• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekonomian Kawasan Timur Indonesia

Dalam dokumen Halaman ini sengaja dikosongkan (Halaman 39-47)

A. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada triwulan I 2012 diperkirakan mencapai 5,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,73% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama

ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan investasi. Sedangkan dari sisi penawaran, faktor pendorong pertumbuhan terutama bersumber dari mulai membaiknya kinerja sektor pertambangan yang sempat mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan sebelumnya.

Grafik V.1

Produksi dan Penjualan Tembaga di Wilayah Sulampua

Grafik V.2

Produksi Tembaga di Wilayah Nusa Tenggara

-100.00 -80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2010 2011 2012 %, yoy Juta Pounds

Produksi Penjualan gProduksi gPenjualan

Sumber: PT Freeport Sumber: PT. Newmont Nusa Tenggara

Grafik V.3 Luas Panen Padi KTI

Grafik V.4

Perkembangan Produksi Ikan Tangkap di Wilayah Balnustra

Sumber: Dinas Pertanian Sumber: Dinas Perikanan

Sektor pertambangan diperkirakan mulai mampu tumbuh sebesar 2,01% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 2,87% (yoy). Membaiknya

kinerja sektor pertambangan terutama disebabkan oleh berkurangnya magnitude kontraksi, terutama di wilayah eksplorasi Sulampua dan Balnustra, yang berdampak positif pada membaiknya produksi tambang pada awal tahun 2012. Namun, masih terdapat beberapa perusahaan penambang besar di kawasan masih menghadapi beberapa kendala teknis seperti fase maintenance fasilitas produksi dan fase peralihan siklus

34

tambang yang membayangi kinerja produsen tambang. Sementara itu, pertambangan batubara di Kalimantan masih dalam kecenderungan melambat akibat curah hujan yang masih tinggi dan belum terselesaikannya sengketa lahan baru dengan warga setempat.

Sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat sebesar 3,20% (yoy), lebih rendah dibanding periode sebelumnya yang mencapai 3,39% (yoy). Melambatnya pertumbuhan

di sektor ini antara lain disebabkan oleh tingginya gelombang pasang laut yang merendam sejumlah sentra pertanian di pesisir selatan wilayah Kalimantan. Di Sulampua, gelombang pasang tersebut juga mengakibatkan produksi ikan tangkap mengalami penurunan. Selain gelombang pasang, permasalahan lain yang mengakibatkan pelambatan pertumbuhan pertanian antara lain terhambatnya distribusi pupuk di Sulampua serta produksi perkebunan sawit maupun kakao yang masih mengalami kontraksi. Berbeda dengan Kalimantan dan Sulampua, Balnustra justru mencatat peningkatan produksi pertanian berkat jadwal panen yang berhasil tercapai sesuai rencana dengan jumlah luasan panen yang semakin meningkat. Meskipun demikian, subsektor perikanan juga mengalami kontraksi akibat gelombang tinggi sebagai dampak dari Badai Siklon Tropis Lua di wilayah utara Australia.

Grafik V.5 Produksi CPO Kalimantan

Grafik V.6 Indeks Penjualan Riil KTI

Sumber: Dinas Perkebunan

Sektor industri pengolahan diperkirakan mengalami pelambatan, yaitu tumbuh dari 3,56% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,42% (yoy) pada triwulan laporan.

Melambatnya kinerja sektor ini diperkirakan didorong oleh belum optimalnya produktivitas industri migas di Kalimantan Timur pasca fase maintenance. Selain itu, industri pengolahan makanan di Sulawesi Selatan juga diperkirakan melambat sesuai dengan siklus bisnisnya di awal tahun. Meskipun demikian, industri pengolahan minyak kelapa sawit diperkirakan membaik selama triwulan laporan, terindikasi dari hasil produksi yang bergerak ke arah pertumbuhan positif.

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) turut mencatatkan pelambatan kinerja selama triwulan laporan, yaitu tumbuh sebesar 8,27% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mampu mencapai 8,54% (yoy). Berakhirnya musim liburan

akhir tahun dan masih relatif rendahnya frekuensi penyelenggaraan aktivitas MICE (meeting, incentives, conference and exhibition) merupakan penyebab utama masih rendahnya kinerja sektor PHR selama triwulan laporan. Meskipun Balnustra mencatatkan

kunjungan wisatawan mancanegara yang relatif stabil, namun secara keseluruhan kinerja sektor PHR menunjukkan kecenderungan melambat.

Dari sisi permintaan, konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, dari 5,57% (yoy) di triwulan IV 2011 menjadi 5,89% (yoy) pada triwulan I 2012. Menguatnya konsumsi ditopang oleh konsumsi masyarakat

maupun pemerintah, terutama di wilayah Kalimantan dan Balnustra, sementara di wilayah Sulampua cenderung melambat. Kondisi ini terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat berkat realisasi Upah Minimum Provinsi (UMP) di beberapa daerah yang diimplementasikan tepat pada waktunya dan kenaikan pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di awal tahun 2012. Indikator berupa kredit konsumsi juga masih berada pada level yang tinggi, yaitu tercatat menunjukkan penyaluran sebesar Rp134,82 triliun atau sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp132,57 triliun, meskipun dengan kecenderungan tumbuh melambat.

Grafik V.7 Kredit Konsumsi KTI

Grafik V.8

Luas Lahan Panen Beras KTI

0 10 20 30 40 50 60 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000

I II III IV I II III IV*

2010 2011

Kredit Investasi g kredit investasi - (RHS)

Rp Milyar %, yoy

Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia Keterangan : Data Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia Keterangan : Data Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

Investasi tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 9,56% (yoy) dari sebelumnya 8,49% (yoy). Pertumbuhan investasi yang masih tinggi juga tercermin

dari tingginya kredit investasi (berdasarkan lokasi proyek), yang tercatat sebesar Rp85,85 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya Rp84,51 triliun. Meskipun bergerak cenderung melambat, yaitu dari 49,13% (yoy) menjadi 33,93% (yoy) namun secara nominal penyaluran kredit investasi tersebut masih berada pada level yang tinggi. Tingginya pertumbuhan investasi ini antara lain didorong oleh maraknya berbagai proyek pembangunan infrastruktur untuk mendukung konektivitas antarwilayah KTI, seperti jalan raya dan jembatan, bandara dan pelabuhan, pembangkit listrik, serta pembangunan properti baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Beberapa proyek berskala besar (megaproyek) yang berjalan selama triwulan pertama ini antara lain pengembangan pelabuhan Makassar menjadi Makassar New Port 2012, pembangunan Green OSO City di Kawasan Tanjung Bunga Makassar, dan Pembangunan PLTA Poso oleh PT. Poso Energy dengan total keseluruhan mencapai hingga Rp15 triliun. Sementara di wilayah Bali dan Nusa Tenggara antara lain pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai dan pembangunan Jalan Tol menghubungkan Sanggaran – Nusa Dua di Bali, Pembangunan Hotel di NTT (Balnustra). Sedangkan di Kalimantan, beberapa proyek besar yang tengah

36

berjalan antara lain pengembangan Bandara Supadio, Pembangunan Jembatan Tayan yang menghubungkan Kalbar dengan Kalteng.

Impor mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ekspor sehingga terjadi net impor pada triwulan laporan. Kinerja ekspor KTI selama triwulan laporan mencatat

pertumbuhan sebesar 4,21% (yoy), sementara impor sebesar 7,12%(yoy). Impor KTI lebih banyak didominasi oleh komoditas barang modal yang terdiri atas alat-alat berat yang merupakan fasilitas produksi maupun alat transportasi sektor pertambangan maupun perkebunan. Relatif tingginya volume impor diperkirakan karena beberapa produsen pertambangan utama telah banyak yang merealisasikan belanja modal untuk penambahan kapasitas produksi maupun kapasitas transportasi mineral barang tambang, khususnya batu bara. Sementara itu, dari sisi ekspor, relatif stabilnya permintaan dari negara mitra dagang; terutama komoditas tambang seperti batu bara, dengan negara tujuan utama adalah China, India, dan Jepang; menjadi salah satu penopang kinerja ekspor KTI.

Grafik V.9

Perkembangan Volume Ekspor KTI

Grafik V.10

Perkembangan Volume Impor KTI

-20 0 20 40 60 80 100 120 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2011 2012

Volume Ekspor KTI g volume ekspor - (RHS)

Ribu Ton %, yoy

(100) 0 100 200 300 400 500 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2011 2012

Volume Impor KTI g volume impor - (RHS)

Ribu Ton %,yoy

Sumber: Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

B. INFLASI

Laju inflasi KTI pada triwulan I 2012 sebesar 4,95% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,22% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi terjadi di

seluruh wilayah di KTI, dengan inflasi terendah di Wilayah Sulampua (3,70%; yoy). Namun demikian inflasi KTI masih di atas inflasi nasional yang haya mencapai 3,97% (yoy). Secara umum, meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama diakibatkan oleh meningkatnya inflasi volatile food, dari 1,57% (yoy) pada triwulan IV 2011 menjadi sebesar 4,24% pada triwulan I 2012. Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada subkelompok ikan segar. Efek dari ekor Siklon Lua di Australia meningkatkan ketinggian gelombang lautan di wilayah Balnustra, serta selatan Kalimantan dan Sulampua. Gangguan cuaca tersebut mengakibatkan para nelayan tidak dapat melaut sehingga pasokan ikan segar terganggu. Beberapa Adpel di kawasan ini bahkan sempat menutup pelabuhan dan menghimbau penghentian aktivitas pelayaran sehingga perdagangan antar pulau di KTI untuk beberapa komoditas lainnya menjadi turut terhambat. Selain itu, tekanan inflasi volatile food kali ini juga disebabkan oleh wabah NCD (New Castle Desease) yang terjadi pada sentra produksi ayam ras pedaging di

Kalimantan Selatan. Posisi provinsi Kalimantan Selatan yang juga menopang pasokan daging ayam di Kalimantan Timur dan Tengah menyebabkan harga daging ayam ras di ketiga provinsi tersebut mengalami peningkatan yang signifikan.

Sementara itu, tekanan inflasi inti pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan.

Inflasi inti mencapai 5,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,29% (yoy). Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh masih meningkatnya harga komoditas emas di pasar internasional sebagai dampak berlarut-larutnya proses penyelesaian krisis Eropa. Selain itu turunnya pasokan semen akibat hambatan distribusi di tengah meningkatnya permintaan akan komoditas tersebut turut menambah tekanan inflasi pada triwulan laporan. Faktor ekspektasi juga tercatat mempengaruhi inflasi KTI pada triwulan laporan. Rencana kenaikan BBM bersubsidi serta berita kenaikan TDL menjadi faktor pendorong ekspektasi masyarakat. Hal ini terindikasi dari meningkatnya inflasi komoditas sewa rumah dari 6,67%(yoy) menjadi 6,84% (yoy).

Inflasi administered price relatif stabil meskipun sedikit meningkat di triwulan I 2012, dari 5,17% (yoy) menjadi 5,18% (yoy). Selain dipengaruhi oleh kenaikan cukai rokok dan

tarif air minum PAM di beberapa kota, peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh komoditas Bahan Bakar Rumah Tangga. Program konversi Mitan yang belum tuntas di beberapa provinsi telah membawa masalah tersendiri mengingat pasokan minyak tanah bersubsidi sudah berkurang secara signifikan sehingga harganya melambung tinggi. Di lain sisi, pasokan dan infrastruktur elpiji belum dapat mengakomodasi peningkatan kebutuhan elpiji pasca konversi seperti yang terjadi di Kalsel dan Kalteng.

Grafik V.11 Disagregasi Inflasi KTI

Grafik V.12

Perkembangan Inflasi KTI (yoy)

-5 0 5 10 15 20 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2009 2010 2011 2012 %,yoy

Inflasi IHK (yoy) Core Adm Price Volatile Foods

Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)

0 1 2 3 4 5 6

Nasional KTI Kalimantan Sulampua Balnustra

3.79 4.22 5.34 2.92 4.85 3.97 4.95 5.94 3.7 5.75 % (yoy)

Sumber: BPS TW IV-2011 TW I-2012

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

C. ASESMEN PERBANKAN

Kinerja perbankan KTI pada triwulan laporan cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum, pertumbuhan penyaluran kredit mengalami

perlambatan, dari 45,3% pada triwulan IV 2011 menjadi 30,84% pada triwulan laporan. Perlambatan terutama didorong oleh menurunnya permintaan kredit konsumtif khususnya kredit kepemilikan kendaraan bermotor yang tercatat melambat dari 83,45% (yoy) menjadi 40,33% (yoy). Isu kenaikan harga BBM diduga menyebabkan masyarakat

38

menunda rencana pembelian kendaraan bermotor khususnya roda empat. Sementara itu, kredit produktif baik investasi maupun modal kerja juga tumbuh melambat, masing-masing sebesar 43,15% (yoy) dan 38,38% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 49,13% (yoy) dan 29,42% (yoy). Perlambatan khususnya terjadi pada kredit yang disalurkan ke sektor pertanian seiring melambatnya pertumbuhan pada sektor tersebut. Kredit ke sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat tumbuh 30,47% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 36,96% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh kondisi perkebunan CPO dan kakao di wilayah KTI. Adanya rencana Amerika Serikat pada awal tahun untuk memboikot ekspor CPO dari Indonesia khususnya Kalimantan menyebabkan ekspektasi pelaku usaha akan kinerja perkebunan tersebut menjadi menurun. Sementara itu, ekspektasi petani kakao juga memburuk seiring berlangsungnya serangan hama wereng pada beberapa sentra produksi utama.

Tabel V.1

Perkembangan Perbankan KTI

2012 I II III IV I II III IV I* Asset (Rp Triliun) 288.48 313.46 324.82 341.59 357.39 382.80 408.47 429.73 439.67 g. Asset (%, yoy) 31.08 31.53 35.76 34.7 23.89 22.12 25.75 25.80 26.60 DPK (Rp Triliun) 224.09 236.11 244.34 256.07 267.85 283.66 301.98 322.18 328.53 g. DPK (%, yoy) 5.61 13.08 14.85 16.12 19.53 20.14 23.59 25.81 25.43 Giro 54.12 58.26 58.39 49.41 63.96 69.29 72.41 66.14 77.01 Tabungan 104.99 110.36 116.97 136.89 130.00 136.30 144.34 171.04 161.19 Deposito 64.97 67.48 68.99 69.77 73.89 78.07 85.24 85.00 90.33 Kredit lok. Proyek (Rp Triliun) 202.06 223.58 236.18 232.49 269.42 288.27 308.86 337.81 338.44

g. Kredit (%, yoy) 19.85 25.53 26.95 16.05 33.34 28.93 30.77 45.30 30.84

Modal Kerja 74.37 82.95 88.01 87.25 94.77 102.86 110.39 120.74 117.76

Investasi 43.77 49.55 52.13 56.67 64.10 67.49 73.33 84.51 85.85

Konsumsi 83.91 91.08 96.04 88.58 110.55 117.91 125.14 132.57 134.82

Kredit lok. Bank (Rp Triliun) 166.08 182.20 194.22 208.31 218.43 236.49 250.06 263.94 265.71 Kredit lokpro UMKM (Rp tril) 71.43 77.13 69.41 67.55 79.94 85.61 91.81 98.13 96.78

g. Kredit UMKM (%, yoy) 11.91% 10.99% 32.28% 45.27% 31.48%

LDR lok. proyek 90.17% 94.69% 96.66% 90.79% 100.58% 101.63% 102.28% 104.85% 103.02%

LDR lok. Bank 74.11% 77.17% 79.49% 81.35% 81.55% 83.37% 82.81% 81.93% 80.88%

NPL (%) 2.66% 2.35% 2.38% 2.21% 2.36% 2.38% 2.33% 1.71% 2.04%

2010 2011

Indikator Perbankan

Sumber: LBU Bank Umum, Bank Indonesia Keterangan : *) Angka Februari 2012

Dari sisi penghimpunan dana, pertumbuhan DPK juga tercatat melambat dari 25,81% menjadi 25,43%. Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan giro

yang hanya tumbuh 27,68% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 33,86% (yoy). Belum masuknya transfer anggaran dari pemerintah pusat hingga akhir Februari 2012 mempengaruhi jumlah giro milik pemda di KTI. Giro milik pemda tercatat hanya tumbuh 11,23% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 26,57% (yoy). Sementara itu, simpanan dalam bentuk tabungan tumbuh melambat dari 24,95% (yoy) menjadi 24,64% (yoy). Kondisi ini seiring dengan masih tingginya pertumbuhan konsumsi masyarakat di KTI.

Sedikit berbeda dengan kondisi penghimpunan dan penyaluran dana, aset perbankan (bank umum) KTI tumbuh 26,60% (yoy), sedikit meningkat dari pertumbuhan asset triwulan sebelumnya yang mencapai 25,80% (yoy), dengan total asset posisi Februari 2012 mencapai Rp 439,67 triliun. Perluasan jaringan perbankan selama triwulan laporan melalui pembukaan kantor bank baru ataupun perluasan jaringan kantor bank yang sudah eksis di KTI menyebabkan aset perbankan di KTI tumbuh positif.

Tingkat pertumbuhan kredit yang lebih rendah dari pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR (Lokasi proyek) di KTI menjadi sebesar 103,02%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 104,85%. Sementara dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di kawasan KTI masih terjaga di level rendah, yaitu sebesar 2,04%. Namun demikian, rasio tersebut meningkat dari triwulan sebelumnya yang berada di level 1,71%. Peningkatan NPL terutama terjadi pada kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan dan perdagangan. Adanya sengketa lahan tambang batubara dengan masyarakat nampaknya mengganggu cashflow dari sebagian pelaku usaha batubara skala kecil. Sementara itu, peningkatan NPL pada sektor perdagangan terutama dialami oleh usaha perdagangan eceran.

D. PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan Ekonomi KTI pada triwulan II 2012 diperkirakan meningkat dari triwulan I 2012, yaitu pada mencapai kisaran 5,65% ± 1% (yoy). Dari sisi penawaran,

kinerja sektor pertambangan diperkirakan semakin membaik berkat kondisi cuaca yang relatif kering sehingga kondusif untuk proses eksplorasi. Selain pertambangan, sektor PHR juga diperkirakan menjadi sektor yang mampu menopang pertumbuhan pada triwulan mendatang seiring dengan semakin tingginya frekuensi pariwisata dan kegiatan MICE di wilayah KTI, khususnya Balnustra. Sementara dari sisi permintaan, optimisme konsumsi seiring penundaan kenaikan BBM diperkirakan mendorong semakin tingginya konsumsi masyarakat dan swasta. Sementara kinerja ekspor diperkirakan terdorong oleh produktivitas sektor pertambangan yang semakin membaik.

Laju inflasi KTI pada triwulan II 2012 diperkirakan meningkat dari triwulan I 2012, yaitu pada kisaran 6,76% ± 1% (yoy). Seluruh wilayah di KTI baik Kalimantan,

Sulampua, dan Balnustra diprediksikan akan mengalami peningkatan inflasi pada triwulan mendatang. Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan bersumber dari:

a. Meningkatnya harga gula pasir khususnya di wilayah Kalimantan karena belum masuknya masa giling tebu di Pulau Jawa sebagai pemasok utama di wilayah ini.

40

b. Meningkatnya harga beberapa komoditas antar pulau khususnya komoditas non bahan makanan akibat penerapan Perpres No. 15 tahun 2012 yang melarang penggunaan solar bersubsidi pada kapal cargo. Kondisi ini bisa berakibat pada naiknya ongkos angkut barang antar pulau.

c. Potensi meningkatnya harga beras karena belum masuknya masa panen di sebagian besar wilayah KTI serta mulai mulai diterapkannya HPP baru oleh Bulog karena penyesuaian harga gabah.

d. Potensi meningkatnya tekanan permintaan akibat liburan sekolah bulan Juni 2012. e. Potensi meningkatnya harga semen karena permintaan untuk komoditas ini yang

tinggi sementara pasokan semen masih terkendala oleh gangguan cuaca serta fenomena kelangkaan solar bersubsidi yang menyebabkan truk-truk pengangkut semen harus mengantri cukup lama sebelum mendistribusikan muatannya.

f. Melonjaknya ekspektasi masyarakat akibat ketidakpastian rencana kenaikan BBM bersubsidi dan rencana rapel gaji PNS pada bulan April 2012. Situasi ini tercerminkan dalam hasil survei konsumen KTI, di mana IEK pada triwulan I 2012 tercatat meningkat yakni mencapai 136,15 setelah pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 134,68.

Grafik V.11

Perkembangan dan Proyeksi Inflasi KTI

Grafik V.12

Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen KTI

I II III IV I II III IV I II* *

Balnustra 4.57 7.17 8.19 9.05 8.03 6.74 5.04 4.85 5.75 6.51 Kalimantan 5.36 6.23 7.74 8.15 7.67 7.45 5.99 5.34 5.94 6.88 Sulampua 3.31 4.81 6.91 6.39 6.24 6.37 3.26 2.92 3.70 4.16 KTI 4.32 5.79 7.47 7.56 7.12 6.87 4.64 4.22 4.95 5.65 (Sumber: BPS, diolah) 2012 2011 ** Prediksi BI Wilayah 2010 134.68 136.15 110.00 115.00 120.00 125.00 130.00 135.00 140.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2010 2011 2012

Sumber: Survei Konsumen KTI, diolah

Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Dalam dokumen Halaman ini sengaja dikosongkan (Halaman 39-47)

Dokumen terkait