• Tidak ada hasil yang ditemukan

Caring merupakan hasil dari kultur, nilai-nilai, pengalaman dan hubungan interpersonal. Tindakan caring bermanfaat dalam memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil yang bertujuan untuk meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien. Selain itu caring juga memperhatikan harga diri individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat harus selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang tepat. Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku caring yang dimiliki perawat (Priambodo, 2010).

Teori caring Swanson (1991 dalam Potter & Perry 2009) menjelaskan tentang proses caring yang terdiri dari bagaimana perawat mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada orang lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan seseorang dalam menjalani hidup.

Sikap keperawatan yang berhubungan dengan perilaku caring dalam praktik keperawatan yaitu:

1. Kehadiran (Presence)

Kehadiran merupakan suatu pertemuan antara perawat dengan klien maupun keluarga klien yang merupakan upaya untuk lebih mendekatkan dan menyampaikan manfaat caring. Menurut Fredrikson (1999 dalam Potter & Perry 2009) kehadiran dapat diartikan dalam “ada di” dan “ada dengan”. Makna “ada di” merupakan

kehadiran secara fisik dengan adanya proses komunikasi antar perawat dan klien. Sedangkan Pederson (1993 dalam Potter & Perry 2009) berpendapat bahwa “ada dengan” dimaknai dengan hubungan interpersonal, peran perawat yang selalu bersedia atau ada di samping klien saat klien membutuhkan. Selalu hadir disaat klien membutuhkan, adanya konta mata, bahasa tubuh, mendengarkan semua keluhan klien, serta adanya dukungan yang diberikan perawat akan membantu klien untuk membentuk suasana baru dan saling terbuka.

2. Sentuhan (Contact)

Sentuhan merupakan suatu bentuk pendekatan yang dapat menenangkan dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien dalam memberikan perhatian dan dukungan. Pada saat melaksanakan asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan sentuhan untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada klien, sebagai contoh pada saat pemasangan selang naso gaster atau NGT.

Menurut Boyek & Watson (1994 dalam Potter & Perry 2009) sentuhan juga dianggap sebagai bentuk komunikasi non verbal yang dapat mempengaruhi rasa keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga diri dan membantu klien menerima keadaannya. Selain itu sentuhan juga memberikan banyak makna, oleh sebab itu sentuhan harus digunakan dengan bijaksana. Salah satu bentuk masalah yang sering timbul dalam perilaku sentuhan yaitu adanya perbedaan budaya antara perawat itu sendiri maupun perawat dan klien.

3. Mendengarkan (Listen)

Mendengarkan merupakan salah satu perilaku caring yang dapat menjadi awal dalam menjalin hubungan interpersonal. Dalam suatu hubungan pelayanan perawat untuk membentuk kepercayaan maka perawat harus dapat mendengarkan keluhan ataupun perasaan klien. Selain itu dengan mendengarkan juga menunjukkan bahwa perawat memiliki ketertarikan dan perhatian penuh kepada klien. Pada saat mendengarkan juga perawat harus dapat memahami apa yang disampaikan klien, mengerti maksud klien dan memberikan respon terhadap apa yang disampaikan klien.

4. Memahami klien

Salah satu proses caring yang dapat dilakukan oleh perawat adalah memahami klien (Swanson, 1991). Menurut Bulfin (2005 dalam Potter & Perry 2009) menyatakan bahwa dengan memahami klien secara menyeluruh akan dapat membantu perawat dalam merespon apa yang menjadi persoalan klien. Memahami klien maka perawat akan terhindar dari asumsi, berfokus pada klien, dan ikut serta dalam hubungan caring dengan klien yang memberikan informasi dan petunjuk untuk dapat berpikir kritis dan memberikan penilaian klinis.

Dengan memahami klien dapat menjadi pertimbangan perawat dalam mengambil keputusan klinis. Hal terpenting bagi perawat pemula adalah pemahaman klien bukan hanya sekedar mengumpulkan data kondisi klien dan gejala klinis yang dialami klien (Potter & Perry, 2009).

2.4. Fenomenologi

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis (Steubert & Carpenter, 2003). Metode ini memahami individu dengan segala kompleksitasnya sebagai makhluk subyektif, melihat manusia sebagai sistem yang berpola dan berkembang. Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Dempsey & Dempsey, 2002).

Fenomenologi merupakan suatu ilmu yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena, ataupun kejadian yang khusus, misalnya pengalaman hidup. Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Hal ini yang dikaji adalah deskriptif mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka. Penelitian fenomenologi berusaha mengungkapkan makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari pengalaman individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai suatu fenomena yang dikaji (Saryono & Anggraeni, 2010).

Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan mengidentifkasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari (Steubert & Carpenter, 2003). Terdapat dua macam penelitian fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif. Fenomenologi deskriptif berfokus pada penyelidikan fenomena, kemudian pengalaman yang seperti apakah yang terlihat dalam fenomena (fenomena deskriptif)

dan bagaimana pengalaman mereka menafsirkan pengalaman tersebut atau disebut fenomenologi interpretif.

Walaupun terdapat sebuah metode interpretasi fenomenologi, sebuah penelitian deskriptif sering melibatkan empat tahapan yaitu: bracketing, intuiting, analyzing dan describing. (1) bracketing mengacu pada proses mengidentifikasi dan menahan atau menunda prasangka dan pendapat tentang fenomena yang diteliti. Peneliti berusaha keluar dari berbagai opini peneliti dalam upaya mendapatkan data yang murni. (2) intuiting, terjadi ketika peneliti tetap terbuka untuk memaknai setiap fenomena yang dialami mereka. (3) analisa data, misalnya menyaring percakapan penting, mengkatagorikan dan menbuat arti tentang hal-hal baru dari fenomena. (4) menggambarkan, merupakan tahap menggambarkan ketika peneliti sudah mengerti dan mengartikan fenomena (Polit, Beck, & Hungler, 2001).

Fenomenologi percaya bahwa kehidupan seseorang adalah berharga dan menarik, karena kesadaran seseorang tentang kehidupan tersebut. Dalam sebuah penelitian fenomenologi sumber data utama adalah data percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan. Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa memimpin diskusi. selanjutnya dalam percakapan yang mendalam peneliti berusaha memahami kehidupan informan untuk mendapatkan kemudahan untuk memaknai pengalaman hidup mereka (Polit, Beck, & Hungler, 2001).

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka hasil penelitian yang telah diperoleh akan divalidasi dengan beberapa kriteria yaitu (1)

kreabilitas, yaitu proses validasi data yang bertujuan untuk menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan, (2) transferabilitas, yaitu validitas eksternal yang menunjukkan derajat ketepatan atau dpat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil, (3) dependabilitas, yaitu proses validasi data yang dilakukan dengan cara mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian, dan (4) komfirmabilitas, yaitu proses validasi data dengan menguji keobyektivitas peneliti.

BAB 3

Dokumen terkait