• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan oleh Bank kepada Debitur untuk di gunakan membeli rumah dan/atau berikut tanah guna di miliki dan di pergunakan sendiri. Perjanjian kredit pemilikan rumah itu sendiri adalah perjanjian yang di buat oleh pihak bank (kreditur) dengan nasabah (debitur) guna terlaksananya pelepasan KPR. Jadi KPR baru dapat terlaksana apabila telah terjadi akad kredit diantara para pihak.

Perjanjian KPR ini dibuat secara tertulis. Hal ini berdasarkan isi dari Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo surat Edaran Bank Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.

1. Unsur-unsur Kredit Pemilikan Rumah

Pada dasarnya yang menjadi unsur KPR adalah sama dengan unsur-unsur kredit yang dikenal pada umumnya, yakni terdiri atas kepercayaan ; yang berarti bahwa suatu persetujuan kredit haruslah di landasi atas kepercayaan oleh pihak Kreditur (bank) atas prestasi yang diberikannya

kepada debitur (pemohon) dimana pelunasannya akan diberikan debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Waktu ; yang berarti adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit yang dilakukan kreditur dengan pelunasannya dimasa akan datang. Jangka waktu ini terlebih dahulu disepakati oleh para pihak yang mengadakan perjanjian kredit. Prestasi; yakni adanya objek tertentu berupa prestasi dan juga kontra prestasi pada saat tercapainya kesepakatan para pihak pada perjanjian pemberian kredit yang diadakan. Risiko ; yakni risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian kredit dengan pelunasannya. Semakin lama jangka waktu kredit maka semakin besar pula tingkat risikonya. Untuk mengamankan pemberian kredit dan mencegah wanprestasi dari debitur maka diadakanlah pengikatan agunan.32

2. Prinsip –prinsip Pemberian Kredit Pemilikan Rumah

Dalam melakukan pemberian kredit pemilikan rumah (KPR), pihak kreditur juga memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit. Hal ini karena setiap kredit yang diberikan oleh kreditur (bank) selalu mengandung resiko. Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 (selanjutnya

32

Hermansyah, SH, M.Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, hal. 64

disebut Undang-Undang Perbankan) yang harus dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan, ,modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur yang dikenal dengan sebutan “the five C of Credit Analysis” atau prinsip 5C’s.

Pada sasarannya konsep 5C’s ini dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Konsep 5C’s ini terdiri atas :

a. Penilaian watak (caracter)

Penilaian watak atau keperibadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara bank dan calon debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan perilaku calon debitor dalam kehidupan kesehariannya.

b. Penilaian kemampuan (capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga

calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

c.Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap kondisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan masa akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkut.

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah di cairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang di berikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang tersisa.

e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)

f. Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan diluar negeri baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.33

3. Tujuan dan Fungsi Kredit Pemilikan Rumah

Tujuan dari kredit pemilikan Rumah dapat diketahui dari definisi

kredit pemilikan rumah itu sendiri, sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya yaitu bertujuan untuk membeli rumah dan/atau berikut tanah

guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri oleh debitur. Dimana

hal ini terjadi dikarenakan pihak debitur (pemohon kredit) tidak mempunyai

kecukupan dana untuk memenuhi keinginan tersebut, sehingga bank

terlebih dahulu melunaskan biaya pembelian rumah tersebut kepada

pengembang (developer)

Adapun fungsi dari KPR ini secara langsung adalah membantu

pihak-pihak yang berkeinginan untuk membeli dan memiliki rumah

dan/atau berikut tanah pribadi tetapi tidak mempunyai cukup biaya untuk

membeli tunai.

33

Racmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 246-248

Thomas Suyatno et.al dalam buku Muhammad Djumhana

mengatakan selain itu kredit pemilikan rumah ini juga meningkatkan daya

guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan

daya guna dan peredaran barang, salah satu alat stabilitas ekonomi, dan juga

dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

34

a) KPR bersubsidi : “merupakan KPR dengan suku bunga yang rendah (lebih kecil dari suku bunga komersial) yang di peruntukkan bagi masyarakat golongan bawah”

Kredit KPR ini terdiri dari 2 jenis yakni :

b) KPR umum/komersial ; “merupakan KPR dengan suku bunga komersial yang di peruntukkan bagi semua golongan masyarakat yang membutuhkan dan layak menurut penilaian bank”.

Dokumen terkait