• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian kredit/ pemberian bank garansi

Dalam dokumen Peran atau Fungsi Bank Garansi dalam Per (Halaman 29-44)

a. Perjanjian pada umumnya

Suatu perjanjian atau persetujuan dalam kitab undang-undang hukum perdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), selanjutnya dalam hal ini J.Satrio mengatakan bahwa suatu perjanjian harus ada dua pihak yang saling berhadap hadapan dan sama-sama melakukan tindakan hukum77 oleh karena itu kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, kehendak itu yang dituangkan dalam perjanjian mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya.78 Suatu perjanjian dalam praktek kenotariatan, penandatanganan akta dapat dilakukan oleh seorang penghadap, keadaan demikian belum tentu bahwa

76 Imas Fatimah, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Praktek Berkenaan Dengan Perjanjian Kredit,(Batam), 3 Juli 2010, hlm. 2.

77 J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti,hlm.11.

perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur “dua orang (pihak) atau lebih” perjanjian tetap terjadi walau yang bertindak hanya seorang diri, yakni dalam hal seorang (penghadap) yang selain bertindak untuk dirinya sendiri, juga bertindak dalam kedudukan pihak lain misalnya, mewakili berdasarkan kuasa.79

b. Syarat sahnya perjanjian

Dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan :

Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal;

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan kedalam :

a) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif).

b) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).

Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.

79 Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. hlm.6.

Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari suatu hal tertentu/pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal yang disepakati untuk dilaksanakan sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum. Untuk itu apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut adalah dapat dibatalkan jika tidak dipenuhinya unsur subjektif dan batal demi hukum jika tidak terpenuhinya unsur objektif.80

c. Asas-asas dalam perjanjian 1) Asaskonsensualitas

Asas konsensualitas dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada syarat pertama, sepakat mereka mengikatkan dirinya. Dengan asas ini suatu perjanjian pada dasarnya sudah ada sejak tercapainya kata sepakat diantara para pihak dalam perjanjian tersebut.

2) Asas kebebasan berkontrak

Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang dihendaki oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

80 Kartini Muljadi et al.,2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada.hlm.94.

Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung suatu asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian atau menganut sistem terbuka, hal ini terlihat bahwa dalam pasal tersebut menekankan perkataan “semua” maka seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat tentang diperbolehkannya membuat suatu perjanjian apa saja asalkan dibuat secara sah dan perjanjian itu akan mengikat bagi mereka yang membuatnya. 3) Asaspacta sunt sevanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat hukum perjanjian, asaspacta sunt servandadapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang” 4) Asas iktikad baik(goede trouw)

Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” asas itikad baik merupakan asas para pihak, yaitu pihak kreditor dan debitor harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik para pihak.81

5) Asas kepribadian(Personalitas)

81Salim H.S, 2010,Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.11.

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan :

“Perjanjian hanya berlaku antara pihak pihak yang membuatnya”

Dalam hal ini berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun jika dilihat dalam Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, berarti pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, untuk itu dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur ruang lingkupnya lebih luas lagi untuk kepentingan :

a) Diri sendiri b) Ahli warisnya

c) Orang-orang yang memperoleh hak daripadanya

Dalam setiap kontrak yang dibuat para pihak, pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berhubungan erat dengan apakah yang bersangkutan dapat

melakukan perbuatan hukum tertentu. Dari uraian tersebut diatas bahwa dalam suatu perjanjian tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dari perikatan yang dibuatnya.

Dalam pemberian fasilitas kredit dan atau bank garansi kepada nasabahnya, pertama-tama dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan, jika bank menganggap bahwa permohonan tersebut layak untuk diberikan atau terlaksananya pemberian kredit/bank garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakan persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit/bank garansi.

Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah bunyi Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, dengan demikian maksud pembentuk undang-undang untuk mengharuskan hubungan kredit dibuat perjanjian tertulis, namun untuk lebih jelasnya ketentuan undang-undang tersebut harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit.82

Sehubungan dengan itu yang paling penting diadakannya perjanjian kredit adalah filosofi dari keharusan adanya perjanjian kredit atas setiap pemberian kredit/bank garansi kepada nasabahnya. Selanjutnya untuk pemberian bank garansi,

82

Sutan Remy Sjahdeini,1993,Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, hlm.180-181.

perjanjian bank garansi adalah merupakan hal yang sangat penting karena apabila bank garansi tersebut diterbitkan oleh bank kemudian dilakukan klaim oleh pihak penerima bank garansi/pihak ketiga (bouwheer), maka bank garansi tersebut akan otomatis berubah menjadi pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada nasabahnya. Untuk melengkapi pembahasan ini, berikut akan disampaikan :

a. Jenis-jenis perjanjian kredit/bank garansi;

b. Komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi; c. Isi perjanjian kredit/pemberian bank garansi;

Ad.a. Jenis-jenis perjanjian kredit/bank garansi

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit/pemberian bank garansi yaitu :

1) Perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang dibuat dibawah tangan.

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit/bank garansi dibawah tangan adalah perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang dibuat diantara mereka dan perjanjian kredit/bank garansi tanpa dihadapan Notaris. Bahkan penerapan dalam prakteknya bahwa dalam penandatangannya yang dipersiapkan oleh bank tanpa adanya saksi yang turut serta dalam membubuhkan tandatangannya.

(a) Kelemahan;

Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi dibawah tangan antara lain ;

(1) Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasioleh debitor, pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka debitor yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit / pemberian bank garansi yang telah dibuat tersebut, dalam Pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa jika seorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tandatangannya diperiksa dimuka pengadilan, yang mana formulirnya telah disediakan oleh bank (form standar/baku), maka tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan bukan tidak mungkin kredit/pemberian bank garansi, bahkan bukan tidak mungkin pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam perjanjian dalam bentuk blangko/kosong, kelemahan ini pada hakekatnya akan merugikan bank jika suatu saat berperkara dengan nasabahnya.

Sehubungan dengan itu untuk menyempurnakan permulaan pembuktian tulisan sebagaimana diatur dalam Pasal 1902 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam suatu peristiwa atau hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat dibuktikan dengan tulisan atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya

berkualitas sebagai pembuktian tulisan, penyempurnaan pembuktiannya dapat ditambah dengan saksi.83

(b) Arsip / File surat asli

Pada dasarnya merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat dibawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit/bank garansi yang dibuat dibawah tangan aslinya hilang karena sebab apapun, bank tidak memiliki arsip/file asli, hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan.

(c) Isian blangko perjanjian

Dalam hal perjanjian kredit/pemberian bank garansi dilakukan dibawah tangan, kemungkinan terjadi debitor mengingkari atau memungkiri isi perjanjian, hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi, form blangkonya telah disiapkan bank, sehingga debitor/pemohon bank garansi dapat mengelak bahwa yang bersangkutan pada waktu menandatangani blangko kosong, sehingga tidak mengetahui isi perjanjian tersebut.

2) Perjanjian kredit/bank garansi yang dibuat dihadapan Notaris/dan atau akta otentik.

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit/bank garansi oleh bank kepada

nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan Notaris.84 Dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya, dari penjelasan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa akta otentik dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini disebut pejabat umum. Sehubungan dengan itu bahwa kekuatan pembuktian formil pada akta otentik dijelaskan dalam Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa segala keterangan yang tertuang didalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penandatangan kepada pejabat yang membuatnya, untuk itu kebenaran yang tercantum didalamnya benar dari orang yang menandatanganinya, tetapi juga meliputi kebenaran formil yang dicantum oleh pejabat pembuat akta yaitu mengenai tanggal yang tertera didalamnya, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004,Pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

84H.R.Daeng Naja, 2005,Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, hlm.185.

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.85 Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3917 K/Pdt/1986, dapat ditarik kesimpulan, pada dasarnya apa yang tertuang dalam akta notaris, harus dianggap benar merupakan kehendak para pihak.86 Berkaitan dengan yang tersebut diatas bahwa notaris adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.87

Selanjutnya mengenai akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian :88

a) Lahiriah(uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik, jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta notaris. Parameter untuk menentukan akta notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta (mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa.

b) Formal(formele bewijskracht)

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal

85Habib Adjie, 2008,Hukum Notaris Indonesia,Bandung,PT.Refika Aditama,hlm.73.

86M.Yahya Harahap, 2007,Hukum Acara Perdata,Jakarta,Sinar Grafika,hlm.567.

87

Habib Adjie, 2009, Sekilas Dunia Notaris Dan PPAT Indonesia (Kumpulan tulisan), Bandung, Mandar Maju,hlm.1.

88Habib Adjie, 2009,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung,PT.Refika Aditama,hlm.72-73.

untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, saksi dan notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh notaris, dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap.

c) Materil(materiele bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting,bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu, dengan demikian isi akta notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan ahli waris serta para penerima hak mereka.

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek yang tidak benar, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta tersebut kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.

Ad.b Komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi

Dalam prakteknya komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi pada umumnya terdiri dari empat bagian yaitu :

Dalam prakteknya judul yang dipergunakan oleh bank-bank tidak ada keseragaman antara satu bank dengan bank lainnya,

(2) Komparisi

Yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum, penuangannya adalah berupa : (a) Uraian terperinci tentang identitas meliputi nama, tempat tanggal lahir,

kewarganegaraan, pekerjaan, dan domisili para pihak.

(b) Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari para pihak dan kedudukan para pihak.

(c) Isi perjanjian.

Yaitu merupakan bagian dari perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang didalamnya dimuat hal-hal yang diperjanjikan.

(d) Penutup.

Yaitu merupakan bagian atau dimuatnya hal-hal : (1) Pilihan domisili hukum para pihak.

(2) Tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani. (3) Tanggal mulai berlakunya perjanjian

(3). Isi perjanjian pemberian bank garansi.

Perjanjian pemberian bank garansi harus memuat 5 (lima) syarat minimal yaitu :

(a) Besaran/nominal bank garansi yang diterbitkan. (b) Jangka waktu bank garansi.

(c) Klausula covenant.

(d) Biaya-biaya yang harus dibayar nasabah. (e) Barang jaminan.

(f) Tujuan penggunaan bank garansi.

(g) Terjamin tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia serta kelaziman perbankan.

(h) Terjamin memberi kuasa yang tak dapat dicabut kembali kepada bank untuk sewaktu-waktu mencairkan jaminan lawan guna melunasi hutang terjamin sebagai akibat dilaksanakannya pembayaran bank garansi maupun hutang lainnya yang timbul sehubungan dengan pemberian bank garansi tersebut.89

Oleh karena itu apabila dikembangkan lebih lanjut, isi dari perjanjian pemberian bank garansi yang termuat pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut : Ad.(a) Klausul mengenai besaran atau nominal bank garansi

Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas maksimum kewajiban bank untuk membayar klaim kepada penerima/pemegang bank garansi. Dan berapa besar klaim yang dibayar oleh bank, maka sebesar jumlah itu yang menjadi fasilitas kredit oleh nasabah bank yang bersangkutan.

Ad. (b) Klausul mengenai jangka waktu bank garansi

Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas waktu bagi bank untuk menyediakan dana apabila terdapat klaim, batas waktu bagi nasabah adanya jaminan dari bank dan batas waktu pemegang bank garansi untuk melakukan klaim kepada bank penerbit bank garansi.

Ad.(c)Klausul covenant

Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal,antara lain :

(1) Adanya syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah sebelum bank berkewajiban untuk bank garansi tersebut kepada nasabah yang selanjutnya menyerahkan kepadabouwheer.

(2) Adanya janji-janji nasabah untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian pemberian bank garansi masih berlaku

Ad.(d) Klausul biaya-biaya yang harus dibayar nasabah

Klausul ini penting karena hanya dari biaya-biaya inilah bank memperoleh pendapatan dari pemberian bank garansi. Tidak adanya pembebanan bunga pada pemberian bank garansi karena tidak adanya cash out (pengeluaran dengan tunai) oleh bank kepada nasabah,cash outterjadi setelah adanya klaim dari pemegang bank garansi. Adapun biaya-biaya tersebut adalah provisi dan administrasi.

Ad.(e) Klausul barang jaminan.

Klausul ini sangat penting karena apabila terjadi klaim atas bank garansi tersebut, bank akan mengeluarkan dana klaim yang harus dibayar kepada pemegang bank garansi. Dengan demikian dana yang dikeluarkan tersebut tercover (tertutupi)

oleh suatu jaminan yang telah diikat sebelumnya oleh bank dalam suatu perjanjian pemberian bank garansi.

Dalam dokumen Peran atau Fungsi Bank Garansi dalam Per (Halaman 29-44)

Dokumen terkait