• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT

A. Perjanjian Perwaliamanatan

Pada prinsipnya Wali Amanat ditunjuk oleh Emiten yang ingin menerbitkan suatu obligasi pada saat sebelum melakukan emisi. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapatnya pemegang obligasi karena pada saat itu obligasi tersebut belum ditawarkan kepada umum. Setelah penunjukan Wali Amanat oleh Emiten, maka antara Emiten dengan Wali Amanat harus dibuat suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian Perwaliamanatan.(Perjanjian ini mengikat pemegang Efek yang bersifat utang.) Sejak ditandatangani Perjanjian Perwaliamanatan tersebut, maka Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek tersebut, tetapi perwakilan tersebut baru berlaku efektif pada saat Efek tersebut telah dialokasikan kepada para pemodal. Wali Amanat berhak mewakili pemegang Efek tersebut dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang Efek tersebut termasuk dalam melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek tersebut baik di dalam maupun di luar pengadilan.(Lihat Penjelasan Pasal 51 Ayat (2) UUPM.)

Dalam Bab II sudah disinggung bahwa Perjanjian Perwaliamanatan yang diatur dalam Pasal 52 UUPM merupakan suatu perjanjian yang mengandung janji untuk kepentingan pihak ketiga sebagaimana yang diatur Pasal 1317 KUH Perdata.

Rumusan Pasal 1317 Ayat (1) KUH Perdata memperbolehkan dibuatnya suatu perjanjian yang mengandung janji untuk kepentingan pihak ketiga dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dalam perjanjian tersebut. Dalam Pasal 1317 Ayat (1) KUH Perdata mengandung dua persyaratan penting sehubungan dengan janji untuk pihak ketiga, yaitu :

1.Adanya pihak yang berjanji kepada dirinya sendiri untuk memenuhi suatu kewajiban kepada seorang pihak ketiga,di kemudian hari. Jika pihak ketiga ini telah menyatakan kehendaknya untuk menerima janji tersebut, maka berlakulah janji tersebut sebagi suatu bentuk perjanjian antara pihak yang mengikatkan dirinya tersebut dengan pihak ketiga yang “diuntungkan” dengan janji tersebut. 2.Adanya pemberian suatu kebendaan tertentu kepada seseorang, dengan kewajiban yang tidak bertimbal balik secara langsung. Penerima benda tersebut diwajibkan untuk melakukan sesuatu bagi kepentingan pihak ketiga yang ditunjuk atau ditentukan oleh pemberi benda tersebut. Dengan diterimanya janji tersebut oleh pihak ketiga ini, maka orang yang menerima benda tersebut terikat untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga ini.

Syarat-syarat tersebut di atas bukanlah syarat kumulatif tetapi syarat alternatif. Hal ini juga ditegaskan oleh J.Satrio bahwa syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 1317 Ayat (1) merupakan syarat alternatif karena digunakan kata “atau” dalam Pasal 1317 Ayat (1) KUH Perdata. Syarat alternatif dalam arti bahwa supaya sahnya janji untuk kepentingan pihak ketiga tersebut, maka hanya perlu dipenuhi salah satu persyaratan sebagaimana yang dijelaskan diatas tersebut. Selain itu, harus diperhatikan bahwa hak yang diperoleh pihak ketiga haruslah hak

yang memang dengan sengaja diberikan oleh para atau salah satu pihak dalam perjanjian dan bukan pihak ketiga yang kebetulan atau tanpa diniati memperoleh keuntungan dari suatu perjanjian yang mana ia bukan pihak. Pengertian pihak ketiga harus dipahami sebagai pihak yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perjanjian tersebut (yang menandatangani perjanjian) dan juga bukan sebagai penerima atau pengoper hak atau orang yang melaksanakan hak-hak dari salah satu pihak dalam perjanjian, seperti mandataris atau lasthebber,cessionaris,dan zaakwaarnemer.

Dalam Pasal 1317 Ayat (2) KUH Perdata dikatakan bahwa: “Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu, ,tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendaknya untuk menggunakannya”. Ini berarti bahwa setelah pihak ketiga menyatakan kehendaknya untuk menerima manfaat atas janji yang diberikan tersebut. Hal ini merupakan akseptasi atau penerimaan yang menyebabkan atau mengakibatkan terikatnya pihak ketiga dengan perjanjian atau pernyataan yang dibuat berdasarkan pada ketentuan Pasal 1317 KUH Perdata tersebut.

Seperti diketahui bahwa sebelum malakukan penawaran umum obligasi, Emitmen terlebih dahulu menunjuk Wali Amanat. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh investor pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapatnya investor pemegang obligasi. Setelah dilakukan penunjukan Wali Amanat oleh Emitmen, maka antara Emitmen dengan Wali Amanat wajib membuat suatu perjanjian yang disebut Perjanjian Perwaliamanatan (Pasal 52

UUPM). Dengan demikian, Perjanjian Perwaliamanatan dibuat dan ditandatangani oleh dua pihak, yaitu:

1. Emiten (Issuer)

Emiten merupakan pihak yang melakukan penawaran umum (Pasal 1 angka 6 UUPM). Emiten yang mempunyai maksud untuk melakukan penawaran umum obligasi atau Efek yang bersifat utang lainnya.

2. Wali Amanat (Trustee)

Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang (Pasal 1angka 30 UUPM). Definisi Wali Amanat tersebut memberikan gambaran bahwa Wali Amanat hanya diperlukan dalam penerbitan Efek yang bersifat utang seperti obligasi.

Dalam Pasal 52 UUPM yang mewajibkan Emiten dan Wali Amanat untuk membuat Perjanjian Perwaliamanatan. Kewajiban tersebut hanya semata-mata untuk kepentingan investor pemegang obligasi. Dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (2) UUPM juga secara tegas menyatakan bahwa sejak ditandatangani Perjanjian Perwaliamanatan antara Emiten dengan Wali Amanat, Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang (investor pemegang obligasi). Dengan demikian, pada saat Perjanjian Perwaliamanatan ditandatangani, baik secara undang-undang maupun perjanjian telah melahirkan perikatan Wali Amanat terhadap investor pemegang obligasi.

Jika dikaitkan dengan Pasal 1317 ayat (1) KUH Perdata, maka akan memberikan gambaran yang lebih jelas bahwa Perjanjian Perwaliamanatan yang diatur dalam Pasal 52 UUPM merupakan suatu perjanjian yang mengandung janji

untuk kepentingan pihak ketiga. Perjanjian Perwaliamanatan memenuhi syarat pertama sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemenuhan syarat tersebut, yaitu bahwa Wali Amanat berjanji kepada dirinya sendiri untuk memenuhi suatu kewajiban kepada investor pemegang obligasi di kemudian hari (setelah penerbitan obligasi sampai setelah selesai pelunasan obligasi). Dengan terpenuhinya syarat (1), yakni Wali Amanat dengan Emiten membuat suatu janji kepada dirinya sendiri untuk memenuhi suatu kewajiban kepada investor pemegang obligasi, maka Wali Amanat sudah terikat atas Perjanjian Perwaliamanatan.

Dengan demikian, dilihat dari Pasal 52 jo. Penjelasan Pasal 51 ayat (2) UUPM, maka jelas dalam Perjanjian Perwaliamanatan yang dibuat antara Emiten dengan Wali Amanat secara implisit mengandung suatu janji untuk kepentingan pihak ketiga, yaitu investor pemegang obligasi.

Investor yang ingin membeli obligasi wajib mengisi dan memenuhi seluruh persyaratan yang disebutkan dalam Formulir Pemesanan Pembelian Obligasi (FPPO). Setelah itu, investor juga terikat oleh Perjanjian Perwaliamanatan yang merupakan satu kesatuan dengan FPPO. Kekuatan mengikat dari Perjanjian Perwaliamanatan terhadap investor didasarkan pada Pasal 1317 ayat (2) KUH Perdata yaitu:

“Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendaknya untuk menggunakannya”.

Dari Pasal 1317 ayat (2) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa perjanjian perwaliamanatan yang dibuat oleh Emiten dengan Wali Amanat tersebut dapat mengikatkan pemegang obligasi yang telah menyatakan kehendaknya. Secara a contrario dapat ditafsirkan juga bahwa sebelum pihak ketiga menyatakan kehendaknya untuk menerimanya, maka stipulator48 masih dapat menarik kembali janjinya.49

Kehendak dari pemegang obligasi tersebut dapat diketahui pada saat investor melakukan pengisian formulir Pemesanan Pembelian Obligasi dan memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam Formulir Pemesanan Pembelian Obligasi. Setelah menyatakan kehendak tersebut, tidak secara otomatis Perjanjian Perwaliamanatan mengikatkan investor pemegang obligasi. Perjanjian Perwaliamanatan baru mengikat investor pemegang obligasi, setelah dilakukan penjatahan atau alokasi obligasi oleh Penjamin Emisi Efek (Underwriter) serta dilakukan pembayaran oleh investor. Hal ini sebagai pemenuhan salah satu persyaratan yang tercantum dalam FPPO. Dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (2) UUPM secara tegas menyatakan:

Sejak ditandatangani kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan Wali amanat, Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang, tetapi perwakilan tersebut akan berlaku efektif pada saat Efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para pemodal. Dalam hal ini, Wali Amanat diberi kuasa berdasarkan undang-undang ini untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang

48 J. Satrio, Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Buku I), Op. Cit., hlm. 108-109, J. Satrio membagi pihak-pihak dalam perjanjian yang mengandung janji pihak ketiga ke dalam tiga pihak, yaitu: Stipulator adalah pihak yang minta diperjanjikan suatu hak, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk pihak ketiga; Promisor adalah pihak yang menjanjikan sesuatu untuk pihak ketiga atas permintaan stipulator; Pihak ketiga adalah pihak yang sengaja diberikan hak oleh para atau salah satu pihak dalam perjanjian.

Efek bersifat utang tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari pemegang Efek bersifat utang dimaksud.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Perjanjian Perwaliamanatan mengikat investor pemegang obligasi pada saat setelah dilakukan penjatahan oleh Underwriter dan pembayaran oleh investor itu sendiri.

Perjanjian Perwaliamanatan yang dibuat oleh Emiten dengan Wali Amanat sebagian besar memuat hak-hak investor pemegang obligasi terhadap Wali Amanat atau kewajiban Wali Amanat kepada investor pemegang obligasi.

Hubungan hukum antara Emiten, Wali Amanat, dan Pemegang obligasi yang diatur dalam Perjanjian Perwaliamanatan memperlihatkan bahwa hubungan hukum ketiga pihak tersebut mirip dengan konsepsi trusts.

Dari uraian konsepsi trusts di bab sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa konstruksi hukum dalam Perjanjian Perwaliamanatan merupakan suatu konsep indenture trusts, di mana Emiten bertindak sebagai settlor, Wali Amanat bertindak sebagai trustee, dan pemegang obligasi bertindak sebagai beneficiary. Emiten yang bertindak selaku settlor menyerahkan harta bendanya sebagai jaminan kepada Wali Amanat selaku trustee dengan tujuan untuk kepentingan investor pemegang obligasi selaku beneficiary. Harta kebendaan yang diserahkan oleh Emiten merupakan jaminan atas pelunasan obligasi yang telah diterbitkan, yang merupakan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas. Hal tersebut sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 528 KUH Perdata, yang berbunyi:

“Atas sesuatu kebendaan, seseorang dapat mempunyai, baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai, atau hipotek.”

Harta kebendaan milik Emiten yang dijadikan jaminan atas pelunasan obligasi merupakan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas atau dikenal dengan Jura in re aliena. Jura in re aliena adalah suatu hak kebendaan yang terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan (hukum) tertentu di atas suatu kebendaan yang dengan hak kebendaan yang lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya.

Berhubung hak atas harta kebendaan yang diserahkan oleh Emiten kepada Wali Amanat merupakan suatu jaminan yang memiliki hak kebendaan yang terbatas, maka antara Emiten dengan Wali Amanat masih terdapat hubungan hukum, sepanjang yang berkaitan dengan harta kebendaan Emiten yang dijadikan sebagai jaminan atas pelunasan obligasi. Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep bahwa Perjanjian Perwaliamanatan merupakan suatu indenture trusts. Selain itu Wali Amanat dalam hal tidak ada jaminan kebendaan, Wali Amanat merupakan pemegang hak gugatan perorangan dan satu-satunya pelaksana hak gugatan perorangan yang dimiliki seluruh investor pemegang obligasi. Dalam hal ini, benda yang dimiliki Wali Amanat adalah hak gugatan perorangan yang kewenangannya berdasarkan UUPM dan Perjanjian Perwaliamanatan diserahkan kepada Wali Amanat. Tidak ada seorang investor pun yang dapat melaksanakan hak gugatan perorangan tersebut.

Secara lebih rinci Perjanjian Perwaliamanatan setidak-tidaknya memuat ketentuan tentang:

a. penunjukan Wali Amanat oleh Emiten; b. dasar dan tujuan penerbitan obligasi; c. jumlah pinjaman pokok;

d. tingkat bunga dan jumlah lembar kupon bunga; e. jenis obligasi serta denominasinya;

f. penggantian surat obligasi dank upon bunga yang rusak; g. pembayaran bunga dan pinjaman pokok;

h. jangka waktu pinjaman dan cara-cara pelunasannya;

i. penyisihan dana untuk pelunasan obligasi (sinking fund) dan pengelolaannya;

j. agen pembayaran;

k. perincian dan nilai harga kekayaan emiten yang dijaminkan; l. ketentuan mengenai pengelolaan kekayaan jaminan;

m. ketentuan mengenai penanggung (jika ada);

n. hak, kewajiban, dan tanggung jawab Wali Amanat; o. penggantian Wali Amanat;

p. Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO); q. Sanksi-sanksi.

Untuk kelancaran pembayaran pokok dan bunga obligasi kepada pemegang obligasi, antara Emiten dan Wali Amanat selaku agen utama pembayaran, harus

dibuat perjanjian agen pembayaran dalam bahasa Indonesia yang memuat setidak-tidaknya tentang:

a. Penunjukan agen utama pembayaran;

b. Jumlah pinjaman pokok obligasi, cara, tempat, dan waktu tempat pembayarannya;

c. Jumlah bunga obligasi, cara, tempat, dan waktu tempat pembayarannya;

d. Ketersediaan agen utama pembayaran untuk dan atas nama Emiten melakukan pembayaran bunga dan pinjaman pokok obligasi kepada pemegangnya;

e. Pemberian wewenang penuh kepada agen utama pembayaran untuk menunjuk dan memberhentikan agen pembantu pembayaran;

f. Penetapan waktu dan penunjukan bank tempat menyetor dana yang cukup untuk pembayaran pinjaman obligasi beserta bunganya;

g. Imbalan jasa bagi agen utama pembayaran.

Dokumen terkait