II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Perencanaan Usaha Peternakan Sapi Perah
Faktor menurut yang terpenting untuk usaha sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri (Sudono, 1999). Peternak harus tahu bagaimana dan bagaimana penanaman modal untuk usaha peternakan, serta
dapat menentukan keuntungan-keuntungan apa yang didapat untuk tiap-tiap
investment. Peternak harus dapat menggabungkan tata laksana yang baik dan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya usaha peternakan, sapi-sapi yang produksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, lahan yang subur/sesuai untuk tanaman hijauan serta pemasaran yang baik.
Ada beberapa faktor menurut (Susono, 1999) yang menjadi pertimbangan pengusahaan sapi perah yaitu :
1. Mencari pemasaran yang baik
Dalam mendapatkan keuntungan yang baik dari penjualan susu, maka peternak harus mencari tempat dimana pengangkutan/transport mudah atau mudah menyalurkan susu yang dihasilkan secara ekonomis dan cepat karena susu cepat atau mudah rusak. Peternak harus dapat menyalurkan susu ke penjual (dealer) di kota, atau secara bersama-sama membentuk koperasi distribusi penjualan susu tersebut. Dalam hal lain dealer mencari pasaran yang secara teratur membayar pada tingkat harga yang tinggi dan mempunyai reputasi menjual susu yang berkualitas tinggi.
2. Lahan dan air
Tipe lahan dimana peternakan akan didirikan merupakan hal yang penting dan harus diselidiki tingkat kesuburan lahan tersebut. Pada dasarnya yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang kurus tak dapat atau sulit ditingkatkan kesuburannya. Disamping itu tipologi iklim (curah hujan dan temperatur) perlu diperhatikan. Hal penting yang tak dapat diabaikan adalah tersedianya air bersih dalam jumlah yang banyak, karena peternakan sapi perah membutuhkan air untuk minum, pembersihan kandang dan kamar susu. Untuk setiap liter susu yang dihasilkan sapi membutuhkan air minum sebanyak 3,5 – 4 liter.
3. Besarnya usaha peternakan
Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung daripada luas lahan yang tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Di Indonesia, sekitar kota-kota besar rata-rata sapi yang diperah 25 ekor, sedangkan di daerah pegunungan rata-rata sapi yang diperah 75 ekor per peternakan.
Dengan pemeliharaan yang baik, penambahan jumlah sapi yang diperah dalam suatu peternakan pada umumnya akan meningkatkan efisiensi perusahaan. 4. Tenaga Kerja
Usaha peternakan pada saat sekarang harus memiliki tenaga yang terampil dan berpengalaman, karena itu diperlukan fasilitas perumahan untuk dapat menarik tenaga tersebut dan bekerja dengan baik pada peternakan. 5. Sapi yang berproduksi tinggi
Walaupun perhatian banyak dicurahkan pada efisiensi penggunaan lahan dan tenaga kerja, tetapi produksi susu yang tinggi setiap sapi masih merupakan faktor yang sangat penting. Hendaknya sapi-sapi berproduksi tinggi yang seragam, jangan sangat bervariasi, sebab usaha peternakan dengan produksi tinggi merata dan menggunakan pejantan-pejantan unggul yang baik, maka produksi susu dapat ditingkatkan dan dipertahankan dari generasi ke generasi.
6. Penggunaan tanaman pakan ternak
Penggunaan tanaman pakan ternak yang diproduksi sendiri perlu dimaksimumkan, karena itu usaha peternakan sapi perah sangat memerlukan lahan untuk ditanami tanaman pakan ternak. Efisiensi produksi tergantung pada cara pemberian makanan yang ekonomis, dan pakan hijauan diharuskan berasal dari tanaman sendiri sedangkan pakan konsentrat dibeli dari luar.
2.2. Sejarah Perkembangan Biogas
Kebudayaan mesir, Cina, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini dengan cara dibakar untuk menghasilkan panas. Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa. Penemuan ilmuwan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa- rawa terjadi pada tahun 1776, dimana Volta pertama kali mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan sayuran. William Henry pada tahun 1806 mengidentifikasi gas yang dapat terbakar tersebut sebagai gas methan yang kemudian dilanjutkan oleh Avogadro. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tapeiner (1882), menunjukkan asal mikrobiologis dari
pembentukan methan. Tahun 1884, Louis Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini9.
Akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian pada masa antara perang dunia. Selama Perang dunia II banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk mengerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Di Negara-negara berkembang juga demikian karena harga energi yang murah dan selalu tersedia, sehingga biogas kurang berkembang (Prihandana dan Hendroko, 2008).
Biogas bukanlah teknologi baru, sejumlah Negara telah mengaplikasikannya beberapa tahun lalu, seperti Rusia dan Amerika Serikat. Negara yang populasi ternaknya besar, seperti Amerika Serikat, India, Taiwan, Korea, Cina telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar. Di benua Asia, India merupakan Negara pelopor dan pengguna energi biogas ketika masih dijajah Inggris. Kegiatan produksi biogas di India dilakukan sejak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun di India pada tahun 1900. India sendiri memiliki lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research Institute
dan Gobar Gas Research Station. Di Indonesia baru mengadopsi teknologi pembuatan biogas awal tahun 1970-an.
Negara berkembang lainnya, seperti Cina, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry), serta pipa penyaluran gas bio yang terbentuk. Pemanfaatan teknologi tertentu, gas methan dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik,
5
N. Agung Pambudy. http://heruwahyu.wordpress.com. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif . 25 Februari 2008. (Diakses 29 Nopember 2008)
menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas, seperti halnya elpiji (Prihandana dan Hendroko, 2008).