• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekonomian Daerah

Dalam dokumen PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA (Halaman 101-107)

ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

4.1.10 Perekonomian Daerah

Sektor pariwisata dapat membuka peluang kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses perumusan kebijakan, aspirasi warga memegang peranan yang cukup penting sebagai salah satu dasar perumusan masalah dan isu-isu strategis yang terkait dengan pariwisata. Salah satu data yang dapat digunakan sebagai parameter/tolok ukur keberhasilan sektor pariwisata dalam pembangunan adalah data wisatawan dan pelaku usaha wisata. Data wisatawan dan pelaku usaha wisata yang akurat, sangat tergantung dari ketepatan metode yang dilaksanakan termasuk data jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan di suatu daerah. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia, pariwisata di Kota Yogyakarta merupakan potensi unggulan daerah. Sampai dengan tahun 2010 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta mencapai 2.460.967 orang meningkat 1.200.309 orang atau 95,21% dibanding tahun 2007 yang mencapai 1.260.658 orang.

Pada sektor pariwisata terdapat beberapa masalah utama yang perlu segera ditindaklanjuti dan ditangani secara langsung maupun bertahap. Predikat Kota Yogyakarta sebagai daerah wisata perlu memperhatikan kenyamanan wisatawan terutama dalam hal kebersihan di kawasan yang menjadi daya tarik wisatawan. Beberapa hal yang menjadi sorotan dalam permasalahan kebersihan wisata adalah kebersihan toilet, perilaku membuang sampah, coretan di area sekitar tempat wisata, kebersihan sarana transportasi, kebersihan sarana akomodasi dan lain-lain. Adanya biaya kebersihan di sarana umum seperti di toilet semakin memperpuruk citra kebersihan Kota Yogyakarta, hal ini bukan dilihat dari nilai uang yang menjadi permasalahan, tapi karakter sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang memperhatikan profesionalisme.

Kebersihan kawasan wisata menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya

wisata perlu selalu menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sekecil apapun sampah, hendaklah dibuang pada tempatnya agar memudahkan para petugas kebersihan yang bekerja. Upaya pemerintah dalam penyediaan tong-tong sampah dan plang-plang himbauan agar masyarakat, wisatawan, pelaku usaha wisata untuk menjaga kebersihan dan keindahan perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi.

Salah satu keperluan yang penting bagi para wisatawan adalah kebutuhan akan sarana penginapan/hotel yang nyaman dan memadai, terkait dengan rasa nyaman wisatawan saat melepas lelah dan mempersiapkan kembali untuk beraktifitas di hari berikutnya. Jaringan dan sarana transportasi perlu menjadi perhatian dalam memberikan kemudahan bagi wisatawan menuju obyek dan daya tarik wisata.

ƒ Perlu diperhatikan sarana prasarana dan kesehatan lingkungan, peningkatan kualitas SDM, kenyamanan dan keamanan

ƒ Dukungan public transportation, kemudahan menjangkau obyek wisata.

ƒ Sarana tempat parkir yang memadai, tertib dan nyaman.

Keberadaan Kota Yogyakarta sebagai Kota Budaya memang membutuhkan dukungan dari semua pihak baik dari masyarakat maupun pemerintah. Kekhasan budaya yang ada akan menjadi sebuah ikon Kota Yogyakarta yang akan membedakannya dengan kota-kota lainnya. Kebudayaan Yogyakarta yang berpangkal pada kebudayaan yang dikembangkan oleh Kraton Yogyakarta pada dasarnya merupakan budaya adiluhung yang sampai saat ini masih terlestarikan dengan baik. Kesadaran masyarakat dalam menghidupkan nilai-nilai budaya Yogyakarta belum optimal karena masih berorientasi pada event/pementasan, belum menjadi aktifitas kegiatan pembinaan yang rutin dilaksanakan. Tidak hanya masyarakat yang memerlukan sadar wisata dan sadar budaya, akan tetapi peran pelaku usaha pariwisata dalam menggiatkan sadar wisata dan sadar budaya dapat menambah kekuatan bagi daya tarik wisata berbasis budaya di Kota Yogyakarta.

Sebagai kota pariwisata kesadaran adanya sapta pesona yang terdiri dari keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukkan, keindahan, keramahan dan kenangan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh masyakarat.

Tujuh konsep tersebut bertujuan untuk menciptakan keadaan pariwisata yang baik, kemudahan akses transportasi, akomodasi yang memadai, kegiatan yang menarik

untuk dilakukan, dan fasilitas penunjang lainnya dapat berpengaruh pada citra Yogyakarta sebagai kota pariwisata.

Kebudayaan Jawa yang menjadi ruh nilai-nilai budaya di Kota Yogyakarta saat ini sudah cukup memperoleh apresiasi yang baik dari masyarakat, hal ini terlihat dari tingkat partisipasi masyarakat Yogyakarta utamanya generasi muda dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa. Meskipun dari sisi kuantitas masih perlu ditingkatkan karena sangat dipengaruhi oleh dampak masuknya arus budaya global, namun bukan berarti tidak ada regenerasi dalam transformasi seni dan tradisi Jawa.

Potensi kesenian dan juga adat istiadat serta sistem nilai yang ada di masyarakat merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Oleh karena itu pelestarian mutlak harus dilakukan untuk menjamin kesinambungan, namun bukan berarti seni dan tradisi menjadi sesuatu yang tidak dapat dijadikan sebuah potensi khusus bagi Kota Yogyakarta. Kekayaan inilah yang menjadikan Kota Yogyakarta kaya akan potensi budaya sehingga ditetapkan Pariwisata berbasis Budaya yang akan dikembangkan di Kota ini.

Diversifikasi atrataksi pariwisata perlu ditingkatkan untuk menarik lebih banyak wisatawan berkunjung ke Kota Yogyakarta sehingga atraksi wisata yang ditawarkan tidak monoton dan menjadi kejenuhan bagi wisatawan. Atraksi wisata yang ditawarkan harus memiliki karakter yang mantap dan unik sehingga memberikan kesan tersendiri bagi wisatawan dan dapat menimbulkan efek untuk mengunjungi atraksi wisata tersebut.

Permasalahan muncul ketika pembangunan sektor pariwisata sedikit demi sedikit mengancam eksistensi dan kelestarian budaya lokal. Secara perlahan-lahan tetapi pasti masyarakat akan mengadopsi budaya yang lebih modern yang berasal dari luar budayanya sendiri. Pengembangan pariwisata Yogyakarta perlu diarahkan pada pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pelestarian budaya. Untuk menciptakan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada kelestarian budaya, ada sejumlah hal yang dapat ditempuh, antara lain menghidupkan kembali festival-festival kebudayaan lokal, perlu adanya pemetaan tata ruang pariwisata, memberikan muatan lokal kebudayaan dalam kurikulum pendidikan di Yogyakarta dan revitalisasi keraton sebagai pusat kebudayaan serta pembentukan tim

Jika berhasil diciptakan pengembangan pariwisata yang memperhatikan kelestarian budaya, dapat diyakini bahwa dari waktu ke waktu Yogyakarta akan tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai kota pariwisata.

ƒ Terkait dengan kampung wisata, sebutan Prawirotaman dan Sosrowijayan sebagai ‘Kampung Internasional' membuktikan kedekatan atmosfir Kota Yogyakarta dengan 'selera eksotisme' wisatawan mancanegara.

ƒ Sebagian besar kecamatan (38 obyek wisata) di Kota Yogyakarta memiliki obyek wisata museum, oleh karena itu upaya pengembangan dan promosi untuk menggugah daya tarik wisatawan perlu ditingkatkan.

Lama tinggal wisatawan mancanegara di Kota Yogyakarta relatif masih rendah. Rata-rata lama tinggal wisatawan sampai dengan tahun 2010 adalah 2,47 hari. Atraksi budaya dan kesenian-kesenian budaya Jawa sangat potensial dikembangkan di Kota Yogyakarta hal ini berpotensi untuk dapat meningkatkan lama tinggal.

Dalam pengembangan paket wisata/tour pariwisata diharapkan dapat lebih melibatkan pasar. Hal penting dalam mengembangkan paket wisata nusantara perlu memenuhi tiga hal, yaitu sesuai dengan preferensi target pasar, penyebaran ke destinasi pariwisata yang lebih luas, serta mampu bersaing dengan paket-paket wisata luar negeri. Sasaran pasar potensial paket wisata nusantara adalah ; (1) segmen keluarga, (2) segmen rombongan pelajar/mahasiswa, (3) segmen perusahaan swasta/instansi, (4) segmen dewasa (27-46 tahun), dan (5) segmen kelompok ekonomi menengah keatas.

Hasil Industri Kecil maupun Menengah di Kota Yogyakarta selama ini merupakan produk unggulan bagi wilayah ini. Selama Tahun 2007 sampai dengan semester I tahun 2011 berdasarkan data Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta, usaha yang bergerak di berbagai sektor perekonomian mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan perincian, industri berjumlah 4.569 unit usaha, perdagangan dan jasa 16.853 unit usaha dan koperasi berjumlah 550 kelompok serta pertanian berjumlah 147 kelompok. Lima jenis komoditas produk unggulan daerah yang dihasilkan industri kecil dan menengah meliputi mebel kayu, kulit lembaran disamak, sarung tangan golf, kerajinan perak dan kerajinan kayu. Sedangkan perusahaan industri besar dan sedang di Kota Yogyakarta sampai dengan semester I tahun 2011 sebanyak 33

perusahaan. Dari data tersebut maka industri kreatif dapat masuk pada kelompok industri dan perdagangan khususnya jasa.

Industri kreatif merupakan jenis industri yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreatifitas sebagai kekayaan intelektual. Menurut tipenya industri kreatif dibedakan menjadi tiga tipe yaitu generative creativity yang merupakan bentuk asli dari kreatifitas yang diasosiasikan kepada ciptaan yang baru, unik atau berbeda dengan ciptaan sebelumnya. Kedua, adoptive creativity merupakan penemuan kreatif atas cara-cara baru hasil pengadopsian ide baru yang tercipta sebelumnya, untuk pengembangan proses yang baru dan untuk mendorong proses pengembangan itu sendiri. Ketiga, retentive creativity adalah penerapan ide baru pada gaya hidup konsumen dan penerapan ide baru pada operasi rutin suatu perusahaan. Atau dapat dikatakan jenis kreatifitas ini merupakan upaya untuk menerapkan secara berulang suatu temuan pada produk.

Di tingkat nasional pengembangan industri kreatif menemui beberapa masalah, antara lain: (a) kuantitas dan kualitas sumber daya manusia pelaku industri kreatif yang masih kurang memadai. (b) menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan induastri kreatif. (c) penghargaan/apresiasi terhadap insan kreatif dan karya kreatif yang dihasilkan masih rendah. (d) pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi yang masih perlu ditingkatkan funa medukung industri kreatif. (e) kebutuhan akan lembaga pembiayaan yang mendukung pelaku industri kreatif yang belum terpenuhi secara optimal.

Jika dibandingkan dengan kondisi industri kreatif di Kota Yogyakarta maka ada beberapa masalah sama yang dihadapi yaitu pada poin a dan e. Beberapa alasan yang mendasarinya adalah belum dipahaminya industri kreatif oleh stakeholder, belum adanya studi yang intensif yang diarahkan untuk memahami pola pengelolaan pengembangan industri kreatif serta dampaknya terhadap perekonomian Kota Yogyakarta, dan terbatasnya sumber pendanaan bagi pengembangan industri kreatif.

Untuk itu dibutuhkan perhatian pemerintah untuk meningkatkan kegiatan industri kreatif. Agar pengembangan industri kreatif berjalan optimal maka pemerintah perlu menentukan tipe industri kreatif apa yang memungkinkan untuk

dikembangkan terkait karakteristiknya. Sehingga diharapkan pengembangan dapat memiliki ukuran keberhasilan yang jelas dan tepat.

Pelatihan untuk industri kreatif masih terkendala dana. Pengembangan industri kreatif yang dilakukan oleh pemerintah selama ini belum optimal karena terkendala dana. Pemerintah juga belum mampu mengandalkan kerjasama dengan pihak lain untuk mengembangkan industri kreatif. Pembinaan terhadap jenis industri kreatif masih sangat sedikit. Pada tahun 2011, pembinaan terhadap industri kreatif hanya meliputi dua jenis usaha yaitu animasi dan distro, dan pada 2012 direncanakan ada penambahan yaitu jenis usaha toko online. Minimnya jumlah usaha industri kreatif yang dibina karena terkendala ketersediaan dana.

Daya saing produk lokal Kota Yogyakarta belum optimal di pasar internasional, Kota Yogyakarta bukan merupakan daerah pengekspor langsung, tetapi merupakan penyuplai daerah eksportir lainnya seperti Bali (untuk kerajinan peraknya), sehingga memberatkan bagi perkembangan ekspor Kota Yogyakarta.

Penataan pasar/ritel modern perlu dilakukan untuk menciptakan persaingan sehat antar pemain maupun dengan pasar tradisional masih kurang optimal. Terkait dengan penataan pasar modern, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 89 Tahun 2009 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta, tetapi terkait hubungan antara pasar modern dan pasar tradisional dalam hal kerjasama belum diatur. Selama ini pemerintah tidak dapat mengevaluasi apakah pasar tradisional yang telah memiliki perjanjian dengan pemerintah untuk mengakomodasi produk lokal dari pengusaha lokal telah ditepati atau tidak. Kegiatan evaluasi tersebut tidak dapat dilakukan karena tidak ada dasar hukum yang melatarbelakanginya.

Kegiatan promosi perdagangan yang ada selama ini belum memiliki target pasar yang jelas sehingga evaluasi juga sulit untuk dilakukan. Pemerintah lemah dalam kebijakan pengendalian pasar modern. Selain itu belum ada payung hukum untuk mengatur persaingan pasar modern dan tradisional atau persaingan antar mereka sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar lembaga untuk mempromosikan wisata perdagangan.

Mengingat keterbatasan lahan pertanian di Kota Yogyakarta, maka kebijakan pembangunan pertanian dilaksanakan dengan mengembangkan pola pertanian komersial perkotaan yang mempunyai nilai tambah (added value) tinggi.

Untuk melaksanakan hal tersebut, pada tahun 2007 dilaksanakan launching Bursa Agro Jogja (BAJ) sebagai sarana promosi, informasi dan pemasaran komoditas pertanian dan ikan hias yang bernuansa hobbies, rekreatif dan edukatif. Sejak tahun 2009 pengelolaan BAJ disinergikan dengan relokasi pedagang satwa Pasar Ngasem menjadi Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), tetapi untuk pemasaran tanaman hias yang masih terbatas.

Dalam dokumen PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA (Halaman 101-107)