• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2006, meliputi tahap: persiapan, pengumpulan data, pengecekan lapangan, analisis dan penulisan.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis Kabupaten Bangka terletak antara 1°30’ – 3°70’ Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah utara : Laut Natuna - Sebelah timur : Laut Natuna

- Sebelah selatan : Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka Tengah - Sebelah barat : Kabupaten Bangka Barat, Selat Bangka dan Teluk

Kelabat

Data

Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data sekunder

No. Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Peta satuan lahan berdasarkan ZAE semi detail Kabupaten Bangka Peta sumberdaya iklim Kab. Bangka Peta satuan lahan dan tanah Bangka Peta landuse Kabupaten Bangka Peta RTRW Kabupaten Bangka Citra landsat TM-7 path 123 row 61 dan 62

Data iklim Kabupaten Bangka Data peternakan, pertanian dan perkebunan Kabupaten Bangka/ Prov. Kep. Bangka Belitung Data kualitas/karakteristik lahan Kabupaten Bangka

Data sosial ekonomi Kabupaten Bangka 1:50 000 1:1 000 000 1:250 000 1:100 000 1:400 000 - - - - - 2005 2003 1990 2002 2005 2004 1996- 2005 2001- 2005 2005 1999- 2005 Hardcopy Hardcopy Digital Digital JPEG Citra Tabular Tabular Tabular Tabular BPTP Kepulauan Bangka Belitung Balitklimat Bogor Puslittanak Bogor Bakosurtanal

Bappeda Kab. Bangka Bakosurtanal

BMG Kepulauan Bangka Belitung BPS dan Dispertanhut Kab. Bangka/Prov. Kep. Bangka Belitung BPTP Kepulauan Bangka Belitung BPS dan Bappeda Kabupaten Bangka

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

32

Peta satuan lahan Kabupaten Bangka yang disusun oleh tim peneliti ZAE Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kepulauan Bangka Belitung Suwardih et al. (2005), merupakan hasil pengolahan (overlay) antara peta penggunaan/penutupan lahan dari interpretasi citra (foto udara pankhromatik skala 1 : 50 000 dan landsat TM-7 path 123 row 61 dan 62 tahun 2000 dan 2005), peta topografi skala 1 : 50 000, peta geologi skala 1 : 250 000, dan peta agroklimat Sumatera skala 1 : 2 500 000. Komponen satuan lahan yang diinterpretasi terdiri dari atas landform, litologi, relief, dan lereng, tingkat torehan, elevasi, pola drainase, dan landuse. Komponen tanah tidak dapat diinterpretasi, sehingga untuk mendapatkan data kualitas/karakteristik lahan dilakukan pengamatan langsung di lapangan (analisis contoh tanah) oleh tim peneliti BPTP (2005). Peta yang dihasilkan adalah peta analisis satuan lahan yaitu peta satuan lahan berdasarkan zona agroekologi (ZAE) semi detail (skala 1 : 50 000) melalui analisis terrain. Data kualitas/karakteristik lahan dan peta satuan lahan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Peta atau data pendukung lainnya seperti peta landuse tahun 2002, peta RTRW tahun 2005, dan citra landsat TM-7 path 123 row 61 dan 62 tanggal 9 April 2004 digunakan untuk membantu mendapatkan peta penggunaan/penutupan lahan, jika pada peta satuan lahan hasil overlay dari tim ZAE BPTP Kepulauan Bangka Belitung terdapat satuan penggunaan lahan (present landuse) yang perlu dipisahkan karena terdapat lebih dari satu penggunaan/penutupan lahan, sehingga diharapkan akan menghasilkan poligon-poligon atau satuan-satuan lahan homogen yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai peta kerja. Adapun parameter yang diamati adalah vegetasi/penggunaan lahan.

Untuk mendapatkan data yang tidak ditemukan dalam data sekunder dikumpulkan data-data primer, terdiri dari:

1. Data kadar mineral unsur-unsur makro dan mikro pada rumput alam. Rumput yang dianalisis merupakan hijauan makanan ternak yang dominan dan umum diberikan oleh peternak di Kabupaten Bangka. Contoh rumput alam diperoleh dari daerah penelitian (8 Kecamatan), kemudian dianalisis di laboratorium Puslittanak Bogor

2. Hasil wawancara, yaitu melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang telah dibuat sebelumnya sesuai dengan masalah dan tujuan. Wawancara dilakukan terhadap responden yaitu peternak sapi potong. Data yang dikumpulkan dari peternak meliputi: data karakteristik peternak dan usaha ternak sapi potong, koefisien input output dalam usaha ternak sapi potong, data biaya produksi, data penerimaan usaha, harga faktor produksi, harga penjualan ternak, dan data lain yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: seperangkat komputer dengan software utama Arcview 3.2, Erdas Imagine, Microsoft Excel dan program pendukung lainnya. Komputer dengan software pendukung SIG digunakan untuk pengolahan data atribut dan peta-peta digital, yang digunakan pada tahap persiapan, analisis serta penyajian hasil penelitian.

Kerangka Pemikiran

Dalam penentuan potensi sumberdaya lahan bagi pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Bangka digunakan kerangka pemikiran bahwa lahan merupakan faktor penting sebagai tempat hidup dan penghasil hijauan makanan ternak. Sumberdaya lahan yang berpotensi dan dapat dimanfaatkan sebagai usahaternak sapi potong di Kabupaten Bangka antara lain lahan pertanian dan perkebunan. Lahan-lahan tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyediakan hijauan makanan ternak karena perbedaan jenis tanaman dan pengelolaan.

Penilaian dan analisis dilakukan pada satuan-satuan lahan yang merupakan unit lahan yang memiliki sifat-sifat yang relatif homogen. Penentuan potensi lahan untuk pengembangan sapi potong dengan evaluasi lahan yang terdiri dari kesesuaian lahan untuk lingkungan ekologis sapi potong dan kesesuaian lahan untuk hijauan makanan ternak yang dominan dan berpotensi dikembangkan di lokasi penelitian. Kesesuaian lahan untuk hijauan makanan ternak dicerminkan

34

oleh tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah, yaitu dengan menghitung daya dukung hijauan makanan ternak dan indeks daya dukung.

Lahan-lahan yang potensial untuk pengembangan ternak sapi potong ditentukan berdasarkan potensi sumberdaya lahan secara fisik. Kelayakan finansial usahaternak sapi potong dianalisis berdasarkan kelayakan pada masing-masing skala usaha (kecil, sedang dan besar), untuk menentukan skala usaha yang paling layak dikembangkan, sehingga pada akhirnya dapat menentukan arahan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Bangka. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran. Lahan-lahan Usahatani Potensi Peternakan Ruminansia Evaluasi Lahan Analisis Spasial (SIG) Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak: - Daya Dukung - Indeks Daya Dukung Kesesuaian Lahan

Lingkungan Ekologis Ternak Sapi Potong

Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Makanan Ternak Lahan-lahan Potensi Pengembangan Sapi Potong Arahan Pengembangan Ternak Sapi Potong

Kelayakan Usahaternak Sapi Potong

Skala Usaha yang Paling Layak Dikembangkan

Metode dan Analisis

Pengolahan dan analisis data spasial dilakukan dengan menggunakan penginderaan jauh (Erdas Imagine) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc View 3.2. Interpretasi citra landsat tahun 2004 dilakukan untuk mendukung klasifikasi penggunaan/penutupan lahan pada peta satuan lahan (berdasarkan ZAE), sehingga dihasilkan peta satuan lahan yang homogen sebagai peta kerja. Untuk data (peta) yang belum tersedia dalam format digital dilakukan proses digitasi melalui layar sehingga semua data (peta) tersedia dalam format digital, kemudian dilakukan pengolahan yaitu overlay (tumpang tindih) serta operasi-operasi SIG lainnya terhadap peta-peta tematik yang ada. Analisis data spasial yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu evaluasi kesesuaian lahan bagi lingkungan ekologis sapi potong dan kesesuaian lahan untuk hijauan makanan ternak.

Pengolahan data untuk mengetahui kelayakan usahaternak sapi potong dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net BCR (Net Benefit Cost Ratio), PP (Payback Period) dan skala usaha. Kriteria investasi tersebut kemudian ditelaah lebih lanjut dengan analisis sensitivitas (Sensitivity Analysis).

Analisis penelitian ini dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) Identifikasi jenis penggunaan lahan untuk pengembangan sapi potong; (2) Penilaian kesesuaian lahan sebagai lingkungan ekologis sapi potong; (3) Penilaian kesesuaian lahan untuk hijauan makanan ternak sapi potong yang dominan dan potensi untuk dikembangkan serta tingkat ketersediaannya; (4) Penilaian skala usaha dan kelayakan usahaternak sapi potong; dan (5) Penilaian arahan pengembangan ternak sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan dan kelayakan usahaternak serta penilaian prioritas arahan lahan pengembangan.

Identifikasi Jenis Penggunaan Lahan

Identifikasi jenis penggunaan lahan dilakukan dengan teknik desk study terhadap peta digital penutupan/penggunaan lahan. Desk study ditujukan untuk mengetahui secara detail jenis penggunaan lahan untuk pengembangan sapi

36

potong. Lahan-lahan untuk pengembangan sapi potong adalah lahan usahatani secara umum yang ada di lokasi penelitian.

Penilaian Kesesuaian Lahan Lingkungan Ekologis Sapi Potong

Penilaian dilakukan untuk pemeliharaan sapi potong sistem kandang. Penilaian kesesuaian lingkungan dilakukan secara matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan lingkungan ekologis sapi potong. Penilaian dilakukan pada tingkat ordo yaitu: S (Sesuai) dan N (Tidak sesuai) berdasarkan kriteria yang dihasilkan Tim Peneliti Daya Dukung Lahan Peternakan, Puslittanak, TA. 1992/1993 yang telah disempurnakan sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3.

Hasil penilaian kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong meliputi kesesuaian lahan pada keadaan aktual dan potensial. Kesesuaian lahan pada keadaan aktual berarti kesesuaian terhadap penggunaan saat ini tanpa ada tambahan pengelolaan atau perbaikan yang berarti (present land use). Sedangkan kesesuaian lahan pada keadaan potensial berarti kesesuaian lahan yang akan datang setelah dilakukan perbaikan atau pengelolaan yang diperlukan. Pada penelitian ini diasumsikan pengelolaan dilakukan pada tingkat sedang yaitu pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah dan memerlukan modal menengah dan teknik pertanian sedang. Pada tingkat pengelolaan sedang dapat terjadi kenaikan kelas kesesuaian satu tingkat lebih tinggi, kecuali untuk kualitas/karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan menaikkan kelas kesesuaian. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis spasial dan pembuatan peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan menggunakan pendekatan SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu joint dan query. Joint tabel antara tabel basis data kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan tabel data atribut satuan lahan. Selanjutnya dilakukan

query terhadap data kesesuaian lingkungan ekologis untuk pembuatan peta tematik dan perhitungan luas.

Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Hijauan Makanan Ternak Penilaian kesesuaian lahan tanaman hijauan makanan ternak untuk sapi potong ditujukan untuk beberapa jenis tanaman hijauan makanan ternak yang dominan dan potensi untuk dikembangkan di lokasi penelitian, yaitu rumput gajah, rumput setaria, rumput alam (penggembalaan), leguminosa, padi sawah, padi gogo, jagung, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar.

Penelitian kesesuaian lahan dilakukan secara matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan persyaratan kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman sumber hijauan pada tingkat kelas, yaitu: (a) S1 (Sangat sesuai); (b) S2 (Cukup sesuai); (c) S3 (Sesuai marjinal) dan (d) N (Tidak sesuai). Persyaratan kesesuian lahan mengikuti kriteria yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (Djaenudin et al. 2003) dan LREP II (dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001).

Hasil penilaian kesesuaian lahan meliputi kesesuaian lahan pada keadaan aktual dan potensial. Kesesuaian lahan pada keadaan aktual berarti kesesuaian terhadap penggunaan saat ini tanpa ada tambahan pengelolaan atau perbaikan yang berarti (present land use). Sedangkan kesesuaian lahan pada keadaan potensial berarti kesesuaian lahan yang akan datang setelah dilakukan perbaikan atau pengelolaan yang diperlukan. Pada penelitian ini diasumsikan pengelolaan dilakukan pada tingkat sedang yaitu pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah dan memerlukan modal menengah dan teknik pertanian sedang. Pada tingkat pengelolaan sedang dapat terjadi kenaikan kelas kesesuaian satu tingkat lebih tinggi, kecuali untuk kualitas/karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan menaikkan kelas kesesuaian. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis spasial untuk mengetahui sebaran kelas kesesuaian lahan tiap jenis tanaman sumber hijauan makanan ternak dengan menggunakan pendekatan SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu joint dan query. Joint tabel antara tabel basis data kelas kesesuaian lahan masing-masing tanaman dengan tabel data atribut satuan lahan. Selanjutnya dilakukan query terhadap data kelas kesesuaian lahan untuk pembuatan peta tematik dan perhitungan luas.

38

Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak

Identifikasi tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan menghitung daya dukung (DD) dan indeks daya dukung (IDD) hijauan makanan ternak. Perhitungan dilakukan untuk keadaan kesesuaian lahan aktual dan potensial.

Daya dukung hijauan makanan ternak adalah kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan pakan terutama berupa hijauan yang dapat menampung bagi kebutuhan sejumlah populasi sapi potong dalam bentuk segar maupun kering, tanpa melalui pengolahan dan diasumsikan penggunaannya hanya untuk sapi potong. Daya dukung hijauan dihitung berdasarkan produksi bahan kering cerna (BKC) terhadap kebutuhan satu satuan ternak (1 ST) sapi potong dalam satu tahun, dimana total kebutuhan pakan = populasi ternak (ST) x 1.14 ton Berat Kering Cerna (BKC)/tahun. Umumnya ST dewasa ≈ 250 kg), dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Sumanto dan Juarini 2006):

Produksi bahan kering cerna (Kg) Daya Dukung (ST) =

Kebutuhan bahan kering cerna sapi dewasa (Kg/ST)

Indeks daya dukung (IDD) adalah angka yang menunjukkan status nilai daya dukung pada suatu wilayah. Indeks daya dukung hijauan makanan ternak dihitung dari total produksi hijauan makanan ternak yang tersedia terhadap jumlah kebutuhan hijauan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia di suatu wilayah. Indeks daya dukung dihitung berdasarkan BKC dengan persamaan sebagai berikut (Sumanto dan Juarini 2006):

Total produksi bahan kering cerna (Kg) Indeks Daya Dukung Hijauan =

Σ Populasi ruminansia (ST) x Kebutuhan BKC sapi dewasa (Kg/ST) Atau menurut Ashari et al. (1995):

Daya dukung hijauan makanan ternak (ST) Indeks Daya Dukung Hijauan =

Σ Populasi ruminansia (ST)

Berdasarkan nilai indeks daya dukung hijauan maka diperoleh kriteria status daya dukung hijauan, yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria status daya dukung hijauan makanan ternak berdasarkan indeks daya dukung

No. Indeks Daya Dukung Kriteria

1. 2. 3. 4. ≤ 1 > 1 – 1.5 > 1.5 – 2 > 2 Sangat Kritis Kritis Rawan Aman Sumber: Sumanto dan Juarini (2006).

Masing-masing nilai IDD tersebut mempunyai makna sebagai berikut: Nilai ≤ 1:

- Ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumber yang tersedia - Terjadi pengurasan sumberdaya dalam agro-ekosistemnya

- Tidak ada hijauan alami maupun limbah yang kembali melakukan siklus haranya;

Nilai > 1 – 1.5:

- Ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi;

Nilai > 1.5 – 2:

- Pengembangan bahan organik ke alam pas-pasan; Nilai > 2:

- Ketersediaan sumberdaya pakan secara fungsional mencukupi kebutuhan lingkungan secara efisien.

Produksi hijauan merupakan produksi relatif untuk masing-masing kelas kesesuaian, dimana untuk kelas: S1 = 80 - 100%, S2 = 60 - 80% dan S3 = 40 - 60% dari produksi rata-rata masing-masing hijauan atau daya dukung lahan, sedangkan kelas N tidak diperhitungkan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001). Diasumsikan pada perhitungan ini menggunakan nilai produksi terendah. Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan dan karakterisasi potensi pakan hijauan pada setiap penggunaan lahan seperti ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5.

Untuk mengetahui daya tampung suatu kawasan perkebunan kelapa sawit dalam setahun maka perhitungannya adalah: total produksi (dalam kg BK) : konsumsi 1 ST (kg) : hari (dalam 1 tahun). Asumsi 1 ST setara dengan 250 kg; konsumsi setara dengan 3.5% BH, 1 tahun setara dengan 365 hari. Perkebunan kelapa sawit 10 111 kg BK untuk setiap Ha/tahun.

40

Tabel 4 Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan

No. Jenis Limbah Tanaman Pangan Produksi Limbah*) (Ton/th) Daya Cerna Produksi Limbah BKC Ton (a) (b) (c) (d) (e) 1. 2. 3. 4. 5. Padi Jagung Kacang tanah Ubi kayu Ubi Jalar 5 6 1 1 1 0.140 0.150 0.137 0.135 0.135 (c) x (d) (c) x (d) (c) x (d) (c) x (d) (c) x (d) Sumber: Sumanto dan Juarini (2006)

*) Sumber: Natasasmita dan Murdikdjo (1980).

Tabel 5 Karakterisasi potensi pakan hijauan pada setiap penggunaan lahan

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Produktivitas Pakan Hijauan (Ton/Ha/th) Produksi (Ton BKC/Ha/th) (a) (b) (c) (d) (e) 1. 2. 3. 4. 5. Lahan sawah Perkebunan - Karet - Sawit Tegalan/kebun Hutan rakyat Lain-lain - - - - - - 1.250 2.000 2.000 2.875 0.300 0.750 (c) x (d) x 0.5 (c) x (d) x 0.5 (c) x (d) x 0.5 (c) x (d) x 0.5 (c) x (d) x 0.5 (c) x (d) x 0.5 Sumber: Sumanto dan Juarini (2006).

Perhitungan jumlah populasi ternak ruminansia dalam satuan ternak (ST) didasarkan pada data nilai ST ternak ruminansia utama Kabupaten Bangka seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai satuan ternak (ST) ruminansia utama di Kabupaten Bangka tahun 2005

No. Jenis Ternak Populasi (ekor) Faktor Konversi*) Nilai (ST) 1. 2. 3. Sapi Kerbau Kambing 860 103 800 0.7 0.8 0.07 602.00 82.40 56.00 Total 1 763 740.40

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka (2005), data diolah *) Sumanto dan Juarini (2006).

Pola ketersediaan hijauan di lahan sawah bersifat lebih fluktuatif dibandingkan pada lahan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh pola tanam dan musim tanam, sehingga ketersediaan hijauan bersifat dinamik. Kegiatan usahatani di

Kabupaten Bangka dapat ditelaah menurut agroekosistem (sawah irigasi, tadah hujan dan lahan kering) dan menurut umur panennya (tanaman semusim dan dan tanaman tahunan). Dalam periode satu tahun pengusahaan tanaman dilakukan melalui berbagai pola tanam, sesuai dengan karakteristik tanaman, jenis lahan serta agroekosistemnya. Untuk tanaman semusim, penanaman biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, sedangkan untuk tanaman tahunan hanya satu jenis tanaman.

Dalam setiap agroekosistem, pengelolaan komoditasnya bervariasi mengikuti jenis lahan dan musim tanam. Berdasarkan identifikasi di lapangan oleh tim peneliti BPTP Kepulauan Bangka Belitung (2005), diketahui terdapat banyak ragam pola tanam yang dilakukan petani setempat. Akan tetapi pola tanam yang teridentifikasi dilakukan responden setelah dipilah berdasarkan agroekosistem, terdapat sekitar 4 – 9 pola tanam eksisting. Keragaan pola tanam eksisting dapat dilihat pada Tabel 7.

Penanaman padi di lahan tadah hujan sangat tergantung pada turunnya hujan. Di tingkat petani periode waktu penanaman padi dengan pola tanam padi – padi, dilakukan rata-rata pada akhir November sampai akhir Desember untuk MT I dan Maret untuk MT II. Pada pola tanam padi – mentimun, penanaman padi biasanya dilakukan pada awal turunnya musim hujan sekitar November/Desember dan penanaman mentimun dilakukan setelah selesai panen padi MT I sekitar Februari/Maret. Sedangkan pola tanam buncis – jagung, tanaman buncis umumnya ditanam pada bulan November/Desember dan penanaman jagung dilakukan pada bulan Maret/April. Tetapi secara umum pola tanam tanaman padi pada lahan sawah di Kabupaten Bangka rata-rata hanya satu/dua kali musim tanam (MT I/MT II).

Untuk mendapatkan data kadar mineral unsur-unsur makro dan mikro hijauan makanan ternak (rumput lapang/alam) yang dominan dikonsumsi oleh sapi potong di Kabupaten Bangka, dilakukan analisis terhadap contoh rumput alam di daerah penelitian (8 kecamatan) melalui uji di laboratorium. Untuk penetapan N-total dengan cara pengabuan basah menggunakan H2SO4, sedangkan penetapan unsur hara makro dan mikro dengan cara pengabuan basah menggunakan HNO3 dan HClO4.

42

Tabel 7 Keragaan pola tanam di wilayah Kabupaten Bangka menurut agroekosistem

No. Agroekosistem Pola Tanam

1.

2.

3.

Lahan Sawah Tadah Hujan

Lahan Kering Dataran Rendah

Lahan Kering Dataran Tinggi

1. Padi – padi 2. Padi - mentimun 3. Padi – terung 4. Jagung – mentimun 5. Jagung – bera 1. Buncis – jagung

2. Cabe merah – kacang panjang 3. Cabe rawit – pare

4. Kelapa 5. Kelapa Sawit 6. Karet 7. Lada 8. Rambutan 9. Salak 1. Jagung – mentimun 2. Kacang tanah – mentimun 3. Durian

4. Kakao Sumber: BPTP Kepulauan Bangka Belitung (2005).

Analisis spasial untuk mengetahui sebaran tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan menggunakan pendekatan SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu overlay peta satuan lahan dengan peta wilayah kecamatan, joint

basis data dengan data atribut satuan lahan, query untuk pembuatan peta tematik, perhitungan luas dan daya dukung hijauan.

Analisis Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan investasi ternak sapi potong dilakukan dengan menghitung, yaitu: (1) NPV, Net BCR, IRR, dan Payback Period; (2) Analisis Sensitivitas (Sensitivity Analysis); dan (3) Skala Usaha, yang diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan program Microsoft Excel. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam menghitung kelayakan usaha adalah sebagai berikut:

Perhitungan Net Present Value (NPV)

NVP dihitung dari selisih antara Present Value (PV) manfaat dan Present Value (PV) biaya. Nilai bersih sekarang akan menggambarkan keuntungan dan

layak dilaksanakan jika mempunyai nilai positif. Apabila NPV sama dengan nol, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi. Apabila NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Rumus kriteria investasi ini adalah sebagai berikut:

n (Bt – Ct) NPV =

t=1 (1 + i)t

Dimana: Bt = manfaat yang diperoleh sehubungan dengan usaha atau proyek pada times series (tahun, bulan, dan sebagainya) ke-t (Rp);

Ct = biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan proyek pada times series ke-t tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi dan sebagainya) (Rp);

i = merupakan tingkat suku bunga yang relevan; t = periode (1,2,3,...,n).

Perhitungan Net Benefit Cost Rasio (Net BCR)

Net BCR adalah perbandingan antara Present Value manfaat bersih positif dengan Present Value biaya bersih negatif. Apabila Net BCR sama dengan satu, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan apabila Net BCR

kurang dari satu, maka usaha tersebut merugikan maka tidak layak dilaksanakan.

Net BCR akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan apabila

mempunyai nilai lebih besar dari satu atau Profit Cost Ratio (PCR) / Benefit Cost Ratio (BCR). Rumus Net BCR dapat ditulis sebagai berikut:

n Net BCR = (Bt – Ct)/(1 + i)t t=1 Atau: n Bt/(1 +i)t t=1 B/C = n Ct/(1 + i)t t=1

Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai diskonto yang membuat NVP dari kegiatan usaha sama dengan nol. IRR ini kemudian dibandingkan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Jika IRR lebih besar daripada tingkat diskonto yang dianggap relevan,

44

maka usaha tersebut layak dilaksanakan. Apabila IRR sama dengan tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka terserah penilaian pengambilan keputusan dilaksanakan atau tidak. Sedangkan apabila IRR kurang dari tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka usaha tersebut merugikan sehingga tidak layak dilaksanakan. Secara matematis IRR dapat ditulis sebagai berikut:

NPV′

IRR = i ′+ (i″ – i′ )

NPV′ - NPV″

Dimana: i ′= tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif; i″= tingkat discount rate (DR) pada saat NPV negatif; NPV′ = nilai NPV positif;

NPV″= nilai NPV negatif. Perhitungan Payback Period

Payback period dihitung berdasarkan berapa lama usaha ini dapat mengembalikan modal atau investasi usaha. Adapun rumus payback period adalah sebagai berikut:

Nilai Investasi Payback Period =

CFt Dimana: t = periode;

CFt = cash flow pada periode t.

Analisis Sensitivitas

Setelah dilakukan analisis kelayakan kemudian dilakukan analisis sensitivitas (analisis kepekaan), sehingga dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan terjadinya perubahan berbagai variabel yang dianalisis. Analisis sensitivitas atau kepekaan bertujuan untuk melihat dampak suatu keadaan atau

Dokumen terkait