• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pembangunan Perikanan Panta

2.2.3 Perikanan panta

Perikanan pantai (coastal fishery) yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan di perairan tepi laut, dekat atau sekitar pantai. Menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

“Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkannya.”;

sedangkan definisi perikanan (UU No. 31 Tahun 2004) adalah sebagai berikut: “semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.”.

Perikanan pantai dikenal juga sebagai perikanan rakyat dan subsisten atau perikanan artisanal (berskala kecil). Perikanan pantai meliputi hampir lebih dari 90 persen nelayan Indonesia. Lebih dari 10 juta nelayan kecil dapat mendaratkan 20 juta ton ikan per tahun (Murdiyanto 2004). Sebagian besar nelayan artisanal tersebut tergolong miskin. Karakteristik nelayan kecil (small-scale fishermen) adalah sebagai berikut: memiliki kapasitas teknologi yang masih sederhana, jumlah armada yang sedikit, biasanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten) jadi bukan untuk diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha, cenderung menggunakan sistem pembagian hasil penjualan tangkapan ikan antara pemilik perahu dan nelayan yang melaut. Komunitas nelayan kecil sangat rentan secara ekonomi terhadap timbulnya

ketidakpastian yang berkaitan dengan musim-musim produksi (Charles 2001; Satria et al. 2002; DKP 2005c).

Bagi mayoritas rumahtangga di negara berkembang yang terlibat dalam kegiatan perikanan (nelayan penuh atau temporer), kegiatan menangkap ikan tidak mendatangkan penghasilan tinggi tetapi dapat menolong mereka untuk mempertahankan hidup dan mencegah mereka jatuh ke situasi yang lebih buruk. Nelayan miskin sangat mengandalkan sektor pascapanen dimana perempuan merupakan mayoritas pekerjanya. Sektor pascapanen memberikan penghasilan yang nyata dan peluang kerja bagi perempuan yang memiliki keterbatasan pilihan, khususnya di lokasi perdesaan yang terpencil. Sektor pascapanen perikanan menawarkan kontribusi yang sangat potensial untuk pengentasan kemiskinan (FAO 2005).

The FAO’s Advisory Committee on Fishery Research (ACFR) Working Group on Small-Scale Fisheries (FAO 2005) memberikan satu pernyataan tentang visi perikanan skala kecil sebagai berikut

The vision for small-scale fisheries is one in which their contribution to sustainable development is fully realized. It is a vision where:

they are not marginalized and their contribution to national economies and food security is recognized, valued and enhanced;

fishers, fish workers and other stakeholders have the ability to participate in decision-making, are empowered to do so, and have increased capability and human capacity, thereby achieving dignity and respect; and

poverty and food insecurity do not persist; and where the social, economic and ecological systems are managed in an integrated and sustainable manner, thereby reducing conflict.

Menurut Kusnadi (2002, 2004), faktor kelangkaan sumberdaya perikanan dan kemiskinan memiliki kontribusi dalam peningkatan intensitas konflik. Untuk meminimalisasi konflik tersebut diperlukan peraturan daerah tentang pengelolaan sumberdaya perikanan lokal dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri.

Untuk membantu nelayan pantai yang tergolong nelayan kecil ini, maka dilakukan pengelolaan sumberdaya perikanan pantai. Tujuan dari pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan pantai (Murdiyanto 2004) adalah untuk:

(1) mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan dan kelanjutan kegiatan produksi ikan melalui pemanfaatan sumberdaya pantai sebagai matapencaharian masyarakat pantai yang bersangkutan,

(2) meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial nelayan pantai, dan

(3) menjamin upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan industri terhadap sumber makanan dari perikanan pantai.

Kemitraan (co-management) antara pemangku kepentingan utama (pemerintah dan masyarakat) dalam pengelolaan wilayah pesisir merupakan hal yang penting untuk mencapai pengelolaan dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Tanpa dukungan kebijakan dan peraturan pemerintah, sistem pengelolaan yang dihasilkan tidak akan memiliki kekuatan hukum (Savitri dan Khazali 1999).

Pengelolaan perikanan (fisheries management) merupakan upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumberdaya. Hal ini dimaksudkan agar generasi sekarang dan generasi mendatang dapat menikmati kekayaan sumberdaya perikanan (Satria, 2002). Menurut Fauzi dan Anna (2005), apabila kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan dan holistik tidak dipenuhi, pembangunan perikanan akan mengarah ke degradasi lingkungan, eksploitasi-lebih dan praktik perikanan yang destruktif. Hal ini sesuai dengan definisi pengelolaan perikanan (UU No. 31 Tahun 2004) yaitu:

“semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati”.

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) harus ada pemaduan dan keseimbangan antara pembangunan dan konservasi alam, karena dengan mengkonservasi alam maka pembangunan dapat berkelanjutan (KLH dan UNDP 2000). Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, “Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan” (RI 1997).

Menurut Charles (2001), konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan mengandung empat aspek berikut.

(1) Ecological sustainability (ekologi berkelanjutan) memberi perhatian utama terhadap memelihara stok atau biomassa sehingga tidak melewati daya dukungnya dan meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem.

(2) Socioeconomic sustainability (sosio-ekonomi berkelanjutan) mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan berkelanjutan kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu.

(3) Community sustainability (komunitas berkelanjutan) mengandung makna bahwa kesejahteraan dari sisi masyarakat harus menjadi perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

(4) Institutional sustainability (kelembagaan berkelanjutan) menyangkut pemeliharaan aspek finansial, administrasi dan organisasi yang sehat yang merupakan prasyarat ketiga pembangunan berkelanjutan lainnya.

Dalam konsep sistem perikanan berkelanjutan (sustainable fishery system), perikanan adalah suatu jaringan dari komponen ekologi, biofisik, ekonomi, sosial dan budaya yang saling terkait dan berinteraksi (Charles 2001). Kerangka yang menggambarkan interaksi dari empat aspek tersebut dilukiskan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Sistem Perikanan Berkelanjutan (Charles 2001) Sistem perikanan berkelanjutan (sustainable fishery system) merupakan konsep baru sebagai pengganti konsep lama yaitu hasil yang berkelanjutan (sustainable yield). Fokus dari sustainable fishery system adalah sistem perikanan yang memperhatikan ekosistem dan masyarakat; sedangkan sustainable yield berfokus pada output fisik yaitu hasil perolehan ikan yang berkelanjutan (Charles 2001). Perubahan pola pikir ini terjadi karena penghitungan fisik dari stok ikan saja dianggap tidak menjamin hasil tangkapan yang berkelanjutan karena

Ecological sustainability Socioeconomic sustainability Community sustainability Institusional sustainability

perikanan berkelanjutan banyak tergantung kepada perilaku dan pengambilan keputusan dari pemangku kepentingan di bidang perikanan.