• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergeseran Hukum Waris Adat Nias menurut Hukum Nasional

PANDANGAN YURIDIS PELAKSANAAN PEWARISAN DALAM HUKUM ADAT DI KABUPATEN NIAS

A. Pergeseran Hukum Waris Adat Nias menurut Hukum Nasional

Gambaran Umum Daerah Penelitian :

a. Letak Geografis dan Pembagian Daerah Administrasi Kabupaten Nias berada di sebelah Barat Pulau Sumatera jaraknya ± 8 mil laut dari Kabupaten Tapanuli Tengah, terletak di 00 120 – 10 320 Lintang Utara (LU) dan 970 – 980 Bujur Timur (BT).

b. Luas wilayah

Kabupaten Nias mempunyai wilayah 5.625 atau 7,8% dari luas propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 132 buah gugusan pulau yang panjangnya ± 120 km dan lebar 40 km memanjang sejajar pulau Sumatera.

Pembagian daerah administratif Kabupaten Nias terdiri dari : 1. Kecamatan sebanyak 22 Kecamatan

2. Kelurahan sebanyak 6 Kelurahan 3. Desa sebanyak 651 Desa

4. Lorong pada klurahan sebanyak 26 lorong Ibu Kota Kabupaten Nias adalah Gunung Sitoli c. Batas Wilayah

Kabupaten Nias berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara dengan Pulau-Pulau Banka Propinsi Daerah Istimewa Aceh 2. Sebelah Selatan dengan Pulau-Pulau Mentawai Propinsi Sumatera Barat 3. Sebelah Timur dengan Pulau-Pulau Mursala dengan Kabupaten Tapanuli

4. Sebelah Barat dengan Samudra Hindia. d. Keadaan Topografi/Topographic Situation

Kondisi alamnya/topografi berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan laut bervariasi antara 0 – 800 terdiri dari dataran rendah sampai bergelombang sampai berbukit-bukit 28,8% dari berbukit sampai pegunungan 51,2% dari keseluruhan luas dataran

e. Iklim Kabupaten Nias

Kabupaten Nias terletak di daerah khatulistiwa maka curah hujannya tinggi rata- rata curah hujan pertahun 3145,1mm dan banyaknya hari hujan dalam setahun 273 hari atau rata-rata 23 hari per bulan. Akibat banyaknya curah hujan maka kondisi alamnya sangat lembab dan basah musim kemarau dan silih berganti dalam setahun.

f. Kependudukan

Sebelum pemekaran Kabupaten Nias menjadi dua kabupaten, jumlah kecamatan di kabupaten Nias terdiri dari 22 kecamatan, 657 desa. Setelah terbentuknya kabupaten Nias Selatan berdasarkan UU RI No. 9 Tahun 2002 tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 29 Tahun 2002 tanggal 28 Juli 2003, maka Kabupaten Nias dengan ibukota Gunung Sitoli secara administrasi terdiri dari 14 Kecamatan, 443 Desa/Kelurahan yang terdiri dari 439 desa dan 4 kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Perda Kabupaten Nias No. 5 Tahun 2005, Kabupaten Nias memiliki 32 kecamatan dan 1 kecamatan persiapan.

Tabel Pertumbuhan Penduduk

No Kecamatan

Jumlah Penduduk Rata-rata

Pertumbuhan (%) 2003 2004 1 IDANö GAWö 32.645 33.517 1,23 2 BAWöLATO 19.562 20.421 1,67 3 SIROMBU 16.989 17.349 1,16 4 MANDREHE 45.444 46.787 1,31 5 GIDö 46.134 47.285 1,19 6 LöLöFITU MOI 32.109 32.812 1,11 7 GUNUNG SITOLI 74.111 76.616 1,41 8 HILIDUHO 28.850 29.529 1,15 9 ALASA 27.750 28.445 1,19 10 NAMOHALU ESIWA 13.169 13.449 1,19 11 LAHEWA 24.086 24.618 1,12 12 AFULU 8.937 9.134 1,12 13 LOTU 40.331 41.032 1,00 14 TUHEMBERUA 12.052 12.261 0,99 JUMLAH 422.170 433.350 1,23

(Sumber: Kantor Bappeda Kabupaten Nias, Tahun 2008)

Hukum nasional yang berlaku di Kabupaten Nias adalah KUH Perdata (BW) dimana pewarisan hanya berlangsung karena kematian (Pasal 830 KUH Perdata). Pewaris akan memberikan harta warisan sesuai dengan porsi dari masing-masing ahli waris. Umumnya ahli waris adalah anak, namun jika anak itu belum dewasa menurut hukum nasional, maka ahli waris akan dialihkan kepada ibunya atau walinya yang masih hidup.

Ahli waris juga dapat diberikan kepada orang lain namun masih dalam hubungan keluarga. Misalnya Paman, Kakek, nenek, keluarga yang masih memiliki hubungan darah garis lurus kebawah dan kesamping.

Menurut KUH Perdata (Hukum Nasional), anak luar kawin juga akan mendapat harta warisan jika seluruh anak sah telah meninggal dan pewaris tidak memiliki keluarga selain anak luar kawin.

Dalam hukum adat waris di Kabupaten Nias, anak adalah ahli waris yang sah ketika ayah atau ibunya meninggal dunia. Umumnya yang akan mendapat warisan adalah anak laki-laki. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi antara saudara sekandung, dimana anak-anak menganggap bahwa pembagian warisan itu tidaklah adil. Ada juga yang menganggap bahwa anak yang mendapat warisan tidaklah layak mendapat warisan karena belum cukup umur, dan bagian- bagiannya pun tidak sama rata antara anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Anak laki-laki yang sering mendapat harta warisan dan bagiannya pun masih dianggap besar menjadi kesenjangan bagi anak perempuan yang sedikit menerima atau malah tidak mendapat warisan sama sekali. Artinya bagian anak perempuan dianggap tidak ada di dalam keluarga. Oleh karena itu, banyak anak perempuan yang akhirnya meminta bagiannya sendiri walaupun itu tidak berdasarkan porsi dari yang sudah ditentukan. Selain itu juga anak perempuan akan merasa tidak dianggap sebagai anak dalam keluarga ketika ia tidak mendapatkan warisan yang seharusnya ia terima sebagai ahli waris.

Pemberian bagian warisan kepada anak perempuan merupakan salah satu dari pergeseran hukum waris adat yang berlaku di Kabupaten Nias. Pergeseran ini muncul karena ada rasa kasihan dari orang tua kepada anaknya perempuan yang dikasihinya, sehingga anak perempuan menerima bagiannya. Pada akhirnya pembagian warisan kepada anak-anak menjadi adil dan merata, dan tidak ada rasa kesenjangan di antara anak-anak.

Menurut KUH Perdata, hukum nasional tidak menyebutkan bahwa porsi masing-masing anak berbeda-beda. Tidak ada perbedaan antara bagian anak

sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Serta tidak ada pula antara bagian anak laki-laki dan bagian anak perempuan. Hukum nasional hanya menegaskan bahwa setiap ahli waris dari pewaris adalah anak baik anak laki-laki, anak perempuan, anak sulung, anak tengah ataupun anak bungsu. Pembagiannya pun tidak diatur sesuai dengan pembagian dari orang tuanya.

Pergeseran lainnya muncul dari kebiasaan dan perkembangan hukum adat Nias itu sendiri yang membagi warisan berdasarkan porsi masing-masing. Anak sulung mendapat 3/5 bagian, anak tengah mendapat 2/5 bagian dan anak bungsu mendapat 3/5 bagian yang sama dengan anak sulung. Hal ini bergeser seiring dengan perkembangan zaman dan berubahnya kebiasaan adat di Nias. Akibatnya porsi masing-masing tidak ditentukan oleh beberapa bagian yang diterima tetapi menurut kerelaan hati pewaris dalam membagi harta warisannya.

Dokumen terkait