• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Perilaku Lansia Terhadap Makanan Sehat

Pengertian perilaku menurut Notoatmodjo (1993) dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (pendapat, berfikir, bersikap dsb) untuk memberikan respon terhadap situasi di luar subjek tersebut, dimana respon tersebut dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan).

Perilaku menurut Mantra (1994) adalah merupakan respon (tanggapan) individu terhadap stimulasi (rangsangan) baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dan dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

1. Perilaku ideal

Merupakan perilaku yang dapat diamati yang menurut para ahli perlu dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah.

2. Perilaku pada saat ini

Merupakan perilaku yang dilaksanakan saat ini yang diidentifikasi melalui observasi dan wawancara dilapangan, kemudian dianalisis, dan dikaitkan dengan perilaku ideal serta dicari jawaban mengapa mereka berperilaku seperti itu pada saat ini.

3. Perilaku yang diharapkan

Merupakan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan oleh sasaran atu sering disebut sebagai behavior yang akan dituju dalam pelaksanaan suatu program.

Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan lansia meliputi konsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku gizi lansia adalah cara seseorang berfikir, berpengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan memilih makanan. Jika keadaan ini terus-menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi kepuasan makan (Khumaidi, 1997).

Dari hasil penelitian Nainggolan (1997), diketahui bahwa dari 54 lansia, 6 orang lansia (11,2%) telah mengonsumsi energi ≥100% KGA, 12 orang (22,2%) mengonsumsi energi <80% KGA, dan sebanyak 36 orang (66,6%) yang mengonsumsi energi <80 % KGA.

Menurut penelitian yang dilakukan Utami (2002) dari 88 lansia di pedesaan 23 orang (26,1%) yang mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dengan frekuensi sering, yang mengonsumsi protein hewani sangat jarang hanya 34 orang (38,6%), yang mengonsumsi sayuran kategori jarang dan kadang-kadang 27 orang (30,7%), yang mengonsumsi buah-buahan dengan kategori jarang dan kadang kadang 82 orang (92,7%).

Menurut penelitian Dina (2008) dari 54 lansia diketahui 26 orang (48,1%) yang mempunyai susunan makanan yang baik, dan 24 orang (44,4%) yang kurang baik. Jumlah usia lanjut yang mengonsumsi jenis bahan makanan pokok lainnya seperti roti dengan frekuensi makan 4-6x/minggu sebanyak 24 orang (44,4%), mie dan umbi- umbian dengan frekuensi makan 1-3x/minggu sebanyak 22 orang (40,7%) dan 25 orang (46,3%).

2.7.1 Pengetahuan Lansia Terhadap Makanan Sehat

Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993).

Selanjutnya perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan atau perilaku yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui apa tujuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan.

Salah satu timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi. Solusi dapat dilakukan melalui suatu proses belajar mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan bagaimana zat gizi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan.

Seseorang yang didasari dengan pengetahuan gizi yang baik akan memperhatikan keadaan gizi setiap makanan yang dikonsumsinya, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh atau sering disebut gizi seimbang.

Hal-hal yang menujukkan tentang pentingnya pengetahuan yang didasarkan pada kenyataan yaitu :

1. Status gizi yang baik sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan pertambahan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi keseimbangan gizi.

Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya pengetahuan lansia menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan sekalipun didaerah tempat tingggalnya banyak tersedia bahan makanan (sayur dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

Pengetahuan tentang gizi, sebaiknya lansia mendapat bimbingan dan pengawasan dari orang yang lebih mengerti tentang masalah tersebut, sehingga lansia semakin tau dan mengerti tentang gizi dan dapat melaksanakannya dengan baik. Pengetahuan lansia tentang gizi yang baik akan mendukung konsumsi makanan yang baik juga sehingga terjadi gizi seimbang untuk mengoptimalkan derajat kesehatan.

2.7.2 Sikap Lansia Tehadap Makanan Sehat

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap hanyalah suatu

kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk mengingini atau tidak objek tersebut.

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang setuju (mendekat) atau tidak setuju (menjauhi) suatu hal. Tetapi ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (1993) disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap diikuti atau tdak diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

Banyak sekali penemuan para ahli yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat. Unsur- unsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaan makan penduduk yang kadang- kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 1985).

Sikap gizi adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatan. Kesenangan seseorang akan makan didasarkan pada dasar psikologi dan budaya yang berbeda. Selain itu, ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan akan mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tersebut misalnya dari segi rasa, warna, bau, suhu, penampilan dan tekstur makanan.

Dokumen terkait