• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari perhitungan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran sebelumnya, didapatkan bahwa waktu standar pada proses produksi dari bagian filling sampai dengan pengeringan botol sirup dapat dilihat pada Tabel 3.4. Sedangkan pada proses pengemasan yang terdiri dari labelling dan cartoning dapat dilihat pada Tabel 3.5. Setelah didapatkan waktu siklus kemudian dikalikan dengan faktor penyesuaian untuk mendapatkan waktu normal masing-masing elemen kerja. Untuk mendapatkan waktu baku atau waktu standar masing-masing elemen- elemen kerja, waktu normal dikalikan dengan faktor kelonggaran. Waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Wignjosoebroto 2008). Waktu baku pada proses produksi dari filling sampai dengan pengeringan botol sirup adalah 25.46 detik/botol untuk setiap siklusnya. Waktu baku pada proses pengemasan yang terdiri dari labelling dan cartoning adalah 20.22 detik/botol.

Tabel 3.4. Waktu standar di bagian produksi sirup dari proses filling sampai dengan pengeringan botol sirup

Proses Produksi Elemen Rataan Waktu Elemen (detik/botol) Rating Factor Waktu Normal Elemen (detik/botol) Allowance Waktu Standar Elemen (detik/botol) Filling 3.73 0.19 4.43 0.35 5.98 Capping 2.46 0.08 2.65 0.305 3.46 Pembilasan botol 5.87 0.08 6.33 0.32 8.35 Pengeranjangan 2.36 0.02 2.40 0.475 3.54 Pengeringan 3.23 0.03 3.32 0.245 4.13 Total 25.46

Tabel 3.5. Waktu standar di bagian pengemasan yang terdiri dari labelling dan

cartoning Proses Pengemasan Elemen Rataan Waktu Elemen (detik/botol) Rating Factor Waktu Normal Elemen (detik/botol) Allowance Waktu Standar Elemen (detik/botol) Labelling 12.14 0.09 13.23 0.288 17.04 Cartoning 2.43 0.03 2.50 0.275 3.18 Total 20.22

Waktu baku yang ditetapkan dapat berfungsi sebagai perencanaan jumlah pekerja yang harus dipekerjakan pada bagian atau proses-proses tertentu agar produktivitas perusahaan meningkat. Hal ini diharapkan dapat memberikan keuntungan lebih pada perusahaan karena semua sumber daya manusia dialokasikan ke tempat-tempat yang tepat dan melakukan kegiatan kerja yang efektif.

Analisis Metode Kerja

Produktivitas

Menurut Barnes (1980) mengemukakan bahwa produktivitas didefinisikan sebagai rasio output terhadap sejumlah atau semua sumber daya yang digunakan untuk memproduksi output tersebut. Secara umum ada dua kriteria yang dapat dimasukan sebagai kriteria produktivitas, yaitu besar kecilnya keluaran yang dihasilkan dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian dari produktivitas kerja manusia. Nilai produktivitas tenaga kerja didapatkan melalui hasil perhitungan waktu siklus. Berdasarkan pengamatan tenaga kerja di PT. Buanasari bekerja mulai dari pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB atau selama 8.5 jam kerja. Waktu tersebut adalah waktu kotor dari tenaga kerja untuk bekerja tanpa adanya istirahat.

Produktivitas pekerja yang bekerja di bagian produksi adalah 36 botol per jam. Nilai produktivitas ini didapat dari banyaknya output yang dihasilkan oleh bagian produksi, yaitu 48 keranjang. Dimana masing-masing keranjang berisi 39 botol sirup, sehingga jika yang dihasilkan adalah 48 keranjang maka dalam 8.5 jam kerja (jam kerja bersih) adalah 1872 botol. Sehingga setiap pekerja mampu menghasilkan 220 botol. Pekerja pada bagian produksi ini ada enam orang, maka produktivitas dari masing-masing pekerja adalah 36 botol/jam.

Produktivitas masing-masing pekerja di bagian pengemasan ini adalah 7 karton/jam. Produktivitas ini didapat dari jumlah karton yang dihasilkan selama 8.5 jam kerja, yaitu 388 karton dimana setiap karton berisi 12 botol sirup sehingga tiap jamnya yang diproduksi adalah 46 karton dari tujuh pekerja, karena itulah produktivitas tiap orang yang bekerja di bagian pengemasan ini adalah 7 karton/jam.

Berdasarkan wawancara dengan pemilik perusahaan, hal terpenting dalam peningkatan produktivitas kerja PT. Buanasari diantaranya sumber daya manusia, lingkungan, serta peralatan dan teknologi. Hal ini diungkapkan oleh

Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, diantaranya sumber daya manusia, peralatan dan teknologi, serta lingkungan.

1. Sumber Daya Manusia

Proses penerimaan pekerja di PT. Buanasari dilakukan melalui proses wawancara. Proses seleksi ini dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap calon pekerja berdasarkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan kepribadian. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekerja memiliki dampak langsung terhadap peningkatan produktivitas kerja perusahaan. Sumber daya manusia bagi PT. Buanasari adalah hal yang penting karena merupakan salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekerja pada perusahaan dilakukan dengan cara memberikan informasi yang berkaitan dengan produk sirup Buanasari. Selanjutnya dilakukan pelatihan atau pembinaan secara langsung untuk proses produksi dan pengemasan. Upaya ini bertujuan untuk menambahkan keterampilan dan pengetahuan pekerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja perusahaan. Beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam memilih tenaga kerja di PT. Buanasari adalah pekerja yang bertanggung jawab, menyukai pekerjaan, cekatan, teliti, dan memiliki kualitas kerja yang baik. Permasalahan yang sering timbul pada pekerja yaitu terkadang pekerja merasa jenuh dengan kegiatan produksi dan pengemasan yang dilakukan secara rutin.

2. Lingkungan

Menurut Sutalaksana et al (1979), lingkungan fisik merupakan semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang mempengaruhi para pekerja tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja, diantaranya penerangan, suhu dan kelembaban, kebisingan, dan sirkulasi udara. Selain itu, lingkungan kerja yang dirancang secara ergonomik memberikan pengaruh dalam peningkatan produktivitas kerja. PT. Buanasari belum merancang lingkungan kerja secara ergonomik dengan memperhatikan tata letak pabrik dan peralatan yang digunakan. Tata letak dan penyusunan peralatan di dalam pabrik pembuatan minuman sirup belum disesuaikan dengan alur kegiatan produksi dari awal sampai akhir proses produksi dan juga kondisi pekerja sehingga masih terdapat

bottleneck. Berdasarkan pengamatan secara langsung, kondisi lingkungan kerja pada PT. Buanasari adalah sebagai berikut:

a. Penerangan

Penerangan dapat mempengaruhi penglihatan manusia dalam melihat suatu obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Penerangan yang suram dan sumber cahaya yang menyilaukan mata dapat mengakibatkan pekerja cepat lelah karena mata berusaha menyesuaikan penglihatannya. Sumber cahaya pada PT. Buanasari berasal dari lampu neon yang ditempatkan di area pabrik. Penerangan dengan menggunakan lampu neon sudah cukup baik dalam menerangi pabrik yang memiliki luas 15.8 m x 9.2 m. Namun pada proses labelling pencahayaan harus sedikit ditambah karena pada proses ini diperlukan ketelitian dalam melakukan quality control. Sumber cahaya lain berasal dari ventilasi yang cukup besar yang memungkinkan sinar matahari

masuk ke dalam pabrik sehinggga hal ini memberikan efek terang di dalam pabrik.

b. Suhu dan Kelembaban

Temperatur atau suhu merupakan hal yang berkaitan dengan daya tahan tubuh pekerja. Suhu kerja efektif berada pada kisaran 22-28ºC (Sutalaksana et al 1979). Rentang suhu yang berhasil diamati pada PT. Buanasari adalah 28-32ºC. Keadaan tersebut masih sesuai dengan kondisi suhu kerja normal/efektif. Dimana pada ruang produksi dilengkapi dengan air conditioning sehingga suhu tetap terjaga. Sedangkan pada ruang pengemasan dipengaruhi oleh banyaknya titik ventilasi dan ruangan tersebut terletak di dekat pintu masuk pabrik. Tingkat kelembaban pada lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh keadaan temperatur yang ada.

c. Kebisingan

Kebisingan dapat menggangu aktivitas kerja seorang karyawan. Secara umum kebisingan pada PT. Buanasari tidak terlalu tinggi. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi yang mengeluarkan kebisingan yang tinggi. Dimana mesin yang mengeluarkan kebisingan pada proses mixing dan proses filling, namun hal itu tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap pekerja.

d. Sirkulasi udara

Sirkulasi udara merupakan hal yang penting bagi lingkungan fisik pabrik. Sirkulasi mempengaruhi hampir semua unsur lingkungan fisik kerja baik itu suhu, kelembaban, penerangan, maupun kebisingan. Jika sirkulasi udara dalam ruangan tidak bekerja dengan baik maka orang yang berada di dalamnya akan mudah lelah. Sirkulasi udara pada PT. Buanasari bisa dikatakan baik. Penempatan ventilasi dilakukan pada bagian atas setiap dinding dengan ukuran yang besar. Oleh sebab itu sirkulasi yang terjadi di dalam pabrik tidak ada masalah. Ventilasi yang baik merupakan tempat pertukaran udara sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara bersih dan segar. Selain itu disekitar lokasi pabrik terdapat beberapa pohon, yang dapat memberikan rasa sejuk dan segar selama bekerja.

3. Peralatan dan Teknologi

Salah satu masalah yang mempengaruhi produktivitas dalam perusahaan adalah faktor peralatan dan teknologi. PT. Buanasari masih menggunakan peralatan dan teknologi yang masih sederhana. Proses teknologi pengisian sirup yang masih bersifat manual justru menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan dengan tingkat produktivitas dalam segi efisiensi mesin filling. Botol sirup diisi secara manual oleh operator dengan sistem buka tutup kran pada mesin filling. Penggunaan kran tersebut menyebabkan pengisian volume pada sirup menjadi tidak terkendali, karena botol harus di isi secara penuh terlebih dahulu sampai tumpah agar volume yang dihasilkan tetap. Hal itu mengakibatkan sirup tercecer dan ditampung dalam bak penampngan sirup untuk dihisap kembali ke tangki filling. Adanya sirup yang tercecer menunjukkan rendahnya efisiensi mesin filling dalam segi proses. Sistem pengisian yang masih manual menggunakan tangan, sehingga kecepatan pengisian bergantung pada keterampilan operator. Sistem pengisian manual juga memungkinkan terjadinya

kontaminasi silang antara pekerja dengan sirup saat proses mixing maupun filling. Proses capping juga masih dilakukan secara manual dengan sistim ongkal. Seringkali tutup botol sirup kurang kencang pada saat capping, sehingga pekerja harus melakukan penutupan sirup kembali. Permasalahan tersebut dapat mengurangi kecepatan produksi sehingga pekerja harus lebih stabil dalam melakukan capping. Penggunaan botol baru saat ini diharapkan akan menghilangkan proses pencucian botol dan quality control pada saat proses

labelling. Dengan menggunakan botol baru tersebut akan lebih mengefisienkan waktu produksi dan memaksimalkan pekerja yang sudah ada untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi.

Perbaikan Metode Kerja

Menurut Meyer (1992), teknik tata kerja merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan metode terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Agar mendapatkan hasil kerja yang baik, diperlukan perancangan sistem kerja yang baik pula. Suatu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang ekonomis. Prinsip dari ekonomi gerakan menurut Niebel (1988) adalah pengetahuan dasar mengenai fisiologi manusia dan menggunakannya sebagai pertimbangan utama dalam aplikasi suatu metode kerja.

Pada pengamatan yang dilakukan di bagian produksi, dapat dilihat bahwa urutan kerja pada proses filling dimulai dari pengambilan botol sirup dari keranjang kayu kemudian dilakukan pengisian sirup secara manual oleh pekerja. Pengisian sirup secara manual ini menyebabkan proses pengisian menjadi tidak terkendali dan memerlukan keterampilan khusus dari operator. Pada penggunaan mesin filling yang belum termodifikasi, kecepatan produksi sangat dipengaruhi oleh kecepatan tangan pekerja. Sistem pengisian menggunakan sistem buka tutup kran dan botol sirup diisi sampai tumpah. Tumpahan sirup tersebut ditampung dalam bak penampungan untuk dihisap kembali ke tangki filling. Untuk mengatasi permasalahan dari sistem filling yang belum terkendali maka telah dibuat mesin

filling termodifikasi semi-otomatis. Mesin ini didesain untuk dioperasikan oleh satu orang saja sebagai pengatur botol dan penggerak botol. Mesin didesain dengan enam nozzle pengisian yang digerakkan oleh sistem pneumatic (kompresi

Gambar 3.16 Modifikasi mesin

filling

Gambar 3.17 Sistem nozzle

udara). Penurunan nozzle dan pengisian sirup dilakukan secara otomatis bila enam botol kosong telah berada di bawah nozzle. Modifikasi mesin filling dan jenis

nozzle yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.16 dan 3.17. Penggunaan alat ini dapat memotong jumlah pegawai yang diperlukan, menghilangkan tumpahan produk, serta menghilangkan proses pembilsan dan pengeringan botol sirup. Perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi beban gaji dan efisiensi produksi terhadap teori. Dengan modifikasi mesin filling tersebut dapat menghilangkan ketergantungan terhadap keterampilan pekerja dalam melakukan pengisian sirup.

Pada proses capping dimulai dari gerakan pengambilan botol dari mesin

filling, pengambilan tutup tipe crown cork untuk ditempelkan ke bagian magnet

capping, pengepasan botol ke capper head, dan penutupan botol sirup dengan sistem ongkal. Seringkali tutup botol sirup kurang kencang pada saat capping, sehingga pekerja harus melakukan penutupan sirup kembali. Permasalahan tersebut dapat mengurangi kecepatan produksi sehingga pekerja harus lebih stabil dalam melakukan capping. Sistem capping in-line didesain terintegrasi dengan

railing output dari mesin filling sehingga memotong waktu pengepasan botol ke

capperhead. Selain itu, capper head juga didesain untuk dapat mengencangkan 2 buah cap sekaligus. Dengan modifikasi ini, waktu capping dapat dipersingkat untuk mengimbangi laju produksi mesin yang telah dimodifikasi dan mencegah terjadinya penumpukan produk pada railing mesin.

Pada proses pengeranjangan terdapat gerakan yang tidak efektif yaitu pada saat pekerja melakukan gerakan mencari keranjang kosong. Gerakan mencari ini dapat diperbaiki dengan cara menyediakan tempat khusus keranjang kosong yang jaraknya diatur seminimal mungkin dengan tempat pengeranjangan botol.

Pelabelan dan pengkardusan produk selama ini dilakukan dalam waktu yang terpisah dari produksi. Dengan modifikasi alur proses secara kontinu, pegawai yang ditugaskan untuk QC, pelabelan, dan pengkardusan sirup ditempatkan secara berkesinambungan di sebelah ruang produksi. Sebagai akibat dari hal ini, diharapkan waktu pelabelan dan pengkardusan akan mengejar laju produksi selama ditempatkan jumlah orang yang tepat untuk tiap proses. Dengan mekanisme ini, waktu tunggu antara proses sebisa mungkin disamakan dan jumlah produk yang menunggu dapat diminimalisasi.

Proses pelabelan manual merupakan proses yang sangat memakan waktu, sehingga produk yang menunggu pada proses ini terkadang harus dikejar pekerjaan pada hari selanjutnya. Proses pelabelan secara manual pun membuat pengemasan sekunder dalam kardus harus menunggu. Lem label harus kering terlebih dahulu sebelum dimasukan dalam kardus untuk mencegah pergeseran label akibat gesekan botol ke dinding kardus, akibatnya produk yang telah terlabel harus didiamkan terlebih dahulu sebelum dikemas dalam kardus. Sebaiknya proses penempelan label menggunakan lem yang cepat kering. Pada elemen kerja QC pada proses labelling juga tidak efisien dalam segi waktu karena elemen kerja ini bisa saja dihilangkan apabila botol yang masuk ke bagian produksi sudah dilakukan QC terlebih dahulu.

Namun dengan semakin banyaknya permintaan konsumen terhadap produk sirup yang mengakibatkan perusahaan dituntut untuk melaksanakan proses produksi dengan cepat dan efisien maka perusahaan sekarang ini mulai memakai botol baru dari supplier untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Penggunaan

botol baru ini secara tidak langsung akan menghilangkan elemen kerja QC pada proses pelabelan dan proses pencucian botol bekas dapat dikurangi kapasitasnya

Pada proses produksi sampai dengan pengemasan diperlukan perhatian khusus mengenai sanitasi kerjanya, sebaiknya pekerja yang bekerja dengan kontak langsung pada bahan baku atau sirup yang akan dikemas menggunakan sarung tangan khusus. Cuci tangan dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer belum dirasa cukup untuk menghilangkan bakteri yang dapat mengkontaminasi bahan baku ataupun sirup yang akan dikemas, sebaiknya menggunakan sarung tangan

latex yang sangat halus, tipis, dan food grade. Biasanya sarung tangan jenis ini banyak digunakan pada perusahaan pangan, obat/kimia, dan perusahaan minyak. Pekerja yang hanya mencuci tangannya dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer masih dapat terkontaminasi oleh lingkungan kerjanya seperti mesin yang disentuh, alat yang dipakai, mungkin kontaminan justru berasal dari tubuh pekerja tersebut. Untuk itulah maka pemakaian sarung tangan latex yang food grade

sangat dianjurkan. Sarung tangan latex yang food grade dapat dilihat pada Gambar 3.18 di bawah ini.

Dokumen terkait