• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan dan Program Penataan Ruang

Dalam dokumen TIM PENYUSUN LAPORAN (Halaman 42-50)

BAB 3 PENGUMPULAN, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN BAHAN, DATA, DAN INFORMASI

3.3. Perencanaan dan Program Penataan Ruang

No Isu Strategis*) Rumusan Hasil Sidang Komisi Usulan Tindak Lanjut**) Oleh Target Waktu Musrenbang.

 Akan diakomodir dalam revisi Permendagri No. 54 Tahun 2010

5. Proses persetujuan substansi RTRW (BKPRN-BKPRD), Hasil revisi Permen PU No. 11 Tahun 2009

 Persetujuan substansi diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN setelah dilakukan pembahasan bersama oleh seluruh Kementerian/Lembaga terkait penataan ruang.

 Pemerintah Daerah harus melengkapi dokumen substansi yang dipersyaratkan sebelum dilakukan proses persetujuan substansi.

 Perlu dibahas lebih rinci terkait dengan manajemen proses persetujuan substansi, evaluasi dan penyusunan peta sehingga pelaksanaan pembahasan substansi teknis dapat dilakukan satu pintu melalui forum BKPRN yang merupakan kesepakatan dari seluruh Kementerian/ Lembaga.  Perlu dibuat surat edaran

dari BKPRN kepada Kementerian/Lembaga untuk menyusunan SOP terkait kelengkapan dokumen Persetujuan Substansi.  BKPRN (Kemenko Perekonomi an)  Kementerian ATR/BPN  Kemen LHK  BIG 2016 6. Percepatan legislasi raperda RTRW

Setelah proses Persetujuan Substansi masih ada proses evaluasi dan proses konsultasi untuk Kabupaten/Kota sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 dengan tujuan untuk melihat kesesuaian kebijakan nasional yang berlaku.

 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap RTR Kabupaten/Kota dengan berkonsultasi kepada Mendagri untuk memastikan tata ruang disusun dengan benar sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014.  Diperlukan terobosan

koordinasi dengan pihak legislatif dalam rangka percepatan legislasi.

 Kemendagri  Kementerian

ATR/BPN

2016

3.3. Perencanaan dan Program Penataan Ruang

Salah satu tugas utama Sekretariat BKPRN adalah mendukung pelaksanaan program kerja Pokja 3 Koordinasi Perencanaan dan Program yang juga berada di bawah wewenang Deputi Bidang Pengembangan Regional.

3.3.1. Inventarisasi Data dan Informasi Pencapaian Prioritas Bidang Tata Ruang Dalam RKP Tahun 2015 dan 2016

Inventarisasi data dan informasi kegiatan prioritas Bidang Tata Ruang dalam RKP 2015 dan RKP 2016 dilakukan untuk mengetahui pencapaian fisik dan anggaran, serta memahami kendala/hambatan pelaksanaan Bidang Tata Ruang di Badan Informasi Geospasial.

A. Pokok-pokok Penting Evaluasi RKP Tahun 2015 1. Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA)

 Output fisik kegiatan:

i. Pembinaan Penyelenggaraan Infromasi Geospasial Tematik (IGT) Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas;

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas 33 ii. Integrasi IGT Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas; dan

iii. Dokumen Penyelenggaraan IGT Strategis untuk Percepatan Tata Ruang dan Dokumen Skenario Pengembangan Wilayah Kabupaten/Kota tercapai 100% dengan rata-rata anggaran yang terserap di atas 88%.

 Pada pelaksanaan kegiatan penyusunan “Dokumen Pembinaan Penyelenggaraan IGT Tata Ruang, Dinamika SDA, dan Atlas” terjadi gagal lelang, sehingga kegiatan dilaksanakan melalui swakelola dan dana yang terserap sebesar 77%.

2. Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PIT)  Output fisik kegiatan:

i. Pembinaan Penyelenggara IGT;

ii. Penyusunan Peta Integrasi Tematik; dan

iii. Penyusunan Peta Tematik Strategis untuk Mendukung Prioritas Nasional tercapai 100% dengan rata-rata anggaran yang terserap di atas 82%.

 Ketiga kegiatan tersebut dilaksanakan dengan merevisi pagu anggaran melalui kebijakan dan regulasi SK. Perubahan pagu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran indikator “Peta Integrasi Tematik”.

 Terjadi perubahan pagu untuk tiga indikator program yang ditetapkan melalui Kebijakan dan Regulasi SK. Perubahan pagu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran indikator “Peta Integrasi Tematik”. Hasil akhir, realisasi fisik untuk seluruh indikator tercapai 100% dan anggaran terserap dengan baik (diatas 82%).

3. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PRT)

 Output fisik seluruh kegiatan rata-rata mencapai 100% dengan rata-rata penyerapan anggaran 82%.

 Terdapat dua kegiatan yang tidak dilaksanakan pada tahun 2015 karena efisiensi anggaran, yaitu:

i. Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia seamless dan kartografi; dan ii. Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia yang dimutakhirkan.

Pagu anggaran kedua kegiatan tersebut direalokasikan untuk pembelian Citra Tegak Resolusi Tinggi (CSRT).

 Catatan untuk kegiatan penyusunan Peta Rupabumi Indonesia Skala Besar:

− Pagu anggaran terlalu besar untuk target 200 Nomor Lembar Peta (NLP), sehingga terdapat wacana untuk meningkatkan target menjadi ± 600 NLP. Namun, penurunan satuan unit cost hingga 50% (karena audit BPK tahun 2014) serta konflik internal mengakibatkan pelaksanaan indikator ini terhambat. Pada akhirnya, target fisik diturunkan kembali menjadi 200 NLP. − Dampak dari hambatan tersebut adalah realisasi fisik hanya mencapai 97%,

dan penyerapan anggaran hanya mencapai 59,35%.

− Terdapat sisa anggaran (±30 Miliar) yang dialokasikan untuk pembelian Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

34

 Pagu anggaran untuk kegiatan Penyusunan Peta Rupabumi Indonesia Skala Kecil dan Menengah, yaitu pagu anggaran terlalu besar, sehingga anggaran masih tersisa ±70 Miliar (50%), sisa anggaran dialokasikan untuk pembelian CSRT

 Total anggaran untuk pembelian Citra menjadi 180 Miliar melalui BLU dengan LAPAN. Pembelian Citra termasuk dalam indikator kegiatan pemenuhan Data Satelit Citra Tegak dan Perangkat Peralatan Pengolah Data Satelit Citra Tegak”.  Hambatan lain yang dihadapi adalah kurangnya SDM dan alat untuk penegakan

citra.

 Untuk RKP ke depan, kegiatan penyediaan CSRT dan penyusunan peta untuk skala menengah sangat diperlukan untuk mendukung kebijakan One Map Policy (OMP), sehingga lebih baik mulai tahun 2017 output dihidupkan kembali dalam RKP.

4. Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP)

 Peta Garis Tepi Pantai telah mencapai target fisik 100%, namun anggaran tidak sampai 100%.

 Fokus PKLP saat ini adalah pembuatan Peta Lingkungan Pelabuhan, bukan Peta LPI (Lingkungan Pantai Indonesia).

B. Pokok-pokok Penting Evaluasi RKP Tahun 2016 1. Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA

• Pemotongan anggaran menyebabkan target awal untuk beberapa kegiatan penyusunan dokumen Informasi Geospasial untuk tata ruang dikurangi, namun belum dapat ditetapkan berapa jumlah target yang akan dipotong.

• Pemotongan anggaran untuk NSPK menyebabkan adanya perubahan target, sehingga target menjadi 15-18 lokasi untuk bantuan teknis pembuatan RDTR, 5 wilayah sosialisasi RDTR, dan 5 wilayah untuk Nawacita.

2. Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PIT)

Terjadi pemotongan DIPA yang cukup signifikan, sehingga banyak dilakukan revisi target fisik. Namun, sampai dengan triwulan II realisasi fisik untuk seluruh indikator telah berjalan melebihi 43%.

3. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PRT)

 Kegiatan pemutakhiran peta rupabumi dihapuskan untuk kemudian dananya dialokasikan untuk kegiatan penyediaan peta skala besar, menengah dan akuisisi Data IG unsur rupabumi.

 Penghapusan indikator “Penyediaan Data Satelit Citra Tegak” karena kegiatan sudah tercapai di tahun 2015 dengan menggunakan berbagai revisi anggaran di tahun tersebut. (±180 Miliar)

 Indikator “Peningkatan Kapasitas Pengolahan Citra Tegak” secara substansi dipindah ke Pusat Pengelolaan dan Penyebaran Informasi Geospasial karena berkaitan dengan software, system, dan server.

 Indikator “Perapatan Ground Control Point” dilaksanakan dengan swakelola, karena jumlah kebutuhan jauh lebih besar daripada target yang telah ditentukan

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas 35 (kebutuhan: 20.000 titik vs target: 1000 titik). Kekurangan anggaran masih tertutupi melalui tambahan anggaran dari berbagai pemerintah daerah/instansi pemerintahan yang bersangkutan.

4. Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP)

 Penyediaan data garis pantai untuk peta skala 1:5000 masih sesuai dengan apa yang direncanakan, walaupun lelang sempat gagal karena tidak didapat penawar yang memenuhi persyaratan teknis sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK). Kegiatan difokuskan untuk seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.

 Pencapaian fisik untuk penyediaan data garis pantai sudah mencapai 25% dan serapan anggaran sebesar 31% sampai dengan triwulan II.

Dalam pelaksanaan kegiatan prioritas bidang tata ruang dalam RKP tahun 2015 dan 2016, dilakukan beberapa revisi target fisik dan realokasi anggaran yang dilakukan oleh BIG. Penyesuaian ini dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan/data dasar yang terpotong anggarannya dan ditetapkan melalui RKA-K/L tahunan BIG. Walaupun demikian, penyesuaian yang dilakukan masih sesuai pada arahan bidang tata ruang jangka menengah (RPJMN) dan bahkan beberapa indikator melebihi target fisik yang telah ditentukan dalam RKP 2015 dan RKP 2016.

3.3.2. Evaluasi Kinerja Semester I dan Rencana Kinerja Semester II Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I

Rapat ini bertujuan untuk melakukan pembahasan kinerja semester I dan rencana kinerja semester II Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) I, Kementerian Dalam Negeri, terutama di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan.

Pada rapat ini terdapat 3 bahasan terkait kebijakan prioritas nasional baik dari RPJMN 2015-2019 serta RKP 2017: (i) Kebijakan nasional urusan Tata Ruang dan Pertanahan dalam RPJMN 2015-2019 dan RKP 2017; (ii) Kebijakan nasional urusan pertanian dalam RPJMN 2015-2019 dan RKP 2017; dan (iii) Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2015-2019 dan RKP 2017.

1. Kebijakan Nasional Urusan Tata Ruang Dan Pertanahan Dalam RPJMN 2015-2019 Dan RKP 2017

Direktorat Tata Ruang Pertanahan yang diwakili oleh Kasubdit Tata Ruang memaparkan kerangka kebijakan bidang tata ruang dan pertanahan dalam RPJMN 2015-219 dan RKP 2017. Kebijakan nasional bidang tata ruang dalam RKP 2017 mendukung beberapa Prioritas Nasional (PN), antara lain PN Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, Revolusi Mental, Daerah Perbatasan, Pelayanan Kesehatan, Desa dan Perdesaan, Perkotaan, Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi (KEK), dan Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Terdapat beberapa peran Kemendagri dalam mendukung kebijakan nasional bidang Tata Ruang dalam RKP 2017 antara lain adalah:

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

36

a. Evaluasi RTR untuk mengintegrasikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelajutan (KP2B) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B);

b. Evaluasi Raperda RZWP3K provinsi;

c. Evaluasi Raperda RDTR di sekitar KEK dan KI; dan d. Pelaksanaan Rakornas BKPRD 2017.

Untuk bidang pertanahan, dalam RKP 2017 sebagian besar termasuk ke dalam Prioritas Nasional Reforma Agraria. Dalam PN Reforma Agraria terdapat 5 Program Prioritas yaitu: a. Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria;

b. Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA); c. Kepastian Hukum dan Legalisasi atas TORA;

d. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas TORA; dan

e. Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah.

Masing-masing program prioritas didetailkan menjadi kegiatan prioritas yang ujung akhirnya diturunkan hingga kegiatan dan indikator untuk masing-masing kegiatan prioritas. Terkait dengan PN Reforma Agraria dalam RKP 2017 dibutuhkan peran Kemendagri untuk menyiapkan anggaran dan terlibat dalam beberapa kegiatan berikut antara lain adalah:

a. Identifikasi dan pemetaan tanah adat/ulayat;

b. Identifikasi subyek-obyek penerima Reforma Agraria; c. Koordinasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan; d. Koordinasi pelaksanaan tata batas kawasan hutan; dan

e. Identifikasi lokasi prioritas untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum. 2. Kebijakan Nasional Urusan Pertanian Dalam RPJMN 2015-2019 Dan RKP 2017

Kebijakan Prioritas Nasional urusan Pertanian disampaikan oleh Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Pertanian. Dalam RPJMN 2015-2019 visi Kementerian Pertanian adalah “Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”. Beberapa permasalahan pembangunan pertanian di Indonesai antara lain adalah:

a. Semakin menurunnya jumlah lahan pertanian dan keterbatasan dalam pencetakan lahan baru;

b. Kerusakan infrastruktur penunjang;

c. Keterbatasan sarana produksi pertanian yang berupa bibit;

d. Regulasi/kelembagaan yang belum mendukung program pengembangan pertanian; e. Keterbatasan SDM, baik penyuluh dan jumlah petani yang semakin sedikit; dan f. Kesulitan petani dalam mendapatkan bantuan permodalan.

Potensi pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar. Potensi tersebut meliputi lahan pertanian yang masih cukup luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di kawasan perdesaan dan memiliki budaya pekerja keras, tersedia paket teknologi tepat guna untuk meningkatkan

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas 37 kuantitas dan kualitas produksi, juga potensi pasar yang sangat besar yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Dalam RKP 2017 Kementerian Pertanian mendukung beberapa program prioritas di antaranya:

a. Program Peningkatan Produksi padi dan pangan lain;

b. Kelancaran distribusi pangan dan akses pangan masyarakat; c. Peningkatan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; dan d. Penanganan gangguan terhadap produksi pangan.

Kementerian Pertanian pada tahun 2017 akan fokus pada 11 komoditas utama khususnya pada komoditas cabai dan bawang merah untuk swasembada. Dukungan yang diharapkan dari Kementerian Dalam Negeri dalam pengembangan kegiatan pertanian antara lain adalah:

a. Pengembangan kawasan dengan membangun industri hulu dan hilir; b. Fokus komoditas/spesialisasi produk 1 desa 1 produk;

c. Pajak hasil pertanian; dan

d. Memasukan LP2B kedalam RTRW masing-masing daerah.

3. Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2015-2019 dan RKP 2017

Kebijakan Prioritas Nasional untuk urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan antara lain adalah program pengendalian perubahan iklim, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dan program pengelolaan sampah dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Rapat ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebijakan nasional Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Bidang Pertanian dan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah diakomodir dalam RKP 2017; dan

2. Dalam RKP 2017 Bidang Tata Ruang mendukung beberapa Prioritas Nasional dan Prioritas Bidang, serta untuk Bidang Pertanahan sebagian besar mendukung untuk Prioritas Nasional Reforma Agraria.

3.3.3. Focus Group Discussion Penyusunan Indikator Outcome dan Baseline Penyelenggaraan Tata Ruang

FGD ini merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan penyusunan indikator outcome dan baseline penyelenggaraan tata ruang. Secara keseluruhan, kegiatan ini dimaksudkan untuk meninjau akuntabilitas dari output dan mengetahui nilai manfaat dari pelaksanaan program di Direktorat Jenderal Tata Ruang. Lingkup pelaksanaan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman Rencana Strategis, Pemahaman Program/Kegiatan Direktorat Jenderal Tata Ruang, tugas dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang;

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

38

b. Mengkaji metode dan literatur terkait dalam mengevaluasi kebijakan/program seperti quantitative indicators, Logic Model (Weiss 1988);

c. Menyusun metodologi pelaksanaan pekerjaan;

d. Melakukan mapping program/kegiatan (Tipologi/Clustering); e. Menentukan tujuan evaluasi indikator outcome;

f. Melakukan kompilasi metode evaluasi kinerja dan menentukan jenis evaluasi kinerja; g. Melakukan penyusunan indikator outcome (dengan pendekatan SMART (Spesific,

Measurable, Achievable, Reliable, dan Timely) ataupun SPICED (Student-centered, Problem-based; Integrated; Community-based; Elective; dan Systematic)) yang terdiri dari persiapan penyusunan indikator, penyusunan daftar indikator, pendefinisian indikator, penentuan indikator; dan validasi indikator.

h. Menyusun sintesa awal/contoh kebijakan/program penyelenggaraan tata ruang yang telah diselenggaran/yang akan direncanakan (fokus periode jangka menengah), sehingga dapat menggambarkan pencapaian outcome/dampak manfaat

i. Melakukan rekomendasi program/kegiatan di masing-masing direktorat sebagai sampel)yang dapat berkontribusi dalam pencapaian outcome; dan

j. Melakukan kegiatan pembahasan, FGD dan deseminasi.

Pada FGD ini, pembahasan dibagai menjadi 3 sasaran kegiatan, yaitu:

a. Melakukan penyusunan keterkaitan struktur kebijakan dan elemen kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang (impact/outcome ultimate, outcome, output dan input kegiatan)

b. Melakukan perumusan indikator outcome ultimate sebagai masukan penilaian kinerja c. Melalukan penyusunan bobot kepentingan dan karakteristik setiap elemen kinerja dan

kontribusinya dalam pencapaian impact outcome. Berikut pokok-pokok pembahasan pada FGD:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang

Program-program yang dipaparkan sudah sesuai dengan RPJMN dan RKP, namun harus diperhatikan juga untuk program yang bersifat rutinitas apakah sudah tercapai atau belum. Kegiatan-kegiatan rutin tersebut harus diperhatikan dan dikaitkan dengan Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN.

Dalam RKP disebutkan bahwa indikator pembangunan dalam Bidang Tata Ruang seharusnya dapat digunakan sebagai desain sebuah program dan untuk meramu indikator outcome.

Tim konsultan harus dapat mengindentifikasi nilai manfaat dari masing-masing pelaksanaan program.

2. Biro Perencanaan Kementerian ATR/BPN

Hubungan kegiatan dengan Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN tidak dijelaskan di dalam sasaran strategis (Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.12 Tahun 2016 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2015-2019).

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas 39

Tidak ada penjelasan dan perhitungan hasil output tata ruang yang lama. Akan lebih baik apabila bisa mengukur persentase pencapaian Kementerian ATR/BPN terhadap penataan ruang.

3. Direktorat Penataan Kawasan

Indikator kinerja masih belum membahas isu strategis.

Pembobotan seharusnya bisa menjelaskan lebih lanjut bagaimana satu indikator dapat memiliki bobot yang lebih besar dari indikator yang lain.

Data kuantitatif harus dapat mengeluarkan keputusan apakah program yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Selain itu, perlu adanya pemetaan terhadap kegiatan tahun 2015-2016, sehingga perlu dijelaskan kontribusi untuk pemenuhan outcome kegiatan tahun 2015-2016.

4. Direktorat Perencanaan Tata Ruang

Secara umum kegiatan ini untuk mengukur bahwa program yang dilakukan adalah betul bermanfaat dalam pencapaian 4 atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan) atau sasaran strategis Kementerian ATR/BPN.

Indikator kinerja harus dapat lebih diperdalam lagi karena adanya indikator aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Sebagai contoh, tingkat kerentanan bencana. 5. Tim Konsultan Kementerian ATR/BPN

Kelengkapan dan kesesuaian output/program secara otomatis akan bermanfaat terhadap kelancaran kegiatan tata ruang di daerah.

Tujuan penataan ruang akan diperjelas lagi dengan menambahkan Tupoksi Kementerian ATR/BPN.

Penggunaan rujukan peraturan perundang-undangan dan penggunaan terminologi pada indikator kinerja akan lebih didetailkan kembali.

6. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

Bahan belum sampai kepada pendekatan manfaat (outcome), namun lebih kepada agregat output dari tiap direktorat di dalam Direktorat Jenderal Tata Ruang. Hasil kajian masih belum dapat memperlihatkan kebermanfaatan yang diterima oleh masyarakat/beneficiaries.

Untuk menilai kebermanfaatan, maka setiap atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan) sebaiknya didefinisikan terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan penentuan target outcome jangka menengah dan panjang.

Diperlukan juga penentuan baseline (titik awal yang menjadi evaluasi) untuk dapat melihat perubahan/perkembangan dari 4 atribut tata ruang tersebut.

Sebagai catata, bentuk progres IKU dalam lampiran Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.12 Tahun 2016 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2015-2019, yaitu Sasaran Program Direktorat Jenderal Tata Ruang, sebaiknya disajikan dalam bentuk persentase.

Segregasi kontribusi tiap direktorat terhadap IKU dan definisi outcome jangka menengah menjadi penting sebelum melangkah ke penentuan indikator outcome.

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

40

Supply dan demand tidak bisa digabung, sehingga rumus pencapaian ultimate

outcome Direktorat Jenderal Tata Ruang yang diusulkan tidak bisa digunakan. Akan lebih baik memakai rumus yang digunakan di dalam Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN.

Pada FGD ini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang tujuan dari kegiatan penyusunan evaluasi indikator dan outcome penyelenggaraan penataan ruang. Direktorat Jenderal Tata Ruang berpendapat bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kontribusi tiap output/kegiatan tata ruang yang mereka lakukan dalam mencapai 4 atribut tata ruang (aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan). Sedangkan, Bappenas mengharapkan kegiatan ini untuk dapat menilai kebermanfaatan output/kegiatan tata ruang yang diterima dari sisi masyarakat/beneficiaries. Oleh karena itu, kegiatan akan ditinjau kembali oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang. Berdasarkan diskusi akan lebih baik apabila Direktorat Jenderal Tata Ruang secara internal dapat terlebih dulu melakukan segregasi kontribusi tiap direktorat terhadap IKU, IKK, dan indikator output, serta dilanjutkan dengan pendefinisian outcome jangka menengah.

Dalam dokumen TIM PENYUSUN LAPORAN (Halaman 42-50)