• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

2.5 Perilaku Konsumtif dan Bentuk-bentuk Perilaku Konsumtif

Konsumtif adalah suatu gaya hidup atau pola hidup yang dikendalikan oleh keinginan membeli barang-barang yang tidak atau kurang dibutuhkan, selalu merasa tidak puas, bergaya hidup boros dan berlebihan dalam membeli sesuatu untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata (Yuanita, 2003). Sedangkan perilaku konsumtif adalah perilaku mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan (khususnya yang berkaitan dengan respon terhadap konsumsi barang-barang sekunder, yaitu barang-barang yang

18 tidak terlalu dibutuhkan). Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya dan sebagian besar pembelian yang dilakukan didorong keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata (Prawono, 2005).

Menurut Rosandi (2004), pasar Indonesia telah diramaikan oleh berbagai macam produk impor maupun lokal. Masuknya produk-produk bermerek dari luar negeri, seperti soft drink, fast food, pakaian, handphone, dan aneka aksesoris, ikut mendukung perilaku konsumtif. Promosi-promosi yang demikian gencar oleh para produsen melalui iklan telah merubah pola hidup orang. Oleh karena itu bentuk-bentuk perilaku konsumtif pada remaja perkotaan dapat dibagi menjadi:

1. Ketertarikan berlebih pada idola.

Banyak remaja yang berusaha meniru gaya bintang idolanya, mulai dari model rambut sampai ke model pakaian. Selain itu, kaum remaja yang mempunyai tokoh idola biasanya suka mengoleksi barang-barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya, seperti foto, poster, video, kaset/CD lagu, buku/majalah, aksesoris, stiker, atau pakaian yang bergambar tokoh idolanya. Remaja tersebut bersedia mengeluarkan banyak uang untuk membeli semua barang-barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya dalam jumlah yang banyak dan berlebihan, bahkan mereka rela menghabiskan uang dalam jumlah yang sangat banyak hanya untuk membeli satu barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya.

19 2. Berbelanja tidak sesuai dengan kebutuhan.

Kondisi lain yang semakin mendukung timbulnya perilaku konsumtif di kalangan remaja adalah semakin banyaknya mall atau pusat perbelanjaan modern dengan berbagai penawaran yang sangat menarik. Orang yang tadinya hanya berniat untuk sekedar “window shopping”, akhirnya membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhannya.

3. Kebiasaan pergi ke café.

Perilaku konsumtif masih diperkaya lagi oleh keberadaan café yang semakin menjamur kota besar khususnya Jakarta yang sedikit banyak mendorong semakin berkembangnya perilaku konsumtif. Biaya masuk atau cover chargenya saja sudah mahal, belum lagi harga minuman dan makanannya yang harganya jauh dari harga pasar. Para remaja seringkali pergi ke café untuk berkumpul bersama kelompoknya. Dengan pergi ke café, mereka merasa statusnya terangkat.

4. Membelanjakan uang berlebih pada keperluan penampilan.

Remaja wanita dapat membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. Kondisi pasar yang lebih banyak ditujukan untuk wanita dan kecenderungan wanita lebih mudah dipengaruhi mendorong wanita lebih konsumtif daripada pria. Namun, saat ini remaja pria juga berperilaku konsumtif dengan menjaga penampilannya karena dianggap dapat menarik lawan jenisnya.

20 Karakteristik Individu yang Berperilaku Konsumtif

Menurut Rosandi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik demografik

Demografi adalah data yang menggambarkan suatu populasi dalam hal ukurannya (jumlah individu dalam suatu populasi), distribusinya (berdasarkan lokasi geografis dan lokasi tinggal di perkotaan, pedesaan, atau pinggiran kota), serta strukturnya (umur, pendapatan, pendidikan). Faktor demografi mempengaruhi gaya hidup seseorang, dalam caranya memanfaatkan waktu, barang atau jasa yang dibutuhkannya maupun barang atau jasa yang dipilih untuk dikonsumsinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai pria atau wanita. Peran jenis kelamin merupakan peran determinan yang paling penting dari perilaku manusia. Selain itu pendidikan juga termasuk dalam karakteristik demografik dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin luas wawasan mereka akan produk yang digunakan.

Berdasarkan penelitian Rosandi (2004) mahasiswa pria lebih banyak menggunakan uangnya untuk membeli rokok dan memenuhi hobi-hobinya, sedangkan mahasiswa wanita lebih banyak menggunakan uangnya untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu.

b. Status Sosial

Masyarakat terbagi atas beberapa strata sosial. Strata tersebut kadang-kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan

21 dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta merek. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk status sosial. Status sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri atas sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat, memegang nilai-nilai, mempunyai minat dan menampilkan perilaku yang mirip. Penggolongan anggota masyarakat ke dalam status sosial tertentu menimbulkan ciri-ciri khusus atau suatu tindakan, sehingga status sosial merupakan bagian yang relatif homogen dalam memiliki nilai-nilai perilaku membeli karena adanya perbedaan kemampuan membeli sesuatu. Pada umumnya status sosial dibagi menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu diantaranya adalah kekayaan dan ilmu pengetahuan sehingga dalam pergaulan sehari-hari individu cenderung mengidentifikasi diri dengan golongan status sosial tertentu. Status sosial sangat berpengaruh besar terhadap lingkungan sosial tempat individu tinggal dan bersosialisasi. Setiap tingkat sosial biasanya ditandai oleh atribut-atribut tertentu, antara lain cara bicara, berpakaian dan gaya hidup. Agar dapat diterima dalam golongan sosial tertentu individu harus memperlihatkan atribut-atribut yang sesuai, keadaan seperti ini akan mendorong seseorang untuk membeli pakaian dengan mode tertentu, mengikuti gaya hidup khusus dan mengkonsumsi barang tertentu sesuai dengan keinginannya.

Perilaku konsumtif juga dipengaruhi faktor situasional seperti kondisi keuangan, waktu dan juga tempat pembelian dapat mempengaruhi perilaku membeli seseorang. Seseorang yang memiliki keuangan yang lebih cenderung akan lebih konsumtif, demikian juga dengan seseorang yang memiliki lebih

22 banyak waktu luang akan membeli lebih banyak dibandingkan yang tidak. Kenyamanan tempat pembelian juga dapat membuat seseorang betah berlama-lama untuk tinggal dan membeli lebih banyak barang disana.

Seorang remaja dapat menjadi konsumtif apabila keuangan orangtuanya atau keluarganya menengah ke atas maka hal tersebut dapat menjadi faktor penyebab perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai.

c. Gaya hidup keluarga

Keluarga merupakan suatu unit masyarakat terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan untuk membeli suatu barang atau produk. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang hidup bersama, dan keluarga besar meliputi, ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek serta orang-orang yang mempunyai ikatan saudara dengan keluarga tersebut. Dalam pasar konsumen, keluarga menjadi bagian yang paling banyak melakukan pembelian. Peranan setiap anggota dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang akan dibeli. Peran yang dilakukan oleh anggota keluarga dapat berubah-ubah, suatu saat berperan sebagai pengambil keputusan tetapi pada saat yang lain berperan sebagai perilaku pembelian. Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen. Gaya hidup seorang remaja

23 dapat dicerminkan dari kegiatan suatu keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Seorang ibu yang sering mengajak anaknya untuk makan di luar akan mempengaruhi kebiasaan seorang anak dalam bersikap.

d. Kelompok referensi/acuan

Istilah kelompok acuan (reference group) didefinisikan sebagai kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku. Kelompok referensi merupakan kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. Dengan kata lain merupakan kelompok dalam mana orang ingin menjadi anggota, atau dengan mana orang lain ingin mengidentifikasikan dirinya. Kelompok referensi juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Anggota-anggota kelompok referensi diantaranya adalah teman sebaya dan tokoh yang diidolakan, sering menjadi penyebar pengaruh dalam hal selera dan hobi, sehingga konsumen akan selalu mengawasi kelompok tersebut baik perilaku fisik maupun mental.

Shopping Mall merupakan tempat menghabiskan waktu luang yang paling disukai oleh remaja pada konteks waktu luang (Agustina, 2005). Mereka biasanya datang dengan kelompok teman sebayanya dan melakukan berbagai aktivitasnya di sana. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Santrock (2003) dimana remaja dalam tahap perkembangan sosialnya akan lebih banyak

24 menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman sebaya daripada dengan keluarga. Rasa aman yang tadinya terdapat dalam keluarga, teralihkan kepada kelompok teman sebaya yang dianggap memiliki kesamaan sikap dan perilaku. Akibatnya, mereka seringkali melakukan konformitas dengan teman-teman sebayanya dengan memakai pakaian dan aksesoris yang sama, melakukan kegiatan sama-sama, dan memiliki opini yang sama demi mendapatkan pengakuan dari kelompok teman sebayanya (Horrooks dalam Astari 2003). Dengan begitu, jika kelompok teman sebayanya menganggap Shopping Mall sesuatu yang sangat penting, maka secara otomatis ia juga akan menganggap hal itu penting bagi dirinya.

e. Keterdedahan pada media massa

Media massa dalam sejarahnya pernah memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mempengaruhi seseorang, mulai dari proses kognitif hingga menuntun perilaku kita. Tapi hal ini terjadi pada jaman perang, dimana penguasa menjadikan media massa sebagai alat propaganda untuk menakuti musuh dan menciptakan loyalitas rakyat untuk mendukung kebijakan penguasa. Model komunikasi massa yang berlaku pada saat itu adalah model linear, yaitu komunikator menyebarluaskan pesan melalui media massa, yang ditujukan pada khalayak.

Model komunikasi massa seperti ini masih berlaku hingga saat ini, hanya berbeda pada konsep karakteristik khalayak. Pada waktu itu, khalayak dianggap hanya sekumpulan orang (rakyat) yang homogen dan ‘tidak berdaya’ sehingga pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu diterima. Fenomena ini

25 kemudian melahirkan teori yang dalam ilmu komunikasi dikenal dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle).

Perkembangan industri media massa saat ini memberi masyarakat begitu pesat. Media massa sudah berkembang menjadi bagian dari kehidupan manusia dan tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi dari peristiwa yang terjadi, tetapi juga berperan sebagai media hiburan, pendidikan, sosialisasi, dan propaganda (Aprianti, 2005). Berbagai cara promosi yang dilakukan produsen adalah untuk mengubah perilaku konsumen agar mau membeli produk yang ditawarkan. Salah satu bentuk promosi yang dikenal masyarakat adalah iklan melalui media massa, yakni televisi, dan radio. Iklan melalui media non-cetak menyebarkan informasi disertai unsur persuasi yang ditujukan pada calon konsumen yang diharapkan dapat membeli produk yang ditawarkan tersebut.

Perkembangan industri media massa mengindikasikan bahwa perilaku konsumtif tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang nyata-nyata memiliki kontribusi luar biasa pada era globalisasi dan modernisasi dalam berbagai lapangan kehidupan. Cara-cara belanja secara instant melalui “Tele-Shopping” dan “E-Shop” misalnya membuat siapa saja, tanpa batasan umur, mudah untuk berbelanja, cukup dengan menelepon dari rumah atau memesan lewat internet, maka barang yang diinginkan akan langsung diantar sampai rumah.

Iklan mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan perilaku konsumtif. Iklan-iklan yang ditampilkan di media massa, baik di TV maupun di media cetak, yang menampilkan model-model yang menggunakan produk-produk terbaru yang sedang trend, misalnya handphone, pakaian, aksesoris, atau gaya

26 rambut, memicu timbulnya perilaku konsumtif pada pemirsa/pembaca yang melihat iklan tersebut sehingga ingin membeli berbagai produk yang diiklankan.

Remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang rentan terhadap pengaruh iklan tersebut. Remaja dalam memilih suatu barang atau merek menganggap bahwa produk tersebut sebagai identifikasi dirinya sendiri. Pemilihan barang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, kemudian dikeluarkan melalui simbol-simbol status yang mereka gunakan (Agustina, 2005).

Budaya konsumtif menurut Wells dalam Rosandi (2004) sering hanya merupakan akibat dari upaya perusahaan-perusahaan multinasional yang tiada hentinya memperluas pasar bagi produk-produk olahannya. Produk-produk khas perusahaan multinasional yang membanjiri kota-kota berkembang adalah produk-produk yang tidak akan memenuhi kebutuhan rakyat banyak dan juga tidak mendorong produktivitas sebagian besar rakyat. Promosi terus menerus lewat media massa dan lewat iklan yang gencar dan bertubi-tubi, membawa dampak ke tengah rakyat bukan saja secara langsung berkaitan dengan produk-produk itu sendiri melainkan juga bahwa terutama, berkaitan dengan penciptaan iklim serakah, yakni “nafsu konsumtif” yang secara terus menerus dipupuk berdasarkan standar yang terus berubah-ubah sesuai dengan standar yang berlaku di negara industri maju. Menurut Rosandi (2004), iklim tersebut dapat menimbulkan fenomena psikologi baru yang dikenal dengan fenomena homo consumens, yakni nafsu lapar dan haus yang tidak pernah terpuaskan oleh produk-produk konsumsi yang ada, karena tak henti-hentinya dipupuk, dirangsang, dan dihembus-hembus oleh iklan baru.

27 2.7 Kerangka Pemikiran

Faktor demografi juga dapat mempengaruhi keterlibatan remaja terhadap shopping mall. Karkteristik demografi terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Jenis kelamin dapat mempengaruhi keterlibatannya dengan shopping mall karena seorang wanita dianggap lebih konsumtif dibandingkan dengan remaja pria karena wanita dianggap lebih merawat dirinya, yaitu dengan menggunakan alat-alat kecantikan dan membeli baju. Pendidikan seorang remaja juga dapat mempengaruhi hal tersebut karena semakin tinggi pendidikannya, maka remaja memiliki terbuka terhadap segala sesuatu.

Kepribadian remaja masih sangat labil dan rentan terhadap berbagai pengaruh luar yang akan membentuk sikap dan pola hidupnya, terutama dalam bersikap konsumtif. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi remaja dalam berperilaku konsumtif adalah kelas sosial, dimana remaja yang memiliki uang lebih banyak cenderung berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja yang memiliki uang yang cukup. Ekonomi seorang remaja juga ditentukan oleh keluarganya karena biasanya remaja belum dapat mencari uang sendiri sehingga harus bergantung pada orang tua. Keluarga juga menjadi faktor penentu seorang remaja yang berperilaku konsumtif karena remaja dengan keluarga yang mapan akan mampu memberikan uang berlebih pada remaja. Selain itu gaya hidup sebuah keluarga dapat dilihat dari cara mereka beraktivitas sehari-hari. Keluarga yang memiliki gaya hidup shopping mall adalah keluarga yang mengandalkan mall sebagai tempat untuk mengisi waktu luangnya.

Remaja yang ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan akan berusaha untuk menjadi bagian dari lingkungannya. Oleh karena itu mereka bersikap sesuai

28 dengan norma kelompoknya. Dengan sikap penyesuaian diri (conform) dengan teman-temannya menunjukkan keinginan mereka untuk diterima sebagai bagian dari kelompok. Kebutuhan mereka untuk diterima ini menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in atau nge-trend (baju, handphone, aksesoris, makanan, gaya rambut, dan sebagainya) dan semua hal tersebut dapat dipenuhi di mall.

Remaja dapat berperilaku konsumtif karena adanya keterdedahan pada media massa (mass media exposure). Kemudahan dalam mengakses pada media massa dan iklan menarik yang tersebar dimana-mana membuat para remaja mudah terbujuk oleh produk yang ditawarkan dalam iklan sehingga remaja berperilaku konsumtif.

Salah satu indikator yang mempengaruhi remaja dalam berperilaku konsumtif adalah membelanjakan uang secara berlebihan pada kebutuhan sekunder. Remaja yang berperilaku konsumtif akan secara tidak sadar atau tidak memiliki alasan yang tepat untuk membeli suatu barang. Mereka hanya tertarik kepada barang tersebut untuk sementara. Walaupun mereka tidak membutuhkannya, remaja tetap membelinya. Hal tersebut mungkin karena mereka melihat orang lain membelinya atau menganggap barang tersebut dapat meningkatkan statusnya di hadapan orang lain.

Gaya hidup “Shopping mall” adalah gaya hidup dimana seseorang memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya hanya dari mall. Masyarakat modern di perkotaan saat ini tidak terlepas dari kehidupan yang konsumtif. Produsen dapat dengan mudah menjangkau konsumen dengan bantuan media massa dan tingkat ekonomi yang cukup tinggi di perkotaan. Perilaku konsumtif perlu diwaspadai

29 karena dapat memberikan dampak-dampak negatif, yang berupa hidup boros. Mall telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat mulai dari pakaian, makanan, alat rumah tangga, dan hiburan. Semuanya ini diperoleh di satu tempat yang kemudian disebut sebagai one stop shopping mall.

Gaya hidup shopping mall dapat diidentifikasi dengan mengukur ketiga komponen yaitu aktivitas, minat, dan opini seseorang. Aktivitas adalah bagaimana konsumen menggunakan waktu, seperti belanja di toko, atau berlibur. Intinya adalah “apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli, dan bagaimana mereka menghabiskan waktunya”. Walaupun perilaku tersebut mudah diobservasi, namun alasan dibaliknya sering menjadi subjek dari penelitian. Interest atau minat adalah derajat kesukaan terhadap sesuatu yang melibatkan perhatian yang sangat kuat terhadap hal tersebut. Dengan kata lain, hal-hal yang menjadi fokus atau prioritas dari konsumen. Sedangkan opini adalah bagaimana konsumen memandang dan merasakan suatu peristiwa atau isu-isu yang umum dan besar, seperti politik, masa depan, moral, ekonomi, dan pendidikan.

Karakteristik Individu

Gaya Hidup “Shopping Mall”

Tipologi Shoppers

Minat Kegiatan Opini

Faktor Demografi Status Sosial

Gaya Hidup Keluarga Faktor Lingkungan

Keterdedahan pada Media

Massa

30 2.8 Definisi Operasional

1. Faktor lingkungan adalah faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan.

a. Jenis sekolah adalah tipe sekolah shoppers berdasarkan status sosial ekonomi sebagian besar muridnya.

Kategori:

a. Sekolah kelas elit (skor = 1) b. Sekolah kelas menengah (skor = 2) c. Sekolah kelas bawah (skor = 3)

b. Kegiatan waktu luang adalah kegiatan yang digunakan oleh shoppers dalam mengisi waktu luangnya.

Kategori:

a. Olahraga (skor = 1) b. Belanja (skor = 2) c. Baca buku (skor = 3) d. Jalan-jalan (skor = 4) e. Hang-out (skor = 5)

f. Main ke rumah teman (skor = 6)

g. Main computer games, playstation, dan sejenisnya (skor = 7) h. Lainnya (skor = 8)

2. Status sosial adalah status ekonomi shoppers yang diukur berdasarkan pekerjaan orangtua dan alat transportasi ke sekolah.

a. Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua shoppers.

31 Kategori:

a. Karyawan Negeri (skor = 1) b. Karyawan Swasta (skor = 2) c. Wiraswasta (skor = 3) d. Tidak bekerja (skor = 4)

b. Alat transportasi ke sekolah adalah kendaraan yang digunakan untuk pergi ke sekolah.

Kategori:

a. Tidak berkendaraan (skor = 1) b. Sepeda (skor = 2)

c. Sepeda motor (skor = 3) d. Angkutan umum (skor = 4) e. Mobil pribadi (skor = 5)

3. Faktor demografi adalah keadaaan yang mencirikan keadaan seseorang yang berkaitan langsung dengan diri individu yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan pendidikan.

a. Umur adalah umur shoppers dihitung berdasarkan tahun kelahiran. Kategori:

- 11 – 14 tahun (skor = 1) - 15 – 18 tahun (skor = 2) - 19 – 22 tahun (skor = 3)

32 b. Jenis kelamin dibagi menjadi laki-laki dan perempuan.

Kategori:

- Laki-laki (skor = 1) - Perempuan (skor = 2)

c. Pendidikan adalah pendidikan terakhir individu saat ini. Kategori:

- SMP (skor = 1) - SMA (skor = 2)

- Perguruan Tinggi (skor = 3)

4. Gaya hidup keluarga adalah pola perilaku umum dalam konsumsi dan rekreasi yang dilakukan oleh keluarga.

a. Tempat berbelanja adalah tempat keluarga shoppers umumnya memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (makanan, pakaian, kebutuhan sekolah, dan lain-lain)

- Berbelanja di Mall (skor = 1) - Berbelanja di pasar (skor = 2) - Lainnya (skor = 3)

b. Kegiatan waktu luang adalah kegiatan yang digunakan oleh keluarga dalam mengisi waktu luangnya seperti weekend, libur, dan hari tertentu.

Kategori:

- Pergi ke mall (skor = 1)

- Pergi ke tempat hiburan (skor = 2) - Pergi ke restoran (skor = 3)

33 - Pergi ke pusat perbelanjaan (skor = 4)

- Jalan-jalan keluar negeri (skor = 5) - Lainnya (skor = 6)

c. Jenis pengeluaran terbesar keluarga untuk pembayaran barang atau aktivitas tertentu.

- Biaya pendidikan (skor = 1) - Makan atau minum (skor = 2) - Rekreasi atau hiburan (skor = 3)

- Pakaian dan perlengkapannya (skor = 4) - Alat elektronik (skor = 5)

- Lainnya (skor = 6)

d. Alat pembayaran adalah uang atau semua jenis mekanisme pembayaran lainnya yang berfungsi menggantikan uang.

- Tunai (skor = 1) - Debit (skor = 2) - Credit card (skor = 3) - Flash card (skor = 4) - Lainnya (skor = 5)

5. Keterdedahan pada media massa adalah diukur melalui frekuensi dan jenis media massa yang dimanfaatkan.

Kategori:

a. Jenis media massa:

34 - Media elektronik (televisi, radio, internet) (skor = 2)

b. Media cetak dibagi menjadi: - Majalah (skor = 1) - Koran (skor = 2) - Brosur (skor = 3) - Pamflet (skor = 4) - Spanduk (skor = 5) - Lainnya (skor = 6)

c. Frekuensi memanfaatkan media cetak: - Tidak Pernah (skor = 1)

- Jarang (skor = 2) - Sering (skor = 3)

d. Media elektronik dibagi menjadi: - Televisi (skor = 1)

- Radio (skor = 2) - Internet (skor = 3) - Lainnya (skor = 4)

e. Frekuensi memanfaatkan media elektronik: - <1 jam per hari (skor = 1)

- 1-3 jam per hari (skor = 2) - 3-5 jam per hari (skor = 3) - >5 jam per hari (skor = 4)

35 6. Gaya hidup “shopping mall” adalah kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan bersama teman-temannya, minat-minat apa saja yang mereka miliki, dan bagaimana opini mereka tentang hal yang berlangsung di dalam mall. Tinggi atau rendahnya gaya hidup shoppers dalam hal ini ditunjukkan dengan akumulasi skor skala frekuensi yang terdiri dari pertanyaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan berbagai indikator gaya hidup.

Kategori:

a. Kegiatan adalah berbagai aktivitas yang berkaitan dengan hiburan (beginner) di dalam mall.

 Jenis kegiatan yang dilakukan di dalam mall. - Olahraga (skor = 1)

- Main game (skor = 2) - Nonton bioskop (skor = 3) - Nyalon (skor = 4)

- Makan (skor = 5) - Hang-out (skor = 6)

- Window shopping (skor = 7) - Shopping (skor = 8)

- Lainnya (skor = 9)

 Frekuensi mengunjungi mall dalam satu bulan. - < 3 kali (skor = 1)

- 3 – 5 kali (skor = 2) - 6 – 8 kali (skor = 3)

36 - 9 – 11 kali (skor = 4)

- > 11 kali (skor = 5)

 waktu yang dihabiskan di dalam mall. - < 1 jam (skor = 1)

- 1 – 2 jam (skor = 2) - 2 – 3 jam (skor = 3) - 3 – 4 jam (skor = 4) - > 4 jam (skor = 5)

 Jumlah uang yang dibelanjakan adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh shoppers per bulan.

- < Rp. 50.000 (skor = 1) - Rp.50.000 – Rp.100.000 (skor = 2)

Dokumen terkait