• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.3. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 75 0 C

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL) V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh: X1 = 35,0163 mg/kg X2 = 36,0774 mg/kg X3 = 35,0163 mg/kg X = ∑ �� � = 35,3700 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :

(X1 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251

(X2 − X )2 = (36,0774 – 35,3700)2 = 0,5004

(X3 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251

Maka, S =

Σ�X1 − x� 2 n −1 = 0,7506 2 = 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata t = harga t distribusi S = Simpangan baku n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:

µ = 35,3700 ±4,30 (0,6126)

√3

= 35,3700 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Hasil yang diperoleh terlampir pada lampiran 3.

4.2 Pembahasan

Telah dilakukan penentuan kadar Iodium di dalam garam konsumsi yang diperoleh dari pasar kota Medan dengan menggunakan metode titrasi Iodometri pada suhu ruang, suhu pemanasan 500C, dan suhu pemanasan 750C. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kadar Iodium di dalam berbagai merek garam konsumsi yang berbeda A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J (Lampiran 6) pada suhu ruang, suhu 500C, dan suhu 750C diperoleh hasil masing-masing secara berturut-turut adalah (49,1650 mg/kg; 42,7977 mg/kg; 35,3700 mg/kg); (47,3958 mg/kg; 39,2607 mg/kg; 36,7848 mg/kg); (41,3830 mg/kg; 34,3090 mg/kg; 31,4790 mg/kg); (42,7980 mg/kg; 37,8460 mg/kg; 33,2480 mg/kg); (42,0900 mg/kg; 36,7850 mg/kg; 33,6010 mg/kg); (36,7850 mg/kg; 28,2960 mg/kg; 24,4050 mg/kg); (24,4050 mg/kg; 19,8070 mg/kg; 15,9170 mg/kg); (18,3924 mg/kg; 14,1480 mg/kg; 10,9647 mg/kg); (10,9647 mg/kg; 7,7814 mg/kg; 3,8907 mg/kg); (9,9036 mg/kg; 7,0740 mg/kg; 3,3570 mg/kg).

Penentuan kadar Iodium pada penelitian ini dilakukan menggunakan titrasi Iodometri dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N, karena tehnik titrasi

merupakan tehnik yang sederhana, tetapi memiliki keakuratan yang tinggi. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Novita Anggraini (2001) mengenai penentuan kandungan iodat dalam garam pasar yang menyimpulkan bahwa dengan metode spektrofotometri walaupun menurut prinsip analisisnya lebih baik, daripada iodometri, ternyata kurang akurat karena pembentukan warna larutan yang kurang stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan stabil perlu dilakukan pengadukan, dan waktu pendiaman yang akan meningkatkan sensitifitas analisis. Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator akan direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang selanjutnya akan membebaskan Iodium (Lampiran 10) yang selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Karena reaksi akan cepat berlangsung dalam kondisi

asam, maka diperlukan pengaturan pH yang sesuai. Penentuan Iodium pada suasana asam dengan indikator amilum (Lampiran 11) dikendalikan dengan penambahan H2SO4 2 N. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyanto

dan asam klorida dan untuk memperoleh asam yang paling baik tela1h dilakukan optimasi, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat merupakan asam yang paling baik karena memberikan hasil Absorbansi yang tinggi dibandingkan dengan asam nitrat dan asam klorida pada pH 2.

Menurut Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H. Fleet; and M. Wooton (1987) plastik jenis PE mempunyai daya tembus uap air yang tinggi. Selain itu warna terang plastik dapat mempercepat oksidasi iodium lebih banyak. Di samping itu jenis plastik ini tidak tahan terhadap oksigen, dimana permeabilitas oksigen dapat terjadi melalui pori-pori plastik. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oksidasi kalium iodat yang ada pada garam yang kemudian membebaskan I2

berupa gas ke udara. Kehilangan kadar iodium terbanyak pada garam yang dikemas dengan menggunakan plastik yang berwarna bening dan kehilangan kadar iodium paling sedikit adalah pada garam yang dikemas dengan menggunakan gelas berwarna merah gelap. Kadar iodium garam setelah disimpan selama 8 minggu adalah berkisar antara 31.40 ppm dan 39.43 ppm atau berkurang sebanyak 7.70 % sampai 22.60 % (Anies Irawati, 1993), dan menurut Mutchadi (1992) ; Diosady, L.L; Alberti, J.O; Venkatesh Mannar, M.G and Stone, T (1997) bahwa garam beriodium yang dikemas dalam karung plastik dan disimpan selama 3 bulan pada suhu ruang, kandungan Iodatnya dapat dipertahankan sekitar 75%, dan setelah disimpan selama 9 bulan turun sampai 50% dari kadar semula.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar Iodium pada produk garam dengan merek yang berbeda memiliki kadar yang berbeda juga, hal ini juga dapat terlihat dari warna kuning larutan sampel (Lampiran 8). Dari 10 sampel yang dianalisis pada suhu ruang, ditemukan bahwa terdapat 6 sampel yang memenuhi SNI 01-3556-2000 (Lampiran 5) dan terdapat 4 sampel yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Secara fisik warna larutan sampel yang memenuhi standar juga berbeda dengan larutan sampel yang tidak memenuhi standar (Lampiran7). Hal ini disebabkan karena :

1. Jumlah Iodium yang ditambahkan pada proses fortifikasi yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.

3. Penurunan kadar selama peredaran yang mungkin dipengaruhi oleh bahan pembungkus, kondisi dan situasi pembungkus dan lamanya penyimpanan. Iodium merupakan mineral mikro esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan berperan penting dalam pembentukan hormon tiroksin yang terdapat di dalam kelenjar tiroid yang sangat diperlukan pada perkembangan fisik dan mental manusia. Tubuh tidak mampu memproduksi Iodium, oleh karenanya kebutuhan akan Iodium ini dapat terpenuhi dari asupan makanan sehari-hari.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah serius yang berkembang di Indonesia dan juga di dunia, karena dampak ini berpengaruh pada masalah kecerdasan terutama berdampak bagi perkembangan Sumber Daya Manusia. Untuk menanggulangi masalah GAKI dalam jangka panjang, di Indonesia sendiri pemerintah telah mencanangkan program fortifikasi Iodium ke dalam garam konsumsi beriodium. Tentunya program ini perlu pengawasan yang ketat dari pihak yang berkaitan serta evaluasi seperti pada program yang lainnya. Banyaknya jumlah garam konsumsi dengan merek berbeda yang beredar di masyarakat harus perlu pengawasan yang ketat dari pemerintah karena masih banyak ditemukan garam-garam yang belum memenuhi standar sekalipun sebagian besar garam-garam tersebut telah mencantumkan SNI pada kemasannya. Adanya kebiasaan masyarakat kita khususnya para kaum ibu yang lebih sering menggunakan garam dapur dibandingkan dengan garam meja yang disebabkan karena faktor harga garam dapur yang relatif lebih murah serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai syarat mutu garam konsumsi sehingga masyarakat kurang memperhatikan hal tersebut. Selain hal diatas, garam yang terlalu cepat dimasukkan pada saat memasak dan pada suhu yang tinggi pada saat pengolahannya sangat berpengaruh terhadap kadar Iodium yang ada.

Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang beredar di pasar tidak mengandung Iodium (Arisman, 2009). Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa kenaikan suhu akan mengakibatkan penurunan kadar Iodium dalam masing-masing sampel yang dianalisis, hal ini juga dapat dilihat dari warna larutan sampel (Lampiran 9) . Hal ini disebabkan karena Iodium merupakan salah

satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan akan mengurangi ketersediaan Iodium dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Proses penggorengan akan mengurangi kandungan Iodium sekitar 20%, pemanggangan sekitar 23% dan perebusan sebesar 58% (Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007). Kerusakan selama proses memasak dapat diperkecil dengan cara menambahkan garam setelah selesai memasak, serta mengganti garam yang telah biasa digunakan dengan garam beriodium. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyadi, W (2008) yang menyimpulkan bahwa persentase penurunan kadar Iodat menjadi Iodium terbesar terjadi pada kondisi suhu 400C yaitu sebesar 66,86% dan 50,85% pada RH 60% dan 100% dengan waktu penyimpanan selama 14 hari, sedangkan pada kondisi ruang (suhu 25,50C) dengan RH 60-65% menunjukkan persentase penurunan kadar Iodat sebesar 46,51%. Apabila kondisi pengepakan, penyimpanan dan penanganannya kurang baik, setelah disimpan selama 9 bulan, kandungan Iodatnya yang tertinggal hanyalah sekitar 10% dari kadar semula (Diosady, L.L; Alberti, J.O; Venkatesh Mannar, M.G and Stone, T, 1997).

BAB 5

Dokumen terkait