C. METODE
3. Perhitungan dan Analisis
a. Analisis Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui, mengukur, menganalisis dan mengintrepretasikan atribut pangan melalui sensori manusia (Stone dan Sidel, 1993). Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji afektif secara kuantitatif yaitu uji rangking hedonik dan uji rating hedonik (uji penerimaan konsumen) (Meilgaard et al., 2007). Uji afektif ini dilakukan dengan menggunakan panelis tidak terlatih untuk mengevaluasi dan menentukan kesukaan terhadap produk. 1) Uji Rangking Hedonik (Meilgaard et al., 2007)
Uji rangking hedonik dilakukan untuk menentukan produk yang paling disukai. Tahap penelitian yang menggunakan uji rangking hedonik adalah tahap formulasi tepung komposit dan formulasi akhir flakes tepung komposit. Pada tahap formulasi tepung komposit, parameter sensori yang diuji adalah warna, rasa dan tekstur. Analisis organoleptik pada formulasi flakes lanjutan meliputi parameter sensori rasa, aroma, warna dan tekstur. Uji ini dilakukan dengan menggunakan panelis semi-terlatih berjumlah 30 orang.
Pada tahap ini panelis diminta untuk mengurutkan sampel yang diuji menurut perbedaan tingkatan mutu sensori. Urutan pertama menyatakan sampel yang paling disukai sedangkan urutan terakhir merupakan sampel yang paling tidak disukai menurut kategori atribut masing-masing. Data yang didapatkan dari uji tersebut kemudian diolah dan ditranformasikan sehingga dapat dianalisis dengan uji Friedman untuk melihat perbedaan signifikan antar sampel yang diuji.
2) Uji Rating Hedonik (Meilgaard et al., 2007)
Uji rating hedonik atau uji penerimaan konsumen dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis terhadap parameter rasa, aroma, tekstur, warna dan penerimaan keseluruhan (overall)
produk yang terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Uji ini dilakukan pada produk akhir untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap produk yang dihasilkan.
b. Analisis Fisik
1) Analisis Tekstur (Bhattacharya Sila, B. Sumithra, 2008)
Analisis tekstur dilakukan dengan mengukur texture profile analysis menggunakan texture analyzer Brookfield Texture CT3 LFRA. Pengujian dengan menggunakan texture analyzer dilakukan pada tahap optimasi bahan penolong dan tahap formulasi lanjutan pada pembuatan flakes. Parameter tekstur yang diuji meliputi hardness, total work dan fracturability.Test speed yang digunakan adalah 0,5 mm/s dengan beban 4,5 g.
2) Analisis Warna dengan Chromameter Minolta (Gaurav, 2003) Analisis warna dilakukan dengan menggunakan
Chromameter Minolta. Uji warna dilakukan dengan sistem warna
Hunter L*, a*, b*. Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Sampel yang dianalisis adalah tepung talas Hijau, tepung talas Beneng, tepung talas Mentega dan tepung talas Semir. Hasil analisis derajat putih yang dihasilkan berupa nilai L*, a*, b*. Pengukuran total derajat warna digunakan basis warna putih sebagai strandar (L1, a1, b1) dengan rumus:
∆ = ( − ) + ( − ) + ( − )
3) Rendemen Tepung (Fauzan, 2005)
Perhitungan rendemen tepung dihitung berdasarkan bobot awal sebelum umbi talas dikupas dan berat tepung setelah diayak dengan ayakan 60 mesh. Rendemen tepung dihitung menggunakan persamaan:
c. Analisis Kimia
1) Analisis Kadar Oksalat (Ross et al., 1999)
Analisis kadar oksalat dilakukan pada tepung talas untuk mengetahui jumlah oksalat yang terdapat di dalamnya. Tepung dengan kadar oksalat yang rendah merupakan tepung yang sesuai digunakan sebagai bahan baku. Sampel sebanyak 5 g ditimbang kemudian dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml HCl 2M (pH 0,08) untuk analisis total oksalat. Campuran tersebut dihomogenisasi dan ditutup dengan parafilm. Kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 800C selama 20 menit. Sampel kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambah HCl 2M hingga tanda tera. Setelah itu, dimasukan ke dalam tabung sentrifuse dan disentrifuse dengan kecepatan 1400 rpm selama 15 menit. Supernatan dari hasil sentrifuse diambil dan disaring dengan milipore selulosa asetat 0,45 µm. Kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC.
Pada HPLC, sampel akan terlarut dengan pelarut berupa HCl. Pelarut dan sampel akan menjadi fase gerak yang akan bergerak melalui kolom yang berisi fase diam. Komponen pada sampel akan terpisah pada waktu yang berbeda sesuai dengan perbedaan kelarutan terhadap fase gerak dan fase diam. Metode ini merupakan kromatografi kolom yang menggunakan tekanan tinggi untuk mempercepat proses pemisahan senyawa.
2) Kadar Air (AOAC, 2005) metode 925.10
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang. Setelah itu dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator, lalu
ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar air = ( )x100% c b a c Keterangan:
a= berat cawan dan sampel akhir (g) b= berat cawan (g)
c= berat sampel awal (g)
3) Kadar Abu (AOAC, 2005) metode 923.03
Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 – 3 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar abu =
100%
)
(
)
(
x
g
sampel
berat
g
abu
berat
4) Kadar Lemak (AOAC, 2005) metode 920.85
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100– 110oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 1-2 g dibungkus dengan selongsong kertas saring yang dilapisi dengan kapas dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksana.
Refluks dilakukan selama 6 jam (minimum) pada suhu 800. Setelah itu pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi.
Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak (%) =
100%
)
(
)
(
x
g
sampel
berat
g
lemak
berat
5) Kadar Protein (AOAC, 2005) metode 988.05
Sebanyak 0,5 – 1 g contoh ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Sampel dididihkan selama kurang lebih 2 jam sampai cairan menjadi jernih kehijau- hijauan.
Sampel didinginkan dan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml. Setelah itu sampel diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Kemudian sebanyak 5 ml larutan dipipet dan dimasukan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan indikator PP. Sampel disuling selama 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator PP. Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N. Lakukan penetapan blanko.
Penetapan kadar N dan kadar protein dilakukan dengan persamaan berikut: Kadar N (%) = sampel mg x x N x blanko ml HCl ml ) 14,007 100 (
Kadar Protein = %N x faktor konversi (tepung talas 5,87, tepung kacang hijau 5,7, tepung pisang 6,25, flakes 6,25)
6) Analsis Kadar Karbohidrat (by difference) (Winarno, 1986) Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar karbohidrat dengan metode by difference.
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (a + b + c + d) Keterangan: a= % kadar air b= % kadar abu c= % kadar protein d= % kadar lemak
7) Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005) metode 920.86
Sebanyak 2,0 g contoh halus ditimbang dan diekstrak lemaknya dengan sokhlet. Bila bahan yang akan dianalisa mengandung lemak dalam jumlah yang sedikit, pemisahan dapat diabaikan. Contoh dipindahkan ke dalam labu ekstraksi (500 ml) dengan pendingin tegak. Contoh dididihkan dengan 200 ml H2SO4 1,25% selama 30 menit. Dilakukan penimbangan pada kertas saring yang akan digunakan (A). Sampel disaring dengan kertas saring pada corong Buchner yang dihubungkan dengan vakum dan dicuci dengan air panas. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (B). Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, kemudian didinginkan dan ditimbang hingga bobotnya tetap (C). Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1%, kertas saring beserta isinya diabukan, ditimbang dan didinginkan hingga bobot tetap (D).
Serat kasar < 1%
Kadar serat kasar = 100% ) (g x sampel berat A B C Serat kasar > 1%
Kadar serat kasar = 100% ) ( ) ( x g sampel berat D A C
8) Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin (AOAC, 2005) metode 976.11
Analisis amilosa-amilopektin dilakukan pada tepung talas untuk mengetahui komponen penyusun pati yang terdapat di
dalamnya. Penetapan amilosa dan amilopektin dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru. Sampel sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N.
Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian ditepatkan dengan air hingga 100 ml. Sebanyak 5 ml larutan dimasukan ke dalam labu takar dan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Larutan ditepatkan hingga 100 ml kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa. Kadar amilopektin dihitung berdasarkan selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa yang didapatkan.
9) Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (Asp et al., 1983) Analisis kadar serat pangan dilakukan pada tepung talas untuk mengetahui jumlah komponen serat pangan yang terdapat di dalamnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode secara enzimatis. Satu g sampel bebas lemak dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer Na-phosphat pH 6 dan diaduk. Setelah itu, ditambah 0,1 ml enzim termamyl. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air suhu 1000C selama 15 menit. Labu sampel diangkat, didinginkan kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengukuran pH hingga 1,5 untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim maksimum. Erlenmeyer kemudian ditutup dan diinkubasikan kembali pada suhu 400C. Setelah diagitasi selama 60 menit, sampel ditambah 20 ml air
destilata dan pH diatur menjadi 6,8 untuk memaksimalkan aktivitas pankreatin. Setelah itu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 400C selama 60 menit sambil diagitasi. Terakhir pH diatur dengan HCl hingga 4,5. Residu kemudian disaring menggunakan crusibel kering yang telah ditimbang beratnya dan dicuci dua kali dengan menggunakan 10 ml air destilata.
Residu yang merupakan serat makanan tidak larut (IDF) dicuci dengan dua kali 10 ml etanol 95% dan dua kali 10 ml aseton dan dikeringkan pada suhu 1050C sampai berat tetap. Setelah itu didinginkan dalam desikator, ditimbang (D1) lalu diabukan dalam tanur 5000C dan ditimbang kembali (I1). Filtrat merupakan serat makanan larut (SDF). Volume filtrat diatur dengan air sampai dengan 100 ml ditambah 400 ml etanol 95% hangat dan diendapkan selama 1 jam. Endapan disaring dengan crusibel kering dan dicuci dengan dua kali 10 ml etanol 78% dan dua kali 10 ml aseton. Setelah itu dikeringkan pada suhu 1050C hingga berat konstan, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Selanjutnya diabukan pada tanur 5000C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2).
Nilai blanko untuk serat makanan tidak larut (IDF) dan serat larut (SDF) diperoleh dengan cara yang sama, namun tanpa menggunakan sampel. Serat makanan total (TDF) ditentukan dengan menjumlahkan nilai serat makanan tidak larut dan serat makanan larut. IDF = 1 1 1x100% w B I D SDF = 2 2 2x100% w B I D TDF = SDF + TDF Keterangan: w= berat sampel (g)
D= berat setelah dianalisis dan dikeringkan (g) I= berat setelah diabukan (g)
B= berat blanko bebas serat (g) 10) Kadar Pati (Nelson, 1944)
Tepung dengan kadar pati yang tinggi merupakan tepung yang akan digunakan sebagai bahan baku. Sampel dicuci dengan alkohol 80% dalam waterbath untuk menghilangkan gula-gula sederhana. Kemudian endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali dengan 9,2 N HClO4 sebanyak tiga kali dan dinetralisir kembali dengan 1 N NaOH. Selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan Nelson (Nelson A: KNa-tartarat, Na2CO3 anhidrat, NaHCO3, Na2SO4 anhidrat dan Nelson B: CuSO4.5.H2O, Na2SO4 anhidrat, H2SO4 pekat). Kadar Pati diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.
11) Kalori (Winarno, 1986)
Kadar kalori dihitung berdasarkan jumlah karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam bahan pangan. Berikut ini adalah perhitungan yang dilakukan untuk menentukan jumlah kalori.
Kalori (Kkal/100g) = (a x 4) + (b x 4) + (c x 9) Keterangan:
a= hasil analisa karbohidrat (g/100g) b= hasil analisa protein (g/100g) c= hasil analisa lemak (g/100g)