• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Malaria

2.1.4 Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata (konkret).

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan mahluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yantg berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron

memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005)

Perilaku mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat. Berdasarkan analisis Blum (1956) dalam konteks kesehatan, maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari faktor lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat itu sendiri. Secara keseluruhan keempat faktor tersebut mempunyai derajat atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Disimpulkan bahwa faktor perilaku masyarakat mempunyai peran yang sangat besar terhadap peningkatan kesehatan setelah pengaruh faktor lingkungan.

Green (1980) menganalisis perilaku manusia dalam hal kesehatan. Dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan (environment). Yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seseorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu :

a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan.

b. Enabling factor (faktor pemungkin), faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya tempat pembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat, ketersediaan kondom/kemudahan mendapatkan kondom, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, dokter paktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

c. Reinforcing factor (faktor penguat), faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang- undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Ada beberapa ahli menyatakan pengertian perilaku, diantaranya Blum (1956) berpendapat bahwa ada tiga masalah perilaku, yakni cognitif, afektif dan psikomotor. Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa perilaku itu dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan responsi terhadap situasi di luar subjek.

Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk operasional yaitu:

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau rangsangan dari luar

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak

sendiri perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

b. Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bahagian besar, antara lain sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Menurut Blum (1956), perilaku sangat luas dan kompleks dan dapat dibagi menjadi tiga domain atau ranah yaitu : cognitive, affective dan psychomotor. Dalam perkembangannya, teori Blum ini dimodifikasikan untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi : Knowledge (Pengetahuan), Attitude ( Sikap) dan Practice (Tindakan) atau disingkat KAP.

1. Knowledge (Pengetahuan).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba).

Menurut Rogers (1974) sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sbb:

a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya stimulus.

b. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, menimbang-nimbang/ mengevaluasi baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.

d. Trial, mencoba perilaku baru

e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Rogers (1974) juga menyimpulkan bahwa proses adopsi baru akan relatif lebih langgeng jika didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif.

2. Attitude ( Sikap)

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).

Tingkatan sikap adalah :

a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (object)

b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/ mendiskusikan sesuatu masalah.

d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.

Menurut Allport (1954) yang dikutip Azwar (1995), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek c. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

3. Practice (Tindakan)

Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu :

a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil.

b. Guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mechanism (mekanisme), telah terjadi mekanisme dan melakukan sesuatu secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan.

d. Adoption (adopsi), tindakan yang sudah berkembang dengan baik

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana

fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:

1. Latar Belakang

Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

2. Kepercayaan dan Kesiapan Mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

3. Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya

latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

4. Faktor Pencetus

Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit kulit.

5. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru (inovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah, karena menyangkut suatu proses yang terjadi dalam diri individu itu sendiri maupun dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.

Menurut Notoatmodjo (2005), ada berbagai macam perubahan perilaku masyarakat yaitu:

a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh kejadian yang alamiah

b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan itu terjadi karena memang direncanakan sendiri

c. Kesediaan untuk Berubah (readiness to change): Sebahagian orang sangat cepat untuk menerima sesuatu perubahan, tetapi sebahagian orang lagi sangat lambat untuk menerima sesuatu perubahan.

e. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (Health behavior) adalah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.

Menurut Sarwono (1997), masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalamannya atau informasi yang diperolehnya dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan, pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana kesehatan tersebut, sehingga mereka akan memutuskan untuk tidak menggunakan pelayanan yang tersedia berdasarkan pengalaman yang pernah diperoleh dari pelayanan tersebut.

Menurut Tjiptoherijanto dan Soestyo (1994), pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Bila berbicara kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya semua dari kita akan menjawab bila merasa adanya gangguan pada kesehatan (sakit). Kita tidak pernah akan tahu kapan sakit dan tidak seorangpun dapat menjawab dengan pasti. Hal ini memberi

informasi bahwa kita selaku konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan pada masalah ketidakpastian.

Hubungan antara keinginan sehat dan permintaan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplek. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli. kesehatan masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto dan Soestyo, 1994).

Barbara Gallation Andersen (1986) mengemukakan 7 (tujuh) kategori penggunaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Demografi, variabel yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan dan besarnya keluarga yang digunakan sebagai alasan mutlak untuk indikator fisiologis yang berbeda dan juga siklus hidup dan asumsi bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyaknya berhubungan dengan variabel tersebut.

2. Struktur sosial, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial tertentu akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara tertentu pula.

3. Sosial psikologis, variabel yang digunakan merupakan ukuran sikap dan keyakinan individu.

digunakan untuk mengukur kemampuan bayar individu atau keluarga untuk pelayanan kesehatan mereka.

5. Sumber daya manusia, variabel yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan ketercapaian pelayanan kesehatan serta sumber masing-masing dalam masyarakat.

6. Organisasi, hal ini mencerminkan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan tersebut.

7. Sistem Kesehatan, model ini mengintegrasikan keenam hal diatas menjadi satu yang sempurna.

Menurut Lapau (1997) kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas kebutuhan yang tidak dirasakan dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan (Perceived need dan Evaluated need) yang dirasakan membuat individu mengambil kebutuhan untuk mencari pelayanan kesehatan atau tidak terhadap pelayanan kesehatan adalah merupakan penggunaan dari pelayanan kesehatan

Dokumen terkait