• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Perjalanan Alamiah Penderita DMT2

Patofisiologis DMT2 adalah penurunan fungsi sel beta secara progresif, resistensi insulin yang menetap dan hilangnya efek inkretin (AACE, 2007; UKPDS, 2011). Walaupun demikian kejadian kronik hiperglikemia baru akan akan berlanjut menjadi DMT2 jika sudah terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas, biasanya setelah periode panjang; kurang lebih 7-10 tahun sebelum DMT2 tersebut

4

didiagnosis (Pratley dan Weyer, 2001; Weyer dkk., 2001; Brown dkk., 2010). Penyebabnya ternyata lebih berhubungan dengan disfungsi sel beta pankreas dibandingkan adanya resistensi insulin. Hilangnya fase cepat pelepasan insulin merupakan defek utama pada DMT2 (disamping peningkatan level glukosa

postprandial) (Brown dkk., 2010).

Gambar 2.1.

Perjalanan progresifitas DMT2 ( AACE, 2007; UKPDS, 2011)

Umumnya penderita DMT2 pasti memerlukan terapi kombinasi yang bekerja pada berbagai defek patofisiologi. Usia muda sampai dewasa pertengahan dengan peningkatan kadar glukosa puasa dan berat badan berlebih saat didiagnosis sebagai DMT2, akan lebih cepat mengalami perburukkan dan lebih cepat memerlukan penambahan terapi (Kellow dkk., 2011). Pemberian terapi untuk menurunkan kadar glukosa pada penderita DMT2 secepat mungkin dapat menurunkan kegagalan kendali. Data dari ADOPT menunjukkan thiazolidione mempunyai efikasi yang lebih baik dibandingkan metformin maupun sulfonilurea (Kahn dkk., 2011). Evaluasi terapi 2-3 bulan dilakukan pada pemberian monoterapi, dan bila tidak tercapai target maka terapi mesti disesuaikan dengan penambahan jenis obat lain

5

(Nathan dkk., 2009); penambahan obat dengan target kerja berbeda harus diberikan (Rodbar dan Jellinger, 2010). Perlu diketahui bahwa penyakit diabetes merupakan multiorgan, multifaktorial bukan hanya disebabkan disfungsi sel beta dan resistensi insulin pada jaringan perifer dan hati tetapi juga terjadi pada jaringan lemak (peningkatan lipolisis), penurunan sekresi dan sensitifitas inkretin (gastrointestinal), peningkatan sekresi glukagon (sel alfa), reabsopsi glukosa (ginjal) dan resistensi insulin karena gangguan neurotransmiter pada sistem saraf pusat (otak). Pemberian berbagai obat yang bekerja pada beberapa defek patofisiologi tersebut adalah wajar, tetapi dengan pemberian berbagai jenis terapi tersebut akan meningkatkan risiko baik efek samping, penurunan kepatuhan dan tentunya pertimbangan ekonomi (Nathan dkk., 2009). Inkretin seperti GLP-1 agonis reseptor bekerja pada banyak tempat patofiologi DMT2 seperti peningkatan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon, efek pada otak, memperlambat pengosongan lambung, menurunkan nafsu makan, dan efek preservasi sel beta pankreas (khan dkk., 2011). Sehingga saat ini terapi inkretin dipandang sebagai terapi yang idel pada penderita DMT2 (Zinman, 2011).

Gambar 2.2.

6

2.3 Insulin

Insulin adalah polipeptida yang tersusun dari dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh struktur disulfida. Rantai pertama dan kedua masing-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino. Substitusi terjadi pada beberapa posisi dalam kedua rantai tanpa mempengaruhi bioaktifitas (gambar 2.3). Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon dengan berat molekul sekitar 11.500 Dalton serta merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari prekursor molekul yang lebih besar. Preproinsulin bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino yang digunakan melalui proses metabolisme didalam sisterna retikulum endoplasm. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9.000 Dalton yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfida yang sempurna (Butler dkk., 2010).

Gambar 2.3.

Struktur insulin manusia (Butler dkk., 2010)

Susunan proinsulin dimulai dari bagian terminal yaitu amino rantai B-peptida C (penghubung) dan rantai A. Molekul proinsulin akan dipecah secara spesifik sehingga terbentuk insulin matur dan peptida C dengan jumlah ekuimolar. Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi antara 78 hingga 86 asam amino, dengan variasi yang terdapat pada regio peptida C. Proinsulin memiliki kelarutan dan titik isoelektrik yang sama dengan insulin, prekursor ini juga membentuk

7

heksamer dengan kristal Zeng dan bereaksi kuat dengan antiserum insulin (Drucker, 2001). Proinsulin memiliki bioaktifitas 5% kurang dari bioaktifitas insulin. Sebagian proinsulin dilepas bersama insulin dan pada keadaan tertentu, lebih besar dari pada biasanya. Karena waktu paruh proinsulin dalam plasma secara bermakna lebih panjang dari pada waktu paruh insulin, sehingga insulin dan proinsulin bisa bereaksi silang secara kuat dengan antiserum insulin yang menyebabkan pemeriksaan radioimmuno assay untuk menentukan kadar insulin kadang-kadang memperkirakan secara berlebihan bioaktivitas insulin dalam plasma (Dungan dan Buse, 2005).

C-peptida merupakan molekul yang berbeda bila dilihat dari sudut pandang sifat antigeniknya. Karena itu pemeriksaan immunoassay terhadap C-peptida dapat membedakan apakah insulin yang ada disekresikan dari dalam dengan insulin yang diberikan dari luar. Insulin dibentuk dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke kompleks golgi dan akan dibungkus dalam granula berselaput. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel, oleh proses yang diperantarai mikrotubulus, kemudian bersatu dengan membran sel. Proses ini diakhiri pelepasan insulin secara eksositosis. Insulin kemudian harus menyeberangi lamina-lamina basalis sel B, melalui celah endotel kapiler untuk mencapai aliran darah (Drucker, 2001).

Pankreas manusia mensekresi 40-50 unit insulin perhari, yang menggambarkan kira-kira 15-20% hormon yang disimpan dalam kelenjar pankreas. Sekresi insulin adalah proses yang membutuhkan energi dan melibatkan sistem mikrotubulus mikrofilamen dalam sel beta pankreas. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam plasma merupakan faktor fisiologik paling penting yang mengatur sekresi insulin. Konsentrasi ambang bagi sekresi tersebut adalah kadar glukosa

8

puasa plasma (80-100 mg/dl) dan respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300 hingga 500 mg/dl (Kjems dkk., 2003).

Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat agonis alfa adrenergik, khususnya epinefrin menghambat pelepasan insulin. Preparat agonis ß adrenergik merangsang pelepasan insulin, yang mungkin dengan cara meningkatkan c-AMP intrasel. Pajanan yang terus menerus dari hormon pertumbuhan, kortisol, laktogen plasenta, estrogen dan progestin dalam jumlah yang berlebihan juga akan meningkatkan sekresi insulin. Banyak obat yang dapat merangsang sekresi insulin, senyawa sulfonilurea salah satunya, yang dewasa ini digunakan paling banyak sebagai pengobatan pada manusia. Insulin disekresikan dalam sel Beta normal sebagai reaksi terhadap stimulus glukosa dengan mode bifasik dengan lonjakan dini (fase awal) yang diikuti dengan peningkatan sekresi insulin secara progresif (fase kedua) sepanjang ada stimulus hiperglikemik. Dengan keberadaan resistensi insulin, sekresi insulin sel B pankreas meningkat dengan cara kompensasi dan DMT2 berkembang bila peningkatan kompensasi dalam kadar insulin tidak lagi mencukupi untuk menjaga euglikemia (Kjems dkk., 2003).

Dokumen terkait