• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DIMENSI PELANGGARAN HAM BERDASARKAN

3.3 Perjalanan Konflik dan Pihak-Pihak yang Terlibat dalam

Bersenjata Non Internasional Di Suriah

Tidak bisa dipungkiri bahwa perang Suriah terindikasi begitu banyak kepentingan di dalamnya. Suriah telah menjadi konflik sangat kompleks dan multipolar. Bagaikan potongan kue yang diperebutkan oleh banyak tangan. Suriah menjadi sebuah medan perang besar saat ini. Kubu oposisi terdiri dari lebih dari 1.000 kelompok oposisi bersenjata, dari seribu kelompok ini terbagi menjadi tiga kubu. Nasionalis, Sekuleris, dan Islamis. Dari tiga kubu ini pun jika dijabarkan lagi, maka akan ada perbedaan diantara mereka. Diantara mereka ada kelompok- kelompok kecil nasionalis dan kadang-kadang unit sekuler, mereka berjuang hanya untuk membebaskan rakyat Suriah. Kemudian, ada pula kelompok Brotherhood-salah satu jenis kelompok Muslim yang berjihad di Suriah yang belum dapat dipastikan kemana arah tujuannya setelah Bashar tumbang. Kemudian kelompok Salafi yang mengikuti jejak Arab Saudi. Dan yang terakhir adalah afiliasi al-Qaeda serta kelompok yang sealiran dengan Al-Qaeda, tujuan afiliasi ini jelas ingin mendirikan Daulah Islam.

Salah satu pertempuran yang cukup menguras tenaga adalah di wilayah Safira, dimana ada beberapa kelompok terpaksa mundur dari pertempuran tersebut. Wilayah yang sempat direbut oleh pasukan Syiah dari berbagai milisi ini, akhirnya direbut kembali oleh ISIS/JAN/Ahrar Sham. Ada sekitar 50 Mujahidin ISIS dan JAN yang menjadi gugur di Safira, namun jumlah ini belum dikonfirmasi kebenarannya. Satu hal yang menjadi pertimbangan penting bahwa, ada beberapa kelompok Mujahidin yang mundur dalam peperangan di Safira,

diantaranya adalah Liwa At-Tauhid. Ini menunjukkan bahwa diantara mujahidin masih belum bisa menyatukan kekuatan untuk menghadapi musuh bersama, atau karena ada alasan lain dengan prasangka baik kelompok tersebut mundur akibat serangan angkatan udara Suriah yang bertubi-tubi. Salah satu komandan yang mundur dari pertempuran adalah Kolonel Abdul Jabbar Akaidi, kelompok Jihad sekuler yang dibantu AS dan Arab Saudi, meninggalkan Jabhat Al Nushra (JAN) dan ISIS bertempur sendirian. Ahrar Al Sham maju ke depan saat itu membantu JAN. Hal ini dimanfaatkan oleh milisi syiah Pro-Assad yang saat itu masuk merebut kota Safira, tenggara dari pusat Aleppo. Jatuhnya Safira berakibat terciptanya jalur penting pasokan senjata antara Damaskus dan Aleppo, dan pasukan Syiah Pro Assad bertahan di utara kota untuk pertahanan dari serangan Mujahidin.Beberapa kutipan pemberitaan dari VOA Islam (5/6/2013) menyatakan bahwa Saking bengisnya mereka (orang-orang Syi’ah –red) anak-anak itu banyak yang mereka bunuh. Perempuan-perempuan (kaum Sunni -red) itu banyak yang dinodai kehormatannya (diperkosa-red). Syukur-syukur setelah dinodai kehormatannya mereka itu masih hidup, banyak diantara mereka itu habis dinodai kehormatannya, dibunuh.

Syria (Suriah) merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mulai diperhitungkan keberadaannya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini bukan tidak mungkin karena ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak akan pernah tercapai tanpa campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang Suriah dahulu merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah yang mencakup seluruh negara yang berada di Timur Mediterania antara lain: Yordania,

Lebanon, Israel, dan Propinsi Turki Hatay tetapi akibat imperialis Eropa menyebabkan Suriah kehilangan wilayahnya Yordania dan Israel dipisahkan dengan berada di bawah mandat Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi minoritas Kristennya dan Hatay dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk Perancis. Perancis dengan politik devide et imperanya berhasil membagi Suriah sendiri menjadi empat wilayah antara lain: Damascus, Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Tahun 1925 Damascus dan Allepo dikembalikan kepada Suriah. Prancis pada tanggal 28 September 1941 memberikan kemerdekaan kepada Suriah, dan diikuti dengan proklamasi kemerdekaan bagi Lebanon pada 26 November 1941.

Konflik Suriah (Konflik Internal) adalah segilintiran definisi yang menafsirkan keadaan sekarang di negara Syiria (Suriah). Dan Juga ada yang mengutarakan Konflik di Suriah adalah konflik Ideologis. Pemberontakan Suriah terjadi 2011-2012 adalah sebuah konflik kekerasan internal yang sedang berlangsung di gelombang pergolakan di seluruh Dunia Arab. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir

kampanye pemberontakan melawan Tentara Suriah. Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adala

Dapat diyakini publik internasional terus mensoroti konflik negara Suriah tersebut, dan menjadi opini publik dari beberapa kalangan karena beberapa kali media terus memberitakan keadaan genting di negara Syria. Perang saudara di kawasan Timur Tengah ini, cukup menyita perhatian dunia. Tercermin dari banyaknya pihak yang terlibat di sana. Ada Iran, Rusia, Amerika Serikat dan Israel serta tentu saja PBB.Jika dipetakan secara umum, kekuatan di atas terbagi atas dua kekuatan utama. Rezim yang berkuasa di Suriah, pimpinan Presiden Bashar Al-Assad, didukung oleh Iran dan Rusia. Sementara kekuatan oposisi yang ingin menjatuhkan Assad, didukung Amerika Serikat, Israel, sejumlah negara Eropa Barat, serta beberapa negara Islam di Timur Tengah (Arab Saudi dan Qatar) serta negara Islam dari Persia (Turki).PBB juga terlibat atau melibatkan diri dalam upaya mendamaikan perang saudara di Suriah. Tapi sebagaimana biasa, keberpihakan PBB ke rezim yang berkuasa, justru lebih ke pihak Amerika Serikat atau setidaknya terkesan setengah hati.

Jatuh tidaknya Presiden Assad, sesungguhnya tidak lagi menjadi isu utama. Sebab kalau Assad dikeroyok oleh berbagai kekuatan, nasibnya dan negaranya kemungkinan besar akan sama dengan Muammar Khadafy (Lybia) dan Ben Ali (Tunisia).Tetapi yang paling dikuatirkan, jika perang saudara Suriah berlarut, konflik itu akan sama dengan persoalan Palestina-Israel. Setengah abad pun tidak selesai. Bahkan bukan mustahil, pecahannya akan lebih dahsyat dan dapat mengganggu keseimbangan perdamaian dunia. Sebab letak geografis Suriah sangat dekat dengan Palestina. Tanpa banyak diulas, sesungguhnya dalam perspektif diplomasi, perang saudara Suriah memiliki kesamaan dengan perang Palestina-Israel.

Satu hal lagi yang penting dianstisipasi, konflik Suriah, jika terus bereskalasi, dalam arti dukungan asing terhadap pihak oposisi terus menguat, hal ini dapat menyebabkan meletusnya perang terbuka antara Israel dan Iran. Penyebabnya, Iran dan Israel sudah dalam posisi "siaga". Kalau yang tidak dikehendaki oleh Iran, diganggu oleh Israel, negara pimpinan Ahmadinejad ini akan langsung bereaksi. Iran sejak awal sudah secara terang-terangan menyatakan, jika ada yang mengganggu Suriah, negara itu tidak akan diam. Peringatan Iran itu, secara implisit maupun eksplisit jelas ditujukan kepada Israel. Sementara, Israel pun secara sengaja sudah menyerang salah satu wilayah Suriah. Sekalipun serangan itu tidak secara terbuka diakui oleh Israel, tetapi para intelijen dari berbagai kalangan mengakui adanya serangan tersebut. Sekalipun serangan itu kabarnya hanya ditujukan kepada sebuah rombongan, tetapi rombongan yang dimaksud adalah kelompok yang didukung Iran. Rombongan itu dikabarkan sedang membawa suplai senjata dari Iran menuju Lebanon Selatan.

Di Lebanon, Iran mendukung kelompok Hisbullah yang sudah puluhan tahun terlibat perang dengan Israel. Jadi serangan tersebut dapat diartikan sebagai gangguan Israel terhadap Iran. Antara Suriah dan Israel sendiri terdapat konflik wilayah yaitu Dataran Tinggi Golan. Di perbatasan itu, Israel memantau setiap gerak Suriah, khususnya yang menuju ke Lebanon Selatan, tempat dimana kelompok Hisbullah bermarkas. Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, pada 1967 terlibat dalam peperangan sengit. Dalam perang itu Israel berhasil merebut Dataran Tinggi Golan. Kawasan yang merupakan salah satu daerah tersubur di wilayah Timur Tengah itu karena ada pepohonan seperti di daerah tropis serta menjadi pusat pengembangan berbagai produk pertanian, hingga sekarang tetap dikuasai Israel. Israel sekalipun mendapatkannya melalui perang, tetapi belakangan mengklaim Dataran Tinggi Golan sebagai salah satu wilayah yang memiliki status "Tanah Perjanjian" atau tanah yang dijanjikan sang Pencipta kepada Israel. Untuk memperkuat status itu, Israel mengerahkan sejumlah arkeolog, menggali berbagai tanah dan bebatuan sebagai alat bukti bahwa Dataran Tinggi Golan dulunya, ribuan tahun sebelumnya merupakan salah satu pusat pemukiman bangsa Yahudi. Sehingga dalam konteks perdebatan, cara Israel mengklaim kepemilikan Dataran Tinggi Golan, nyaris sama dengan apa yang dilakukannya atas wilayah Palestina.

Negara Suriah modern didirikan usai Perang Dunia Pertama, yaitu setelah mendapatkan kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1946. Pasca meraih kemerdekaannya, Suriah kerap diguncang oleh gejolak serta kudeta militer, yang sebagian besar terjadi antara periode 1949-1971. Kemudian antara

periode 1958-1961, Suriah bergabung dengan Mesir membentuk perserikatan yang dikenal dengan RPA (Republik Persatuan Arab). Perserikatan itu berakhir karena terjadinya kudeta militer di Suriah. Sejak tahun 1963 hingga 2011, Suriah terus memberlakukan UU Darurat Militer, sehingga dengan demikian sistem pemerintahannya pun dianggap oleh pihak barat tidak demokratis. Presiden Suriah adalah Bashar al-Assad, yang telah mengambil tampuk pemerintahan dari ayahnya Hafez al Assad dengan penunjukan secara aklamasi. Serta telah berkuasa di negara itu mulai tahun 2000. Sejak era perang dingin, Suriah terkenal dengan kekuatan militernya di kawasan, dan identik dengan julukan Rusia Timur Tengah. Hal itu berkat kedekatan hubungan Suriah dengan Rusia, sehingga kerap mendapat suplai senjata modern dari negara digdaya itu. Alasan ini jualah yang membuat Israel sedikit segan untuk melakukan perang frontal menghadapi Suriah dalam persengketaan Dataran Tinggi Golan. Di samping itu, Suriah menjadi tumpuan beberapa negara kawasan dalam menyelesaikan konflik militer yang sering terjadi di Timur Tengah.

Fakta membuktikan, bahwa sebagian besar negara Arab adalah aliansi abadi blok Barat, yang dinakhodai langsung oleh Amerika Serikat sebagai kekuatan Super Power tunggal dunia. Keberadaan kekuatan militer Suriah di kawasan tentu saja menjadikan mereka jengah, karena dianggap sebagai kekuatan lawan. Tidak jarang, beberapa kasus sebelumnya sudah pernah diangkat untuk merontokkan Suriah terutama presidennya, namun semuanya gagal. Terpaan Badai Arab Spring 2011 (Badai Musim Semi Arab 2011), yang telah merontokkan beberapa kekuatan besar di negeri Arab. Ternyata

dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Padahal sebelumnya, presiden Suriah Bashar al Assad dengan sangat optimis telah mengungkapkan, bahwa badai Musim Semi Arab tidak akan menerpa Suriah, karena rakyat Suriah secara umum telah memperoleh hak-hak mereka secara adil, jadi tidak ada alasan bagi rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di negara tersebut. Namun, kesempatan emas itu nampaknya tidak disia-siakan oleh pihak-pihak tertentu. Terbukti dengan merebaknya amunisi perlawanan rakyat yang dimotori oleh kelompok minoritas di negara tersebut. Yang menurut informasi dari pejabat Suriah, mereka pihak yang berkepentingan sengaja mendukung kelompok minoritas untuk melakukan perlawanan demi suksesnya target jahat dalam menghancurkan Suriah dari dalam.

Sehingga kelompok negara-negara Arab yang selama ini berseberangan dengan Suriah, yang memang telah mendominasi Liga Arab tersebut. Mendorong lembaga tertinggi negara-negara Arab itu untuk membekukan keanggotaan Suriah, serta menyerahkan kasus Suriah kepada Dewan Keamanan PBB untuk segera diselesaikan secara internasional. Selanjutnya, hal ini pulalah yang membuat Rusia dan Cina sebagai mitra abadi semakin tidak nyaman di kursinya. Karena mereka merasa termasuk kelompok yang paling dirugikan berkaitan dengan masalah Suriah, jika putusan DK PBB itu disahkan. Yang pada akhirnya berujung pada jatuhnya veto dari kedua negara adidaya tersebut.