Oleh
AFRIDAH 067012031/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AFRIDAH 067012031/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR
Nama Mahasiswa : Afridah Nomor Pokok : 067012031
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD) (Drs. Zulkifli Lubis, MA) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 13 Pebruari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD Anggota : 1. Drs. Zulkifli Lubis, MA
PERNYATAAN
PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN ROKAN HILIR
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Pebruari 2009
Afridah
ABSTRAK
Malaria adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terdapat di seluruh dunia terutama pada negara-negara berkembang. Perbedaan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi, sosial budaya (etnis) menyebabkan penyebaran malaria yang berbeda-beda. Penyakit malaria di Propinsi Riau khususnya Kabupaten Rokan Hilir masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di mana tahun 2004 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh perilaku penderita meliputi pengetahuan, sikap terhadap tindakan dan tindakan terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria di 4 (empat) kecamatan yaitu Bangko, Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri dan Sinaboi sebanyak 4.152 orang dengan teknik random sampling berjumlah 110 orang, data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan regresi ganda pada =0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden secara umum masih rendah (52,7%) berpengetahuan buruk, (51,8%) bersikap buruk dan (73,6%) tindakan kategori sedang terhadap pencegahan penyakit malaria. Berdasarkan hasil uji statistik pengetahuan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria (p=0,000), sikap berpengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria (p=0,000), dan tindakan berpengaruh terhadap angka kesakitan malaria (p=0,009).
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir dan Instansi terkait, agar meningkatkan kegiatan penyuluhan baik dalam kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat, tentang pencegahan penyakit malaria sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria sehingga angka kesakitan malaria dapat diminimalisasi. Kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir agar melakukan program modifikasi lingkungan seperti pembuatan drainase untuk mengalirkan air yang tergenang didaerah rawa ke laut
Kata kunci : Perilaku masyarakat, Angka Kesakitan dan Malaria.
ABSTRACT
Malaria is a disease which is caused by parasite and is still become a public health problem which is found in a whole world, especially in developing countries. The different conditions of geographical environment, social economy, and social culture (ethnic) make the differences in spreading of malaria. The disease of malaria in the Province of Riau, especially in Rokan Hilir District still becomes a public health problem where in 2004 there was an outbrake.
The purpose of this research which used explanatory survey is to analyze the influence of patient’s behaviour on the Malaria cases in the Rokan Hilir District. The population were determined proportionally from 4 (four) sub-districts as the research locations, they are Bangko, Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri, and Sinaboi. The samples for this study were 110 malaria’s patients. The data were analyzed through multiple regression test.
The result of the multiple regression test shows that the knowledge of respondents 52.7% in bad category; the attitude 51.8% in bad category; and the behaviour 73.6% in middle category towards the malaria prevention. Based on the statistic test, the variables which have the influence on malaria’s patients behaviour are knowledge (p=0.000) and attitude (p=0,000). The malaria’s patients behaviour has influence on the malaria cases (p=0.009).
It is suggested to the Rokan Hilir District of Health and related institutions to increase the extension about malaria disease preventioneither in quality or quantity to the community , in order to minimize the cases of malaria. It is also suggested to Rokan Hilir District Government to modify environmental program such as cleaning the drainage to flow the stagnated water in the swamp area to the sea.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul "Pengaruh Perilaku Penderita Terhadap Angka Kesakitan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir".
Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan serta cinta kasih, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan
Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan
waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, MSi dan Nurman Ahmad, S.Sos, MSoc.Sc sebagai
Dosen Penguji Tesis yang telah memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan
penelitian ini.
Bapak Bupati Kabupaten Rokan Hilir yang telah berkenan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan
izin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Dr.HM. Junaidi Saleh, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Rokan Hilir yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan.
Keluarga besar jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, yang telah
memberikan motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Ibunda
Hj. Komariah dan Ayahanda H. Anwar Harun yang telah memberikan dukungan baik
Teristimewa buat suami tersayang dan anak-anakku, yang penuh pengertian,
kesabaran, pengorbanan dan do'a serta rasa cinta yang dalam setia menunggu,
memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini
tepat waktu.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Pebruari 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Afridah, lahir pada tanggal 22 April 1974 di Panipahan, anak ketiga dari
tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Anwar Harun dan Ibunda Hj.Komariah.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri 004 Panipahan selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di
YP.Kartini Panipahan selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di YP.Kesatria
Medan selesai Tahun 1992, Akademi Keperawatan Depkes RI Medan selesai tahun
1995, S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan
selesai tahun 2003.
Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1997 di RSUP
H.Adam Malik Medan sampai Tahun 2001, dan tahun 2001 s/d sekarang bekerja di
Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir.
Pada tanggal 11 Mei tahun 1996, penulis menikah dengan saudara Firdaus
Auzar, SE anak ke delapan dari delapan bersaudara, yaitu anak dari Alm. Bapak
Auzar Hamzah dengan Ibu Hj. Syarifah Lubis, dan penulis dikaruniai tiga orang anak,
yaitu satu putra dan dua putri.
Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Hipotesis Penelitian... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Penyakit Malaria ... 10
2.1.1. Faktor Host... 11
2.1.2. Faktor Agent... 16
2.1.3. Faktor Environment... 16
2.1.4 Perilaku ... 18
2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)... 29
2.3. Konsep Sehat-Sakit ... 32
2.4. Landasan Teori ... 33
2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 35
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Jenis Penelitian... 36
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 36
3.3. Populasi dan Sampel ... 36
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38
3.6. Metode Pengukuran ... 40
3.7. Metode Analisis Data ... 43
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 44
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 44
4.2. Karakteristik Responden ... 46
4.3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria ... 48
4.4. Sikap Responden tentang Penyakit Malaria... 54
4.5. Tindakan Pencegahan Malaria ... 60
4.6. Angka Kesakitan Malaria... 63
4.7. Hasil Uji Regresi Berganda... 65
BAB 5 PEMBAHASAN... 67
5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tindakan ... 67
5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Tindakan ... 69
5.3. Pengaruh Tindakan Terhadap Angka Kesakitan Malaria ... 71
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 73
6.1.Kesimpulan ... 73
6.2.Saran... 74
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah Penderita Malaria menurut Jenis Kelamin pada 4 Kecamatan
Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2007... 7
1.2. Jumlah Penderita Malaria menurut Kelompok Umur pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2007... 8
3.1. Jumlah Penderita Malaria sebagai Sampel di Kabupaten Rokan Hilir... 38
3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 42
4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir ... 45
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kabupaten Rokan Hilir ... 46
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Rokan Hilir... 47
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir ... 47
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Rokan Hilir .. 47
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kabupaten Rokan Hilir ... 48
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 49
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Penularan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 49
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Perindukan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir 50 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Obat untuk Menyembuhkan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 50
4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Mencegah Gigitan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 51
4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk Malaria Suka Beristirahat di Kabupaten Rokan Hilir ... 52
4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Waktu Nyamuk Malaria Aktif Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir ... 52
4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Nyamuk Malaria Sering Menggigit di Kabupaten Rokan Hilir ... 53
4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Jenis Ikan Pemakan Jentik Nyamuk di Kabupaten Rokan Hilir ... 53
4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 54
4.18. Distribusi responden berdasarkan Sikap dalam Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 55
4.19. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Segera Memeriksakan Kesehatan bila Merasakan Gejala Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 55
4.20. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Penyakit Malaria dapat Dicegah dengan Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekitar di Kabupaten Rokan Hilir ... 56
4.21. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Melakukan Tindakan Pencegahan untuk Menghindarkan Penyakit Malaria lebih baik daripada Mengobati Setelah Sakit di Kabupaten Rokan Hilir ... 56
4.22. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Adanya Genangan Air Meningkatkan Risiko Terjadinya Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 57
4.23. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Penderita Malaria Harus Mendapatkan Pengobatan Malaria dari Tenaga Kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir ... 57
4.25. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Melakukan Penyemprotan apabila di Lingkungan Tempat Tinggal ada Penderita Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 58
4.26. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Menghilangkan Jentik Nyamuk dengan Penyemprotan Merupakan salah satu Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 59
4.27. Distribusi responden berdasarkan Sikap tentang Ikut Serta dalam Penyuluhan tentang Penyakit Malaria dapat Menambah Pengetahuan tentang Pencegahan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 59
4.28. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 60
4.29. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Pencegahan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir... 61
4.30. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Pencegahan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 62
4.31. Distribusi Responden Berdasarkan Angka Kesakitan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 63
4.32. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Angka Kesakitan Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 63
4.33. Tabel Silang (Cross Tab) Pengetahuan, Sikap dengan Tindakan serta Tindakan dengan Angka Kesakitan di Kabupaten Rokan Hilir ... 64
4.34. Hasil Uji Regresi Ganda Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Malaria di Kabupaten Rokan Hilir ... 65
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 78
2. Uji validitas dan reliabilitas ... 82
3. Hasil Tabulasi Silang ... 86
4. Hasil Uji Regresi... 87
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan masih
menjadi masalah kesehatan masayarakat yang terdapat di seluruh dunia terutama pada
negara-negara berkembang. Penyebarannya secara endemis dijumpai yakni antara
garis bujur 60° LU dan 40° LS meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub
tropis, dengan penduduk berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau
41 % dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta
dan mengakibatkan 1,5 sampai 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Sub-Suhara
(Gunawan, 2000).
Berdasarkan data WHO yang dikutip Harijanto (2000) sebanyak 80 % kasus
dijumpai di Afrika dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria pada
wilayah setempat. Perbedaan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi, sosial
budaya (etnis) merupakan salah satu penyebab penyebaran penyakit malaria yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi tersebut diatas..
Berdasarkan kasus diatas diperlukan pendekatan baru dalam pemberantasan
malaria seperti upaya kemitraan global yang dikenal dengan Roll Back Malaria
(RBM) dimana badan kesehatan dunia (WHO) selain memimpin prakarsa juga
mengurangi penderita malaria sebanyak 50 % pada tahun 2010 melalui pendekatan
partnership (Laihad, 2005).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (Depkes RI, 2007), di Indonesia
malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka kematian
bayi, anak dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja.
Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama di kawasan timur. Menurut
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal
di daerah endemis malaria dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal pada daerah
endemis malaria sedang sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis. Walaupun
upaya penanggulangan malaria sejak lama dilaksanakan, namun dalam beberapa
tahun terakhir terutama sejak krisis ekonomi 1997 daerah endemis malaria bertambah
luas, bahkan menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada daerah-daerah yang
telah berhasil menanggulangi malaria. Pada tahun 2003 malaria telah tersebar di
6.053 desa pada 226 kabupaten di 30 provinsi (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan data profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman Depkes RI tahun 2003, Annual Parasic Incidence (API)
0,62 per 1000 penduduk tahun 2001 turun menjadi 0,42 per 1000 penduduk tahun
2002. Daerah luar Jawa dan Bali Annual Malaria Incidence (AMI) 22,27 per 1000
penduduk tahun 2001 (Depkes,RI.2003). Sementara itu target Nasional Indonesia
sehat 2010 di harapkan menjadi hanya 5 per 1000 penduduk (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan kasus diatas dan diperberat dengan semakin luasnya daerah yang
juga sulfadoksin-pyremethamin yang lebih dikenal dengan fansidar. Untuk mengatasi
hal itu, Depkes sejak tahun lalu telah mengimpor obat malaria dari China yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa kombinasi derivate artenrisinin seperti
kombinasi antara artesunat dan amodiaquin tablet untuk pengobatan malaria berat.
Obat ini terbukti efektif dan efisien untuk penanggulangan malaria di China dan
Vietnam. Pengobatan malaria dengan kombinasi derivate artemisinin ini telah
diujicobakan di beberapa wilayah yang resisten klorokuin dan juga efektif dan efisien
dalam penanggulangan penyakit malaria (Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, 2003).
Penyakit malaria di Propinsi Riau masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Secara historis terdapat daerah endemis malaria misalnya Pelalawan,
Rokan Hilir, Kuantan Singingi, Siak dan Kampar. Di Kabupaten Rokan Hilir pada
tahun 2004 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menimbulkan kematian
satu orang akibat penyakit malaria. Selama tahun 2005 kasus malaria klinis sebanyak
32.644 kasus dengan Annual Malaria Incidence (AMI) di Propinsi Riau berkisar
antara 0,32 - 13.92 per 1000 penduduk. AMI terendah di Kota Pekanbaru yaitu 0,28
per 1000 penduduk dan AMI tertinggi di Kabupaten Pelalawan yaitu 22,05 per 1000
penduduk. Dari data diatas menggambarkan, bahwa mayoritas kab/kota di Propinsi
Riau berada dalam stratifikasi Low Incidence Area (LIA < 50 per 1000 penduduk)
(Profil Dinkes Propinsi, 2005).
Kabupaten Rokan Hilir terletak di Propinsi Riau, mempunyai luas wilayah
± 8.881.59 Km2, terletak di pesisir Timur Sumatera dan berhadapan dengan Selat
wilayah Kecamatan, dengan jumlah penduduk 459.391 jiwa (Profil Kesehatan
Kabupaten Rokan Hilir, 2006).
Penyakit malaria merupakan penyakit menular utama yang menyebabkan
masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir dari dahulu sampai
sekarang. Sebagian besar wilayah Rokan Hilir terdiri dari dataran rendah dan rawa
-rawa, terutama di sepanjang Sungai Rokan hingga ke muara.
Gambaran penderita malaria di Kabupaten Rokan Hilir per kecamatan
menunjukkan jumlah penderita klinis paling tinggi selama 2 tahun terakhir
(2005-2006), yaitu peningkatan AMI sebesar 1,8 per 1.000 penduduk yaitu dari 35,5 per
1000 penduduk menjadi 37,3 per 1000 penduduk (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan
Hilir, 2006)
Berbagai program telah dilakukan Sub Din P2PL Dinas Kesehatan Rokan
Hilir sebagai upaya penurunan kejadian malaria seperti penyemprotan rumah
penduduk di daerah endemis (lavarciding), pembagian kelambu yang sudah dicelup
dengan zat insektiside, kontrol larva atau jentik,dan penyuluhan secara berkala. Hasil
pelaksanaan program ini belum tercapai sepenuhnya seperti yang diharapkan hal ini
terlihat dari tingginya angka penyakit malaria (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan
Hilir, 2007).
Khususnya penyakit malaria di daerah ini belum dapat ditangani sepenuhnya
oleh sebab itu diperlukan penanganan yang terintegrasi (lintas sektoral) untuk
penanggulangan penyakit malaria. Derajat kesehatan masyarakat menurut teori Blum
lingkungan, sistem pelayanan kesehatan dan faktor biologis manusia. Menurut
Notoatmodjo (2005) perilaku dipandang dari segi biologis adalah kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Konsep perilaku menurut Green (1990)
adalah bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: faktor predisposisi,
faktor pendukung dan faktor pendorong. Ketiga faktor tersebut erat hubungannya
dengan keadaan geografis Kabupaten Rokan Hilir yang berawa-rawa dan berhutan
bakau (mangrove) sehingga menjadi habitat perindukan nyamuk Anoppheles sp
penyebab penyakit malaria.
Sesuai dengan penelitian Hidayat (2001) bahwa fenomena penyebaran malaria
diikuti dengan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi dan sosial budaya (etnis)
di wilayah tertentu dimana lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan manusia
dan nyamuk berada pada satu wilayah yang memungkinkan terjadinya transmisi
malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,
lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
Penelitian Dasril (2005) menyatakan bahwa ada hubungan perilaku
masyarakat terhadap angka kejadian malaria. Rumah yang mempunyai ventilasi tetapi
tidak memakai kawat kasa memiliki resiko terkena malaria sebesar 5,2 kali
dibandingkan dengan rumah yang berventilasi dengan kawat kasa. Tindakan
pencegahan penyakit malaria berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang
penyakit malaria serta sikap masyarakat terhadap pentingnya dilakukan upaya
pencegahan gigitan nyamuk penyebab malaria. Selanjutnya diketahui bahwa
resiko sebesar 3,2 kali untuk terkena malaria dibandingkan dengan orang yang
menggunakannya jika keluar rumah pada malam hari.
Menurut Achmadi (2003) kelemahan dalam program penanggulangan
penyakit malaria diakibatkan karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta
perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara berkesinambungan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit malaria,
khususnya petugas lapangan adalah lemahnya pengawasan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan malaria, padahal sebagian besar program tersebut sangat
membutuhkan pengawasan yang baik.
Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu daerah endemis malaria dengan
jumlah kasus malaria klinis terbanyak diantara kabupaten endemis malaria yang ada
di Propinsi Riau. Dari 13 kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir terdapat 4 kecamatan
yang endemis malaria, yaitu: Kecamatan Sinaboi, Bangko, Bangko Pusako, Rantau
Panjang Kiri dengan gambaran topografi terdiri dari daratan, di pinggir laut banyak
terdapat pohon bakau, persawahan, perkebunan dan air sungai yang payau. Keadaan
topografis seperti ini secara entomologi telah mengakibatkan luasnya tempat
perkembangbiakan vector malaria atau nyamuk anoples.
Penduduk Kabupaten Rokan Hilir mayoritas mempunyai perilaku yang
mendukung terhadap terjadinya penyakit malaria (man-made malaria), misalnya
perilaku mengobrol dan minum kopi di kedai kopi dari pagi sampai malam hari.
Karena daerah pinggir laut, pada malam hari panas mereka akan membuka baju. Hal
Data jumlah penyakit malaria di Kabupaten Rokan Hilir, khususnya di
4 (empat) kecamatan yang endemis berdasarkan data tahun 2007, di Kecamatan
Sinaboi sebanyak 527 penderita atau AMI sebesar 50,01 per 1000 penduduk,
Kecamatan Bangko sebanyak 3.190 penderita atau AMI sebesar 38,99 per 1.000
penduduk, Kecamatan Rantau Panjang Kiri sebanyak 2.252 penderita atau AMI
sebesar 39,60 per 1.000 penduduk, dan Kecamatan Bangko Pusako sebanyak 295
penderita atau AMI sebesar 22,99 per 1.000 penduduk. Secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jumlah Penderita Malaria menurut Jenis Kelamin pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun
2007
Penderita Malaria Menurut Jenis Kelamin
Pria Wanita No Kecamatan
Jlh % Jlh %
1 Sinaboi 309 58,63 218 41.37
2 Bangko 1.674 52.47 1.516 47.53
3 Rantau Panjang Kiri 1.222 54.25 1.030 45.75
4 Bangko Pusako 159 53.79 136 46.21
Jumlah 3.364 53.70 2.900 46.30
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2008
Berdasarkan Tabel 1.1 diatas diketahui bahwa persentase penderita malaria di
setiap kecamatan yang endemis malaria di Kabupaten Rokan Hilir yang paling besar
Tabel 1.2. Jumlah Penderita Malaria menurut Kelompok Umur pada 4 Kecamatan Endemis Malaria di Kabupaten Rokan Hilir tahun
2007
Penderita Malaria Menurut Umur (Tahun) No Kecamatan Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, 2008
Berdasarkan Tabel 1.2 diatas diketahui bahwa persentase penderita malaria di
Kecamatan Sinaboi yang paling besar adalah pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu
sebanyak 1.438 orang dari 3.190 orang.
Pekerjaan penduduk di Kabupaten Rokan Hilir umumnya adalah nelayan dan
petani, yaitu sekitar 35% nelayan dan 45% petani. Dengan persentase penduduk yang
bekerja sebagai petani dan nelayan merupakan indikator yang menunjukkan
persentase penderita malaria juga pada penduduk yang pekerjaannya nelayan dan
petani.
Tingkat pendidikan penderita umumnya adalah yang berpendidikan rendah
(SD dan tidak sekolah), yaitu sebesar 60%, hal ini menunjukkan penduduk yang
berpendidikan rendah kurang memahami perilaku yang dapat menyebabkan
1.2. Permasalahan
Kasus malaria di Kabupaten Rokan Hilir masih cukup tinggi dan menjadi
masalah kesehatan masyarakat, hal ini diduga terkait dengan faktor perilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itu dalam penelitian ini dikaji bagaimana pengaruh
pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan serta tindakan penderita terhadap
angka kesakitan malaria”.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan serta tindakan
penderita terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh yang positif dan signifikan pengetahuan dan sikap penderita
terhadap tindakan pencegahan penyakit malaria serta ada pengaruh tindakan penderita
terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan:
1. Bagi pemerintah kabupaten dapat menjadi masukan dalam pengambilan
kebijakan kesehatan khususnya penganggulangan penyakit malaria.
2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman serta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Malaria
Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium,
yang dalam salah satu tahap perkembangbiakannya akan memasuki dan
menghancurkan sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit
ini adalah nyamuk Anopheles.
Masa inkubasi penyakit malaria dapat beberapa hari sampai beberapa bulan,
setelah masa tunas, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan menggigil
selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing, mual.
Penghancuran sel-sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan
limpa membesar, sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat
menyebabkan kerusakan pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai
darah (Sudradjat, 2000).
Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria diklasifikasikan atas 4 (empat)
bentuk manifestasi berdasarkan penyebabnya yaitu:
a. Malaria tertiana, disebabkan oleh plasmodium vivax, demam muncul setiap
hari ketiga.
b. Malaria quartana, disebabkan oleh plasmodium malariae, demam setiap hari
c. Malaria serebral, disebabkan oleh plasmodium falciparum, demam tidak
teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma dan kematian yang mendadak.
d. Malaria pemisiosa, disebabkan oleh plasmodium vivax, gejala dapat timbul
sangat mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.
Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini
diantaranya disebabkan oleh meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat anti
malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan
vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin
malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh
karena adanya variasi antigenik antar plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat
merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik di
Indonesia, perlu dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium
falciparum dari beberapa daerah endemik di Indonesia (Ditjen PPM & PLP, 2004).
Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host, agent, dan
environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga
berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria.
2.1.1. Faktor Host
Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia)
dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu
a. Host Intermediate
Menurut Pribadi (2004), pada dasamya setiap orang dapat terinfeksi oleh
agen biologis (Plasmodium), tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat
mempengaruhi kerentanan Host terhadap Agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras,
riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat
immunitas.
(1) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria.
(2) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti
anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature
dan kematian janin intrauterine.
(3) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang Negro di Afrika
Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressw (-) tidak
dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak
mempunyai reseptornya.
(4) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan
(5) Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di
luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria.
(6) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria.
(7) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru
lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk.
(8) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya
mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah
terhadap infeksi malaria.
b. Host Definitif
Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari
orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles
betina. Hanya nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk pertumbuhan
telurnya. Host definitif 'ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
(1) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat
katagori, yaitu perilaku hidup, perilaku berkembangbiak, perilaku mencari
darah dan perilaku beristirahat.
apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat
beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk
berkembangbiak.
b. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai
kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan
kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang
di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari
langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan
terlindung dari sinar matahari (teduh).
c. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap
darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh
perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :
(1) berdasarkan waktu menggigit, biasanya mulai senja hari hingga tengah
malam, bahkan ada yang menggigit sampai dini hari, (2) berdasarkan
tempat, (3) berdasarkan sumber darah, anthrofofilik, (4) berdasarkan
frekuensi menggigit.
d. Perilaku istirahat, (1) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat
sebenamya yang merupakan masa menunggu proses perkembangan telur
dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,
(2) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar
(2) Faktor lain yang mendukung:
a. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.
b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
c. Frekuensi menggigit manusia.
d. Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur
sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek
yang digigit (manusia).
(3) Syarat-syarat nyamuk sebagai vektor:
a. Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai
dengan daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk antara 2-3 km.
b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit
dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.
c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya
menghisap darah manusia (Anthropofilik).
d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles
tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.
e. Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak
mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit
yang berasal dari obyek gigitandan menjadi infektif setelah menyelesaikan
2.1.2. Faktor Agent
Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Aljazair menemukan
parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia
menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890
Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (Hidayat, 2001).
Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :
a. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria berat.
b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.
c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
d. Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Pasifik Barat.
2.1 3. Faktor Environment
Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi
malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,
lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembapan, hujan, ketinggian, angin,
sinar matahari dan arus air.
b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
timah, gabus, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya temak
sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada
manusia.
d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar
rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan
pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan breading places
potensial untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.
Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu
pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan
apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM &
PLP,1999).
Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal),
malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan
tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih
dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu menjadi perhatian adalah terdapatnya
kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama
beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta
perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan
2.1.4. Perilaku
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya.
Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk,
yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan
nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata (konkret).
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan
yang dilakukan mahluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme
terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan.
Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yantg berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf
pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang
peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan
dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan
memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri
seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang
dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Notoatmodjo,
2005)
Perilaku mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan individu, kelompok
maupun masyarakat. Berdasarkan analisis Blum (1956) dalam konteks kesehatan,
maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari faktor lingkungan, keturunan,
pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat itu sendiri. Secara keseluruhan
keempat faktor tersebut mempunyai derajat atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda.
Disimpulkan bahwa faktor perilaku masyarakat mempunyai peran yang sangat besar
terhadap peningkatan kesehatan setelah pengaruh faktor lingkungan.
Green (1980) menganalisis perilaku manusia dalam hal kesehatan. Dalam
mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat dicapai melalui peningkatan
derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya hidup (behavior and lifestyle) serta
lingkungan (environment). Yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat
kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang
menderita diare karena minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau
seseorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang
yang merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu :
a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan.
b. Enabling factor (faktor pemungkin), faktor-faktor ini mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya tempat
pembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat, ketersediaan
kondom/kemudahan mendapatkan kondom, dan sebagainya. Termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, dokter
paktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung.
c. Reinforcing factor (faktor penguat), faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para
petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja,
melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu
undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Ada beberapa ahli menyatakan pengertian perilaku, diantaranya Blum (1956)
berpendapat bahwa ada tiga masalah perilaku, yakni cognitif, afektif dan psikomotor.
Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa perilaku itu dapat dibatasi sebagai keadaan
jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan responsi
terhadap situasi di luar subjek.
Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk operasional yaitu:
a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau
rangsangan dari luar
b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak
sendiri perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan
keadaan alam tersebut.
c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan
terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
b. Aspek-aspek Perilaku
Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bahagian besar, antara lain sebagai
berikut:
a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini
terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas,
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan
bertanggungjawab.
c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam
tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.
Menurut Blum (1956), perilaku sangat luas dan kompleks dan dapat dibagi
menjadi tiga domain atau ranah yaitu : cognitive, affective dan psychomotor. Dalam
perkembangannya, teori Blum ini dimodifikasikan untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan menjadi : Knowledge (Pengetahuan), Attitude ( Sikap) dan
Practice (Tindakan) atau disingkat KAP.
1. Knowledge (Pengetahuan).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba).
Menurut Rogers (1974) sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di
dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sbb:
a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya
stimulus.
b. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, menimbang-nimbang/ mengevaluasi baik tidaknya stimulus
d. Trial, mencoba perilaku baru
e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Rogers (1974) juga menyimpulkan bahwa proses adopsi baru akan relatif
lebih langgeng jika didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif.
2. Attitude ( Sikap)
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).
Tingkatan sikap adalah :
a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (object)
b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.
c. Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/
mendiskusikan sesuatu masalah.
d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang telah
dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.
Menurut Allport (1954) yang dikutip Azwar (1995), sikap mempunyai tiga
komponen pokok yaitu :
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek
c. Kecendrungan untuk bertindak
Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang
peranan penting.
3. Practice (Tindakan)
Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan;
perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu :
a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan di ambil.
b. Guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh.
c. Mechanism (mekanisme), telah terjadi mekanisme dan melakukan sesuatu
secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan.
d. Adoption (adopsi), tindakan yang sudah berkembang dengan baik
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan
sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana
seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan
fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:
1. Latar Belakang
Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang
kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang
dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang
berlaku.
2. Kepercayaan dan Kesiapan Mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan
orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai.
Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh,
kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya
dapat diserang penyakit.
3. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting
latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika
sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.
4. Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk
memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang
baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai
pencetus, seperti penyakit kulit.
5. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru
(inovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar
mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah,
karena menyangkut suatu proses yang terjadi dalam diri individu itu sendiri maupun
dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan
perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.
Menurut Notoatmodjo (2005), ada berbagai macam perubahan perilaku
masyarakat yaitu:
a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh
kejadian yang alamiah
b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan itu terjadi karena memang
c. Kesediaan untuk Berubah (readiness to change): Sebahagian orang sangat
cepat untuk menerima sesuatu perubahan, tetapi sebahagian orang lagi sangat
lambat untuk menerima sesuatu perubahan.
e. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan (Health behavior) adalah hal-hal yang berhubungan dengan
tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatannya.
Menurut Sarwono (1997), masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan
sesuai dengan pengalamannya atau informasi yang diperolehnya dari orang lain
tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan, pilihan terhadap sarana
pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan
akan kemajuan sarana kesehatan tersebut, sehingga mereka akan memutuskan untuk
tidak menggunakan pelayanan yang tersedia berdasarkan pengalaman yang pernah
diperoleh dari pelayanan tersebut.
Menurut Tjiptoherijanto dan Soestyo (1994), pemanfaatan (utilisasi)
pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan
pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Bila berbicara
kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya semua dari kita akan menjawab
bila merasa adanya gangguan pada kesehatan (sakit). Kita tidak pernah akan tahu
informasi bahwa kita selaku konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan pada
masalah ketidakpastian.
Hubungan antara keinginan sehat dan permintaan pelayanan kesehatan hanya
kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplek. Penyebab utamanya
adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli.
kesehatan masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat
kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan
kesehatan (Tjiptoherijanto dan Soestyo, 1994).
Barbara Gallation Andersen (1986) mengemukakan 7 (tujuh) kategori
penggunaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang
digunakan sebagai penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Demografi, variabel yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, status
perkawinan dan besarnya keluarga yang digunakan sebagai alasan mutlak
untuk indikator fisiologis yang berbeda dan juga siklus hidup dan asumsi
bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyaknya berhubungan
dengan variabel tersebut.
2. Struktur sosial, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa orang-orang dengan latar
belakang struktur sosial tertentu akan menggunakan pelayanan kesehatan
dengan cara tertentu pula.
3. Sosial psikologis, variabel yang digunakan merupakan ukuran sikap dan
keyakinan individu.
digunakan untuk mengukur kemampuan bayar individu atau keluarga untuk
pelayanan kesehatan mereka.
5. Sumber daya manusia, variabel yang digunakan adalah penyediaan pelayanan
kesehatan dan ketercapaian pelayanan kesehatan serta sumber masing-masing
dalam masyarakat.
6. Organisasi, hal ini mencerminkan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan
kesehatan tersebut.
7. Sistem Kesehatan, model ini mengintegrasikan keenam hal diatas menjadi
satu yang sempurna.
Menurut Lapau (1997) kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas
kebutuhan yang tidak dirasakan dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan
(Perceived need dan Evaluated need) yang dirasakan membuat individu mengambil
kebutuhan untuk mencari pelayanan kesehatan atau tidak terhadap
pelayanan kesehatan adalah merupakan penggunaan dari pelayanan kesehatan
2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Pendekatan teori Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dari
Wolinsky (dalam Kalangie, 1994), menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya yang menunjukkan
(3) manfaat dan (4) hal yang memotivasi.
Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka
utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah mendorong
penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an. HBM diuraikan dalam usaha
menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan
orang-orang mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan.
HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya
proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM,
kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara
langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian (health beliefs) yaitu ancaman
yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved threat of injury or illness) dan
pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs).
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko
yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir penyakit
atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya,. Asumsinya adalah
bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga
akan meningkat.
Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:
a. Ketidak-kebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi
seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut mereka atau membiarkan penyakitnya
tidak ditangani.
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan
pencegahan atau tidak.Tambahan untuk penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk
berperilaku (cues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut
sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat
berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan
kesehatan.
Ancaman, keseriusan, ketidak-kebalan dan pertimbangan keuntungan
dan kerugian, dipengaruhi oleh:
a. variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya),
b. variabel sosio psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial),
c. variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang masalah).
Fokus asli dari HBM adalah perilaku pencegahan yang
berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman penyakit
berdasarkan perilaku yang dirasakan sehingga memerlukan pemeriksaan penyakit
(cek-up) untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening).
HBM saat ini telah menggunakan ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan
hidup tertentu seperti merokok, diet, olah raga, perilaku keselamatan, penggunaan
alkohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS dan gosok gigi. Penekanan
pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit telah diganti kontrol dari resiko
dan HBM telah diterapkan pada perilaku itu sendiri maupun yang lebih penting,
untuk mencegah perubahan dalam perilaku.
Perluasan yang berarti dari HBM melebihi pencegahan telah terjadi ketika
keterangan disusun untuk keadaan kesakitan dan ‘perilaku peran sakit’. Penelitian
tentang ‘terjadinya gejala’ (symptom occurrence) dan respon terhadap gejala
(symptom response) menggambarkan secara lebih lengkap bagaimana orang-orang
menginterpretasikan keadaan tubuh dan bagaimana berperilaku selektif.
Model keyakinan-kesehatan menurut Rosenstoch dan Becker (dalam Potter,
2005) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang
ditampilkan. Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berperilaku
sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi
kesehatan yang diberikan. Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan
antara lain:
a. Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit. Misalnya
seseorang perlu mengenal adanya pernyakit malaria melalui riwayat keluarganya,
apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka orang tersebut mungkin
merasakan resiko mengalami penyakit malaria.
b. Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh
untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
c. Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup,
meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
2.3. Konsep Sehat-Sakit
Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan
sakit sebagai sesuatu hitam atau putih. Kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari
penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang
sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya
rentang sehat-sakit (Purnawan, 2007).
Pendekatan yang digunakan saat ini, sehat dipandang dengan perspektif yang
lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih
sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam
hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Potter, 2005).
Sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu
tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal, dengan
energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya
energi total. Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah
secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan
emosional, intelektual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat. Sedangkan
sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang
ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu
sebelumnya. Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai
tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan sesuai titik-titik tertentu pada
skala rentang sehat-sakit (Potter, 2005).
2.4. Landasan Teori
Sebagai landasan teori menggunakan pendekatan teori Green (1980)
kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor
perilaku dan faktor–faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku
ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: faktor–faktor predisposisi (presdiposing
factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, dan bentuk
lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung
(enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan
untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap
dan perilaku petugas kesehatan. Dalam teori Green (1980) juga dikatakan bahwa
pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan
ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga
menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan
Ada keterkaitan antara aspek perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang
memicu terjadinya penyakit malaria. Keterkaitan perilaku penderita tentang penyakit
malaria dapat digambarkan dari masing-masing aspek dalam teori perilaku, yaitu:
(a) pengetahuan penderita tentang penyakit malaria yang rendah, karena kurang
memahami tentang cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk
anopheles, serta bagaimana cara pencegahannya, (b) sikap penderita terhadap
penyakit malaria kurang baik, karena menganggap nyamuk anopheles sebagai penular
penyakit malaria bukan sesuatu yang perlu diperhatikan secara khusus, (c) tindakan
penderita dalam upaya pencegahan penyakit malaria belum mampu menurunkan
angka kesakitan, karena beberapa kegiatan yang dilakukan pada saat bekerja maupun
saat istirahat pada malam hari masih berisiko untuk terkena gigitan nyamuk
anopheles Perilaku atau tindakan masyarakat tersebut terkait dengan lingkungan
tempat tinggal yang secara alami merupakan habitat yang cocok untuk
perkembangbiakan nyamuk malaria.
2.5. Kerangka Konsep penelitian
Mengacu kepada bagan pokok atau bagan teoritik yang digunakan sebagai
landasan penelitian, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Tindakan Pengetahuan
Sikap
ANGKA
KESAKITAN MALARIA
Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan arah atau alur penelitian
sebagai berikut: faktor perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam
kasus ini pengetahuan dan sikap mempengaruhi tindakan penderita dalam kehidupan
sehari-hari serta tindakan mempengaruhi angka kesakitan malaria seperti tidur tidak
menggunakan kelambu, sering keluar malam hari tidak mengenakan baju, tidak
mengetahui gejala penyakit malaria, tidak membersihkan genangan air dan tidak
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah sebuah survey dengan menggunakan
pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh
perilaku terhadap angka kesakitan malaria melalui pengujian hipotesis.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir,
yaitu Kecamatan Sinaboi, Bangko, Bangko Pusako dan Rantau Panjang Kiri, dengan
pertimbangan kecamatan tersebut merupakan daerah endemis malaria yang ditandai
dengan tingginya angka kesakitan malaria pada masyarakat.
Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survei awal, konsultasi
judul penyusunan proposal, seminar kolokium, pengumpulan data, pengolahan data,
dan penyusunan hasil penelitian. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan mulai
bulan Juni sampai dengan Desember 2008
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria yang terdapat
di 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Kecamatan Sinaboi, Bangko,
Bangko Pusako, Rantau Panjang Kiri berdasarkan data terakhir pada Desember 2007,
sampai dewasa, maka populasi dibatasi dengan kriteria eksklusi, yaitu penderita
anak-anak (0-9 tahun) dikeluarkan dari populasi, dengan alasan anak-anak-anak-anak mengalami
penyakit malaria karena perilaku orangtua dan orangtualah yang mengambil
keputusan terhadap anaknya karena anak-anak tidak dapat mengambil keputusan.
Jumlah penderita anak-anak sebanyak 2.090 orang, dengan demikian jumlah populasi
sebanyak 4.172 orang.
Besar sampel ditentukan dengan rumus penentuan besar sampel untuk
penelitian survei (Notoatmodjo, 2002) sebagai berikut:
N n =
l + N(d2)
dimana:
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d2 = Tingkat Kesalahan (0,1)
Berdasarkan perhitungan sampel menggunakan rumus di atas, diperoleh
besar sampel sebanyak 109,87 (110 orang), jumlah sampel yang diambil menjadi 110
orang (dibulatkan).
Penentuan sampel setiap kecamatan dilakukan secara proporsional sebagai