• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman ini sengaja dikosongkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Halaman ini sengaja dikosongkan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

(3)

Kata Pengantar

Memasuki kuartal pertama 2012, berbagai indikator ekonomi di daerah menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Secara keseluruhan, perkembangan ini menguatkan prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional yang masih dapat tumbuh tinggi sekitar 6,5%, terutama didukung oleh aktivitas domestik yang masih kuat di berbagai daerah. Perekonomian Jawa dan Jakarta diprakirakan masih tumbuh di atas 6% (yoy) di tengah kecenderungan perlambatan ekspor manufaktur akibat melemahnya permintaan global. Sementara itu, perekonomian kawasan Sumatera diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, didukung oleh kinerja produksi sawit yang cenderung meningkat. Hal serupa juga terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Di sisi inflasi, perkembangan di berbagai daerah pada akhir triwulan I 2012 cenderung mulai menunjukkan adanya peningkatan. Realisasi inflasi yang terjadi pada akhir triwulan I 2012 di hampir seluruh wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam tiga tahun terakhir. Hal ini terutama dipicu oleh kenaikan harga bumbu - terutama cabe - yang cukup signifikan karena berkurangnya pasokan dan tertahannya penurunan harga beras karena bergesernya waktu puncak panen raya. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan turut memengaruhi perkembangan harga di akhir triwulan I 2012.

Ke depan, prospek ekonomi di daerah akan dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global yang hingga saat ini belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal ini menjadi faktor risiko yang dapat menurunkan kinerja ekspor daerah. Berbagai informasi yang dihimpun dari kalangan pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya mengindikasikan kekhawatiran dunia usaha terhadap kondisi ketidakpastian permintaan ekspor dapat terjadi hingga akhir 2012. Meski demikian, kuatnya permintaan domestik dan persepsi terhadap iklim investasi nasional menjadi peluang yang perlu dimanfaatkan secara optimal agar perekonomiaan nasional tetap dapat tumbuh tinggi. Hal lain yang perlu dicermati adalah meningkatnya intensitas permasalahan terkait penetapan upah minimum, terutama di daerah basis industri, yang perlu segera di atasi agar prospek iklim usaha tetap positif.

Sejumlah faktor risiko juga diperkirakan membayangi perkembangan harga di berbagai daerah. Hal ini antara lain terkait rencana kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan rencana penerapan kebijakan pengendalian impor hortikultur. Mencermati berbagai risiko tersebut, langkah penguatan komunikasi kebijakan melalui forum koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat penting untuk meredam eskalasi ekspektasi inflasi masyarakat. Selain itu, langkah tersebut perlu disertai upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan dan pengawasan terhadap distribusi bahan pokok dan BBM bersubsidi.

Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini menelaah dinamika perekonomian nasional dari perspektif regional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional.

Jakarta, 20 April 2012

DEPARTEMEN RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER

Sugeng

Direktur Eksekutif Kepala Grup Kebijakan Moneter

(4)

iv

(5)

Daftar Isi

I. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah.. ... 1

- Boks I : Kebijakan Pengendalian Impor Hortikultura: Analisis Awal Potensi Dampak Terhadap Harga.. ... 5

- Boks II: Upah Minimum dan Daya Saing Industri Daerah…... 8

II. Perekonomian Kawasan Sumatera… ... 11

III. Perekonomian Kawasan Jakarta ... 17

IV. Perekonomian Kawasan Jawa ... 25

V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia ... 33

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Bank Indonesia

Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter

Divisi Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta

Ph. 021-381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email : BKM_TI@bi.go.id

(6)

vi

(7)

Bab I

Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah

1

Perkembangan berbagai indikator ekonomi pada kuartal pertama 2012 menunjukkan aktivitas domestik yang cukup kuat menopang kinerja ekonomi di berbagai daerah.

Perekonomian Jawa dan Jakarta diprakirakan masih tumbuh di atas 6% di tengah kecenderungan perlambatan ekspor manufaktur akibat melemahnya permintaan global. Sementara itu, perekonomian kawasan Sumatera berpotensi dapat tumbuh di atas perkiraan sebelumnya didukung oleh kinerja produksi sawit yang cenderung meningkat. Demikian halnya dengan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI), diperkirakan tumbuh lebih tinggi.

Grafik I.1

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Masih tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta diperkirakan bersumber dari kinerja sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan, dan sektor konstruksi.

Kinerja ketiga sektor tersebut terutama dipengaruhi oleh masih kuatnya aktivitas domestik sebagaimana diindikasikan relatif stabilnya indeks yang dihasilkan survei konsumen dan survei penjualan eceran. Namun, kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian menyebabkan kinerja sektor industri pengolahan terindikasi cenderung melambat. Selain itu, sektor pertanian di Jawa diperkirakan juga tumbuh terbatas akibat pergeseran puncak panen raya yang diperkirakan baru terjadi pada awal triwulan II 2012.

Sementara itu, perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat di kisaran 6%, sedangkan KTI diperkirakan tumbuh di kisaran 5%. Prakiraan pertumbuhan

ekonomi Sumatera diindikasikan oleh perkembangan beberapa indikator di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan di kawasan ini yang cenderung meningkat. Hal

1

Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).

< 1% 4% ≤ gPDRB < 6%

≥ 6% 1% ≤ gPDRB < 4%

(8)

2

ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan produksi kelapa sawit, yang didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif (Grafik I.2). Sementara itu, perekonomian KTI diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 2012 dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan membaiknya aktivitas di sektor pertambangan di Wilayah Sulampua dan Balnustra, meski masih cukup terbatas (Grafik I.3). Kondisi di sektor tambang yang masih terbatas ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Papua dan Nusa Tenggara Barat relatif rendah.

Grafik I.2

Perkembangan & Prospek Produksi CPO

Grafik I.3

Perkembangan & Prospek Produksi Tambang

Grafik I.4

Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur Jawa dan Jakarta

Grafik I.5

Perkiraan Produksi Padi

Pada triwulan mendatang, kinerja perekonomian Jawa dan Jakarta diperkirakan cenderung melambat. Kondisi perekonomian global yang belum menunjukkan

tanda-tanda perbaikan yang berarti berimbas pada kinerja ekspor manufaktur dari Jawa dan Jakarta yang masih berada dalam trend yang menurun (Grafik I.4). Kondisi ini diperkirakan berpengaruh pada kinerja sektor industri manufaktur yang memiliki peran cukup besar dalam perekonomian di kedua kawasan tersebut. Selain itu, adanya indikasi produksi padi yang cenderung berada di bawah target Pemerintah mencerminkan kinerja sektor pertanian di Jawa yang melemah (Grafik I.5). Hal ini perlu dicermati mengingat Jawa berperan sebagai daerah penghasil beras terbesar secara nasional sehingga apabila berlanjut dapat berisiko untuk mengganggu stabilitas harga pangan.

Demikian halnya dengan prospek perekonomian Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan tumbuh sedikit melambat. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera

dipengaruhi oleh kinerja produksi karet yang cenderung terkendala oleh faktor tingginya Sumber: BPS dan Kalkulasi Staf BI

(40) (30) (20) (10) 0 10 20 30 40 50 0 500 1000 1500 2000 2500 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2008 2009 2010 2011 2012 %,yoy ribu ton

Vol. Ekspor Manufaktur gVol.Ekspor (skala kanan)

5,0 5,5 6,8 3,1 (1,6) 1,5 5,0 (3,0) (2,0) (1,0) 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2007 2008 2009 2010 2011 2012 % juta ton

Produksi Padi gProduksi (rhs) Target Pemerintah -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 0 200 400 600 800 1.000 1.200 2009 2010 2011 2012f % kt

Produksi gProduksi (skala kanan)

Sumber: BMI 22,1 23,9 25,4 17,0 18,9 19,2 1,4 1,5 1,6 5,4 5,9 6,2 0 10 20 30 40 50 60 2010 2011 2012f juta ton

Indonesia Malaysia Thailand Others Sumber: Oil World

(9)

curah hujan di sebagian besar daerah di Sumatera dan Kalimantan. Kondisi ini menyebabkan Gabungan Asosiasi Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) merevisi ke bawah perkiraan produksi karet alam nasional 2012 dari sebelumnya 3,30 juta ton menjadi 2,95 juta ton, sedikit berada di atas capaian tahun 2011 (2,89 juta ton) .

Perkembangan terakhir beberapa sektor utama di KTI menguatkan perkiraan arah pertumbuhan ekonomi kawasan ini yang berpotensi untuk tumbuh lebih tinggi pada triwulan mendatang. Mulai kembali beroperasinya secara bertahap kegiatan aktivitas

penambangan di Grasberg (Papua) pada akhir triwulan laporan, yang diperkirakan akan dapat beroperasi penuh pada triwulan mendatang, menjadi sumber utama yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi KTI di triwulan II 2012. Selain itu, seiring dengan prakiraan kondisi cuaca yang relatif lebih kondusif akan berdampak positif pada aktivitas penambangan batu bara.

Grafik I.6.

Perkembangan Inflasi Kawasan

Grafik I.7.

Perbandingan Inflasi Wilayah Maret 2012 vs Historis

Di sisi perkembangan harga, inflasi di berbagai daerah pada akhir triwulan I 2012 cenderung mulai menunjukkan adanya tekanan (Grafik I.6). Kawasan Jawa dan KTI

merupakan kontributor utama meningkatnya inflasi nasional. Realisasi inflasi yang terjadi pada akhir triwulan I 2012 (Maret 2012) di hampir seluruh wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam tiga tahun terakhir (Grafik I.7). Wilayah Sumatera Bagian Tengah yang secara historis cenderung mengalami deflasi pada periode tersebut, pada Maret 2012 justru mencatat kenaikan inflasi. Hal ini terutama didorong oleh kenaikan harga bumbu – terutama cabe - yang cukup signifikan dan relatif tertahannya penurunan harga beras. Terkendalanya produksi cabe khususnya di sentra produksi di Jawa Timur akibat faktor tingginya curah hujan, menyebabkan pasokan yang relatif terbatas. Sementara itu, tertahannya harga beras pada siklus panen raya kali ini dipengaruhi oleh penerapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras pada akhir Februari 2012 dan bergesernya waktu puncak panen di sebagian besar Jawa yang diperkirakan baru terjadi pada April 2012. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan turut memengaruhi perkembangan harga di akhir triwulan I 2012, meski masih relatif terbatas.

Sejumlah faktor risiko yang mengemuka mendorong prakiraan inflasi di berbagai daerah cenderung bias ke atas pada triwulan mendatang. Adanya rencana penerapan

-1 1 3 5 7 9 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2009 2010 2011 2012 %,yoy

NASIONAL Sumatera Jakarta Jawa KTI

-0,20 0,19 -0,05 0,18 -0,06 0,24 0,07 0,10 0,00 0,29 (0,8) (0,6) (0,4) (0,2) 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 Ba g. U ta ra Ba g. T en ga h Ba g. Se la ta n Ba g. Ba ra t Ba g. T en ga h Ba g. T im ur Ba ln us tr a Ka lim an ta n Su la m pu a

Sumatera Jakarta Jawa KTI

%, mtm

Rata-rata Historis Mar Mar'12

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

(10)

4

kebijakan pengendalian impor hortikultura pada Juni 2012 diperkirakan berpotensi turut mendorong kenaikan harga bahan pangan. Selain itu, potensi kenaikan inflasi juga bersumber dari rencana implementasi kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Mencermati berbagai risiko yang ada, langkah penguatan komunikasi kebijakan melalui forum koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di berbagai daerah menjadi sangat penting untuk meredam eskalasi ekspektasi inflasi masyarakat.

Langkah tersebut perlu tetap disertai dengan upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan dan pengawasan terhadap distribusi bahan pangan pokok dan BBM bersubsidi dari tindakan spekulasi agar tidak mengganggu stabilitas harga. Penundaan pelaksanaan kebijakan pengendalian impor hortikultura telah memberikan waktu untuk lebih memastikan kesiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, terutama di empat pintu masuk utama yang ditetapkan sebagai titik pemasukan impor hortikultura. Hal ini merupakan langkah positif guna meminimalkan potensi ekses pada harga hortikultura.

Hasil liaison mengindikasikan bahwa implikasi terbesar dari pengendalian impor hortikultura diperkirakan terjadi di Jakarta dan Jawa Barat. Di kedua daerah

tersebut, peran komoditas impor hortikultura cukup besar dalam memenuhi permintaan masyarakat - khususnya bagi daerah urban yang cenderung memiliki preferensi tertentu - yang selama ini dipenuhi langsung dari Pelabuhan Tanjung Priok. Langkah Pemerintah yang juga menetapkan tiga pelabuhan tambahan sebagai pintu bagi impor hortikultura secara terbatas, yakni Pelabuhan Batam, Pelabuhan Karimun, dan Pelabuhan Bintan (selain empat pelabuhan yang sudah ditetapkan sebelumnya) diharapkan dapat mengurangi risiko kenaikan harga di daerah tertentu yang memiliki ketergantungan tinggi pada pasokan impor, khususnya daerah yang memiliki kedekatan lokasi dengan negara tetangga.

(11)

BOKS I

Pengendalian Pemasukan Impor Hortikultura:

Analisis Awal Potensi Dampak Terhadap Harga

Rencana Pemerintah untuk mengendalikan pemasukan impor hortikultura di satu sisi memberi peluang untuk mendorong peningkatan produksi hortikultura domestik.

Disamping itu, adanya kewajiban untuk memperkuat pemeriksaan karantina terhadap produk hortikultura impor akan dapat lebih menjamin terbebasnya produk holtikultura impor dari organisme pengganggu tumbuhan. Namun, di sisi lain perlu dicermati dampaknya dalam jangka pendek terhadap peningkatan harga, yang terutama dipicu oleh kenaikan biaya distribusi. Kenaikan harga diperkirakan lebih dirasakan di daerah yang memiliki tingkat ketergantungan cukup besar terhadap komoditas impor hortikultura. Secara nasional, ketergantungan yang masih tinggi terhadap komoditas impor bawang putih diperkirakan belum dapat disubstitusikan dalam jangka pendek. Data statistik menunjukkan bahwa impor hortikultura terbesar masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan diikuti oleh Pelabuhan Perak (Grafik I.9 dan I.10).

Grafik I.9. Volume Impor Sayuran Grafik I.10. Volume Impor Buah-buahan

Kebijakan pengendalian pemasukan impor hortikultura merupakan tindaklanjut dari UU No. 13 Tahun 2012 yang termuat dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)

No. 88, 89 dan 90 yang dikeluarkan pada akhir 20112. Secara umum, Permentan tersebut

mengatur tentang pemasukan impor hortikultura hanya dapat dilakukan melalui tiga pelabuhan laut dan satu bandar udara, yakni Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), dan Pelabuhan Makassar (Makassar), serta Bandar Udara Soekarno-Hatta. Dalam proses pemasukannya juga diatur mengenai tahapan karantina terhadap komoditas hortikultura impor untuk memastikan keamanannya dari berbagai jenis organisme pengganggu tanaman. Ketentuan ini seyogyanya mulai berlaku Maret 2012, namun mempertimbangkan kesiapan sarana dan prasarana, terutama di tiga

2

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan & Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan; Permentan No.89/Permentan/OT.140/ 12/2011 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-Buahan dan atau Sayuran Buah Segar ke dalam Wilayah NKRI; dan Permentan No.90/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah NKRI. Dua Permentan terakhir disahkan pada tanggal 14 Desember 2011 dan mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan

-100,000.00 200,000.00 300,000.00 400,000.00 500,000.00 600,000.00 2009 2010 2011 Jakarta Surabaya Medan -100,000.00 200,000.00 300,000.00 400,000.00 500,000.00 600,000.00 2009 2010 2011 Jakarta Surabaya Medan Makassar

(12)

6

pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk, Pemerintah memutuskan untuk menunda pelaksanaan pengendalian impor hingga tiga bulan mendatang (Juni 2012)3.

Hasil liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada importir, distributor, retailer dan pemangku kepentingan di berbagai daerah memperkuat indikasi kemungkinan terjadinya kenaikan harga jual hortikultura impor. Kenaikan harga terutama dipicu oleh

peningkatan biaya distribusi yang akan dikeluarkan oleh importir dan distributor, serta pengeluaran biaya untuk pembangunan gudang baru di Pelabuhan dan penyediaan kendaraan pengangkut yang memiliki cold storage. Selanjutnya, kenaikan biaya distribusi cenderung akan ditransmisikan sepenuhnya kepada konsumen. Survei yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Jawa mengindikasikan bahwa harga dapat meningkat lebih dari 20% terutama terjadi di Jawa Barat (Grafik I.11).

Grafik I.11. Strategi Harga Jual Hortikultura setelah Implementasi Kebijakan

Grafik I.12. Awarness Pedagang Terhadap Kebijakan Pengendalian Hortikultura

19% 80% 100% 34% 0% 0% 47% 20% 0% 0% 25% 50% 75% 100%

Jabagbar Jabagteng Jabagtim Stabil < naik 20% > naik 20%

33% 20% 0% 67% 80% 100% 0% 25% 50% 75% 100%

Jabagbar Jabagteng Jabagtim Mengetahui Tidak Mengetahui

Wilayah Jakarta dan Jawa Barat diperkirakan merupakan wilayah yang memperoleh dampak kenaikan harga terbesar dari pemberlakuan kebijakan pengendalian impor hortikultura. Beberapa kalangan distributor di Jakarta memperkirakan potensi kenaikan

biaya distribusi mencapai 2,5 kali lipat dari kondisi saat ini. Hal ini mengingat bahwa wilayah Jakarta yang secara “tradisional” memperoleh pasokan langsung dari Pelabuhan Tanjung Priok, harus mengalihkan ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Sementara itu, pasokan impor hortikultura yang masuk melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta diprioritaskan hanya produk impor holtikultura tertentu untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran. Kekhawatiran terhadap kondisi infrastruktur jalan yang dipandang belum memadai diyakini akan menyebabkan bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk distribusi produk. Sifat produk hortikultura yang perishable (tidak tahan lama) memerlukan adanya fasilitas pendukung berupa sarana angkut berpendingin ataupun biaya yang harus ditanggung untuk kerusakan produk. Faktor karakteristik konsumen urban di Jakarta dan kota-kota besar di Jawa Barat yang cenderung memiliki preferensi yang besar pada komoditas impor hortikultura menyebabkan kenaikan harga yang terjadi akan sepenuhnya ditransmisikan ke harga jual yang lebih tinggi.

3

Penundaan tersebut ditetapkan melalui Permentan No.15/Permentan/OT.140/3/2012 dan Permentan No.16/Permentan/OT.140/3/2012

(13)

Penundaan waktu selama tiga bulan ke depan sedikit banyak memberikan waktu kepada Pemerintah dan pelaku usaha terkait untuk memastikan kesiapan sarana dan prasarana yang diperlukan. Masih rendahnya pemahaman publik terhadap rencana

implementasi kebijakan pengendalian impor hortikultura sebagaimana tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh beberapa Kantor Perwakilan Bank Indonesia menunjukkan perlunya mengintensifikan sosialisasi dan komunikasi kepada berbagai pihak (Grafik I.12). Hal ini diperlukan guna meminimalkan permasalahan yang dapat berujung pada terganggunya stabilitas harga. Selain itu, perlu tetap dicermati komoditas hortikultura impor yang tidak dapat secara langsung digantikan oleh produk lokal dan belum cukup terjaganya kesinambungan pasokan karena memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap musim. Penguatan kerjasama lintas daerah diperlukan agar dapat menjamin kelancaran arus distribusi sehingga dapat meminimalkan potensi kenaikan harga dari penerapan kebijakan pengendalian impor tersebut. Dalam jangka panjang, strategi untuk mendorong peningkatan produksi hortikultura nasional perlu lebih dipertajam guna menjamin kesinambungan pasokannya sepanjang tahun dan tanpa mengenal “musim”, serta dapat memenuhi preferensi kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang.

(14)

8

BOKS II

Upah Minimum dan Daya Saing Industri Daerah

Pada awal tahun 2012, beberapa gejolak kembali mengemuka terkait dengan penentuan upah minimum. Meski demikian, gejolak yang terjadi relatif terkonsentrasi di

beberapa daerah basis industri seperti Jabodetabek dan Batam. Dalam banyak hal, gejolak yang terjadi seolah telah menjadi hal biasa setiap kali ditetapkannya upah minimum dengan intensitas yang cenderung justru meningkat di tengah membaiknya persepsi iklim investasi nasional. Permasalahan terkait penetapan upah minimum ini merupakan hal yang perlu menjadi prioritas untuk diatasi agar tidak menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dunia usaha dengan tetap mengedepankan kesejahteraan tenaga kerja.

Pada tahun 2012 rata-rata kenaikan upah minimum sebesar 11,2%. Provinsi DKI Jakarta

tercatat merupakan daerah dengan kenaikan upah minimum tertinggi yakni mencapai 18,5%, sedangkan yang terendah di Provinsi Papua Barat (3,3%). Kenaikan upah minimum yang cukup tinggi dapat berimplikasi pada daya saing daerah tersebut. Indikasi ini terlihat dari adanya perubahan rencana bisnis yang menjadi pilihan untuk ditempuh pelaku usaha, seperti misalnya relokasi basis industri ke daerah ataupun ke negara lain di kawasan yang memiliki tingkat upah yang lebih kompetitif dan relatif minim mengalami gejolak terkait permasalahan ketenagakerjaan, serta memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih baik. Salah satu negara yang dinilai oleh pelaku usaha memiliki ketentuan upah minimum yang cukup kondusif adalah Bangladesh. Penentuan upah di Bangladesh dilakukan secara nasional dan ditetapkan selama 5 tahun sehingga menjamin kepastian usaha (Tabel I.1). Sejalan dengan hal tersebut, studi yang dihasilkan oleh OECD menyimpulkan bahwa besaran upah minimum di Indonesia secara umum relatif mendekati tingkat upah rata-rata buruh. Hal ini menyebabkan lebih kecilnya ruang penyesuaian bagi pelaku usaha untuk menentukan kenaikan upah di jenjang pekerja yang lebih tinggi.

Tabel I.1

Nilai dari Komponen Daya Saing per Negara

Grafik I.13.

Rata-rata UMP dan Upah Buruh di Indonesia

Indonesia Vietnam Bangladesh

Institusi/kepastian hukum 4.0 3.8 3.2 Infrastruktur 3.6 3.6 2.1 Makroekonomi 5.2 4.5 4.5 Kesehatan & Pendidikan 5.8 5.7 5.0 Pendidikan tinggi 4.2 3.6 2.8 Pasar barang 4.3 4.2 3.8

Pasar tenaga kerja 4.2 4.8 4.8

Perkembangan pasar finansial 4.2 4.2 4.2 Teknologi 3.2 3.6 2.7 Ukuran pasar 5.2 4.6 4.3 Dukungan value chain bisnis 4.4 4.0 3.4

(15)

Untuk lebih mencermati perkembangan dalam penetapan upah minimum, Bank Indonesia melakukan liaison ke berbagai pelaku industri, asosiasi usaha, serikat pekerja, dan Pemerintah Daerah4. Dari hasil liaison tersebut, beberapa permasalahan umum yang

kerap mengikuti penetapan upah minimum antara lain bersumber dari proses penentuan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan proses penetapan UMP/UMK. Selain itu, adanya intervensi pemerintah daerah terhadap kesepakatan tripartit menjadi salah satu faktor yang memicu konflik penetapan UMP 2012. Untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas.

4

(16)

10

(17)

Bab II

Perekonomian Kawasan Sumatera

A. PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Sumatera pada triwulan I 2012 diperkirakan tumbuh sebesar 5,9% (yoy).

Meskipun pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,0 % (yoy), namun perekonomian di kawasan ini relatif lebih kuat dibandingkan rata-rata pertumbuhannya dalam tiga tahun terakhir (5%). Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sumatera ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian seiring dengan masuknya masa panen di beberapa daerah dan sektor industri pengolahan di tengah masih kuatnya konsumsi domestik.

Tabel II.1.

Pertumbuhan Ekonomi Sumatera

(%, yoy)

Kawasan 2010 2010 2011 2011 2012

I II III IV I II III IV If

Sumatera 4.9 5.2 5.6 6.5 5.6 5.9 6.2 5.9 6.0 6.0 5.9 Sumber: BPS, diolah

f angka perkiraan Bank Indonesia

Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 5,7% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,4% (yoy). Kinerja sektor pertanian terutama sub sektor tanaman

bahan makanan diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan mulainya panen raya di beberapa daerah di akhir Februari 2012 terutama di Propinsi Sumatera Selatan serta kondisi cuaca yang relatif kondusif pada triwulan laporan. Selain itu, produksi sawit diperkirakan tumbuh lebih baik, yang terutama didukung oleh faktor cuaca, dan akan terus meningkat hingga triwulan II 2012. Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian dikonfirmasi oleh tren meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) kawasan Sumatera sampai dengan bulan Februari 2011 (NTP tercatat sebesar 104,85).

Perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) Kawasan Sumatera juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan sektor PHR pada triwulan I 2012 diperkirakan

sebesar 6,3% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 8,7% (yoy). Kecenderungan perlambatan ekspor sawit dan karet sebagai komoditas utama memicu perlambatan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pelemahan ekonomi negara maju selain menyebabkan permintaan dunia melesu, juga berdampak pada penurunan harga komoditas utama ekspor kawasan Sumatera berupa minyak sawit mentah dan karet di pasar internasional. Namun demikian, sektor perdagangan domestik pada triwulan laporan diperkirakan masih relatif stabil seiring dengan tingginya tingkat konsumsi.

(18)

12

Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan I 2012

diperkirakan meningkat menjadi 5,5% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,8% (yoy). Masih kuatnya permintaan domestik menjadi salah satu pendorong masih terserapnya hasil produksi industri di tengah melemahnya permintaan global.

Tabel II.2.

Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sumatera Sisi Penawaran (%, yoy)

Sumber: BPS (diolah), *proyeksi Bank Indonesia

Di sisi permintaan, kinerja ekspor mulai menunjukkan perlambatan pertumbuhan, sementara impor tetap tumbuh tinggi. Pertumbuhan ekspor dalam PDRB Kawasan

Sumatera pada triwulan I 2012 diperkirakan sebesar 6,5% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,7% (yoy). Pelemahan ekonomi negara maju selain menyebabkan permintaan dunia melesu, juga berdampak pada penurunan harga komoditas utama ekspor kawasan Sumatera berupa minyak sawit mentah dan karet di pasar internasional. Total nilai ekspor non-migas Sumatera pada posisi terakhir selama Jan-Feb 2012 mencapai USD5,5 miliar, atau tumbuh -10,64% (yoy). Kinerja ekspor non migas kawasan Sumatera pada awal triwulan I 2012 masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhannya pada akhir tahun 2011 (Nov-Des) yang mencapai 2,69% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan impor juga menunjukkan perlambatan walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi. Sampai dengan triwulan I 2012 impor kawasan

Sumatera diperkirakan akan tumbuh sebesar 13,2% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,4% (yoy). Masih tingginya kebutuhan besi dan baja untuk kegiatan industri, khususnya industri galangan kapal (shipyard) menjadi salah satu faktor masih tingginya impor kawasan Sumatera. Impor besi dan baja (SITC 69) di Sumbagteng pada posisi terakhir mencapai USD206,7 juta atau mengalami peningkatan 44,7% (yoy).

Pertumbuhan konsumsi pada triwulan I 2012 diperkirakan sebesar 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,8% (yoy). Peningkatan aktivitas

konsumsi berasal dari konsumsi rumah tangga yang meningkat dari semula tumbuh 4,9% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Peningkatan Upah Minimum Propinsi di semua daerah di kawasan Sumatera diperkirakan turut memberikan andil dalam peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, daya beli masyarakat relatif masih terjaga mengingat inflasi Sumatra pada Triwulan I 2012 yang relatif rendah.

(19)

Konsumsi pemerintah juga diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 4,4% pada akhir triwulan IV 2011 menjadi 7,1% di triwulan I 2012. Di tahun 2012 ini

diperkirakan konsumsi pemerintah akan mengalami peningkatan seiring dengan tren peningkatan realisasi belanja APBD selama tiga tahun terakhir. Dari aspek penggunaan, alokasi belanja modal APBD terus mengalami penurunan, walaupun secara kualitas terlihat adanya peningkatan yang tercermin dari peningkatan persentase realisasi belanja modal tersebut. Untuk melakukan perbaikan kualitas realisasi anggaran ke depan, pemerintah telah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Percepatan Anggaran (TEPPA) sehingga dapat berperan lebih maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Sementara itu, kegiatan investasi pada triwulan I 2012 diperkirakan tumbuh sebesar 18,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 28,0% (yoy). Hal ini

diperkirakan karena masih tingginya pertumbuhan investasi pasca gencarnya pembangunan fisik di Sumatera Selatan terkait dengan pelaksanaan SEA Games XXVI dan juga didorong oleh proses persiapan PON 2012 di Riau.

Tabel II.3.

Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sumatera Sisi Permintaan (%, yoy)

Sumber: BPS (diolah), *proyeksi Bank Indonesia

B. INFLASI

Inflasi Kawasan Sumatera triwulan I 2012 mulai menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Angka realisasi inflasi paling tinggi tercatat terjadi di Sumatera Bagian Utara

(Sumbagut) yakni mencapai 3,84% (yoy), diikuti wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) sebesar 3,74% dan wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) sebesar 3,68%. Dilihat berdasarkan provinsinya, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung (5,15%), sedangkan yang terendah tercatat di Provinsi Kepulauan Riau (3,17%).

Mulai meningkatnya pergerakan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan beberapa komoditas yang masuk dalam kelompok inti, terutama emas dan komoditas pangan yang mulai cenderung kembali meningkat. Kenaikan harga emas di Sumatera

dipicu oleh perkembangan di pasar global. Pertengahan triwulan I 2012, harga emas mencapai USD1.741,23/oz mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2011

(20)

14

sebesar USD1.638,95/oz, walaupun harga emas terkoreksi di akhir triwulan. Hal ini menjadi salah satu pendorong peningkatan inflasi inti Sumatera dari 4,84% (yoy) menjadi 5,82% (yoy). Sementara itu, kenaikan harga beberapa komoditas aneka bumbu, sayuran dan ikan-ikanan yang cenderung meningkat turut mendorong pergerakan inflasi secara keseluruhan.

C. ASESMEN PERBANKAN

Kinerja perbankan di kawasan Sumatera secara umum masih menunjukkan perkembangan positif. Baik aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tetap menunjukkan

pertumbuhan yang tinggi. Selain itu perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan juga menunjukkan peningkatan disertai dengan kualitas kredit yang relatif terjaga.

Tabel II.4.

Perkembangan Indikator Utama Perbankan di Kawasan Sumatera

Sumber: LBU-BI (data per Februari 2012)

Penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera tumbuh tinggi. Pertumbuhan

kredit hingga posisi terakhir di triwulan I 2012 mencapai 25,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 39,31% (yoy). Masih tingginya tingkat konsumsi masyarakat dan kegiatan ekonomi yang membutuhkan modal kerja mendukung terus tingginya penyaluran kredit di Sumatera.

Namun di sisi lain, pertumbuhan DPK lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan DPK pada triwulan I 2012 relatif melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya dari semula 18,65% (yoy) menjadi 15,32% (yoy). Selain itu, lebih rendahnya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) perbankan di kawasan Sumatera terus mengalami peningkatan, dari semula sebesar 102,38% pada triwulan IV 2011, menjadi 102,92%. Rasio LDR ini menandakan bahwa pemenuhan penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera banyak dipenuhi oleh aliran dana dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya di luar wilayah operasional perbankan di Sumatera.

Derasnya penyaluran kredit tetap didukung dengan kualitas kredit yang terjaga. Secara

umum Non-Performing Loan (NPL) perbankan di kawasan Sumatera sebesar 2,26%, sedikit naik dibandingkan triwulan sebelumnya 2,14%, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan ambang batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.

(21)

D. PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini diperkirakan bersumber

dari pelambatan ekspor komoditas utama sebagai dampak masih berlarutnya penyelesaian krisis di negara-negara maju serta kemungkinan penurunan konsumsi dengan terbukanya opsi kenaikan harga BBM bersubsidi jika harga ICP terus meningkat.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi walaupun cenderung melambat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan

tumbuh melambat, seiring dengan masih terbukanya peluang kenaikan harga BBM. Penetapan kebijakan Bank Indonesia yang mengatur penetapan batas minimum down payment untuk kredit kendaraan bermotor dan kredit pemilikan rumah diperkirakan juga akan menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kegiatan investasi akan terus tumbuh positif terkait dengan masih berlanjutnya sejumlah pembangunan infrastruktur fisik di kawasan Sumatera terkait dengan persiapan pelaksanaan PON 2012 di Riau serta progres pelaksanaan MP3EI. Sedangkan net-ekspor diperkirakan masih mengalami pelemahan mengingat masih dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi permintaan eksternal dan harga komoditas ekspor utama.

Dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan relatif stabil dengan mulai masuknya musim panen pada tanaman bahan makanan. Sementara itu,

komoditas karet alam diperkirakan menghadapi risiko terkait potensi terjadinya gangguan cuaca. Pelemahan ekspor diperkirakan juga akan berdampak pada pelemahan pertumbuhan sektor PHR. Sedangkan untuk sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan masih terbukanya peluang kenaikan harga BBM yang dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi dan distribusi.

Prospek perkembangan inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan cenderung meningkat dibandingkan triwulan I 2012. Memperhatikan perkembangan harga dan

asesmen perekonomian terkini, inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan sebesar 5,5%±1%. Isu rencana kenaikan BBM yang akan diikuti dengan kenaikan tarif angkutan, masih berpotensi mempengaruhi level inflasi Sumatera. Pengumuman rencana kenaikan BBM jauh sebelumnya juga menyebabkan kenaikan ekspektasi masyarakat akan terjadinya inflasi. Hal ini terlihat pada hasil survei konsumen yang menunjukkan kenaikan indeks ekspektasi harga 3 bulan dan 6 bulan ke depan. Tambahan pula, masih berlanjutnya proses pemulihan ekonomi Eropa dan sejumlah negara maju diperkirakan juga akan mempengaruhi peningkatan harga emas dunia dan harga komoditas internasional lainnya.

(22)

16

(23)

Bab III

Perekonomian Kawasan Jakarta

A. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2012 diprakirakan dapat tetap tumbuh stabil sebesar 6,7% (yoy). Pertumbuhan ekonomi yang stabil didukung oleh pengeluaran

konsumsi terutama konsumsi rumah tangga dan investasi. Kinerja ekspor Jakarta masih mengalami perlambatan sebagai dampak berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global. Di sisi lain, impor terutama bahan baku mengalami peningkatan. Pertumbuhan sektor utama Jakarta yaitu sektor Konstruksi; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan turut menopang stabilnya perekonomian Jakarta.

Kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi dan ketersediaan lapangan kerja. Hasil survei konsumen rumah tangga memperlihatkan

bahwa persepsi dan keyakinan terhadap kondisi ekonomi masih terjaga dan lapangan kerja masih tersedia walaupun sebagian masyarakat beranggapan bahwa penghasilan belum akan mengalami peningkatan yang signifikan. Di tengah meningkatnya potensi inflasi akibat rencana kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang akhirnya dibatalkan, tidak terlihat adanya perubahan keyakinan terhadap perekonomian yang signifikan. Hal ini terindikasi dari stabilnya pembelian barang tahan lama (mobil dan alat rumah tangga). Namun demikian, laju pertumbuhan kredit konsumsi di bulan Januari 2012 sebesar 19,6% (yoy) mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Desember 2011 sebesar 24,2% (yoy).

Grafik III.1

Survey Konsumen Kawasan Jakarta

Grafik III.2

Konsumsi Semen & Impor Barang Modal

20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2009 2010 2011 2012

Indeks Survei Konsumen-Kondisi Saat Ini

Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini Indeks Penghasilan saat ini

Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2009 2010 2011 2012 %, yoy

g.Nilai Impor Brg Modal (rhs) g.Kons Semen Jkt - rhs

Realisasi konsumsi pemerintah masih relatif terbatas. Penyerapan belanja APBD

Pemprov DKI Jakarta pada triwulan I 2012 (sampai dengan Maret 2012) tercatat sebesar 10,6% atau Rp 3,6 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2011 yang hanya mencapai 14,8%. Namun sesuai dengan pola penyerapan anggaran belanja, realisasi anggaran umumnya menumpuk di triwulan akhir. Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk memacu penyerapan anggaran dalam rangka memberikan stimulus

(24)

18

terhadap perekonomian Jakarta yang diprediksi akan mengalami perlambatan di tahun 2012. Untuk mendukung hal tersebut, mulai tahun 2012, data penyerapan dan data administrasi proyek terkoneksi langsung dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah.

Grafik III.3 Daerah Tujuan Ekspor

Grafik III.4

Perkembangan Ekspor dan Impor Barang

-100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2008 2009 2010 2011 2012

%, yoy

AMERICA EUROPE AFRICA ASIA (70.99) ASEAN (33.44) AUSTRALIA (2.94)

-60 -40 -20 0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2009 2010 2011 2012

%, yoy g.Total impor

g.Total Ekspor

Investasi baik berupa Foreign Direct Investment (FDI) maupun investasi dari sumber domestik masih berada dalam tren yang meningkat. Realisasi FDI maupun investasi

domestik mengalami peningkatan terutama dari pembukaan kantor investor asing dan perluasan beberapa usaha perdagangan. Selain menciptakan lapangan kerja, peningkatan investasi juga turut mendorong permintaan akan properti ruang kantor. Dari data indikator investasi khususnya data konsumsi semen dan impor barang modal (posisi hingga Februari 2012) terlihat tren pertumbuhan setelah adanya perlambatan di triwulan akhir 2011. Pertumbuhan investasi merupakan salah satu faktor kritikal yang perlu dipacu untuk mengkompensasi dampak perlambatan ekspor. Dalam kaitan itu, Pemprov DKI Jakarta akan mengakselerasi sistim “One Stop Service” serta membangun Galeri Investasi untuk dijadikan sentra informasi investasi.

Kinerja ekspor hingga Januari 2012 tetap mengalami perlambatan sejalan dengan berlanjutnya risiko perekonomian negara maju. Penurunan ekspor secara khusus terjadi

pada ekspor manufaktur kecuali ekspor mesin dan kendaraan bermotor yang masih cukup baik untuk pasar ASEAN. Walaupun total volume ekspor manufaktur menurun, namun nilai ekspor relatif stabil yang didukung oleh adanya diversifikasi ekspor ke negara ASEAN, Afrika dan Australia. Peningkatan ekspor makanan jadi dan barang tahan lama (durable goods) ke pasar ekspor baru yang menjadi andalan produsen Jakarta. Untuk menghadapi persaingan yang makin kuat ke depan terutama dari negara Asia lainnya serta mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi China, perlu adanya peningkatan daya saing untuk menjaga kinerja ekspor Jakarta. Peningkatan daya saing Jakarta juga penting dalam mengantisipasi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015. Salah satu aspek dari daya saing (competitiveness) terkait ekspor dan investasi adalah masalah pengupahan. Kenaikan UMP Jakarta yang cukup tinggi di tahun 2012 sebesar 18,54% dan kenaikan UMSP antara 6%-30% perlu dicermati dalam konteks meningkatkan daya saing industri manufaktur.

(25)

Perkembangan beberapa sektor utama di Jakarta juga terindikasi relatif tumbuh pada kisaran yang cukup stabil. Kinerja sektor industri pengolahan mengalami sedikit

perbaikan sejalan dengan pasokan bahan baku impor yang membaik. Kenaikan bahan baku impor terutama dari jenis pelumas dan bahan kimia, bahan aksesori dan spare part dari kendaraan bermotor. Sedangkan kenaikan bahan baku impor untuk makanan, baik yang bahan baku utama maupun yang telah diproses, berada dalam level terbatas.

Tabel III.1

Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jakarta

I II III IVP IP IIP

Pertanian 0.3 1.7 2.4 1.5 1.3 0.4 0.8 -3.3 1.7 0.2

Pertambangan dan penggalian -4.3 1.5 18.5 12.6 5.7 -3 8.6 -2.9 -2.6 -2.1

Industri pengolahan 0.1 3.6 4.7 1.7 1.9 1.2 2.4 1.4 2.2 2.3

Listrik gas dan air bersih 4.6 5.6 4.1 4.7 3.5 3.7 4 4.9 4.6 5.1

Konstruksi 6.2 7.1 6.7 9.0 8.5 7.2 7.9 7.3 7.3 7.3

Perdagangan, hotel dan restoran 4.0 7.3 7.0 7.2 7.9 7.7 7.4 6.9 7.3 7.0 Pengangkutan dan komunikasi 15.6 14.8 14.1 14.4 13.4 13.8 13.9 13.8 14.2 14.0 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 4.0 4.2 4.9 5.1 4.8 5.5 5 4.6 4.2 4.4

Jasa - jasa 6.5 6.6 6.3 6.5 7.3 7.7 6.9 6.6 7.1 6.7

JAKARTA 5.0 6.5 6.7 6.7 6.7 6.6 6.7 6.7 6.5 6.5

Sumber: BPS (diolah)

P Angka perkiraan Bank Indonesia

2012P 2012

2011P Wilayah/Kawasan 2009 2010 2011

Sementara itu, perkembangan di sektor konstruksi didukung oleh kuatnya permintaan disertai pembiayaan yang relatif terjangkau. Optimisme pengembang terlihat pada

berlanjutnya pembangunan properti komersial terutama untuk ruang perkantoran dan pusat perbelanjaan. Pembangunan properti kantor tercatat akan diselesaikan sepanjang 2012 untuk mengimbangi permintaan yang cukup tinggi. Secara total terdapat sekitar 81.200 m2 tambahan ruang kantor pada triwulan I 2012 di daerah CBD, dengan selesainya

3 gedung kantor. Untuk properti apartemen sewa dan kondominium, belum akan ada tambahan unit yang cukup signifikan di triwulan I 2012, walaupun beberapa proyek baru direncanakan akan diluncurkan di semester I 2012. Diprediksi harga sewa apartemen dan kondominium akan mengalami peningkatan walaupun dalam level yang terjaga. Di triwulan I 2012 terdapat penambahan ruang sewa di pusat perbelanjaan sebesar 55.000 m2

dari total 282.827 m2 yang direncanakan di 2012. Proyek infrastruktur yang telah

diselesaikan di awal 2012, diantaranya underpass Antarsari sebagai bagian dari proyek pembangunan Jalan Layang Antasari-Blok M. Disamping itu, pembebasan lahan untuk proyek MRT di Lebak Bulus dan perluasan tol dalam kota juga telah dimulai.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh tinggi walaupun sedikit lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya. Perkembangan di sektor ini terutama

didukung oleh masih kuatnya permintaan konsumen sebagaimana terlihat pada pergerakan indeks pembelian barang tahan lama pada hasil survei konsumen dan indeks penjualan barang rumah tangga pada survei penjualan eceran. Indikator lain terlihat pada jumlah pendapatan pajak Pemprov DKI Jakarta untuk pajak hotel, restoran dan reklame

(26)

20

yang telah mencapai lebih dari 16% di akhir bulan Februari 2012. Disamping itu arus bongkar dan muat di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta terlihat cenderung meningkat.

Perkembangan di sektor keuangan diperkirakan tumbuh di kisaran 4,6% pada triwulan I 2012. Penyaluran kredit perbankan pada kuartal pertama 2012 ini terlihat

tumbuh tinggi, yakni mencapai 25,8% (yoy) pada posisi Januari 2012. Kenaikan kredit yang disalurkan terutama pada jenis kredit investasi hingga 38,4% (yoy), sementara kredit konsumsi dan modal kerja relatif tumbuh stabil. Sementara itu, volume transaksi perdagangan saham kembali tumbuh meningkat sebesar 16,3%, setelah sempat sedikit melambat pada triwulan sebelumnya. Kendati demikian, nilai perdagangan saham masih mengalami koreksi sejalan dengan tekanan pada IHGS. Jumlah penawaran saham perdana (IPO) juga mengalami penurunan dibanding triwulan I 2011.

B. INFLASI

Inflasi Jakarta pada triwulan I 2012 tercatat sebesar 4,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (3,97%). Berbeda dengan pola historisnya yang

cenderung rendah, tekanan inflasi pada triwulan laporan cenderung meningkat didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan, terutama beras dan beberapa produk daging sejak awal tahun 2012. Pasokan beras yang sempat terhambat akibat banjir yang terjadi di beberapa daerah pemasok utama beras ke wilayah Jakarta berdampak pada peningkatan harga beras yang cukup tinggi di awal tahun.

Harga komoditas pangan lain juga mengalami peningkatan sebagai akibat terhambatnya distibusi karena tingginya curah hujan dan banjir di beberapa ruas jalur utama transportasi. Pasokan cabe dan bawang merah di triwulan I 2012 tercatat stabil

yang ditopang oleh panen yang terjadi di sebagian daerah sentra produksi (di Jawa Tengah dan Jawa Barat) dan masih adanya stok impor bawang merah. Koreksi harga komoditas bumbu-bumbuan mampu meredam tekanan inflasi bahan makanan di awal tahun, walaupun di bulan Maret 2012 terjadi lonjakan harga cabai yang cukup signifikan. Tekanan inflasi relatif dapat diredam dengan adanya Operasi Pasar (OP) beras yang intensif terutama menjelang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang pada akhirnya dibatalkan.

Namun, ekspektasi negatif masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM diperkirakan telah berpengaruh terhadap peningkatan harga baik komoditas pangan maupun non pangan di Jakarta. Inflasi di kelompok inti masih dipicu oleh kenaikan

harga emas seiring dengan harga emas global yang bertahan pada level yang cukup tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Disamping itu, terdapat kenaikan harga bahan bangunan seiring dengan masih tingginya permintaan dan kenaikan biaya transport. Inflasi dari kelompok administered prices terutama didorong oleh kenaikan harga minyak global yang berpengaruh pada harga BBM non subsidi di Jakarta.

(27)

Grafik III.5

Disagregasi Inflasi Kawasan Jakarta

Grafik III.6

Ekspektasi Konsumen 3 Bulan Kedepan

C. ASESMEN PERBANKAN

Fungsi intermediasi perbankan di Jakarta tetap berjalan dengan baik, dengan tingkat risiko kredit yang masih terjaga rendah. Pertumbuhan kredit hingga triwulan I 2012

(Januari 2012) mencapai 25,8% (yoy), meningkat dibandingkan periode tahun 2011 yang mencapai 24,0%. Penyaluran kredit yang mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi adalah kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 35,6% (yoy) dan 22,6% (yoy), meningkat dibandingkan periode 2011 (masing-masing sebesar 16,7% dan 11,1%). Dari sisi struktur penyerapan, Kredit Modal Kerja mendominasi penyaluran kredit dengan baki debet sebesar Rp557,0 triliun (porsi 43,8%). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 20,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (18,7%; yoy) atau secara nominal menjadi Rp1.402,29 triliun. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di Jakarta mengalami penurunan menjadi sebesar 2,23%.

Grafik III.7

Perkembangan Penggunaan Kredit Kawasan Jakarta

Grafik III.8

Perkembangan Kredit Sektor Unggulan Kawasan Jakarta -20 -10 0 10 20 30 40 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2009 2010 2011 2012

% Perkembangan Kredit Perbankan

g.Modal Kerja (y-o-y) g.Investasi (y-o-y) gKonsumsi (y-o-y)

-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008 2009 2010 2011 %, yoy %, yoy

g.Perindustrian g.Jasa Dunia Usaha g.Perdagangan, Restoran dan Hotel - rhs

D. PROSPEK PEREKONOMIAN

Prospek pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II 2012 diperkirakan masih tumbuh pada kisaran 6,5%. Konsumsi rumah tangga diperkirakan cenderung meningkat

didukung daya beli yang lebih baik disertai tingkat harga yang relatif terkendali. Keyakinan masyarakat Jakarta terhadap perekonomian secara umum juga masih terjaga

(28)

22

di tengah ketidakpastian ekonomi global dan rencana kenaikan harga BBM. Meningkatnya aktivitas kegiatan terkait persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta diperkirakan turut berpengaruh positif pada kinerja perekonomian Jakarta secara keseluruhan. Namun, dinamika perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian diperkirakan berimbas pada kinerja perdagangan luar negeri Jakarta.

Konsumsi pemerintah juga diprakirakan akan cenderung kembali meningkat sebagaimana polanya di triwulan kedua seiring dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur seperti perluasan tol dalam kota (Lingkar Luar), pembangunan proyek MRT dan pelabuhan Kalibaru. Selain itu, beberapa proyek prasarana dan sarana publik

yang dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta juga ikut menopang konsumsi pemerintah secara keseluruhan. Dukungan Anggaran Belanja Pemprov DKI Jakarta 2012 tercatat sebesar Rp30,82 triliun. Rencana pembangunan prasarana dan sarana publik oleh Pemprov DKI Jakarta akan ditunjang oleh penerbitan obligasi daerah sebesar Rp1,7 triliun pada pertengahan 2012. Investasi juga masih memiliki potensi meningkat seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan properti komersial, maupun sarana penunjang transportasi massal.

Pertumbuhan investasi baik foreign direct investment (FDI) maupun investasi dari sumber domestik diharapkan dapat mengkompensasi penurunan ekspor Jakarta yang ditengarai akan berlanjut hingga akhir 2012. Beberapa produk ekspor manufaktur yang

perlu diwaspadai berpotensi mengalami penurunan lebih dalam adalah produk industri tekstil, kulit & alas kaki, industri pupuk, kimia dan barang dari karet. Selain melakukan diversifikasi ekpor, juga perlu adanya peningkatan daya saing dalam menghadapi tingkat persaingan yang lebih ketat terutama dari China dan Vietnam, khususnya untuk produk alas kaki dan tekstil.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan Jakarta terutama akan didukung oleh sektor non tradable melalui jalur Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), Pengangkutan dan Komunikasi serta Konstruksi. Pertumbuhan sektor PHR didukung oleh tingginya

perdagangan antar daerah, merujuk pada arus bongkar muat di pintu utama aktivitas ekspor impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Peningkatan aktivitas perdagangan ini akan mendukung pertumbuhan di sektor pengangkutan terutama angkutan barang. Selain itu, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta pada triwulan II 2012 juga akan mendukung peningkatan utilisasi fasilitas hotel dan restoran disamping juga jasa angkutan dan komunikasi. Di sektor konstruksi, berlanjutnya pembangunan fasilitas komersial dari ruang kantor sewa, pusat perbelanjaan dan residensial akan makin menjaga pertumbuhan Jakarta di kisaran yang diproyeksikan.

Risiko inflasi di triwulan II 2012 di wilayah Jakarta diprakirakan masih cukup tinggi.

Peningkatan inflasi di triwulan I 2012 yang terlihat di luar pola historisnya dipicu oleh ketidakpastian rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, dan diprediksi dapat berlanjut di triwulan II, walaupun telah ada inisiatif Pemprov DKI Jakarta dan TPID untuk melakukan operasi pasar dan monitoring aktivitas penimbunan pasokan dan stabilitas harga secara umum. Masuknya bulan puasa di Juli 2012 diiringi dengan tahun ajaran

(29)

baru sekolah juga ditengarai akan memberikan tekanan inflasi Jakarta. Dari sisi volatile food, sesuai dengan pola musiman, masa paceklik akan terjadi di akhir triwulan III. Selain itu, rencana pengendalian pemasukan impor hortikultura pada Juni 2012 berpotensi turut mendorong kenaikan inflasi Jakarta pada triwulan mendatang. Mencermati berbagai perkembangan terkini tersebut maka inflasi Jakarta diperkirakan berada pada batas atas kisaran sasaran inflasi nasional.

(30)

24

(31)

Bab IV

Perekonomian Kawasan Jawa

A.

PERTUMBUHAN EKONOMI

Konsumsi rumah tangga tetap tumbuh meningkat didukung oleh optimisme terhadap daya beli yang meningkat. Tekanan inflasi terhadap bahan makan volatile food yang

terjadi pada periode laporan masih dapat diimbangi dengan optimisme pada meningkatnya tingkat penghasilan. Tingkat penghasilan yang meningkat dirasakan oleh pegawai negeri sipil yang gajinya naik rata-rata 10% dan pegawai swasta dengan kenaikan UMK rata-rata sebesar 10,27% dimana pada tahun 2011 hanya naik 8,69%. Secara umum konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa terutama di tengah melambatnya perekonomian dunia. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini dapat terlihat dari meningkatnya indeks keyakinan konsumen dan indeks penjualan eceran dalam negeri. Selain itu, impor barang konsumsi ke kawasan Jawa juga menunjukkan adanya peningkatan. Pembiayaan konsumsi dari lembaga keuangan bank juga tumbuh tinggi, yakni mencapai 20,9% (yoy) pada posisi Februari 2012 meskipun lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Realisasi konsumsi pemerintah pada awal tahun masih sangat rendah. Penyerapan

anggaran pemerintah diperkirakan lebih rendah dari rata-rata 3 tahun terakhir sebesar 7,3%. Permasalahan “klasik” terkait dengan keterlambatan pengesahan anggaran seperti lamanya proses pengajuan rencana kerja dan anggaran masing-masing dinas serta hubungan antara eksekutif dan legislatif yang kurang harmonis masih dihadapi di berbagai daerah sehingga menyebabkan rendahnya realisasi anggaran di kuartal pertama 2012. Selain itu, sebagian besar Pemda belum dapat mencairkan anggaran sesuai rencana akibat adanya restrukturisasi organisasi, keterlambatan pengesahan anggaran, lamanya proses lelang, serta keterbatasan sumber daya yang memiliki kompetensi sebagai tim pengadaan.

Hasil diskusi dengan beberapa pemangku kepentingan mengemuka persoalan yang turut menyebabkan lebih rendahnya realisasi anggaran pada triwulan pertama 2012, yakni terkait dengan dilakukannya beberapa penyesuaian dengan terbitnya peraturan yang lebih tegas atas penyaluran dana hibah/bansos. Pengaturan tersebut mengharuskan Pemerintah Daerah untuk secara rinci mencantumkan sasaran penerima dan besaran hibah/bansos pada saat penyusunan anggaran di dalam surat keputusan Kepala Daerah tentang Daftar Penerima Hibah Bansos dengan mengacu pada usulan/rekomendasi serta kajian teknis dari kepala dinas kepada Kepala Daerah.

(32)

26

Grafik IV.1

Rata-rata Realisasi APBD selama 3 tahun terakhir

7.3 28.6 51.9 87.3 0 20 40 60 80 100

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

%

Ideal Total Belanja

Tabel IV.2

Rata-rata Realisasi Belanja 3 tahun terakhir Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

TOTAL BELANJA Banten 10.7 31.45 61.78 95.94 Jabar 6.5 23.7 57.5 92.1 Jateng 7.2 31.6 54.2 94.5 DIY 5.5 25.8 50.5 90.8 Jatim 6.4 30.4 35.3 63.0 BELANJA MODAL Banten 8.28 26.93 54.07 69.08 Jabar 1.4 5.1 20.0 89.1 Jateng 1.5 14.8 39.1 91.2 DIY 0.1 3.7 18.0 83.3 Jatim 1.8 16.8 22.4 42.4

Investasi pada awal tahun 2012 menunjukkan adanya perlambatan terutama di Jawa

Timur. Beberapa indikator investasi menunjukkan bahwa arah pertumbuhan terus dalam

tren meningkat, meskipun demikian di Kawasan Jawa pada triwulan I 2012 terdapat sedikit perlambatan. Perlambatan investasi ini terutama disebabkan oleh belum terealiasikannya kegiatan pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Daerah. Selain itu, beberapa perusahaan sesuai hasil liaison masih menunggu waktu yang tepat untuk melakukan investasi terutama karena adanya rencana kenaikan harga BBM.Perlambatan kegiatan investasi juga ditunjukkan pada data impor barang modal dan penjualan semen di kawasan yang menurun.

Grafik IV.2

Penjualan Semen di Kawasan Jawa

2.555 2.340 -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% -500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2009 2010 2011 2012

R

ibu

Ton

Semen (rata-rata bulanan) Pertumbuhan (yoy)

Grafik IV.3 Impor Barang Modal

-100,0% -50,0% 0,0% 50,0% 100,0% 150,0% 200,0% 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2009 2010 2011 2012

Impor Barang Modal Pertumbuhan

Kinerja ekspor kawasan Jawa pada awal tahun 2012 masih dapat tumbuh meningkat di tengah prospek melemahnya perekonomian negara maju. Pertumbuhan ekspor

Kawasan Jawa mengalami sedikit peningkatan dari 11,0% menjadi 11,8%. Peningkatan kinerja ekspor Kawasan Jawa pada periode laporan dipengatuhi oleh meningkatnya permintaan makanan dan minuman pasca Tsunami di Jepang dan terhambatnya produksi makanan laut di Thailand akibat banjir. Selain itu, terdapat pengalihan ekspor ke negara Timur Tengah. Pangsa komoditas maupun negara tujuan ekspor telah terdiversifikasi, tidak hanya tergantung kepada pasar negara Amerika maupun Eropa.

(33)

Grafik IV.4

Perkembangan Ekspor per Negara Mitra Dagang Utama

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2011 2012 %, yoy

Jepang Timur Tengah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2011 2012 AS UE ASEAN Cina ASEAN Cina Jepang TimTeng AS UE Meningkat Menurun Grafik IV.5

Perkembangan Ekspor per Negara Mitra Dagang Utama

-40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2011 2012 %, yoy

Mamin Mesin & Elektronik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

2010 2011 2012

Plastik & Karet Kendaraan TPT Alas Kaki Mesin & Elektronik

Makanan & Minuman

Alas Kaki

Plastik & Karet TPT Kendaraan

Meningkat Menurun

Sementara itu, industri pengolahan di Jawa tumbuh stabil pada awal tahun ini, ditopang oleh tingginya konsumsi rumah tangga. Permintaan dalam negeri yang masih

tumbuh dapat mendorong kinerja sektor ini. Pasokan bahan baku untuk industri otomotif dan elektronik yang sempat terkendala pada tahun 2011 akibat bencana tsunami Jepang dan banjir di Thailand telah kembali normal. Tumbuhnya industri pengolahan pada triwulan I 2012 juga diindikasikan pada peningkatan impor bahan baku di kawasan Jawa. Meskipun dapat tumbuh, kinerja industri pengolahan tertahan oleh masih lemahnya permintaan luar negeri dan adanya masalah antara buruh dengan perusahaan terkait penetapan upah minimum kota.

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diperkirakan tumbuh stabil meskipun berpotensi tumbuh lebih tinggi karena kuatnya permintaan konsumen. Permintaan

konsumen terhadap barang tahan lama meningkat tercermin dari tren indeks pembelian barang tahan lama (Survei Konsumen) dan penjualan barang rumah tangga (Survei Penjualan Eceran). Indeks konsumen menunjukkan ketetapatan konsumen dalam pembelian barang tahan lama meningkat 13,8% (yoy), terutama berupa alat rumah tangga, yang naik sekitar 29,2% (yoy) dibandingkan tahun 2010 (23,0%; yoy). Meskipun demikian, adanya kenaikan harga barang yang terjadi di akhir triwulan I 2012 akibat ekspektasi pedagang terhadap rencana kenaikan harga BBM menyebabkan pertumbuhan kinerja sektor ini sedikit tertahan.

Sektor pertanian pada triwulan I 2012 mengalami perlambatan karena adanya pergeseran musim panen. Musim kemarau yang panjang di tahun 2011 menyebabkan

mundurnya masa tanam ke 3 tahun 2011 dan musim panen raya 2012. Hal ini terutama terjadi di Jawa Barat yang menyumbang 60% produksi padi kawasan Jawa. Panen raya

(34)

28

tahun 2012 diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret dan April, sementara di tahun 2011 panen terjadi pada bulan Februari dan Maret.

Tabel IV.3

Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa

2012

I II III IV I

Pertanian 6,3 2,5 2,0 2,8 -1,9 2,6 1,3 0,8

Pertambangan dan Penggalian 7,4 5,7 3,0 1,2 0,6 0,5 1,3 -0,5

Industri Pengolahan 1,0 4,1 7,1 5,5 6,1 5,7 6,1 5,7

Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,1 8,1 4,3 3,3 2,2 4,9 3,7 9,1

Bangunan/Konstruksi 5,8 9,1 9,1 10,7 9,6 9,6 9,8 8,8

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,2 9,9 7,5 8,3 9,3 10,1 8,8 10,1

Pengangkutan dan Komunikasi 10,2 11,1 15,0 13,1 10,6 9,1 11,8 8,8

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 6,6 7,5 10,2 9,7 8,2 8,7 9,2 6,8

Jasa-jasa 5,0 6,2 9,2 6,4 7,6 3,6 6,6 7,0

JAWA 4,7 6,3 7,1 6,6 6,1 6,7 6,6 6,4

2011

Sektor 2009 2010 2011

B.

INFLASI

Inflasi Jawa pada triwulan I 2012 mengalami sedikit peningkatan dari 3,42% menjadi 3,53% (yoy). Naiknya laju inflasi pada triwulan ini sebagian besar disebabkan oleh inflasi

pada kelompok volatile foods yang meningkat dari 4,3% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Mundurnya masa panen khususnya di Jawa Barat dan gangguan pasokan cabe merupakan faktor utama pendorong inflasi di kelompok ini. Puncak panen padi Jawa Barat diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret-April 2012, sebagaimana masih terindikasi dari masih rendahnya produksi padi, yakni dari 3,3 juta ton pada triwulan I 2011 menjadi 2,6 juta ton pada triwulan I 2012. Sementara itu, inflasi cabe meningkat akibat gangguan angin puting beliung dan hujan yang tidak menentu sehingga lahan cabe di berbagai sentra produksi mengalami gagal produksi dan terserang hama. Sementara itu, inflasi administered price naik tipis, yakni dari 2,8% menjadi 2,9% akibat kenaikan harga rokok yang merupakan dampak lanjutan dari naiknya cukai sebesar 15%-16% sejak bulan Januari 20125.

Grafik IV.6

Disagregasi Inflasi Kawasan Jawa

Grafik IV.7

Ekspektasi Konsumen 3 Bulan Kedepan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2010 2011 2012

Umum volatile food adm price core inflation

140 150 160 170 180 190 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2010 2011 2012

Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten DIY

Sumber : Survei Konsumen, diolah

5

PMK No. 167/PMK.011/2011 tanggal 9 November 2011

%,yoy

Gambar

Grafik I.9. Volume Impor Sayuran  Grafik I.10. Volume Impor Buah-buahan
Grafik I.11. Strategi Harga Jual Hortikultura  setelah Implementasi Kebijakan
Tabel II.2.
Tabel II.3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Bertolak dari aspek ini maka wajar apabila penegakan hukum

perusahaan untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi tentang sejarah pelanggan, apa-apa yang menjadi kesenangannya, apa saja keluhannya dan bahkan data lain untuk

Nilai heterosis pada karakter jumlah larva, bobot benih, dan sintasan benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%).. Nilai positif menunjukkan

i. Menetapkan pola usaha Garam rakyat setiap tahun, sehingga usaha Garam akan dimulai setiap akhir musim hujan setiap tahun, yaitu bulan Juni. Meningkatkan mutu Garam

Yang dimaksud dengan pronomina persona ketiga tunggal adalah pronomina yang mengacu kepada diri orang yang dibicarakan dan jumlahnya satu orang atau tunggal, contohnya :..

Berdasarkan tahapan pengumpulan data yang sudah dilaksanakan sebelumnya, maka dapat dilakukan identifikasi masalah yang melatarbelakangi penelitian estimasi Harga Perkiraan

Proses layanan referensi di Kantor Perpustakaan Umum Kabupaten Bantul. telah terlaksana dengan baik, meskipun demikian maka

Oleh karena itu, Perseroan dengan ini memberikan imbauan kepada Pemegang Saham untuk tidak hadir secara fisik namun menghadiri Rapat secara elektronik atau memberikan kuasa