• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.5 Domain Perilaku

Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat

kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom

seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain

(ranah/kawasan) yaitu: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktek atau

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension),

aplikasi (application). Analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluation

(evaluation).

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada

suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini

antara lain meliputi:

1) Cara Coba Salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan

tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai

masalah tersebut dapat terpecahkan.

2) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh

orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina

sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat

malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering

mengembara.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan

baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang

lalu.

5) Cara Akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau

kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang

tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau

agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang

berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah

merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling

baik).

6) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi.

7) Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui

proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

8) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau

lebih populer disebut metodologi penelitian.

2. Sikap (Attitude)

Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai

tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan

dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata,

slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap

positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang

favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap

obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek

psikologi.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu

terhadap suatu objek.

2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek

3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut

akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok

dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah

dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum

mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap

tersebut mudah diubah.

5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Sikap terhadap sesuatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif

maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, yang

mempunyai daya dorong bagi industri untuk berperilaku secara individu

terhadap objek yang dihadapinya.

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu itu berada.

2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan

siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia

akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi,

2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku

manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran

(measurement) sikap. Ada beberapa metode pengungkapan sikap yang secara

historik telah dilakukan orang, diantaranya adalah : (Ahmadi, 2007, dan Walgito,

1. Observasi perilaku

Perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dan konteks

situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila

hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh

seseorang.

2. Penanyaan langsung

Pengungkapan sikap dengan penanyaan langsung memiliki keterbatasan dan

kelemahan yang mendasar. Dimana apabila situasi dan kondisi

memungkinkannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya tanpa rasa takut

terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi.

3. Pengungkapan langsung

Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung secara

tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item ganda.

4. Skala sikap

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self report yang hingga kini

dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar

pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut skala

sikap. Dalam pengukuran skala sikap ini dapat digunakan dengan pengukuran

sikap model Bogardus, Thurstone dan Likert. Skala Likert sangat populer saat

ini karena skala ini termasuk mudah dalam penyusunannya. Sudah banyak

peneliti yang telah mempergunakan dan menyempurnakannya. Skala Likert

5. Pengukuran terselubung

Metode pengukuran terselubung (cover measures) sebenarnya berorientasi

kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan di atas, akan

tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau

sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang

terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan (Walgito, 2008).

Dokumen terkait