• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3 Perempuan

2.3.1 Perempuan Dalam Iklan

Memaknai fenomena ini, dengan meminjam istilah Simone de Beauvoir, laki-laki adalah “sang subjek” , “sang absolute”, sedangkan perempuan adalah “adalah sosok yang lain” (the others). Disinilah sekali lagi sebenarnya tanpa disadari, ekspresi representasi system tanda atau bahasa dalam iklan di media massa, telah bersinggungan terlalu jauh dengan satu sisi ideology “ gender “ (Kasiyan, 2008:6)

Di lain pihak Perempuan adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia yang berjenis kelamin betina. Lawan jenis dari perempuan adalah laki-laki.

Perempuan adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan untuk perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada pada umur 16 hingga 21 tahun disebut juga sebagai anak gadis perempuan yang memilki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui (http://www.angelfire.com/journal/fsulimelight/betina.html) diakses 10 maret 2010, 01:20.

2.3.1 Perempuan dalam iklan

Media massa adalah salah satu agen sosialisasi. Media bagi individu menjadi sumber informasi utama dan media membentuk sikap, persepsi dan kepercayaan individu. Tampilnya perempuan dalam iklan merupakan elemen yang sangat menjual. Bagi produk pria, kehadiran

28

perempuan ataupun eksistensinya. Sementara bila target marketingnya adalah perempuan, maka kehadiran perempuan merupakan wajah atau gambaran akan jati dirinya atau eksistensinya. (Suryandaru, 2002:14)

Dalam pemaknaan yang terkait dengan fungsinya, beriklan di media massa bukanlah sebuah wacana baru dalam diskursus politik ekonomi kapital dan budaya massa. Fakta empiris keseharian menunjukkan, mana kala bersinggungan dengan media massa, cetak maupun elektronik, wacana iklan menjadi sebuah keniscayaan. Iklan menjadi instrumen paling vital bagi tumbuh kembangnya industrialisasi dan kapitalisme di zaman modern ini. Sebab ia menjadi kanal terpenting yang berfungsi ditributif atas apapun yang diproduksi secara masif.

Akan tetapi, fakta keseharian juga menunjukkan bahwa hampir semua iklan untuk kepentingan menawarkan produk apapun sekarang ini nyaris tidak pernah lepas dari penggunaan figur perempuan. Perempuan dipercaya memiliki aura kuat untuk menjaring konsumen. Lihatlah, misalnya, iklan untuk produksi-produksi hasil rekayasa teknologi mutakhir seperti mobil, komputer, handphone, sampai produk yang remeh temeh, seperti permen karet, hampir semuanya menggunakan perempuan.

Pada konteks tersebut, figur perempuan lebih bermakna sebagai objek tanda, bukan subyek tanda. Karena, representasi keseluruhannya cendrung bermakna eksploitatif, deskriminatif, dan subordinatif. Bahkan, bentuk iklan seperti itu, menurut Kasiyan, telah menyalahi filosofi estetika

29

iklan sebagai bentuk seni terapan. Hal itu dikarenakan harmonium antara moment of beauty dan moment of truth dalam iklan telah tersekulerkan. Iklan seolah sudah sama sekali tidak peduli dengan nilai-nilai estetika dalam arti yang sebenarnya. - dalam Kasiyan - Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan.

(http://batampos.co.id/Kepri/index.php?option=com_content&task=view&id= 5821&Itemid=394), diakses pada 11 Maret 2010 pukul 13.30.

Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan banyak digunakan sebagai iklan. Keterkaitan perempuan terhadap pasar terdapat dua faktor, yaitu pertama, bahwa perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktor kedua yakni bahwa perempuan dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur menjual. Penggunaan perempuan dalam iklan setidaknya akan menambah daya tarik khalayak untuk menikmati pesan iklan. Perempuan adalah bumbu sebuah iklan. Keterlibatan perempuan terhadap iklan, akan makin sedap dinikmati. Iklan dipercaya akan mampu mendapatkan pengaruh bila menggunakan perempuan sebagai salah satu ilustrasi atau modelnya, bahkan seklaipun produk tersebut bukan digunakan untuk khlayak perempuan (Rendra,2005: 41-42).

Ini berarti bahwa perempuan dalam media masa masih banyak digambarkan sebagai stereotype seorang istri, ibu, pacar, sebagai pekerja tradisional, bahkan sebagai objek seksual. Menurut Tamagola (1998:335-344)

30

ada lima kategori penggambaran perempuan yang ditemukan dalam media cetak. Pertama, penggambaran pigura, yang menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang arus memikat dengan menonjolkan ciri biologis tertentu sebagai daya tarik seperti buah dada, pinggul, maupun cirri keperempuanan yang di bentuk oleh budaya seperti, rambut panjang, betis ramping mulus, dan sebagainya. Kedua, penggambaran pilar yang menggambarkan perempuan sebagai pilar utama rumah tangga yang berakibat pada pembagian wilayah kerja perempuan dan laki-laki yang berbeda. Ketiga, penggambaran peraduan yang menggambarkan perempuan adalah objek pemuas laki-laki, khususnya pemuas seksual. Kecatikan perempuan disediakan untuk dikonsumsi kaum laki-laki melalui kegiatan konsumtif yakni menyentuh, memandang, mencium. Keempat, penggambaran pinggang dimana digambarkan bahwa setinggi apapun pengghasilannya, kewajibannya adalah tetap di dapur. Kelima, penggambaran perempuan yang sebagaimana perempuan digambarkan sebagai makhluk yang dipenuhi kekhawatiran tidak memikat, tidak tampil menawan, dan sebagainya.

Menurut Lawrence H. Wortzel dan John M. Friesbe mengemukakan bahwa ada 5 kategori peranan perempuan yang muncul dalam iklan. Mereka membagi visualisasi perempuan dalam iklan kedalam kategori-kategori sebagai berikut:

1. Iklan dengan peranan kekeluargaan/kerumah-tanggaan adalah iklan yang mengguanakan latar belakang tempat tinggal baik didalam

31

rumah ataupun di luar rumah, menampilkan model iklan perempuan yang berperan sebagai anggota keluarga (ibu, istri, nenek) yang sedang melakukan kegiatan sehari-hari dalam keluarga. Seperti : memasak, membersihkan rumah, merawat anak, berbelanja, dan lain-lain.

2. iklan dengan perempuan sebagai objek keindahan. Iklan yang termasuk dalam kategori ini adalah iklan yang menonjolkan fisik perempuan untuk menarik perhatian pembaca. Termasuk disini adalah iklan yang menggambarkan kegiatan perempuan untuk berusaha tampil memikat atau menarik perhatian lawan jenis dan mempertegas kemampuannya secara fisik. Misalnya yaitu berusaha memiliki kulit yang lebih putih, halus, memiliki tubuh yang tidak gemuk, tampil lebih muda, terlihat bahagia dengan rambut yang indah, berhasil menarik perhatian lawan jenis dengan keadaan tersebut, dan sebagainya. Dalam penggambarannya sering kali ditonjolkan dengan keadaan anggota fisik perempuan seperti : tampil lebih cantik, percaya diri, indah, menawan, lembut berkilau, lebih langsing, berbadan ideal, dan lain-lain.

3. iklan dengan peranan perempuan sebagai objek seks. iklan dengan peranan ini adalah iklan yang menampilkan kecantikan perempuan secara seksual. Termasuk disini adalah iklan yang menggambarkan perempuan sebagai pasangan pria secara seksual, disinitampak perempuan berupaya untuk memenuhi “kepentingan” pria, atau

32

suaminya, atau digambarkan perempuan tersebut hanya menghargai “kekuatan” seksual pasangannya. Sering kali visualisasi penggunaan kata-kata sering kali dibuat secara eksplisit sehingga khalayak sendiri membayangkan maksudnya.

4. iklan dengan peranan karier. Iklan berperan karier bila latar belakang iklan tersebut adalah perkantoran atau lokasi pekerjaan, diluar ataupun didalam gedung, menampilkan perempuan yang sedang bekerja di dalam kantor atau dilapangan dalam kegiatan untuk mendapatkan imbalan (uang) biasanya yang memperlihatkan kegiatan formal dengan pakaian yang formal seperti jas atau blazer. 5. iklan dengan peranan netral. Iklan berperan netral bila peranan yang

muncul merupakan kombinasi atau gabungan dari peranan secara tradisional (kekeluargaan atau ibu rumah tangga, objek keindahan, objek seks, maupn peranan karier). Misalnya pada perempuan yang mempunyai berbagai macam peranan ganda seperti ibu rumah tangga tetapi juga menampilkan keindahan penampilan fisik. Peranan netral juga terdapat iklan yang menyangkut studi, hobi, atau minat diluar pekerjaan dan rumah-tanggaan. Termasuk dalam peranan netral ini adalah iklan yang terdapat di internet yang berusaha menginformasikan produk (menonjolkan produk) tanpa ada maksud menonjolkan model iklan secara fisik (Wortzel & Friesbe dalam Setyowati).

33

Karena keindahannya, tidak bisa dimungkiri perempuan sering ditampilkan dalam iklan, meskipun terkadang kehadirannya terasa agak diada-adakan. Menurut Nanik Ismiani (1997), karena keindahannya pula, untuk iklan sebuah produk yang bobot kehadiran tokohnya sama-antara pria dan perempuan-biasanya perempuanlah yang dipilih. Kriterianya antara lain karena keindahannya, perempuan sering menjadi sumber inspirasi, termasuk dalam melahirkan sebuah produk. Pengiklan dan perusahaan periklanan berpandangan bahwa penggunaan sosok perempuan dalam ilustrasi iklan merupakan satu tuntutan estetika untuk memperebutkan perhatian konsumen. Di kalangan pekerja kreatif fenomena tersebut ditanggapi dengan memunculkan beberapa alasan tentang dipilihnya perempuan sebagai bintang iklan yang menjadi juru bicara bagi keberadaan sebuah produk.

Dokumen terkait