• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergeseran Bunyi Proto-Indo Eropa

BAB V SIMPULAN DAN SARAN-SARAN

Diagram 2.2. Pergeseran Bunyi Proto-Indo Eropa

Keteraturan pergeseran bunyi itulah yang kemudian dikenal dengan perangkat korespondensi dan merupakan landasan studi komparatif bahasa- bahasa yang berhubungan secara genetis.

Setelah lahirnya teori-teori pergeseran bunyi dan perkembangan bahasa seperti disebutkan di atas, banyak linguis yang membicarakan masalah yang sama,

tetapi tidak satu pun dari pembicaraan-pembicaraan tersebut yang mengungkapkan penemuan baru kecuali penerapannya dalam bahasa-bahasa yang berbeda.

Di bawah ini, disajikan penjelasan-penjelasan tentang pergeseran bunyi dan perkembangan bahasa serta penerapannya.

Bloomfield (1951:59) mengatakan,

“Written records of earlier speech, resemblance between languages, and varieties of local dialects, all show that languages change in the course of time.”

Untuk menguatkan penjelasan itu, dia memberikan contoh bahwa dalam naskah bahasa Inggris Kuno terdapat kata stan ‘stone’ yang interpretasi fonetisnya adalah sta:n dan jika disepakati bahwa dalam bahasa Inggris Moderen adalah stown, berarti a: dalam bahasa Inggris Kuno telah berubah menjadi ow dalam bahasa Inggris Moderen.

Tentang perubahan bahasa, Hock (1988: 1) mengatakan,

“From time immemorial people have been concerned about the fact that language changes and that languages become different as they change”.

Untuk menunjukkan perubahan itu, dia membandingkan Lord,s Prayer

(Doa Bapak Kami) dalam bahasa Inggris Kuno, bahasa Inggris Pertengahan, Bahasa Inggris Pra-baru, dan bahasa Inggris Moderen.

Perubahan bahasa juga dibahas oleh Finegan dkk., (1989:277) dengan mengatakan,

It’s no secret that languages change over the years. All of us can recoqnize different speech patterns between one generation and the next. There are probably notable differences between the speech

patterns of your parents and your friends, and even greater ones between your grandparents and your friends. The most noticeable differences betweeen one generation and another are in vocabulary.

Finegan & Besnier memberikan contoh tentang perubahan bahasa, khusus dalam bidang fonologi. Kata nuclear diucapkan nuklir ratusan tahun yang lalu dan sekarang diucapkan nuklir serta realtor yang dulu diucapkan

riltr sekarang diucapkan riltr. Perubahan tersebut merupakan rekonstruksi internal atau top-down yang membandingkan satu bahasa dalam waktu yang berbeda.

Sementara itu, Crowley (1992) menunjukkan perubahan bahasa dengan pernyataan berikut:

The concept of proto-langue and langue relationship both rest on the assumption that languages change. In fact, all languages change all the time. It is true to say that some languages change more than others, but all languages change nevertheless. But while all languages change, the change need not be in the same direction for all speakers.

Membuktikan bahwa bahasa mengalami perubahan, Crowley menunjukkan perubahan bunyi p dalam bahasa Uradhi, Queensland Utara menjadi w dalam bahasa moderen seperti di bawah ini:

b. Uradhi

*pinta → winta tangan *pilu → wilu pinggul

Rekonstruksi itu sama dengan rekonstruksi sebelumnya, yakni rekonstruksi internal karena perbandingan dilakukan terhadap satu bahasa (Uradhi) dalam waktu yang berbeda. Perubahan bunyi dalam bahasa-bahasa berkerabat dengan rekonstruksi komparatif digambarkan Crowley dalam bahasa- bahasa Tonga, Samoa, Rarotong (yang dipakai di kepulauan Cook, dekat Tahiti) dan Hawai sebagi berikut:

b. Tongan b. Samoa b. Rarotong b. Hawai

tafa- tafa taa kaha samping

2.2.2 Rumus Perubahan Bunyi

Menurut Crowley (1992:66), perubahan bunyi terdiri atas perubahan bunyi tak bersyarat (unconditioned sound change) dan perubahan bunyi bersyarat (conditioned sound change). Perubahan bunyi tak bersyarat adalah perubahan bunyi yang dapat terjadi pada posisi-posisi yang berbeda dan sangat kecil kemungkinan terjadi akibat lingkungan. Perubahan bunyi bersyarat adalah perubahan bunyi yang diakibatkan oleh pengaruh bunyi yang berdekatan.

Crowley (1992:67-68), dalam penelitiannya terhadap sejumlah bahasa menggambarkan perubahan-perubahan bunyi sebagai berikut:

1. t→k {t} menjadi {k} 2. η →  {η} hilang

3. t→ s/___ depan {t} menjadi {s} di depan vokal V

4. x→k/s___ {x} menjadi {k} di belakang {s}

6. p→w/#___ {p} pada posisi awal menjadi {w}

7. bersuara→tak bersuara/___# konsonan bersuara menjadi konsonan tak bersuara C

8. V→/___# vokal-vokal pada akhir kata hilang 9. V→ /V (C)___

{nas} {nas}

Hock (1988: 26) merumuskan perubahan bunyi untuk dijadikan sebagai generalisasi seperti berikut:

1. a > b = a berubah menjadi b akibat perubahan bunyi 2. b < a = b berkembang dari a akibat perubahan bunyi

3. a > b/c ___ d = a berubah menjadi b … di lingkungan antara c dengan d (Variasi: a > b/c ___ , a > b/___ = setelah c, sebelum d) 4. a > b / c = a berubah menjadi b jika didahului dan/atau diikuti oleh c, misalnya

jika berdekatan dengan c

5. a > b/ ___ X d = a berubah menjadi b jika d mengikutinya, dengan adanya segmen X yang mempengaruhi, misalnya tidak dengan kontak langsung

6. a > b/ ___ (X) d = a berubah menjadi b jika d mengikutinya, dengan X opsional yang mempengaruhi

7. a > b / ___ Co c = a berubah menjadi b jika c mengikutinya, dengan atau tanpa konsonan yang mempengaruhi

2.2.3 Jenis-jenis Perubahan Bunyi

Proto-bahasa berkembang menjadi bahasa-bahasa kontemporer dengan adanya perubahan-perubahan bunyi dari bunyi-bunyi proto-bahasa.

Menurut Crowley (1992:38) terdapat sejumlah perubahan bunyi yakni lenisi, fortisi, afresis, apakop, sinkop, reduksi klaster, haplologi, eksresens, epentesis atau anaptiks, protesis, metatesis, fusi, unpaking, pemisahan vokal, asimilasi, disimilasi, perubahan tak normal, penghilangan fonem, dan penambahan fonem. Di samping perubahan-perubahan bunyi tersebut, Keraf (1991: 92) mencatat perubahan-perubahan bunyi lainnya, yakni perpanjangan pengimbang, labialisasi, dan paragog.

Di bawah ini disajikan penjelasan dan data Crowley (1992:38-51) tentang jenis-jenis perubahan bunyi tersebut.

2.2.3.1 Lenisi dan Fortisi

Lenisi (lenition) adalah perubahan bunyi dari keras menjadi lemah yakni bersuara (voiced) menjadi tidak bersuara (voiceless), misalnya b menjadi

p. Perubahan bunyi keras b menjadi bunyi lemah p lebih mungkin terjadi dari p menjadi b. Tetapi perubahan bunyi lemah menjadi keras dapat terjadi meskipun sangat jarang. Perubahan tersebut dinamakan fortisi (fortition).

Lenisi juga mencakup perubahan akibat adanya penghilangan bunyi seperti diuraikan di bawah ini.

2.2.3.2 Afresis

Afresis (aphaeresis) adalah hilangnya konsonan awal pada suatu kata. Lihat contoh berikut:

b. Angkamuthi

*maji → aji makanan

*nani → ani tanah

*ampu → ampu gigi

2.2.3.3 Apokop

Apokop (apocope) adalah hilangnya bunyi vokal pada posisi akhir kata. Lihat contoh berikut:

b. Ambrym Tenggara

*utu → ut kutu

*aηo → a lalat

*asue → asu tikus

2.2.3.4 Sinkop

Sinkop (syncope) adalah hilangnya bunyi vokal pada posisi tengah kata. Lihat contoh berikut:

b. Lenakel

*namatana → nimrin matanya (maskulin/feminin)

*nalimana → nelmin tangannya (makulin/feminin)

*masa → mha air pasang

2.2.3.5 Reduksi Klaster

Reduksi klaster adalah rangkaian konsonan (tanpa adanya bunyi vokal di antaranya) dengan menghilangkan satu atau lebih konsonan. Lihat contoh berklut ini:

b. Inggris b. Pidgin Melanesi

districtdistikt distrik

distrik

post post pos

pos

ground gnd graun tanah paint pint pen

cat

tanktk ta tanki Dalam bahasa Inggris, kata government yang diucapkan dengan menghilangkan konsonan /n/ dalam gvmn alih-alih

gvnmn merupakan reduksi klaster.

2.2.3.6 Haplologi

Haplologi (haplology) adalah perubahan akibat hilangnya suku kata secara menyeluruh ketika suku kata tersebut ditemukan pada suku kata berikutnya yang mirip dengan suku kata itu. Misalnya, kata library diucapkan dengan laibi alih-alih laibi.

2.2.3.7 Pertambahan Bunyi

Dalam bahasa Inggris Moderen, penutur sering mengucapkan something

dengan menambahkan bunyi p sehingga menjadi smpi alih-alih

smi. Kehadiran bunyi p tersebut merupakan contoh pertambahan bunyi. Pertambahan bunyi pada banyak bahasa terjadi pada konsonan pada akhir

kata melalui penambahan bunyi vokal sehingga membentuk struktur konsonan vokal (KV) dengan menghindarkan terbentuknya klaster pada akhir kata. Perhatikan contoh berikut:

b. Inggris b. Maori

calf ka:fe anak lembu court ko:ti pengadilan korofa golf golf cook kuki memasak map mapi peta

Ada beberapa jenis pertambahan bunyi seperti disebutkan di bawah ini.

2.2.3.8 Ekskresen

Ekskresen (excrescence) adalah penambahan satu konsonan ke antara dua konsonan lainnya dalam satu kata. Penyisipan konsonan p ke tengah m pada kata something merupakan contoh ekskresen. Ekskresen terjadi pada kata- kata lainnya dalam sejarah perkembangan bahasa Inggris dan kini telah dimasukkan dalam sistem ujaran bahasa Inggris seperti terlihat di bawah ini:

b.Inggris

*mti → mpti empty kosong *ymle → imbl thimble sarung jari

Bunyi stop eksresen dalam contoh di atas mempunyai titik artikulasi yang sama atau homorgan dengan bunyi nasal yang mendahuluinya. Bunyi-bunyi hambat tersebut ditambahkan untuk menutup velum yang terbuka pada saat memproduksi nasal sebelum memproduksi bunyi yang bukan nasal berikutnya.

2.2.3.9 Epentesis atau Anaptiksis

Epentesis (epenthesis) atau anaptiksis (anaptyxis) adalah penambahan vokal di tengah kata untuk memisahkan dua konsonan dalam satu klaster. Proses ini menghasilkan struktur suku kata konsonan vokal (CV) untuk menghindarkan klaster konsonan pada awal kata dan klaster konsonan pada akhir kata. Para penutur sejumlah dialek bahasa Inggris sering menambahkan schwa  ke antara klaster konsonan pada posisi akhir kata film ‘pilem’ untuk menghasilkan

film alih-alih film.

Epentesis juga terjadi dalam sejarah perkembangan bahasa Tok Pisin seperti terlihat pada contoh berikut ini:

b. Inggris b. Tok Pisin

black blk → bilak hitam blue blu: → bulu biru next nkst → nekis berikut six siks → sikis enam

2.2.3.10 Protesis

Protesis (prothesis) adalah penambahan bunyi di depan kata. Lihat contoh berikut:

b. Motu

*api → lahi api

*asan → lada insang ikan

2.2.3.11 Metatesis

Metatesis (metathesis) adalah perubahan susunan atau posisi bunyi dalam satu kata, misalnya, kata relevant dengan revelant alih-alih relevant. Perubahan tersebut bukan merupakan penghilangan, penambahan atau pergeseran bunyi. Metatesis terjadi dalam sejarah perkembangan bahasa Inggris dan bentuk-bentuk yang mengalami perubahan telah diterima menjadi bentuk-bentuk yang standar. Misalnya, melalui metatesis, kata bird b:d dulu diucapkan bd alih-alih bd.

2.2.3.12 Fusi

Fusi (fusion) adalah perubahan bunyi yang diakibatkan oleh bergabungnya dua bunyi yang berbeda menjadi satu bunyi. Bunyi tunggal tersebut memiliki fitur-fitur kedua bunyi asal. Misalnya, bunyi m mempunyai fitur fonetik sebagai berikut: 1. bersuara (voiced) 2. bilabial 3. nasal 4. kontinuan (continuant) 5. konsonan, dan

bunyi a mempunyai fitur fonetik sebagai berikut:

1. bersuara (voiced) 2. rendah (low)

3. kontinuan (continuant) 4. vokal

Ketika dua bunyi berubah menjadi satu bunyi melalui proses fusi, sejumlah fitur dari masing-masing bunyi dimunculkan dan bunyi tunggal yang baru diucapkan dengan berbeda dari keduanya tetapi mengandung fitur-fitur kedua bunyi asal. Lihat contoh berikut:

b. Perancis

*bn → b baik *vn → v anggur *blan → bla putih

Tanda  menunjukkan nasalisasi vokal yang dapat dirumuskan dengan Vokal + Nasal → Vokal Nasal.

2.2.3.13 Anpaking

Anpaking (unpacking) adalah proses fonetik yang merupakan kebalikan dari fusi. Dalam proses ini, satu bunyi berubah menjadi dua bunyi yang masing- masing mengandung fitur-fitur bunyi asal. Perhatikan contoh berikut:

b. Perancis b. Bislama

camion kami→ kamio truk accident aksida→ aksido kecelakaan

calecon kals → kalso pakaian dalam

2.2.3.14 Pemecahan Vokal

Pemecahan vokal (vowel breaking) adalah perubahan satu bunyi vokal menjadi diftong. Dalam proses ini, vokal asal tidak berubah tetapi menerima bunyi luncur yang ditambahkan sebelum atau sesudah bunyi tersebut. Jika bunyi luncur ditambahkan ke depan bunyi vokal, penambahan tersebut dinamakan on- glide dan jika bunyi luncur ditambahkan ke belakang vokal penambahan tersebut dinamakan off-glide.

Pengucapan kata bad bd dengan bd dan bid merupakan contoh pemecahan vokal melalui proses off-glide. Pengucapan cat

dengan kjt dalam dialek bahasa Inggris Barbadia merupakan contoh pemecahan vokal melalui proses on-glide. Lihat beberapa contoh lainnya di bawah ini:

b. Kairiru

*pale pial rumah *manu mian burung *namu niam nyamuk *ndanu rian air *lako liak pergi

Sebagai catatan, contoh di atas juga merupakan contoh apakop, yakni hilangnya vokal pada posisi akhir kata.

2.2.3.15 Asimilasi

Asimilasi (assimilation) adalah perubahan bunyi yang diakibatkan oleh pengaruh bunyi yang berdekatan. Dua bunyi dikatakan lebih mirip secara fnetis antara satu dengan yang lain setelah terjadi perubahan bunyi (jika kedua bunyi yang berdekatan mempunyai kemiripan ciri fonetis) dibanding dengan sebelum perubahan bunyi terjadi. Jika perubahan bunyi mengakibatkan bertambahnya fitur (ciri) fonetis yang dimiliki kedua bunyi yang berdekatan, berarti asimilasi telah terjadi.

Sebagai contoh, klaster konsonan pada np, n dan p dapat saling mempengaruhi. Kedua konsonan mempunyai fitur-fitur fonetis sebagai berikut:

1.voiced (bersuara) voiceless (tidak bersuara) 2. alveolar bilabial

3. nasal stop

Bunyi n dapat kehilangan fitur nasalnya dan menggantikannya dengan fitur p yang mengikutinya yang dapat ditunjukkan dengan

*np → dp

Selain mengasimilasi fitur nasal, kita juga dapat mengasimilasi titik artikulasi dengan mengikuti fitur konsonan berikutnya dengan menghasilkan perubahan berikut:

*np → mp

Jika fitur kebersuaraan nasal menyerap ketidakbersuaraan bunyi hambat yang mengikutinya, diperoleh perubahan berikut:

*np → np

Contoh-contoh di atas mencakup perubahan satu fitur fonetis saja. Perubahan dua fitur fonetis secara serentak dapat terjadi seperti dalam contoh berikut:

*np → bp

(bunyi n hanya mempertahankan kebersuaraan nasalnya pada b tetapi menyerap keadaan artikulasi (manner of articulation) dan titik artikulasi (point of articulation) bunyi p yang mengikutinya secara serentak)

(bunyi n hanya mempertahankan titik artikulasi nasal alveolar pada t tetapi mengikuti fitur p dalam ketidakbersuaraan dan keadaan artikulasinya), dan

*np → mp

(bunyi n hanya mempertahankan kenasalannya tetapi menyerap ketidakbersuaraan dan titik artikulasi bunyi p yang mengikutinya).

Contoh-contoh di atas merupakan contoh-contoh asimilasi parsial (partial assimilation), karena bunyi yang mengalami perubahan selalu mempertahankan paling sedikit satu dari fitur-fitur fonetis bunyi aslinya yang membedakannya dari bunyi yang tidak mengalami perubahan. Jika semua fitur berubah untuk menyesuaikan diri dengan fitur-fitur bunyi lainnya, maka kedua bunyi itu menjadi identik yang dinamakan geminate (bunyi ganda secara fonetis) yang juga disebut sebagai asimilasi penuh yang dapat ditunjukkan dengan perubahan

np menjadi pp.

Contoh-contoh asimilasi tersebut dinamakan asimilasi regresif (regressive assimilation) yang ditandai dengan pengaruh bunyi dari arah kanan ke kiri. Fitur- fitur p lah yang mempengaruhi fitur-fitur n yang mendahuluinya. Asimilasi seperti ini dapat ditunjukkan dengan A < B. Asimilasi yang berlawanan dengan asimilasi tersebut (kiri ke kanan) dinamakan asimilasi progresif (progressive assimilation) yang dapat ditunjukkan dengan A > B.

Asimilasi progresif juga dapat berwujud asimilasi progresif parsial dan asimilasi progresif total. Dalam lingkungan klaster konsonan np, asimilasi progresif parsial dapat menunjukkan perubahan-perubahan bunyi sebagai berikut: *np → nb (asimilasi kebersuaraan)

*np → nt (asimilasi titik artikulasi)

*np → nm (asimilasi keadaan artikulasi)

*np → nm (asimilasi dengan mempertahankan fitur tak bersuara p)

*np → nm ( asimilasi dengan mempertahankan fitur bilabial p)

*nd → nd (asimilasi dengan mempertahankan fitur stop p)

Dalam lingkungan yang sama, asimilasi progresif total dapat menunjukkan perubahan bunyi berikut:

*np → nn (tanpa menyerap satu pun dari fitur-fitur p)

Asimilasi titik artikulasi sangat sering terjadi dalam bahasa Inggris. Misalnya, in- dalam prefiks in- bervariasi menjadi im- di depan konsonan bilabial, i- di depan velar, dan in- di depan bunyi-bunyi lainnya, termasuk vokal) seperti dalam contoh-contoh berikut:

in-dvizbl inadvisable im-blns imbalance

i-knsidt inconsiderate in-dmisbl inadmissable

Dalam contoh-contoh di atas in- berasimilasi dengan titik artikulasi konsonan berikutnya (misalnya, fitur alveolar digantikan dengan fitur titik artikulasi bunyi berikutnya, yakni bilabial atau velar). Perubahan bunyi yang termasuk dalam palatalisasi juga merupakan perubahan asimilasi. Melalui proses ini, bunyi yang bukan palatal (misalnya, dental, alveolar, dan velar) berubah menjadi bunyi palatal, biasanya di depan vokal depan i atau e atau semi vokal j. Bunyi-bunyi yang termasuk dalam bunyi palatal adalah bunyi afriktif

Selain dari asimilasi yang menghasilkan perubahan bunyi pada titik artikulasi, perubahan juga terjadi pada keadaan artikulasi. Lihat contoh berikut dalam bahasa Banoni, Provinsi Salomo Utara.

b.Bonani

*pekas → beasa kotoran *wakar → baara akar

*pakan → vaana menambah daging *tipi → tsivi tarian tradisional

*makas → maasa kelapa kering

Bunyi-bunyi hambat intervokalik pada contoh di atas berubah menjadi frikatif bersuara pada titik artikulasi yang sama. Vokal, nasal, frikatif, dan lateral mempunyai fitur fonetik kontinuan (continuant), pengucapannya dapat diteruskan atau dihentikan. Bunyi-bunyi ini merupakan kebalikan dari bunyi-bunyi yang mempunyai fitur non-kontinuan (non-continuant) seperti hambat, afrikatif, dan semi-vokal yang pengucapannya tidak dapat dihentikan. Perubahan bunyi hambat menjadi bunyi kontinuan di antara dua bunyi kontinuan lainnya merupakan contoh asimilasi pada keadaan artikulasi dan kebersuaraan.

Jenis perubahan bunyi lainnya adalah perubahan bunyi bersuara menjadi bunyi tidak bersuara pada posisi akhir kata (final devoicing). Bunyi-bunyi pada posisi akhir kata, khususnya hambat dan frikatif (tetapi kadang-kadang termasuk bunyi-bunyi lainnya, termasuk vokal) sering berubah dari bunyi bersuara menjadi bunyi tidak bersuara.

Perhatikan contoh berikut dalam bahasa Jerman: b. Jerman

*ba:d → ba:t mandi *ta:g → ta:k hari *hund → hunt anjing *land → lant tanah

*ga:b → ga:p beri

Asimilasi lainnya adalah asimilasi langsung ( assimilation at distance)

sebagai kebalikan dari asimilasi langsung (immediate assimilation) yakni perubahan bunyi akibat pengaruh bunyi yang berdekatan baik yang mendahului maupun yang mengikuti seperti yang ditunjukkan dalam semua contoh di atas.

Pada asimilasi langsung, sebuah bunyi dipengaruhi oleh bunyi lain tidak secara langsung dari kiri ke kanan atau sebaliknya, tetapi mempunyai jarak pada posisi kata atau suku kata. Di Papua New Guine Selatan, ketika penutur bahasa Huli mengadopsi kata piksi ‘gambar’ dalam bahasa Tok Pisin ke dalam bahasa mereka, kata itu sering diucapkan kikida alih-alih pikida. Hal ini terjadi karena p pada suku kata pertama telah berasimilasi dalam jarak jauh pada titik artikulai k pada suku kata kedua.

Kadang-kadang asimilasi langsung merupakan fitur yang sangat umum dalam satu bahasa dan bahkan kadang-kadang asimilasi mengubah seluruh kata. Perubahan seperti ini disebut harmoni (harmony). Banyak bahasa yang mengalami harmoni vokal (vowel harmony), asimilasi satu atau lebih fitur satu vokal ke beberapa atau semua vokal lainnya dalam satu kata. Dalam bahasa Bislami, misalnya, sufiks -im transitif pada kata kerja mempunyai tiga variasi, seperti terlihat pada contoh berikut:

kuk-um ‘memasak’ mit-im ‘mejumpai’ har-em ‘merasa’ put-um ‘meletakkan’ kil-im ‘memukul’ mek-em ‘membuat’ sut-um ‘menembak’ rit-im ‘membaca’ so-em ‘menunjukkan’

Mengikuti suku kata dengan vokal belakang tinggi, i pada sufiks berubah menjadi u. Perubahan ini merupakan contoh asimilasi jarak jauh

fitur depan pada satu suku kata menjadi fitur belakang pada suku kata lainnya. Mengikuti suku kata dengan vokal tengah atau rendah, i dengan fitur tinggi merendah menjadi e dengan fitur tengah akibat pengaruh vokal pada suku kata yang mendahuluinya.

Kadang-kadang, harmoni melibatkan fitur-fitur selain dari fitur-fitur vokal. Dalam bahasa Enggano, Indonesia, terdapat perubahan bunyi yang dinamakan harmoni nasal (nasal harmony). Dalam bahasa Enggano, semua bunyi hambat bersuara dalam satu kata berubah menjadi nasal homorgan dan semua vokal terpisah berubah menjadi vokal-vokal nasal yang sama ketika mengikuti nasal apa saja dalam sebuah kata seperti terlihat pada contoh berikut:

b. Enggano

*honabu → honamu isterimu

*ehkua → ehkua tempat duduk

*euadaa → euadaa makanan Ada harmoni vokal yang dinamakan umlaut dalam bahasa-bahasa rumpun Germania. Perubahan bunyi ini merupakan pengedepanan vokal belakang atau peninggian vokal rendah akibat pengaruh vokal depan pada suku kata berikutnya. Sering terjadi vokal tinggi (mengikuti vokal lainnya) yang mengakibatkan perubahan, kemudian hilang melalui proses apokop atau menjadi

schwa. Dalam keadaan ini, vokal depan yang baru merupakan satu-satunya cara untuk membedakan satu kata dengan kata-kata lainnya.

Pasangan-pasangan kata yang tidak teratur (tunggal/jamak) seperti

foot/feet dalam bahasa Inggris merupakan hasil dari harmoni atau umlaut. Bentuk tunggal aslinya adalah, fo:t dan jamaknya adalah fo:t-i. Bunyi o: dikedepankan ke vokal bulat  akibat pengaruh vokal depan -i pada

sufiks jamak, sehingga bentuk jamak menjadi fo:t-i. Kemudian, vokal sufiks tersebut dihilangkan dan vokal bulat depan akar kata menjadi tidak bulat sehingga menjadi e:. Ketika bentuk tunggal adalah fo:t, bentuk jamak telah berubah menjadi fe:t. Perubahan antara fo:t dengan fe:t lah yang melahirkan pasangan foot/feet dalam bahasa Inggris Moderen.

2.2.3.16 Disimilasi

Disimilasi (dissimilation) adalah lawan dari asimilasi. Alih-alih membuat dua atau lebih bunyi menjadi lebih mirip dengan sesamanya (asimilasi), disimilasi menjadikan bunyi yang berdekatan menjadi berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini berarti, terjadi pengurangan fitur fonetik yang sama-sama dimiliki bunyi- bunyi yang berdekatan. Perubahan bunyi ini pertama kali dikemukakan Hermann Grassman (1862) melalui Hukum Grassmann (Grassmann’s Law). Dalam bahasa Sanskrit Kuno dan bahasa Junani Kuno, terdapat perbedaan antara hambat beraspirasi dengan tidak beraspirasi. Tetapi jika ada dua suku kata yang mengikuti satu sama lainnya dan kedua-duanya mempunyai bunyi hambat beraspirasi, suku kata pertama kehilangan aspirasinya menjadi tidak beraspirasi. Dalam bahasa Sanskrit, bentuk *bho:dha ‘bid’ berubah menjadi bo:dha dan dalam bahasa Junani bentuk *phewtho dengan arti yang sama berubah menjadi pewtho. Perubahan ini merupakan contoh disimilasi tidak langsung.

Contoh disimilasi langsung ( immediate dissimilation) dapat dilihat dalam bahasa Afrika berikut:

b. Afrika

*sxo:n → sko:n bersih *sxoudr → skour bahu

*sxlt → sklt hutang

Pada bentuk-bentuk kuno bahasa tersebut, terdapat rangkaian dua bunyi frikatif yakni s dan x. Bunyi frikatif x.berubah menjadi bunyi hambat pada titik artikulasi yang sama, yakni k, sehingga tidak ada lagi dua frikatif yang mengikuti satu sama lainnya. Dengan demikian, x.berdisimilasi dalam keadaan artikulai menjadi k dari frikatif s.

2.2.3.17 Perubahan Bunyi Tak Normal

Perubahan-perubahan bunyi yang sesuai dengan jenis-jenis perubahan di atas merupakan contoh-contoh perubahan bunyi bahasa di seluruh dunia. Tetapi ada perubahan bunyi yang menyimpang dari jenis-jenis perubahan tersebut dan dianggap sebagai perubahan yang tidak normal (abnormal sound change).

Sebagai contoh kata cent ‘ratus’ dalam bahasa Perancis yang diucapkan dengan

Dokumen terkait