintaan pada Volume Perdagangan ketika Pertumbuhan Netral danTerm of TradeTetap.

memilih mengkonsumsi makanan dan pakaian dalam proporsi yang sama seperti sebelumnya sehingga baik impor makanan dan ekspor pakaian akan meningkat sebanding dengan kenaikan output atau pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, elastisitas income of demand negara A untuk kedua barang sama dengan satu. Titik konsumsi negara A adalah Q dan Q’ yang akan terletak pada vektor OQ’. Namun, jika permintaan negara A untuk makanan (komoditi yang diimpor) meningkat lebih dari pada proporsi kenaikan income, maka ekspor dan impor negara tersebut juga akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding proporsi kenaikan output. Dalam kasus ini pertumbuhan dikatakan bias kepada perdagangan.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada sebuah negara dikatakan tidak memberikan pengaruh yang kuat pada pertumbuhan perdagangan jika elastisitas

income untuk makanan (produk yang diimpor) adalah inelastic.Dengan kata lain permintaan makanan meningkat lebih kecil proporsinya terhadap income, maka perdagangan akan meningkat dengan persentase yang lebih kecil dibanding output yang dihasilkan.

(59)

Dalam kasus seperti ini, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dikatakan bias berlawanan dengan perdagangan. Volume perdagangan bahkan dapat menyusut jika permintaan negara A untuk makanan memiliki elastisitasincome yang sangat rendah (Gambar 2).

Sebelum pertumbuhan, produksi terjadi di titik P dan konsumsi di titik Q, dan perdagangan sebesar segitiga SPQ mewakili ekspor kain, SP, dan impor makanan, SQ. Jika term of trade tetap maka ketika pertumbuhan terjadi (slope P’Q’= slope PQ), produksi kedua komoditas akan meningkat dalam proporsi yang sama dan hasilnya akan tergantung pada kondisi permintaan di negara A. Jika permintaan untuk makanan meningkat lebih besar dibanding proporsi kenaikan

income, maka expantion path akan lebih curam dibanding QQ’ dan ekspor akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding output. Dalam kondisi ini, jikaterm of tradedapat berubah, maka kenaikan ekspor negara A akan cenderung menurunkan harga ekspor sehingga juga menurunkanterm of tradenegara A. Jika permintaan untuk makanan meningkat kurang dari proporsi kenaikan income,

expantion path akan kurang curam dibanding QQ’, dan ekspor akan meningkat dengan proporsi yang lebih kecil dibanding output, atau bahkan mungkin menurun.

2.3.2. MemburuknyaTerm of Tradedan Pertumbuhan Immiserizing

(60)

Gambar 3. Kasus Pertumbuhan Immiserizing denganTerm of TradeMenurun

[image:60.595.101.492.37.794.2]

pengaruh berlawanan dengan keuntungan yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi. Bahkan dikatakan kerugian yang timbul akibat penurunan dalamterm of trade dapat melebihi keuntungan dari pertumbuhan yakni peningkatan kapasitas yang tercipta, sehingga dapat memberikan hasil yangworse offdibanding keadaan sebelumnya. Kasus yang ekstrim ini disebut "pertumbuhan immiserizing" dan terjadi pada negara-negara berkembang yang mengekspor produk-produk primer dan mengimpor produk-produk manufaktur dari negara-negara industri (Gambar 3).

Gambar 3 menjelaskan bahwa semula negara A berproduksi pada titik P0 dan mengekspor produk-produk primer untuk menukarkan dengan produk manufaktur pada rasio term of trade yang ditunjukkan oleh slope P0C0. Melalui perdagangan, negara A mencapai tingkat welfare pada kurva indiferen i0 dan mengkonsumsi pada titik C0.

(61)
[image:61.595.105.464.35.796.2]

Gambar 4. Pertumbuhan Immiserizing Negara A

Pertumbuhan terjadi pada supply factor dalam produksi produk-produk primer, sehingga kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan (AB ke HK). Akibatnya negara A menawarkan jumlah ekspor yang lebih besar sehinggaterm of trade-nya menurun seperti ditunjukkan slope garis P1C1 yang lebih datar. Pada rasio pertukaran ini, negara A terus mengekspor produk-produk primer, tetapi hanya dapat mencapai kurva indiferen yang lebih rendah, i1. Sesuai kenyataan ini, pertumbuhan dalam kapasitas telah mengurangi welfare perekonomian. Hasil ini lebih berpeluang lagi terjadi ketika efek produksi yang bias ke ekspor dikombinasikan dengan preferensi yang kuat dari negara A untuk membelanjakan tambahan income-nya pada barang-barang manufaktur. Akibat kedua faktor ini menyebabkan terjadinya penurunan yang substansial pada harga relatif barang-barang primer.

(62)

Feenstra (2002) menjelaskan kasus pertumbuhan immiserizing di atas dengan lebih jelas (Gambar 4) dan menunjukkan bukti matematik.

Sesuai gambar di atas barang y1 diekspor dan barang y2 diimpor, pada

production possibility frontier (PPF) awal, perekonomian memproduksi di titik B dan mengkonsumsi pada titik C. Akibat adanya pertumbuhan, PPF bergeser keluar dan jika terms of trade tidak berubah, konsumsi akan berubah ke titik C' dan masyarakat mengalami better off. Namun, jika terjadi penurunan harga relatif barang-barang ekspor, maka konsumsi negara dapat terjadi di titik C'' (tetap pada kurva indiferen awal) dan memproduksi pada titik B''. Hal ini menjelaskan bahwa

utilitas masyarakat tidak berubah setelah terjadi pertumbuhan ekonomi, dan selanjutnya terjadi penurunan pada terms of tradeyang mengakibatkan konsumen representatif mengalamiworse off.

Secara matematik dapat dijelaskan pertumbuhan immiserizing dengan kondisi utilitas yang konstan di atas. Dianggap bahwa hanya ada dua barang, negara mengimport y2sebagai numeraire sehingga harganya satu. Misalkan fungsi GDP perekonomian adalah G (p, ) = py1 + y2, dimana adalah sebuah skalar yang mewakili parameter pergeseran PPF dan dapat mewakili faktor endowment

atau kemajuan teknologi dalam sejumlah industri. Perubahan total pada GDP diukur oleh :

……... (2.1)

Diasumsikan               d dy dan d dy d dy p

G 1 2 1 keduanya positif, memiliki arti dengan

adanya pertumbuhan dan harga yang konstan, dapat meningkatkan baik GDP maupun barang-barang yang diekspor. Dianggap bahwa barang numeraire secara

                    d d dy d dy p dp y d G dp p G

(63)

terpisah ditambahkan dalam konsumsi sehingga utilitas konsumen dapat ditentukan. Total kesejahteraan masyarakat ditunjukkan dengan W [p, G (p, )], berfungsi sebagai fungsi utilitas tidak langsung untuk perekonomian, di mana

∂W/∂p = - c1sebagai konsumsi (negatif) dari barang 1, juga ∂W/∂G 1. Dengan

demikian welfare masyarakat menjadi konstan ketika ada pertumbuhan ekonomi terjadi jika dan hanya jika :

………….. (2.2)

Penurunan harga ekspor yang tetap memeliharawelfarekonstan, adalah :

... (2.3) Selanjutnya, diselesaikan perubahan keseimbangan dalam harga relatif ekspor dan membandingkannya dengan persamaan (2.3). Ekuilibrium di pasar ekspor berarti

bahwa (y1c1)m*1 dimana m1* adalah permintaan impor dari sisa dunia.

Dengan deferensial total, diperoleh :

………. (2.4) Sehingga, perubahan ekuilibrium dalam harga ekspor adalah :

... (2.5)

Penye

Gambar

Tabel 2. Ratio Perdagangan Luar Negeri (Ekspor+Impor) terhadap PDB Riil
Gambar 1. Pertumbuhan Netral di Negara Kecil
Gambar 3 menjelaskan bahwa semula negara A berproduksi pada titik P0
Gambar 4. Pertumbuhan Immiserizing Negara A
+7

Referensi

Dokumen terkait

kurs dollar Amerika Serikat merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap ekspor Indonesia tahun 1992-2012.. Kata kunci : ekspor, investasi, inflasi, kurs,

Aditya Novianto, 2011, ”Analisis Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Dolar Amerika/Rupiah (US $/Rp), Tingkat Suku Bunga Sbi, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2)

regresi linear berganda untuk pengaruh volume ekspor kayu Indonesia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan PDB Amerika Serikat terhadap nilai ekspor

Nilai koefisien Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika pada hasil regresi jangka panjang sebesar (- 0.976840), yang artinya apabila terjadi perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis daya saing dari komoditi pinang, minyak nabati, karet dan kertas Provinsi Jambi dan juga untuk menganalisis pengaruh Kurs dan harga

Analisis RCA digunakan untuk menganalisis posisi daya saing komparatif elektronika Indonesia di negara-negara Amerika Latin, yang tercermin dari pangsa pasar

Hubungan negatif kurs terhadap ekspor industri pulp dan kertas dapat terjadi jika merujuk kepada pernyataan Sukirno (2012). Ketika nilai rupiah terdepresiasi, maka

Selain uji F, hasil nilai koefisien determinasi