• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Perilaku Gizi yang Salah pada Anak Sekolah

Di Indonesia prinsip gizi seimbang divisualisasikan dalam bentuk tumpeng dengan bentuk nampannya yang disebut tumpeng gizi seimbang (TGS). TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan menurut usia, dan sesuai dengan keadaan kesehatan. TGS menggambarkan empat prinsip gizi seimbang, yaitu makanan yang beraneka ragam sesuai kebutuhan, kebersihan, aktifitas fisik, dan pemantauan berat badan ideal. Piramida tumpeng menggambarkan enam golongan pangan dan paling bawah dan paling dasar diisi dengan air, yang merupakan zat gizi essensial yang harus dikonsumsi minimal dua liter dalam sehari. Golongan sumber karbohidrat menempati urutan kedua dari bawah, dan merupakan potongan tumpeng paling besar dan dianjurkan dikonsumsi 3-8 porsi/hari. Urutan ketiga ditempati golongan sayuran, yang dianjurkan 3-5 porsi/hari dan buah dianjurkan 2-3 porsi/hari sebagai sumber vitamin dan serat. Urutan keempat ditempati golongan makanan sumber protein yang dianjurkan 2-3 porsi/hari dan puncaknya ditempati minyak dan gula yang disarankan untuk dikonsumsi seperlunya (Cakrawati dan Mustika, 2011).

2. Tidak Sarapan Pagi

Makan pagi mempunyai peranan penting bagi anak sekolah usia 6-12 tahun, yaitu untuk pemenuhan gizi dipagi hari dimana anak-anak berangkat ke sekolah dan mempunyai aktivitas yang sangat padat di sekolah. Apabila anak-anak terbiasa makan pagi, maka akan berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat anak sehingga dapat mendukung prestasi belajar anak kearah yang lebih baik (Devi, 2012). Dengan sarapan pagi diharapkan karbohidrat berguna sekali untuk menjaga kadar gula darah normal tubuh. Dengan kadar gula yang normal ini berguna sebagai energi bagi sel-sel tubuh dapat terpenuhi sehingga dapat berfungsi dengan baik. Kebiasaan tidak sarapan pagi juga mengakibatkan pemasukan gizi menjadi berkurang dan tidak seimbang sehingga pertumbuhan anak menjadi terganggu, intelektualnya rendah, prestasi disekolahnya akan turun dan penampilan sosialnya pun terganggu. Dia tidak mau bermain dengan teman-temannya, tidak mau turut dalam kegiatan berorganisasi baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga (Arisman, 2008).

Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan, misalnya : nasi goreng, nasi uduk, roti isi telur dadar, pisang/ubi goreng, bubur kacang hijau, mie goreng/rebus. Akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan zat pengatur.

3. Jajan Tidak Sehat di Sekolah

Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat di perkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan

adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (Mudjajanto, 2005).

Budaya jajan menjadi bagian dari keseharian hampir semua kelompok usia dan kelas sosial, termasuk anak usia sekolah dan golongan remaja. Kandungan zat gizi pada makanan jajanan bervariasi, tergantung dari jenisnya yaitu makanan utama, makanan kecil, maupun minuman. Besar kecilnya konsumsi makanan jajanan akan memberikan kontribusi (sumbangan) zat gizi bagi status gizi seseorang (Sari, 2004).

Makanan jajanan dalam membantu pasokan kalori tentunya baik, namun keamanan jajanan tersebut dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Apalagi dalam waktu terakhir ini Badan POM telah mengungkapkan temuannya tentang berbagai bahan kimia berbahaya seperti formalin dan bahan pewarna tekstil pada bahan makanan yang ada di pasaran. Sehingga perilaku makan pada anak usia di sekolah harus diperhatikan secara cermat dan serius (Devi, 2012).

4. Kurang Mengonsumsi Buah dan Sayur

Buah dan sayur merupakan sumber zat gizi vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam buah dan sayuran adalah provitamin A, vitamin C, K, E, dan berbagai kelompok vitamin B kompleks. Disamping itu, buah dan sayuran juga kaya akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium (Ca), natrium (Na), zat besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn) dan selenium (Se) (Winarno, F, 2004).

Anak sekolah di Indonesia umumnya kurang mengonsumsi sayuran. Ini disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan pentingnya zat gizi dari buah dan sayuran. Hal ini merupakan pola makan yang salah, karena jelas-jelas tidak

memenuhi menu gizi seimbang dan dapat berakibat pada kesehatan anak sekolah. Anak sekolah bisa saja mengalami kekurangan vitamin A, vitamin C, besi, kalsium, dan seng yang berakibat pada pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Data hasil Riskesdas, 2007 bahwa sebanyak 93,5 persen anak usia 10 tahun ke atas tidak mengonsumsi buah dan sayur (Depkes RI, 2007).

5. Mengonsumsi Fast Food dan Junk Food

Menurut Wikipedia.org, fast food adalah istilah yang diberikan untuk makanan yang dapat disusun dan disajikan dengan sangat cepat. Istilah ini mengacu pada makanan yang dijual di restoran atau toko dengan bahan yang dipanaskan atau dimasak, dan diberikan kepada pelanggan dalam bentuk paket untuk dibawa. Sedangkan junk food mendeskripsikan makanan yang tidak sehat atau memiliki sedikit kandungan nutrisi. Junk food mengandung jumlah lemak yang besar.

Makanan cepat saji seperti hamburger, kentang goreng, pizza sering dianggap sebagai junk food. Junk food juga diartikan sebagai makanan yang nutrisinya terbatas. Makanan yang tergolong dalam kategori ini adalah makanan yang mengandung banyak gula, garam, lemak, dan kalorinya tinggi, sementara protein, vitamin, mineral, dan seratnya rendah (Devi, 2012).

Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa anak usia 10 tahun ke atas sebanyak 65,2 persen mengonsumsi makanan manis, sebanyak 24,5 persen mengonsumsi makanan asin dan 12,8 persen mengonsumsi makanan berlemak (Depkes RI, 2007).

6. Konsumsi Gula Berlebih

Gula ditemukan secara alami dalam buah-buahan (fruktosa) dan susu cairan dan produk susu (laktosa). Namun, ada pula gula yang ditambahkan kedalam makanan selama pemprosesan, persiapan, atau saat di meja makan. Gula tambahan tersebut termasuk sirup jagung tinggi fruktosa, gula putih, gula merah, sirup jagung, padatan sirup jagung, gula mentah, sirup malt, sirup maple, sirup pancake, pemanis fruktosa, fruktosa cair, madu, molasses, dekstrosa anhidrat, dan dekstrosa Kristal (Devi, 2012).

Rekomendasi WHO adalah tidak lebih dari 10 persen dari energi total berasal dari gula tambahan. Jadi bila dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi), maka anak usia 1-3 tahun dengan AKG 1.000 kalori, maka 10 persen dari AKG adalah 100 kalori setara dengan 25 gram gula dan setara dengan 5 sendok the gula. Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun dengan AKG 1.550 kalori, maka 10 persen AKG adalah 155 kalori setara dengan 38,75 gram gula dan setara dengan 7,7 sendok teh gula. Seterusnya untuk anak usia 7-9 tahun dengan AKG 1.800 kalori setara dengan 45 gram gula dan setara dengan 9 sendok teh gula. Untuk anak usia 10-12 tahun dengan AKG 2050 kalori, maka setara dengan 51,25 gram gula dan setara dengan 10,25 sendok teh gula (Devi, 2012).

Kelebihan konsumsi gula dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi, diabetes, obesitas, dan jantung koroner. Diperkirakan bahwa 90 persen dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Hasil Riskesdas 2007 prevalensi anak usia diatas 10 tahun mengonsumsi makanan manis sebanyak 68, 1 persen (Depkes RI, 2007).

7. Konsumsi Natrium Berlebihan

Natrium paling banyak terdapat dalam garam karena 40 persen dari berat garam adalah natrium. Terdapat juga pada produk susu, air, makanan laut, daging, telur, unggas, dan ikan. Terdapat sedikit pada serealia, buah-buahan dan sayuran. Pada saat membeli jajanan anak sekolah cenderung membeli makanan yang mengandung tinggi garam, seperti makanan ringan yang rasanya asin. Berdasarkan RISKESDAS 2007 prevalensi anak usia diatas 10 tahun mengonsumsi makanan asin sebanyak 24,5 persen (Depkes, 2007).

8. Konsumsi Lemak Berlebihan

Lemak makanan terdapat pada tumbuhan dan hewan. Lemak sebagai sumber energi dan asam lemak essensial, dan membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak A, D, E, dan K. Anak sekolah menyukai makanan berlemak seperti bakso, soto, fast food, dan menurut Riskesdas 2007 prevalensi anak diatas usia 10 tahun yang mengonsumsi makanan berlemak dan jeroan adalah sebanyak 14,8 persen. Beberapa dari lemak yang harus diwaspadai adalah asam lemak jenuh, asam lemak trans, dan kolesterol (Depkes, 2007).

9. Mengonsumsi Makanan Berisiko

Anak sekolah disadari atau tidak telah mengonsumsi makanan yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan mereka, makanan berisiko tersebut adalah penyedap makanan (MSG), makanan berkafein, makanan yang diberi pengawet, dan bahan pewarna yang dilarang. Data Riskesdas 2007 menunjukkan anak usia 10 tahun keatas sebanyak 77,8 persen mengonsumsi penyedap (MSG), 36,5 persen

mengonsumsi makanan berkafein, dan 6,3 persen mengonsumsi makanan yang diawetkan (Depkes, 2007).

Dokumen terkait