• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sirojuzilam (2010) menyatakan bahwan tujuan perencanaan pada intinya adalah untuk menyediakan informasi (information) dan tindakan dalam mengalokasi sumber daya kemasyarakatan secara optimal baik yang terkait dengan perencanaan makro maupun perencanaan sektoral dan regional untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah, perencanaan pergerakan dan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata-ruang wilayah, perencanaan pergerakan dituangkan dalam perencanaan transportasi sedangkan perencanaan aktifitas biasanya tertuang dalam perencanaaan pembangunan wilayah baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Dalam kondisi yang ideal, perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya dimulai setelah tersusunnya rencana tata-ruang wilayah, karena tata-ruang wilayah merupakan landasan tapi juga sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2005).

Baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompok-kan kegiatan

ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan didalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh, efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi dan perbedaan aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana perbedaan itu harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung menciptakan pertumbuhan yang serasi dan seimbang.

Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukanan bahwa perencanaan pembangunan wilayah tidaklah sempurna apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral saja atau pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan pendekatan komprensip seperti Linear Programming), juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. Misalnya: tidak mampu melihat wilayah mana yang akan banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain sebagainya.

Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor

per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku dari para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut diatas, maka pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.

Menurut Miraza (2006) dalam Sirojuzilam (2010) mengemukakan bahwa perencanaan wilayah mencakup pada berbagai segi kehidupan yang bersifat komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai faktor dalam kehidupan seperti ekonomi, politik dan sosial serta budaya maupun adat-istiadat berbaur dalam sebuh perencanaan wilayah yang cukup kompleks. Semua faktor harus dipertingkan dan diupayakan berjalan seiring dan saling mendukung. Perencanaan wilayah diharapkan akan dapat menciptakan sinergi bagi memperkuat posisi pengembangan dan pembangunan wilayah dari berbagai daerah sekitarnya.

Pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas terhadap aspek-aspek pembangunan wilayah dari suatu proses yang dinamis dan interaksi kajian teoritis dengan pengalaman yang bersifat praktis dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat (Sirojuzilam, 2010).

Sementara menurut Djakapermana (2010) menyatakan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu

berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.

Khairulan dan Cahyadin (2006) mengemukakan bahwa pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan antar wilayah. Dalam konteks nasional adanya kesenjangan pembangunan antara wilayah menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Purnomosidi (1979) dalam Khairulan dan Cahyadin (2006), bahwa pengembangan wilayah dimungkinkan karena adanya modal yang bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam, berlangsung secara kontinyu sehingga menimbulkan arus barang. Arus barang sebagai salah satu gejala ekonomi merupakan wujud fisik perdagangan antardaerah, antarpulau dan antarnegara.

Parr (1999) dalam Khairulan dan Cahyadin (2006) lebih lanjut mengemukakan bahwa ada beberapa konsep pengembangan wilayah, yaitu: 1. Membangkitkan kembali daerah terbelakang (depressed area), sebagai daerah

yang memiliki karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapatan per kapita rendah, rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk, dan rendahnya tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas yang ada.

2. Mendorong dekosentrasi wilayah, konsep ini untuk menekan tingkat konsentrasi wilayah dan bertujuan untuk membentuk struktur ruang yang

tepat, terutama pada beberapa bagian dari wilayah non-metropolitan yang berarti untuk menekan perannya terlalu besar.

3. Memodifikasi sistem kota-kota, merupakan sebagai pengontrol urbanisasi menuju pusat-pusat pertumbuhan, yaitu dengan adanya pengaturan sistem perkotaan telah memiliki hirarkhi yang terstruktur dengan baik dan diharapkan akan dapat mengurangi migrasi penduduk ke kota besar.

4. Pencapaian terhadap keseimbangan wilayah, hal ini muncul dikarenakan akibat kurang memuaskannya struktur ekonomi inter-regional yang biasanya dengan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan, serta yang berhubungan dengan belum dimanfaatkannya sumber daya alam pada beberapa daerah.

Dokumen terkait