PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN
SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM
KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR
KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN
TITRASI IODOMETRI
SKRIPSI
Ena Bellia O. Munthe
110802027
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN
SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM
KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR
KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN
TITRASI IODOMETRI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ENA BELLIA O. MUNTHE
110802027
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM
KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN
TITRASI IODOMETRI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta kasih, berkah dan penyertaannya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk Ayahku tersayang O.Munthe dan Ibu yang selalu kurindukan Alm.R.Sihotang yang telah memberikan kasih sayang dan doa yang tiada berkesudahan serta dukungan moril dan materi, dan juga kepada kakakku Intan Munthe dan abangku Bg Jeriko dan Bg Julwanri, dan seluruh keluarga yang turut mendukung hingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku pembimbing 1 sekaligus Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dan Bapak Jamahir Gultom, Ph. D selaku pembimbing 2 yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. dan Bapak Drs.Albert Pasaribu, M.Sc, dan juga kepada Ibu Dra. Tirena B. Siregar, M.Eng selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama kuliah kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada K’Tiwi, selaku laboran yang telah memberikan saran-saran kepada penulis. Dan kepada sahabat-sahabat sekaligus menjadi rekan seperjuangan Asisten Lab.Analitik Andy, Berta, Wiwi, Fatya, Emi yang telah memberikan dukungan semangat yang luar biasa dan bantuan kepada penulis, juga kepada Bg Royman, K’Juli, K’Desta, K’Emil, K’Malem, Bg Zul, K’Dorkas dan adik-adik Asisten stambuk 2012. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua sahabat terbaikku Debi dan Yulia selama perkuliahan, dan rekan-rekan seperjuangan mahasiswa kimia stambuk 2011. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita.
DAFTAR ISI
1.3 Pembatasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Lokasi Penelitian 5
1.7 Metodologi Penelitian 5
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Garam 6
2.1.1 Garam Beriodium 7
2.2 Iodium 8
2.2.1 Angka kecukupan Iodium 10
2.2.2 Absorpsi Iodium di dalam Tubuh 11
2.2.3 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) 12
2.3 Analisis Penentuan Iodium 14
2.3.1 Analisis Kimia 14
2.3.1.1 Titrimetri 15
2.3.1.2 Titrasi Redoks 17
2.3.1.3 Titrasi Yang Melibatkan Iodium 18
2.3.2. Analisis Instrumental 20
2.4 Indikator Amilum 23
2.5 Larutan Baku Na2S2O3 24
Bab 3. Metode Penelitian
3.1 Alat 25
3.2 Bahan 25
3.3 Prosedur Penelitian 26
3.3.1 Penyediaan Reagent 26
3.3.1.1 Larutan standar Na2S2O3 0,005 N 26
3.3.1.2 Larutan KI 10% 26
3.3.1.3 Larutan Indikator Amilum 0,5% 26
3.3.1.5 Larutan H2SO4 2 N 26
3.3.2 Preparasi Larutan Sampel 27
3.3.3 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 27
3.3.4 Penentuan Iodium dengan metode titrasi Iodometri 28
3.3.4.1 Penentuan Kadar Iodium pada suhu ruang 28
3.3.4.2 Penentuan Kadar Iodium pada suhu pemanasan 28 500C dan suhu pemanasan 750C
3.4 Bagan Penelitian 29
3.4.1 Preparasi Sampel 29
3.4.2 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 30
3.4.3 Penentuan Iodium dengan metode titrasi Iodometri 31
3.4.3.1 Penentuan Kadar Iodium pada suhu ruang 31
3.4.3.2 Penentuan Kadar Iodium pada suhu pemanasan 32 500C dan suhu pemanasan 750C
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian 33
4.1.1 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 35 suhu ruang
4.1.2 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 36 suhu 500C
4.1.3 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 38
suhu 750C
4.2 Pembahasan 40
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44
Daftar Pustaka 45
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan 10
2.2 Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium 12
4.1 Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 47
garam konsumsi pada suhu ruang
2 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 47
garam konsumsi pada suhu pemanasan 500C
3 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 48
garam konsumsi pada suhu pemanasan 750C
4 Syarat Mutu Garam konsumsi sesuai 48
SNI 01-3556-2000
5 Sebaran-t 49
6 Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai 50
macam merek yang dianalisis
7 Contoh larutan sampel garam yang Memenuhi standar 50
(gambar kiri dengan kode sampel A) dan yang Tidak memenuhi standar (gambar kanan dengan kode sampel G)
8 Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna 51
larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan)
9 Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna 51
larutan dari salah satu merek garam konsumsi secara berurutan dari kiri ke kanan pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C
10 Perbandingan warna larutan sampel sebelum dititrasi (kiri) 52
dan setelah mendekati titik akhir titrasi (kanan) sebelum penambahan indikator amilum
11 Perbandingan warna larutan sampel setelah penambahan 52
PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM
KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN
TITRASI IODOMETRI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan kadar Iodium serta pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium di dalam garam konsumsi yang diperoleh dari pasar kota Medan. Sampel garam konsumsi diambil secara acak dari pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode Titrasi Iodometri. Sampel yang ditambahkan dengan larutan KI pada suasana asam akan membebaskan I2 yang akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3
dan dengan penambahan indikator amilum yang bertindak sebagai penunjuk titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru kehitaman dari larutan. Dari hasil penelitian diperoleh kadar Iodium pada suhu ruang berada pada kisaran 9,9036 ± 1,5208 hingga 49,1650 ± 1,5190 mg/kg, pada suhu 500C kadar Iodium berada pada kisaran 7,0740 ± 1,5208 hingga 42,7977 ± 1,5208 mg/kg dan pada suhu 750C kadar Iodium berada pada kisaran 3,5370 ± 1,5208 hingga 36,7848 ± 3,0417 mg/kg.
DETERMINATION OF IODINE AND EFFECT OF TEMPERATURE INCREASE FOR IODINE CONCENTRATION IN SALT
CONSUMPTION OBTAINED FROM MEDAN’S MARKET BY USING IODOMETRIC
TITRATION
ABSTRACT
Iodine is an essential element which occured in thyroid gland, used for the synthesis of triiodotyronin (T3) and tetraiodotyronin (T4) hormones. The research
has been done about determination of iodine and effect of temperature increase in salt consumption obtained from Medan’s market. Sample salt consumption taken randomly from both modern and traditional market in Medan. This research used Iodometric titration method. Sample was added with KI solution in acidic condition will release I2 and followed by addition starch indicator will result the
blue color. End point titration reached by the color change from blue into colorless. The result obtained that concentration of Iodine at room temperature are 9,9036 ± 1,5208 to 46,1650 mg/kg and concentration of iodine at 500C are 7,0740 ± 1,5208 to 42,7977 ± 1,5208 mg/kg and concentration of iodine at 750C are 3,5370 ± 1,5208 to 36,7848 ± 3,0417 mg/kg.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Hampir seluruh makanan umumnya menggunakan garam sebagai
penyedap / pemberi cita rasa pada makanan, selain itu digunakan juga sebagai
pengawet makanan serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri
pangan. Selain itu, karena harga garam konsumsi yang relatif murah dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam
konsumsi sebagai sarana untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap
harinya, karena Iodium tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Iodium yang
terdapat dalam garam tersebut merupakan salah satu dari mineral yang bersifat
sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan
tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan
makanan yakni pemberian garam pada suhu tinggi apalagi sampai masakan
mendidih akan mengurangi ketersediaan Iodium dari garam tersebut dan
hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu
pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk
mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang
hilang.
Iodium merupakan mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
karena memainkan peranan penting pada sistem metabolisme manusia dan hewan
yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari
berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang
digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang telah mendunia karena berhubungan dengan
perkembangan mental dan kecerdasan sehingga berdampak langsung dengan
kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan taksiran WHO dan UNICEF, sekitar satu juta penduduk di
negara yang tengah berkembang berisiko mengalami kekurangan Iodium, semata
karena kesalahan mereka memilih tempat bermukim di tanah yang tidak cukup
mengandung Iodium. Dalam skala global, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI) telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572
orang. Sekitar 12% (atau sekitar 655 juta orang) menderita gondok, 11,2 juta
mengalami kretin, dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai
tingkatan. Sedangkan di Indonesia sendiri (1991) GAKI telah menyengsarakan
lebih dari 14 juta penduduk, sekitar 750 orang menderita kretin, 10 juta
mengalami gondok, dan 3,5 juta terjangkit gangguan bentuk lain. Survei pemetaan
GAKI di Indonesia tahun 1998 menunjukkan peningkatan penderita gondok
endemis sampai 20 juta, sementara penderita kretin membengkak hingga 290.000
orang (Arisman, 2009).
Menurut BPOM RI (2006) untuk mengatasi kurangnya asupan Iodium
dalam makanan, pemerintah telah membuat progam penggunaan garam beriodium
dengan menambahkan Kalium Iodat pada garam dapur dan disesuaikan dengan
standar nasional Indonesia (SNI Nomor 01-3556-2000) yakni mengandung
Iodium sebanyak 30-80 ppm, tetapi kenyataannya masih banyak garam dapur
yang beredar di masyarakat yang belum memenuhi standar. Dibandingkan dengan
model penanggulangan GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium memiliki
biaya yang paling murah. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan
sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam (Departemen
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan Iodat dalam garam
adalah kelembaban udara, waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam
terutama besi, kandungan air, cahaya, keasaman, dan suhu. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Chauhan, S.A., S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha, K.M.
(1992), menyimpulkan bahwa kehilangan iodium terbesar terjadi pada garam yang
disimpan dalam kemasan plastik yang mempunyai sifat permeabilitas tinggi dari
pada di dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37OC dan kelembaban
dibawah 76%. Selain itu juga kestabilan iodium akan dipengaruhi oleh jenis
makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Hilangnya
kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1%.
Namun penelitian ini belum menjelaskan berapa suhu pemasakan yang dilakukan
sehingga menyebabkan banyaknya Iodium yang menghilang.
Menurut Steven Shongwe (2007) bahwa pada penentuan spesi Iodium di
dalam garam, metode titrimetri merupakan metode yang memiliki tingkat
keakuratan, tingkat kesensitifan dan tingkat ketelitian yang lebih baik
dibandingkan dengan tes uji kualitatif bahkan dengan metode spektrofotometri
sinar tampak. Hal ini disebabkan karena pembentukan warna larutan yang kurang
stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan
stabil perlu dilakukan pengadukan dan waktu pendiaman akan meningkatkan
sensitifitas analisis.
Atas dasar penjelasan diatas dan mengingat betapa pentingnya Iodium
bagi kelangsungan hidup manusia maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA
PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM
GARAM KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN
1.2. Permasalahan
1. Berapakah kadar Iodium dari Garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G,
H, I, dan J secara titrasi Iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan
500C dan pada suhu pemanasan 750C ?
2. Bagaimana pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dari Garam
konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J secara titrasi iodometri ?
3. Apakah Garam-garam tersebut sudah memenuhi standar sesuai kadar yang
direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan
Republik Indonesia ?
1.3. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dibatasi pada penentuan kadar Iodium dalam bentuk KIO3
yang terkandung di dalam produk kemasan Garam Konsumsi dengan
merek yang berbeda pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C, dan
pada suhu pemanasan 750C.
2. Sampel diambil secara acak dari pajak modern dan pajak tradisional di
sekitar kota Medan tanpa mempermasalahkan Kelembaban Relatif (RH),
cara pengangkutan dan kandungan dari wadah sampel.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar Iodium serta pengaruh
kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dalam bentuk KIO3 yang terdapat di
dalam Garam Konsumsi dengan merek yang berbeda pada suhu ruang,
pada suhu pemanasan 500C, dan pada suhu pemanasan 750C.
2. Untuk mengetahui apakah semua produk garam konsumsi dengan merek
yang beragam tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai standar nasional
1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada seluruh
masyarakat mengenai kadar Iodium dari produk kemasan Garam Dapur
dengan berbagai merek yang berbeda sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan tambahan pangan untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap
harinya.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh suhu
terhadap hilangnya Iodium selama proses pemasakan sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan bahwa cara penambahan atau penggunaan garam
beriodium ke dalam makanan sebaiknya dilakukan setelah pemasakan/
makanan siap untuk disajikan.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan Penelitian Laboratorium dan bersifat Purposif.
2. Sampel produk kemasan Garam Konsumsi dengan berbagai merek yang
berbeda diperoleh langsung dari pajak modern dan pajak tradisional di
sekitar daerah kota Medan.
3. Sejumlah sampel dilarutkan dengan menggunakan Aquadest destilasi.
4. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan metode titrimetri secara
iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan pada suhu
pemanasan 750C.
5. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan adanya penambahan indikator
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Garam
Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, dapat digunakan sebagai penyedap dan pengawet makanan. Garam
pernah menjadi barang pujaan dan pernah pula digunakan sebagai alat
pembayaran, sebagai pengganti mata uang di Tibet dan Mongolia. Penyaluran
garam digunakan sebagai senjata politik oleh pemerintah-pemerintah zaman
dahulu dan di negara-negara Timur garam dikenakan pajak yang tinggi. Istilah
“salary” (gaji) dalam bahasa inggris sesungguhnya berasal dari kata “salt” (garam)
(George T. Austin, 1996).
Terdapat 2 jenis garam yang dikonsumsi oleh masyarakat yaitu :
1. Garam Dapur
Garam dapur merupakan garam yang diperoleh dari air laut dengan cara
diuapkan dan dikeringkan di bawah terik matahari.
2. Garam Meja
Garam meja merupakan garam konsumsi yang diolah sedemikian rupa
baik menggunakan maupun tanpa menggunakan bahan-bahan anti gumpalan atau
bahan pengering sehingga menjadi halus dan putih bersih.
Garam dapat diperoleh dengan 3 cara :
1. Penguapan air laut dengan sinar matahari di pesisir pasifik atau dari air
danau asin di daerah barat.
2. Penambangan batuan garam (rock salt).
Kemurnian garam yang dibuat dengan penguapan air garam biasanya lebih dari
99%, Garam hasil tambang berbeda-beda komposisinya tergantung pada lokasi,
namun biasanya mengandung lebih dari 95% dan beberapa garam batuan dapat
mencapai kemurnian hingga 99,5 %, larutan yang didapat dari sumur biasanya
mempunyai kemurnian 98 % dan lebih banyak bergantung pada kemurnian air
yang diinjeksikan ke dalam sumur untuk melarutkan garam dari lapisan batuan
(George T. Austin, 1996).
2.1.1. Garam Beriodium
Garam beriodium merupakan garam yang telah mengalami proses fortifikasi
(penambahan) Iodium. Penggunaan garam beriodium di Indonesia dimulai pada
tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng yang merupakan daerah pegunungan
yang endemis GAKI. Di Indonesia Iodium yang ditambahkan adalah dalam
bentuk KIO3. Penggunaan KIO3 pada proses fortifikasi disebabkan oleh kestabilan
KIO3 lebih baik dibanding dengan KI sehingga tidak diperlukan stabilizier, selain
itu kelarutan KIO3 lebih kecil dibanding dengan KI, oleh karenanya kemungkinan
terjadinya leaching akan lebih kecil. Leaching adalah peristiwa dimana partikel
atau senyawa terlarut dalam cairan dan ikut terbawa bersama cairan tersebut
melewati padatan tempat partikel atau senyawa tadi berada. Iodat garam-garam
alkali larut dalam air, iodat logam-logam lainnya sangat sedikit larut, dan
umumnya kurang larut dari klorat dan bromat padanannya. Beberapa kelarutan
dalam g/L pada 200C adalah : timbel iodat 0,03 (250C), Perak iodat 0,06, barium
iodat 0,22, kalsium iodat 3,7, kalium iodat 81,3 dan natrium iodat 90,0 (Vogel,
A.I., 1979). Pemilihan KIO3 juga berdasarkan pada kemudahan KIO3 terurai
dalam tubuh manusia dan dibawa ke kelenjar tiroid, KIO3 tidak bersifat racun dan
telah disetujui serta direkomendasikan oleh FAO/WHO. Dibandingkan dengan
cara menanggulangi masalah GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium
paling murah dan paling sederhana karena garam merupakan bahan tambahan
Meskipun merupakan cara yang paling murah dan sederhana, beberapa
kendala yang muncul yang dihadapi oleh pemerintah dalam penyediaan garam
beriodium di lapangan, yaitu :
1. Produksi garam tidak tersentralisasi sehingga menyulitkan dalam
memonitoring. Dari 1 juta ton garam yang diproduksi hanya 30% yang
diproduksi oleh PN garam, sisanya tersebar di berbagai daerah. Kadar
Iodium ternyata sangat rendah, hanya 58% dari garam beriodium yang
dikomsumsi di RT yang memenuhi persyaratan.
2. Cara pengolahan garam beriodium sebaiknya ditambahkan pada saat
makanan akan disantap untuk mengurangi kehilangan. Pada umumnya
masyarakat menambahkan garam saat mempersiapkan bumbu, terutama
bumbu-bumbu yang dihaluskan. Masakan yang pedas dan asam ternyata
akan menghilangkan Iodium.
3. Penerimaan masyarakat. Masyarakat belum semua mengonsumsi garam
biasa. Hasil SKRT 1996, rumah tangga yang mengonsumsi garam
beriodium baru 85%, yang memenuhi persyaratan hanya 58%, kurang
27% dan tidak beriodium 15%. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa
garam beriodium kurang asin dibanding dengan garam biasa, selain itu ada
yang mengatakan garam beriodium rasanya pahit (Dept.Gizi dan Kes.Mas
FKM UI).
2.2. Iodium
Iodium merupakan anion monovalen yang berada dalam golongan VIIA dalam
sistem periodik. Iodium berwarna ungu, memiliki titik didih 1830C serta memiliki
titik leleh 1130C dengan keelektronegatifan sebesar 2,5. Iodium ini pertama kali
diisolasi oleh Courtais pada tahun 1811, dia menuliskan bahwa selain berwarna
ungu, Iodium memiliki bau seperti klorin (Henrietta Fleck dan Elizabeth Munves,
1962). Iodium merupakan mineral esensial yang jumlahnya sangat sedikit di
dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg.
Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis
Hormon-hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan fisik
dan mental hewan dan manusia. Hormon tiroid mengontrol kecepatan tiap sel
menggunakan oksigen. Dengan demikian, hormon tiroid mengontrol kecepatan
pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat
merangsang metabolisme hingga 30%, disamping itu kedua hormon ini mengatur
suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan syaraf.
Iodium juga berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif Vitamin A,
sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna, selain itu Iodium juga
berperan dalam sintesis kolesterol darah. Sisa Iodium berada dalam jaringan lain,
terutama di dalam kelenjar-kelenjar ludah, payudara, lambung dan di dalam ginjal.
Didalam darah Iodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan
protein (Sunita Almatsier, 2009).
Iodium merupakan salah satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap
panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk
ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan akan
mengurangi ketersediaan Iodium dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama
pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi
suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan
makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Proses
penggorengan akan mengurangi kandungan Iodium sekitar 20%, pemanggangan
sekitar 23% dan perebusan sebesar 58% (Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007).
Kerusakan selama proses memasak dapat diperkecil dengan cara menambahkan
garam setelah selesai memasak, serta mengganti garam yang telah biasa
digunakan dengan garam beriodium. Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI
(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang
2.2.1. Angka Kecukupan Iodium
Rata-rata jumlah Iodium yang dianjurkan biasanya dipatok sebesar 100-150
µg/hari, suatu jumlah yang telah terbukti cukup untuk mempertahankan fungsi
normal kelenjar tiroid, asupan Iodium ini berbeda untuk masing-masing usia dan
kebutuhannya. Angka kecukupan Iodium sehari yang dianjurkan berdasarkan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan
Golongan
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004
2.2.2. Absorpsi Iodium di dalam tubuh
Proses penyerapan Iodium di dalam tubuh dimulai dari saluran pencernaan.
Iodium dalam makanan berupa Iodat, Iodida, Iodium, dan kompleks Iodium yang
akan diubah menjadi iodida sebelum diserap oleh usus halus, tetapi tidak semua
Iodium akan diserap oleh usus halus melainkan beberapa diantaranya langsung
masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung (Winarno, 1992). Setelah
diabsorpsi, iodida akan masuk ke dalam aliran darah dan diserap oleh kelenjar
tiroid sebanyak 1/3 dan sisanya diekskresikan melalui ginjal, pernapasan dan
feses. Dalam bentuk ikatan organik di dalam makanan hewani hanya separuh dari
Iodium yang dapat dikomsumsi dan diabsorpsi. Di dalam darah, Iodium terdapat
dalam bentuk bebas atau terikat protein. Ternyata penyerapan Iodium ini
berlangsung sangat cepat, yaitu dalam waktu 3-6 menit setelah makanan dicerna
dalam mulut (Freind, 1972).
Membran tiroid mempunyai kapasitas spesifik untuk memindahkan iodida
ke bagian belakang kelenjar. Dalam kelenjar tiroid, Iodium bergabung dengan
molekul tirosin membentuk tiroksin (tetraiodotironin) dan triiodotironin. Hormon
tersebut dikeluarkan ke dalam saluran darah menurut kebutuhan dan permintaan
tubuh. Tiroksin merupakan lebih dari 95% dari hormon tiroid yang ada dalam
darah. Dalam kelenjar gondok, tiroksin dan triiodotironin bergabung dengan
sebuah molekul protein menjadi tiroglobulin dan merupakan bentuk iodium untuk
disimpan. Pembuangan Iodium dilakukan melalui ginjal, dalam jumlah yang kecil
dikeluarkan juga melalui usus dan keringat, dan yang dikeluarkan melalui feses
biasanya merupakan Iodium yang tidak dapat diserap atau yang berasal dari
empedu (Winarno, 1992).
2.2.3. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Terjadinya kekurangan Iodium terutama diakibatkan rendahnya kadar Iodium
dalam tanah sehingga air dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah tersebut
rendah kadar Iodiumnya (Sjahmien Moehji, 1992). Hal ini dapat memberikan
dampak yang sangat serius, seperti yang akan dijelaskan pada tabel 2.2 dibawah
Tabel 2.2. Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium
Tahap Perkembangan Bentuk Gangguan
Janin Keguguran (Aborsi)
Lahir mati
Kelainan Kongenital
Kematian Perinatal
Kematian bayi
Kretinisme syaraf
Kretinisme miksedema
Kerusakan psikomotor
Bayi baru lahir Gondok neonatus
Hipotiroidisme neonatus
Anak dan Remaja Gondok
Hipotiroidisme juvenile
Fungsi mental
Perkembangan fisik terhambat
Dewasa Gondok dan penyulit
Hipotiroidisme
Fungsi mental
Hipertiroidisme diimbas oleh Iodium
Semua Usia Kepekaan terhadap radiasi Iodium
(Dikutip dari : Trace elements in human nutrition and health, WHO 1996)
Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid akan membesar dalam usaha
meningkatkan pengambilan Iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini
menampak disebut dengan gondok sederhana dan bila terdapat secara meluas di
suatu daerah maka dinamakan gondok endemik. Gondok dapat diperlihatkan
dalam bentuk yang berbeda, yaitu dalam bentuk kretinisme di satu sisi dan
pembesaran kelenjar tiroid di sisi lain. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI) disebabkan karena kurangnya asupan Iodium yang masuk ke dalam tubuh
sehingga konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid/TSH
meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak Iodium.
Program penanggulangan GAKI dilakukan yakni dengan mengadakan
pendekatan dan pembuatan program jangka pendek dan jangka panjang. Program
jangka pendek meliputi distribusi kapsul Iodium kepada kelompok sasaran di
daerah endemik sedang dan berat . Sedangkan program jangka panjang meliputi
Iodisasi garam, promosi penganekaragaman pangan dan menu gizi seimbang, dan
penurunan konsumsi pangan goitrogenik. Terdapat 10 indikator pada program
penanggulangan GAKI secara berkelanjutan, yaitu adanya tim penanggulangan
GAKI di tingkat kabupaten yang efektif, komitmen politis penanggulangan GAKI
dan garam beriodium untuk semua, adanya eksekutif yang ditunjuk untuk
bertanggung jawab dalam mengeliminasi IDD, adanya peraturan daerah yang
resmi tentang peredaran garam beriodium, surveilans GAKI, penyuluhan massal
dan mobilisasi sosial terhadap konsumsi garam beriodium dan pentingnya IDD
(Iodine Deficiency Disorder) atau GAKI, ketersediaan data reguler garam
beriodium dari pabrik, pedagang, dan rumah tangga, data reguler ekskresi Iodium
dalam urin kelompok rawan, menjalin kerjasama dengan produsen garam untuk
mempertahankan kualitas garam, data base hasil monitoring beriodium, UIE, dan
2.3 Analisis Penentuan Iodium
2.3.1. Analisis Kimia
Analisis Kimia merupakan cara penetapan atau pengujian adanya suatu zat atau
unsur di dalam suatu bahan/sampel. Disebut analisis kimia kualitatif, bila
pengujian itu bertujuan hanya untuk mengidentifikasi jenis zat atau konstituen
dalam bahan itu, sedangkan disebut analisis kimia kuantitatif bila bertujuan untuk
menetapkan jumlah (kuantitas) dari zat atau konstituen dalam suatu bahan
(Mulyono HAM, 2006).
Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu metode
analisis yang tepat adalah :
a. sifat informasi yang dicari
b. ukuran contoh yang tersedia dan proporsi penyusun yang ditetapkan
c. tujuan diperlukannya data analitis itu.
Tehnik utama yang digunakan dalam analisis anorganik kuantitatif didasarkan
pada :
a) penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia yang cocok atau pengukuran
banyaknya reagensia yang diperlukan untuk menyempurnakan reaksi atau
pemastian banyaknya hasil reaksi yang mungkin.
b) pengukuran listrik yang sesuai.
c) pengukuran sifat optis tertentu (misalnya spektra serapan) gabungan
pengukuran optis atau listrik dan reaksi kimia kuantitatif (J.Basset, 1994).
Prosedur analisa yang ideal sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu : sahih,
tepat, cermat, cepat, hemat, selamat, dapat diulang, khusus, andal dan mantap
(Slamet Sudarmadji, 1989). Suatu hasil dari analisis kimia dikatakan akurat
apabila hasil yang diperoleh sangat mendekati nilai sebenarnya dari suatu besaran
terukur, dan dikatakan teliti apabila terdapat kesesuaian diantara seperangkat hasil
2.3.1.1. Titrimetri
Dalam analisis titrimetri, zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat
lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan,
konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung (S.M.Khopkar, 2008).
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas (dasar
teoritis).
2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan
waktu terlalu banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan
semakin lambat karena konsentrasi titran mendekati nol (kecepatan reaksi
sebanding dengan konsentrasi). Bila reaksi tidak reversible, penentuan titik
akhir titrasi tidak tegas.
3. Ada penunjuk titik akhir titrasi (indikator). Penunjuk itu dapat :
a) Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam
oksalat dan asam sulfat oleh KMnO4, selama titrasi belum selesai
titrat tidak berwarna, tetapi setelah titik akhir titrasi tercapai,
larutan berubah menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja
dari titran akan menyebabkan warna yang jelas.
b) Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat yang dimasukkan ke
dalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan titik akhir
titrasi karena: a) menyebabkan perubahan warna titrat.
b) menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat
(larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya).
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan
sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya
tidak mudah berubah apabila disimpan (W.Hardjadi, 1985).
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung
sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Reaksi
antara zat yang dipilih sebagai standar primer harus memiliki syarat-syarat
- Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian
yang diketahui. Pada umumnya jumlah semua zat pengotor tidak boleh
melebihi 0,01 sampai 0,02% dan harus mungkin untuk mengujinya
terhadap kotoran dengan uji kualitatif yang kepekaannya diketahui.
- Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh higroskopis sehingga tidak
menarik air ketika ditimbang. Tidak boleh kehilangan berat sewaktu
terkena udara. Garam hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar
primer.
- Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk
dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.
- Asam dan basanya, sebaliknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi. Akan
tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer
tanpa kerugian yang besar, apabila larutan standar harus digunakan untuk
analisis contoh asam atau basa lemah (R.A.Day dan A.L.Underwood,
1992)
Titrasi dapat digolongkan menjadi :
A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion,
dalam reaksi ini tak terjadi perubahan keadaan oksidasi-reduksi tetapi
hanya bergantung pada bersenyawanya ion-ion yang terlibat. Titrasi ini
dapat dibedakan menjadi :
a) Titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam
atau basa. Pada titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari
penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH
titrat.
b) Titrasi presipitasi, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan endapan.
c) Titrasi kompleksiometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks.
B. Titrasi berdasarkan reaksi redoks, yaitu titrasi yang melibatkan suatu
perubahan keadaan oksidasi atau didasarkan pada perpindahan elektron,
2.3.1.2. Titrasi Redoks
Titrasi redoks dapat dibedakan berdasarkan cara pemakaiannya :
1. Na2S203 sebagai titran, dikenal juga sebagai titrasi tak langsung
(Iodometri)
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai titrasi langsung (Iodimetri)
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, yang paling sering digunakan
adalah: a) KMnO4 b) K2Cr2O7 c) Ce (IV)
4. Suatu reduktor kuat sebagai titran.
Banyak pengerjaan titrasi redoks yang dilakukan dengan menggunakan indikator
warna. Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi redoks
yaitu :
1. Suatu zat berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator sendiri.
Contoh : KMnO4
2. Indikator spesifik yaitu suatu zat yang bereaksi dengan membentuk warna
yang khusus dengan salah satu pereaksi dalam suatu reaksi.
contoh : Amilum, KSCN
3. Indikator luar atau uji noda, indikator ini digunakan apabila tidak ada
diperoleh indikator dalam. Contoh : ion feri sianida untuk meneliti adanya
ion besi (II) dengan pembentukan warna biru turnbull diatas sebuah piring
noda diluar bejana titrasi.
4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi dan titik ekivalennya
ditemukan dari perubahan yang besar dari potensial pada kurva titrasi.
contoh : pada titrasi potensiometri
5. Suatu indikator yang sendirinya mengalami oksidasi-reduksi, zat demikian
dapat ditunjuk sebagai suatu indikator indeks yang benar (R.A.Day dan
A.L.Underwood, 1992).
Biasanya dua jenis indikator digunakan untuk menentukan titik akhir
titrasi redoks, dimana indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun
indikator internal. Indikator redoks ini tidak terlalu banyak karena molekul
organik dapat mengalami perubahan yang lebih radikal dalam titrasi tersebut
2.3.1.3. Titrasi yang melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a) Titrasi langsung (iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar +0,535 V. Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2
tereduksi menjadi ion Iodida. Iod (I2) merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat,
sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi,
salah satu penggunaan dari titrasi ini memanfaatkan kesanggupan ikatan rangkap
zat organik untuk meng-addisi Iod, misalnya untuk penentuan bilangan Iod lemak
dan minyak. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan menghasilkan warna biru pada titik
akhir titrasi (Abdul Rohman, 2007).
b) Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini
analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terbentuk I2 :
Oksanalat + I- Redanalat + I2
2S2O3= + I2 S406= + 2I- (W.Hardjadi, 1985)
Reaksi S2O3= dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan
potensial redoks masing-masing :
S4O6= + 2e- 2S2O3= E0 = 0,08 volt
I2 + 2e- 2I- E0 = 0,536 volt
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu
akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua,
menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya sampai akhirnya
lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum sebagai
indikator (W.Hardjadi, 1985). Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang akan membebaskan Iodium yang
selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya
volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium
larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan adanya
cahaya matahari. Setelah penambahan Kalium iodida pada larutan yang asam dari
suatu pereaksi oksidasi, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhubungan
dengan udara, karena iodium akan terbentuk oleh reaksi terdahulu. Kalium Iodida
yang digunakan harus bebas Iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam suasana
asam menghasilkan Iodium.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi Iodometri yang dapat
bertindak sebagai sumber kesalahan titrasi adalah:
1). Kesalahan Oksigen, adanya Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi
tidak akurat (terlalu tinggi), karena Oksigen dapat mengoksidasi ion Iodida
menjadi I2 dan reaksi ini mengarah pada pH rendah. Selain hal itu reaksi ini
dikatalisis oleh cahaya dan panas.
O2 + 4I- + 4H+ ↔ 2I2 + 2H2O
2). Pada pH tinggi akan muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk
dengan air (hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:
4 ×{I2 + H2O ↔ HOI + I- + H+} (a)
4 × HOI + S2O3= + H2O ↔ 2SO4= + 4I- + 6H+ (b)
Tentu saja hal ini akan menyebabkan penggunaan Na2S203 menurun. Konstanta
kesetimbangan reaksi (a) lebih kecil, yaitu 10-13, namun pada pH tinggi
kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga pada pH sekitar 11,5 terjadi
kesalahan sampai 4%.
3). Penambahan Amilum terlalu awal
Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat, karena itu perlu
ditunggu agar mencapai reaksi yang optimum sebelum dititrasi, tetapi tidak
disarankan untuk membiarkan larutan terlalu lama karena akan menyebabkan
Iodium menguap. Iodium merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi
mudah larut dalam larutan KI membentuk ion I3-. Jadi KI yang ditambahkan
selain mereduksi analat, juga melarutkan I2 dari hasil reaksi, oleh karena itu KI
2.3.2. Analisis Instrumental
Analisis instrumental dikenal juga sebagai analisis fisiko-kimia, sebab pada
pengerjaannya, dalam penentuan sampel yang akan dianalisis dipakai instrumen
yang memadai dan yang ditentukan adalah sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul
atau atom dalam sampel yang dianalisis. Analisis instrumental mengalami
perkembangan yang pesat karena kemajuan tehnik elektronika. Beberapa hal yang
membuat perkembangan yang pesat pada analisis instrumental ini yaitu adanya
tuntutan dan kebutuhan analisis terhadap matriks sampel yang sulit serta
diperlukannya waktu analisis yang singkat. Kesahihan analisis instrumental
didukung oleh kecermatan, ketelitian, keterulangan, sensitivitas, kelurusan,
kepemilahan, kemantapan, atau ketahanan dan kestabilan dari suatu metode
analisis yang digunakan (M. Mulja, 1995).
Terdapat beberapa tehnik atau metode analisis instrumental yang dapat
digunakan pada penentuan kadar Iodium dalam garam konsumsi, diantaranya
adalah :
1. Potensiometri
Potensial sel galvani bergantung pada aktivitas spesies ion tertentu dalam
larutan sel, oleh karenanya pengukuran potensial sel menjadi cukup
penting dalam kimia analisis. Dalam banyak kasus suatu sel dapat direka
sehingga potensialnya bergantung pada aktifitas suatu spesies ion tunggal
dalam larutan itu. Salah satu elektrode haruslah sedemikian rupa sehingga
potensialnya bergantung pada aktifitas ion yang akan ditetapkan, elektrode
itu disebut elektrode indikator, dan elektrode yang lain adalah pembanding
yang potensialnya diketahui dan tetap konstan selama penetapan
(Day,R.A. dan Underwood,A.L. 1992). Pada penentuan kadar Iodat
dengan metode potensiometri ini menggunakan Elektroda selektif ion
iodat. Perkembangan elektroda selektif ion ini berkembang sangat pesat
karena kelebihan-kelebihan yaitu memberikan respon secara selektif
terhadap spesi ion tertentu dan bagian luarnya akan mengadakan kontak
dengan spesi yang akan ditentukan, serta waktu analisis yang cepat.
konsentrasi analit yang dapat diukur, bilangan Nernst, dan batas deteksi.
Kisaran konsentrasi yang dapat diukur adalah batasan bawah dan atas
konsentrasi iodat yang masih memenuhi persamaan Nernst. Harga
bilangan Nernst ditentukan pada kisaran konsentrasi tersebut, sehingga
kedua parameter tersebut saling berkaitan. Ketiga parameter di atas sangat
dipengaruhi oleh keadaan fisik dari elektroda yaitu kerapatan dan
homogenitas ionofor pada lapisan membran.
2. Spektrofotometri Sinar Tampak
Tehnik spektrofotometri adalah salah satu tehnik analisis fisiko-kimia
yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik (M. Mulja, 1995). Di dalam metode spektrofotometri,
larutan sampel mengabsorpsi radiasi elektromagnetik dari suatu sumber
cahaya tertentu dan jumlah sinar yang diabsorpsi adalah sebanding dengan
konsentrasi analit yang ada di dalam larutan. Metode ini dapat digunakan
untuk menentukan kadar Iodium berdasarkan intensitas serapan pada
panjang gelombang yang dibentuk oleh warna larutan yang mengandung
sampel Iodium tersebut. Panjang gelombang yang digunakan adalah
panjang gelombang maksimum yang memberikan absorbansi serapan
maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang
tersebut adalah perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah
paling besar pada panjang gelombang maksimum sehingga akan diperoleh
kepekaan analisis yang maksimal. Disamping itu pita serapan di sekitar
panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang dengan
kesalahan yang kecil yang dengan demikian akan memenuhi hukum
Lambert-Beer. Kelemahan dari metode ini yaitu metode ini membutuhkan
suatu zat yang dapat menghasilkan warna yang spesifik ketika
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pasangan Ion
Pada umumnya metode kromatografi untuk pemisahan spesi ion
digunakan dengan cara pertukaran ion, namun sekarang menggunakan
metode yang lebih mudah yaitu menggunakan metode kromatografi
pasangan ion. Metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion
umumnya menggunakan sistem pelarut air dicampur dengan metil alkohol
ataupun asetonitril. Kolom yang digunakan adalah kolom fase balik
dengan gugus alkil C18. Agar senyawa ini mempunyai sifat lipofil yang
memadai sehingga dapat tertahan dalam kolom, ditambahkan ion lawan ke
dalam eluen. Senyawa yang terionisasi (R-)aq yang larut dalam air dapat
diekstraksi ke dalam pelarut organik dengan menggunakan ion lawan yang
cocok (TBA+)aq dan bergabung membentuk suatu pasangan ion
(R-TBA+)aq yang mempunyai afinitas yang memadai terhadap kolom fase
balik sehingga terjadi retensi yang berbeda. Penentuan kadar Iodium dapat
dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi
pasangan ion, dimana metode ini mempunyai selektivitas yang tinggi,
handal dan lebih baik dibandingkan dengan metode lain untuk penentuan
sampel ionik. Selain itu metode ini mempunyai daya pisah yang sangat
baik antara semua senyawa bukan ionik sehingga tidak ada gangguan
antara elusi senyawa ionik dan bukan ionik. Oleh karena itu metode ini
dapat digunakan untuk memisahkan senyawa ionik dan bukan ionik dalam
sampel (Ahuja,S. 1989).
4. X-Ray Fluorescence
Metode X-ray Fluorescence dapat dipergunakan untuk menganalisis unsur
iodium dalam sampel yang berwarna seperti halnya iodium dalam bumbu
dapur. Prinsip pengukuran X-ray Fluorescence berdasarkan atas terjadinya
proses eksitasi elektron pada kulit atom bagian dalam ketika atom suatu
unsur tersebut ditembaki sinar-X, kekosongan elektron tersebut akan diisi
oleh elektron bagian luar dengan melepaskan energi yang spesifik untuk
setiap unsur. Pengujian dengan metode X-ray Fluorescence dilakukan
dalam sampel dengan besarnya intensitas iodium dalam larutan standar
menggunakan perhitungan garis regresi. Intensitas yang diukur oleh alat
X-ray Fluorescence berasal dari proses eksitasi elektron pada kulit bagian
dalam dari atom iodium. Oleh karena itu metode X-Ray Fluorescence ini
akan memberikan nilai intensitas secara total dari iodium dalam semua
bentuk senyawa baik itu iodat (IO3-), iodida (I-), iodium (I2), dan
sebagainya. Metode X-ray Fluorescence adalah metode yang lebih tepat
dibandingkan metode iodometri untuk menganalisis iodat dalam matrik
bumbu dapur, karena X-ray Fluorescence dapat menganalisis iodat dalam
berbagai bentuk dan analisisnya tidak dipengaruhi oleh warna sedangkan
iodometri hanya dapat menganalisis dalam bentuk iodat saja disamping
analisisnya dipengaruhi oleh perubahan warna (Nelson Saksono, 2002).
2.4. Indikator Amilum
Amilum dapat dipisahkan menjadi 2 komponen utama yaitu amilosa dan
amilopektin, yang terdapat dalam proporsi berbeda dalam berbagai
tumbuh-tumbuhan. Amilosa adalah suatu senyawa berantai lurus dan terdapat melimpah
pada pati kentang, memberi warna biru ketika berikatan dengan iod dan rantainya
mengambil bentuk spiral. Amilopektin merupakan senyawa yang mempunyai
struktur rantai bercabang, membentuk suatu produk berwarna ungu-merah,
mungkin dengan adsorpsi (J.Basset, 1994). Keunggulan Indikator ini terutama
terletak pada harganya yang murah dan warna biru dari kompleks kanji-iodium
dapat dipakai untuk suatu uji yang sangat peka terhadap iodium. Kepekaan akan
lebih besar terhadap larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih
besar lagi dengan hadirnya ion iodida (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992).
Beberapa kelemahan dari indikator Amilum yaitu : (1) tidak dapat larut dalam air
dingin, (2) suspensinya tidak stabil dalam air, (3) dengan iod menghasilkan suatu
kompleks yang tidak dapat larut dalam air sehingga Amilum tidak dapat
ditambahkan terlalu awal dalam titrasi karena itu dalam titrasi iodometri ini
penambahan indikator dilakukan mendekati titik akhir ketika warna mulai
dan menyebabkannya sukar terlepas yang akan menyebabkan warna biru sulit
hilang sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi, dan bahkan apabila Iod
masih banyak sekali akan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini
mengganggu perubahan warna pada titik akhir (W.Hardjadi, 1985), (4)
Kadang-kadang terdapat titik akhir yang sulit diamati bila larutan encer (R.A.Day dan
A.L.Underwood, 1992).
2.5. Larutan Baku Na2S2O3
Larutan standar yang umumnya digunakan dalam titrasi iodometri adalah Natrium
Tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia dalam bentuk pentahidratnya
Na2S2O3.5H2O. Larutan ini bukanlah merupakan suatu larutan standar primer
sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum penggunaannya, dan larutan
ini tidak stabil untuk waktu yang lama. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi
oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan
Sulfur hingga terbentuk SO32-, SO42- dan belerang koloidal. Tiosulfat dapat terurai
dalam larutan asam, membentuk belerang sebagai endapan seperti susu (R.A.Day
dan A.L.Underwood, 1992).
S2O32- + 2H+ H2S203 H2SO3 + S(P)
akan tetapi reaksinya lambat dan tidak akan terjadi apabila tiosulfat dititrasi dalam
larutan asam dari iodium jika larutannya diaduk dengan baik, karena reaksi antara
tiosulfat dengan iodium lebih cepat dari reaksi peruraian.
I2 + 2S2032- 2I- + S4O62-
Reaksi itu cepat dan berlangsung sampai lengkap dan tidak ada reaksi samping.
Apabila pH larutan diatas 9, maka tiosulfat akan dioksidasi sebagian menjadi
sulfat: 4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42-+ 10H+
Pada pembuatan larutan Natrium Tiosulfat air yang digunakan dididihkan terlebih
dahulu untuk membuatnya bebas dari kuman dan seringkali ditambahkan
kloroform, boraks, natrium karbonat sebagai pengawet. Beberapa larutan standar
primer yang umumnya digunakan untuk standarisasi Natrium Tiosulfat yaitu
Kalium Iodat, Kalium Bromat, Kalium Dikromat, Larutan iod standar, Serium
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat
− Neraca Analitik Shimadzu ATX 224
− Buret Pyrex
− Statif dan Klem
− Termometer Fisons
− Hot plate Fisher
− Beaker Glass Pyrex
− Labu Erlenmeyer Pyrex
− Pipet Volume Pyrex
− Maat Pipet Pyrex
− Labu ukur Pyrex
− Oven
− Cawan Krusibel
3.2. Bahan
− Garam konsumsi dengan kode sampel A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J
− Na2S2O3.5H2O p.a.E.Merck
− KI p.a.E.Merck
− KIO3 p.a.E.Merck
− H2SO4(p) p.a.E.Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Reagen
a) Larutan standar Na2S2O3 0,005 N
Sebanyak 1,2400 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan aquadest dan
diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda,
kemudian ditambahkan 3 tetes kloroform lalu dihomogenkan. Larutan ini
disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.
b) Larutan KI 10%
Sebanyak 10 gram KI dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan
aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda kemudian
dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang
gelap.
c) Larutan Indikator Amilum 0,5 %
Sebanyak 0,5 gram Amilum dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan
dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda lalu
dihomogenkan kemudian dididihkan selama 2 menit hingga larutan jernih.
d) Larutan baku KIO3 0,005 N
Sebanyak 0,1783 gram kristal KIO3 yang telah dikeringkan dari dalam
oven pada suhu 1050C selama 2 jam dilarutkan dengan aquadest dan
diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda
kemudian dihomogenkan.
e) Larutan H2SO4 2N
Sebanyak 13,8 mL H2SO4(p) dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam
labu ukur 250 mL yang telah berisi aquadest, kemudian diencerkan dengan
3.3.2. Preparasi Larutan Sampel
Sebanyak 50 gram sampel dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan
aquadest dalam labu ukur 250 mL hingga garis tanda kemudian dihomogenkan.
Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.
3.3.3. Standarisasi Larutan standar Na2S2O3
Dipipet sebanyak 10 mL larutan baku KIO3 0,005 N dan dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2 N.
Disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk
mencapai reaksi yang optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian
ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan
standar Na2S2O3 hingga warna larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan standar
Na2S2O3 yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama sebanyak 3 kali dan
dihitung Normalitas Na2S2O3 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
���2�2�3 =
����3 ����3
���2�2�3
Dimana: ���2�2�3 adalah Normalitas larutan standar Na2S2O3 (mek/mL)
���2�2�3 adalah volume rata-rata larutan standar Na2S2O3 (mL)
����3 adalah normalitas larutan KIO3 yang digunakan (mL)
3.3.4. Penentuan I2 pada suhu ruang dengan metode titrasi Iodometri
Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2N. Disimpan pada
tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang
optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan 2
mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3
0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan
standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama
sebanyak 3 kali.
3.3.5. Penentuan I2 pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C
dengan metode titrasi Iodometri
Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, ditambahkan 5 mL KI 10%. Kemudian campuran larutan dipanaskan
diatas hotplate yang telah diatur dan diukur suhunya dengan menggunakan
termometer hingga suhu 500C. Ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah
dipanaskan hingga suhu 500C. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N
hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian
ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan
standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat
volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur
yang sama sebanyak 3 kali. Dilakukan prosedur yang sama untuk penentuan kadar
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Preparasi sampel
dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL
dilarutkan dengan aquadest
dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL
diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda
dihomogenkan
50 gram sampel garam
3.4.2. Standarisasi larutan standar Na2S2O3
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
ditambahkan 5 mL KI 10%
ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N
disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya
selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang
optimal
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga
terjadi perubahan warna dari kuning hingga kuning
lemah
ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%
dititrasi kembali dengan menggunakan larutan
standar Na2S2O3 hingga warna biru larutan hilang
dicatat volume larutan standar Na2S2O3 yang
terpakai
diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan KIO3 0,005 N
3.4.3. Penentuan kadar I2 dengan metode titrasi Iodometri
a) Penentuan kadar I2 pada suhu ruang
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
ditambahkan 5 mL KI 10%
ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N
disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya
selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang
optimal
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N
hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga
kuning lemah
ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%
dititrasi kembali dengan menggunakan larutan
standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru
larutan hilang
dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N
yang terpakai
diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan sampel
b) Penentuan kadar I2 pada suhu pemanasan 500C
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
ditambahkan 5 mL KI 10%
dipanaskan hingga suhu 500C
ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah
dipanaskan pada suhu 500C
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N
hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga
kuning lemah
ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5%
dititrasi kembali dengan menggunakan larutan
standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru
larutan hilang
dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N
yang terpakai
diulangi sebanyak 3 kali
dilakukan prosedur yang sama untuk sampel dengan
pemanasan pada suhu 750C 10 mL sampel larutan garam
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka data hasil pengamatan volume
titrasi larutan standar Na2S2O3 0,0050 Ndalam sampel yang dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1. Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk penentuan
Iodium
No Kode
Sampel
Volume Larutan standar Na2S2O3 0,005 N yang digunakan
dalam titrasi (mL)
Tanpa pemanasan Pemanasan pada
Suhu 500C
Pemanasan pada
Suhu 750C
V1 V2 V3 V1 V2 V3 V1 V2 V3
1 A 0,94 0,92 0,92 0,80 0,82 0,80 0,72 0,68 0,66
2 B 0,90 0,88 0,90 0,76 0,72 0,74 0,66 0,68 0,66
3 C 0,82 0.80 0,80 0,72 0,72 0,70 0,64 0,62 0,62
4 D 0,80 0,76 0,78 0,64 0,66 0,64 0,60 0,58 0,60
5 E 0,78 0,80 0,80 0,70 0,70 0,68 0,64 0,64 0,62
6 F 0,72 0,70 0,66 0,52 0,54 0,54 0,48 0,44 0,46
7 G 0,44 0,48 0,46 0,38 0,36 0,38 0,30 0,28 0,32
8 H 0,34 0,36 0,34 0,28 0,26 0,26 0,20 0,22 0,20
9 I 0,20 0,22 0,20 0,14 0,16 0,14 0,06 0,08 0,08
Keterangan Kode Sampel :
A = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.
B = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.
C = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-1999 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016.
D = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020.
E = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam
kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu
kadaluarsa.
F = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Oktober 2019.
G = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam
kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada mencantumkan
waktu kadaluarsa.
H = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan
tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020.
I = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam
kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu
kadaluarsa.
J = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam
kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu
4.1.1. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu ruang
Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut : (Shongwe, S. 2007)
I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄
w (kg )×V.sampel (mL )
Keterangan :
N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(N)
V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(mL)
W : Berat sampel yang digunakan (kg)
V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)
V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)
Maka diperoleh:
X1 = 49,8717 mg/kg
X2 = 48,8106 mg/kg
X3 = 48,8106 mg/kg
X = ∑ ��
� = 49,1643 mg/kg
Kemudian dihitung simpangan baku (Miller,J.C., Miller J.N., 1991) sebagai
(X1 − X )2 = (49,8717 – 49,1643)2 = 0,5004
(X2 − X )2 = (48,8106 – 49,1643)2 = 0,1251
(X3 − X )2 = (48,8106 – 49,1643)2 = 0,1251
Σ(Xi − X )2 = 0,7506
Maka, S =
�
Σ�X1 − x� 2n −1
= �0,7506 2
= 0,6126
Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi
Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:
µ = X ± ��
√�
dimana: µ = populasi rata-rata
X = kadar Iodium rata-rata
t = harga t distribusi
S = Simpangan baku
n = jumlah perlakuan
dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk
derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30 (Lampiran 4). Sehingga
diperoleh:
µ = 49,165 ±4,30 (0,6126)
√3
= 49,165 ± 1,5208 mg/kg
Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,
4.1.2. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 500C
Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :
I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄
w (kg )×V.sampel (mL )
Keterangan :
N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(N)
V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(mL)
W : Berat sampel yang digunakan (kg)
V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)
V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)
Maka diperoleh:
X1 = 42,4440 mg/kg
X2 = 43,5051 mg/kg
X3 = 42,4440 mg/kg
X = ∑ ��
� = 42,7977 mg/kg
Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :
(X1 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251
(X2 − X )2 = (43,5051 – 42,7977)2 = 0,5004
(X3 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251
Maka, S =
�
Σ�X1 − x� 2n −1
= �0,7506 2
= 0,6126
Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi
Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:
µ = X ± ��
√�
dimana: µ = populasi rata-rata
X = kadar Iodium rata-rata
t = harga t distribusi
S = Simpangan baku
n = jumlah perlakuan
dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk
derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:
µ = 42,7977 ±4,30 (0,6126)
√3
= 42, 7977 ± 1,5208 mg/kg
Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,
4.1.3. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 750C
Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :
I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄
w (kg )×V.sampel (mL )
Keterangan :
N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(N)
V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi
(mL)
W : Berat sampel yang digunakan (kg)
V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL)
V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)
Maka diperoleh:
X1 = 35,0163 mg/kg
X2 = 36,0774 mg/kg
X3 = 35,0163 mg/kg
X = ∑ ��
� = 35,3700 mg/kg
Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :
(X1 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251
(X2 − X )2 = (36,0774 – 35,3700)2 = 0,5004
(X3 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251
Maka, S =
�
Σ�X1 − x� 2n −1
= �0,7506 2
= 0,6126
Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi
Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:
µ = X ± ��
√�
dimana: µ = populasi rata-rata
X = kadar Iodium rata-rata
t = harga t distribusi
S = Simpangan baku
n = jumlah perlakuan
dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk
derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:
µ = 35,3700 ±4,30 (0,6126)
√3
= 35,3700 ± 1,5208 mg/kg
Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H,