• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA SEBAGAI PELANGGARAN HAK SIPIL POLITIK

3.1. Perjalanan Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 –

Dua puluh tiga aktivis tersebut dihilangkan pada periode 1997 – 1998 oleh aparat keamanan sebagai reaksi terhadap meningkatnya perlawanan terhadap rezim otoriter Soeharto. Seperti dijelaskan di awal, hanya ada sembilan aktivis yang dibebaskan, dan sisanya, 13 aktivis lagi belum kembali, sementara 1 aktivis ditemukan meninggal. Berawal dari tahun 1997 saat mulai maraknya kampanye Pemilu, dimana beberapa anggota PDI Perjuangan diculik tanpa ada berita atas kejelasan nasib mereka. Berlanjut pada saat kerusuhan mei 1998, hingga penculikan para aktivis Partai Rakyat Demokratik dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi.

Tuntutan yang kuat dari korban serta masyarakat luas, akhirnya membuat Pemerintah melalui Panglima TNI (Jenderal TNI Wiranto), membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 3 Agustus 1998, dan mengangkat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo sebagai ketua.

Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto dan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi Purwopranjono adalah dua petinggi militer yang diperiksa dalam kasus ini. Hasil sidang DKP memberhentikan Letjen TNI Prabowo Subianto dari dinas aktif militer, dan memberhentikan Mayjen TNI Muchdi Purwopranjono dari jabatannya sebagai Danjen Kopassus.84

Pada 17 September 1998, dilakukannya aksi tenda keprihatinan didepan Kantor LBH Jakarta. Pada hari itu dengan dukungan dan dorongan dari Alm. Munir, IKOHI terbentuk dengan mandat utama menuntaskan kasus penghilangan paksa 1997/1998. Satu tahun kemudian, 6 April 1999 digelar Mahkamah Militer, dengan terdakwa 11 orang anggota Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar. Empat anggota Tim Mawar yaitu Fauzani Syahril Multhazar, Yulius Selvanus, Untung Budi Harto, dan Nugroho Sulistyo Budi dihukum 20 bulan penjara. Mereka dipecat. Dadang Hendra Yudha, Djaka Budi Utama, dan Fauka Noor Farid dikurung 16 bulan. Adapun Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Serka Sukadi divonis penjara setahun. Mengajukan permohonan banding, vonis Fauzani, Yulius, Untung, dan Nugroho diringankan menjadi 30 – 36 bulan tanpa pemecatan. Sisanya tetap dengan vonis semula.

Penyelidikan DKP dilakukan secara tertutup, dan sampai dengan saat ini dokumen-dokumen DKP tidak dapat diakses pihak manapun, termasuk korban dan keluarga korban sebagai pihak yang dirugikan dalam kasus ini.

85

Para terdakwa hanya dituntut dengan kejahatan perampasan kemerdekaan secara bersama-sama. Tanpa sepengetahuan keluarga korban, keputusan Mahkamah Militer pada tingkat banding menghilangkan sanksi hukum berupa pemecatan dari dinas kemiliteran kepada empat orang anggota tim mawar lainnya. Sementara itu, terpidana lainnya mendapatkan promosi kenaikan jenjang karir dalam dinas kemiliteran. Fauzani misalnya, pada 2007 dipromosikan menjadi Komandan menjadi Komandan Komando Distrik Militer Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel. Nugroho menjadi Komandan Kodim Semarang pada 2009. Adapun Untung menjadi Kepala Staf Kodam XVI /

84

KontraS, “Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa, Riwayatmu Kini?” Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), 2009, hlm. 3. 85

Pattimura. Dadang juga dipromosikan menjadi Staf Brigade Infateri 16, Wira Yudha, Kodam V Brawijaya. Sebelumnya ia menjadi Komandan Kodim 0801 Pacitan berpangkat Letnan Kolonel.86

Proses dan putusan Pengadilan militer, jauh dari rasa keadilan bagi keluarga korban. Pertama, Pengadilan Militer hanya untuk kasus penghilangan paksa untuk 9 orang yang sudah dikembalikan, kedua, Pengadilan Militer tidak mengungkap pertanggungjawaban komando dalam operasi yang dilakukan Tim Mawar, ketiga, 4 terpidana yang dijatuhi hukuman dalam kasus ini, mendapatkan promosi kenaikan jenjang karir dalam dinas kemiliteran, keempat, Pengadilan Militer gagal menjelaskan nasib 13 korban yang lain, yang saat ini masih hilang, yang ketika itu disekap di tempat yang sama dengan beberapa dari korban yang telah dilepaskan. Atas tuntutan keluarga korban, maka pada 23 September 2003 Komnas HAM membentuk tim pengkajian kasus penghilangan orang secara paksa yang diketuai oleh M. M. Bilah. Hasil rekomendasi dari tim pengkajian ini adalah untuk membuat penyelidikan atas tindakan penghilangan orang secara paksa sesuai dengan UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 89 ayat 3.

87

Pada 20 Januari 2005, berdasarkan keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM, dibentuk tim penyelidikan kasus penghilangan paksa tahun 1997-1998 (TPOPST) berdasarkan SK Komnas HAM No 02./KOMNASHAM/I/2005. Tim ini diketuai oleh Ruswiyati Surya Saputra dan wakil Kusparmono Irsan untuk bekerja selama 3 bulan mulai 20 Januari – 20 April 2005 dengan kewenangan sesuai dengan UU No 39 tahun 1999 pasal 89 ayat 3, tapi kemudian masa tugasnya diperpanjang pada 21 April 2005 dan baru pada 3 Juni 2005 dilakukan Pemanggilan terhadap Wiranto (Pangab), Prabowo (Danjen Kopassus) dan Syafri Syamsudin (Pangdam Jaya) serta pejabat TNI lainnya. Tidak satupun para pejabat tinggi TNI yang bersedia hadir dan diminta keterangan.

86

Tempo, “Teka – Teki Wiji Thukul”, op.cit; hlm 84. 87

Komnas HAM sempat mengajukan permohonan pemanggilan secara paksa namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.88

Pada 1 Oktober 2005, berdasarkan hasil laporan TPOPST dan keputusan rapat Paripurna Komnas HAM, maka diputuskan untuk membentuk KPP HAM Kasus Penghilangan Paksa 1997/1998. KPP HAM yang bertanjuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa Periode 1997/1998 dibentuk berdasarkan SK Komnas HAM No 23/Komnas/X/2005 dengan jangka waktu kerja 01 Oktober 2005 s/d 31 Desember 2005 tapi pada 26 Desember 2005 dilakukan perpanjangan masa tugas sampai dengan 31 Maret 2006 beserta penambahan personil. Kemudian pada 8 November 2006 Rapat Paripurna Komnas HAM memutuskan adanya unsur pelanggaran HAM berat dan pihak-pihak yang

bertanggung jawab dalam kasus penghilangan paksa 1997/1998. Komnas HAM

menyatakan bahwa telah terjadi tindak kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap 23 orang yang diduga dilakukan oleh 27 orang secara langsung dan tak langsung. Komnas HAM juga meminta agar laporan ini ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung, DPR RI dan Presiden untuk dibawa kepengadilan HAM dan kepada korban dan keluarga korban diupayakan rehabilitasi, kompensasi dan restitusi. 89

Kemudian pada 7 Desember 2006 dilakukan penyerahan laporan dari Komnas HAM ke DPR dan Jaksa Agung. Sementara itu Jaksa Agung menyatakan tidak akan melakukan penyidikan sampai adanya rekomendasi DPR agar Presiden membentuk pengadilan Ham Ad Hoc. Jaksa agung tetap memaksa penyidikan kasus penghilangan paksa 1997/1998 harus berdasarkan rekomendasi DPR agar Presiden membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Pada 27 Januari 2007 DPR melakukan rapat Paripurna dan merekomendasikan membentuk Panitia Khusus (Pansus) kasus penghilangan paksa aktivis. Dan pada 15 September 2009 Pansus Penghilangan Paksa Aktivis DPR RI

88

Ibid;

89

menyelesaikan laporan akhir dan memberikan rekomendasi kepada paripurna sebagai berikut :90

1. Merekomendasikan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc

2. Merekomendasikan Presiden serta segenap institusi Pemerintah serta pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap para aktivis yang masih hilang

3. Merekomendasikan Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan

kompensasi kepada keluarga korban yang hilang

4. Merekomendasikan Pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti

Penghilangan Orang Secara Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktek penghilangan paksa di Indonesia.

Sampai saat ini belum adanya penanganan lanjutan dari pemerintah untuk penyelesaian kasus ini, keempat rekomendasi dari DPR tersebut pun belum dilaksanakan. Pengadilan HAM Ad Hoc belum dibentuk hingga saat ini, begitu juga dengan tiga rekomendasi lainnya, membentuk tim khusus untuk mencari aktivis yang masih hilang, memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Orang Secara Paksa. Kasus ini sampai saat ini, Juli 2013 belum mendapat penegasan dari Presiden untuk diselesaikan.

3.2. Analisis Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 – 1998