• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian banyak sekali macamnya, dan berbeda-beda bentuk dan tujuannya.Ada yang cukup dengan lisan saja dan ada juga yang harus dibuat tertulis. Perjanjian yang dibuat tertulis ada yang dibuat dengan akta otentik dan ada pula yang dibuat dengan akta dibawah tangan saja.

Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi : ”bahwa persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih ”

Berdasarkan bunyi Pasal 1313 KUHPerdata dapat dikemukakan bahwa defenisi perjanjian adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan ikatan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.Dari persetujuan itu timbullah hak dan kewajiban para pihak. Hak dan kewajiban para pihak yang dituangkan dalam bentuk tertulis maka bila terjadi perselisihan perjanjian tertulis tersebut bisa menjadi alat bukti.

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, namun untuk perjanjian tertentu, undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Jadi perjanjian dalam bentuk tertulis bukan hanya sebagai alat bukti saja tapi merupakan syarat untuk

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

adanya (bestaanwaarde) perjanjian itu. Misalnya perjanjian mendirikan perseroan terbatas harus dengan akta notaris (Pasal 38 KUHDagang).*****************************

Diantara beraneka ragamnya bentuk perjanjian ada pula perjanjian-perjanjian khusus yang sering terdapat didalam dunia perdagangan seperti perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerja (perburuhan), asuransi, perjanjian kredit dengan bank, perjanjian jaminan perseorangan.†††††††††††††††††††††††††††††

Dalam perjanjian khusus seperti perjanjian pemberian jaminan perorangan ada pula yang ditentukan bentuk dan caranya oleh undang-undang seperti perjanjian jaminan aval dalam pembayaran surat wesel yang terdapat dalam KUHDagang.

1.Perjanjian Jaminan Aval.

Seperti yang dikemukakan diatas, perjanjian ada yang dibuat dengan lisan dan ada yang dibuat dengan tertulis. Demikian juga perjanjian utang piutang ada yang dibuat dengan lisan dan ada yang dibuat dengan bentuk tertulis. Dalam perjanjian tetulis ada yang dibuat dengan akta dibawah tangan, ada pula yang dibuat dengan akta notaris.

Dalam perjanjian hutang piutang di dunia perbankan adalah dilakukan dengan penyaluran kredit kepada nasabah debitur dan salah satu ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia tentang perjanjian kredit haruslah dibuat dengan bentuk perjanjian tertulis.

*****************************

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasai Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 65-66

†††††††††††††††††††††††††††††

Praktek pemberian kredit dalam dunia perbankan tidak hanya melibatkan bank dan nasabah debitur saja tapi adakalanya melibatkan pihak ketiga sebagai penjamin. Disini penjamin adalah bertindak selaku orang yang menjamin hutang debitur manakala debitur yang dijamin tersebut tidak memenuhi janjinya.

Dalam konteks perjanjian kredit dengan pemberian jaminan oleh pihak ketiga maka dari perjanjian pinjam meminjam antara bank (kreditur) dan nasabah debitur tersebut muncullah hubungan hukum yaitu hubungan perutangan dimana ada kewajiban berprestasi dari debitur dan ada hak mendapatkan prestasi dari kreditur. Dari hubungan-hubungan hukum yang dibuat oleh debitur dengan bank maka muncul pula hubungan-hubungan hukum antara kreditur (bank) dengan penjamin atau hubungan debitur dengan penjamin.

Hubungan hukum tersebut akan berjalan lancar jika masing-masing pihak memenuhi kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun dalam perjanjian utang-piutang tersebut ada kalanya salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guna membuktikan hak dan kewajiban para pihak, baik kreditur, debitur maupun pihak ketiga sebagai penjamin apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikannya, maka perjanjian tersebut perlu dituangkan kedalam suatu perjanjian tertulis.

Perjanjian tertulis ini lebih mudah untuk dipergunakan sebagai bukti apabila dikemudian hari ada hal-hal yang tidak di inginkan, karena dalam hukum perdata bukti tertulis merupakan bukti utama. Dengan dituangkannya perjanjian kedalam

bentuk tertulis maka masing-masing pihak akan mendapatkan kepastian hukum terhadap perjanjian yang dibuatnya. Apa bila didalam perutangan debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya bila hutang tersebut tersebut sudah dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur dan benda jaminan yang diserahkan penjamin sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara menjual benda-benda jaminan dari penjamin, yang kemudian dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi hutang debitur.

Dalam konteks perjanjian kredit dengan pemberian jaminan didunia perbankan adalah diawali dengan pembuatan perjanjian kredit dalam bentuk tertulis. Perjanjian kredit tersebut adalah perikatan antara debitur dan bank (kreditur). Selanjutnya barulah dibuat perikatan lanjutan untuk mengikat penjamin dengan kreditur. Ditinjau dari hubungan pertalian antara kreditur, debitur dan penjamin maka terdapat dua ikatan yaitu ikatan antara kreditur dengan debitur dan ikatan kreditur dengan penjamin. Sebagai bentuk ikatan maka ikatan debitur dengan kreditur adalah ikatan induk sedangkan ikatan penjamin dengan kreditur adalah ikatan tambahan. Artinya ikatan tambahan tersebut lahir karena ada ikatan induknya.

Suatu perikatan menurut Pasal 1233 KUHPerdata berasal dari perjanjian dan undang-undang maka perikatan penjamin adalah perikatan yang berasal dari perjanjian. Artinya perikatan antara penjamin dengan kreditur ada karena adanya perikatan terdahulu yang telah ada antara bank dengan debitur atau perikatan penjamin tidak ada kalau tidak ada perikatan pokoknya.

Perwujudan untuk mengikat penjamin dalam perjanjian pemberian jaminan oleh pihak ketiga maka dibuatlah akta jaminan pribadi dalam berbentuk tertulis yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban dari penjamin.

Sekilas antara ikatan induk dan tambahan dengan perikatan yang lahir dari perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1233 KUHPerdata adalah memiliki persamaan yaitu sama ada karena perikatan pokok (perikatan induk). Namun ada pebedaan dari dua bentuk pertalian tersebut yaitu dalam ikatan induk dan ikatan tambahan belum tentu tergantung dengan ikatan induk artinya bila ikatan induk lepas maka belum tentu ikatan tambahannya ikut lepas juga, sedangkan dalam perjanjian yang lahir karena perjanjian adakalanya tergantung dengan perikatan pokok artinya bila ikatan pokoknya lepas maka maka ikatan ikutannya lepas juga

Seperti yang telah dikemukakan dalam penjelasan terdahulu tentang pembayaran surat wesel dapat dijamin dengan jaminan aval dari pihak ketiga (avalist) maka perjanjian jaminan aval ini pun muncul karena ada perjanjian pokok (perikatan dasar )yang dibuat sebelumnya.

Seperti perjanjian jaminan dalam borgtocht maka pernyataan aval ini harus dibuat tertulis karena aval itu adalah merupakan suatu pernyataan wesel, sebagaimana halnya pernyataan-pernyataan yang lain yang terdapat dalam surat wesel.

Pembayaran surat wesel yang dapat diberikan aval, salah satunya dapat terjadi bilamana bank menolong nasabahnya untuk memperolah uang dalam bentuk kredit dan pemberian kredit tersebut dijamin oleh orang lain sebagai penjamin (avalist) dengan memberikan jaminan aval, yaitu dengan cara menyetujui atau memberi izin

kepada nasabahnya tersebut untuk menerbitkan surat wesel. Setelah surat wesel diterbitkan barulah dibuat pernayataan aval disurat wesel tersebut, pernyataan itu mengandung perkataan yang dimaksud dalam Pasal 130 ayat (2) yaitu perkataan ”baik untuk aval” atau sejenis aval itu dapat diberikan, dengan hanya menempatkan tanda tangan saja dari penjamin (avalist). Dan aval sebagai suatu pernyatan harus memenuhi syarat ” tanda tangan” yang diharuskan oleh Pasal 130 ayat (2) KUHDagang.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengemukakan :

”Sepucuk surat wesel dimaksudkan untuk dapat diperdagangkan dan merupakan sebagai alat kredit. Bilamana kreditnya atau kepercayaan bahwa pembayaran atas wesel itu adalah terjamin, maka tujuan untuk dapat memperdagangkan wesel itu pun menjadi semakin besar. Melihat pentingnya jaminan yang besar itu, maka pembentuk undang- undang menetapkan dalam satu pasal tentang jaminan yang diberikan kepada seseorang pemegang wesel dengan menetapkan didalam Pasal 146 KUHDagang bahwa semua penghutang-penghutang wesel bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya pada pemegang (bank).§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Dengan pertanggungan jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dari setiap penghutang wesel, sebenarnya jaminan atau kredit atas wesel sudah besar.Akan tetapi masih ada kemungkinan memperbesarnya, jika perlu dianggap oleh pihak-pihak yang bersangkutan misalnya yaitu dengan mengadakan jaminan-jaminan berdasarkan kehendak dari para pihak.******************************

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Opcit, hal 79

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Ibid, hal 76

******************************

Kontruksi pertanggung jawaban untuk seluruhnya (tanggung menanggung) sebenarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diantara beberapa penghutang (debitur) biasa yaitu dalam Pasal 1280 KUHPerdata tentang perikatan tanggung menanggung (tanggung renteng).

Akan tetapi perikatan-perikatan yang timbul dari surat wesel adalah berdasarkan sebab yang berbeda-beda sehingga ketentuan dalam hukum perdata umum itu tidak dapat dipakai dalam perikatan-perikatan wesel. Mengenai perikatan- perikatan pokok dari penghutang-penghutang wesel adalah beda dengan perikatan pokok diantara penghutang-penghutang biasa.

Jaminan ini dapat berupa jaminan yang :

1.Bersifat kebendaan yaitu pand (gadai) dan hypotek. 2.Yang bersifat pribadi yaitu : aval.††††††††††††††††††††††††††††††

Berdasarkan uraian diatas secara sederhana dapat dikemukakan urutan-urutan permulaaan terjadinya perjanjian jaminan aval ini adalah diawali dengan perjanjian dasar (perjanjian kredit) yang dibuat oleh kreditur (bank) dan debitur, kemudian berdasarkan perjanjian dasar (perjanjian kredit) tersebut diterbitkanlah surat wesel selanjutnya diatas surat wesel tersebut dibuatlah pernyataan tentang pemberian jaminan aval.

††††††††††††††††††††††††††††††

Mengenai jaminan. yang bersifat kebendaan seperti hypotek ini menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak yang mengutip pendapat dari Zevenbergen adalah praktis jarang terjadi karena hutang wesel itu adalah hutang yang telah dapat ditagih (dibayar) dalam waktu yang tidak lama atau dalam waktu singkat telah dapat ditagih. Mengenai Pand (gadai), menurut contoh yang disebutkan oleh Zevenbergen dapat terjadi kebanyakan atas barang-barang yang diangkut menyeberang laut yang dibebani Pand (gadai) kepada seseorang penghutang wesel. Jaminan yang bersifat pribadi adalah aval, yaitu suatu janji dimana seorang mengikatkan dirinya untuk menjamin pembayaran wesel seluruhnya atau sebagian (Ibid, hal 76-77).

Hal yang dapat dikemukakan berdasarkan urutan dalam proses terjadinya perjanjian jaminan aval dalam pembayaran surat wesel tersebut adalah bahwa unsur- unsur didalam perikatan dasarnya (perjanjian kredit) hanya dapat dikemukakan terhadap bank (kreditur) yang berhubungan langsung dengan nasabah debitur. Dengan demikian pihak penjamin (avalist) tidak perlu mengetahui tentang isi surat itu langsung dengan perikatan dasarnya (perjanjian kredit). Jadi dapat dilihat dari hubungan tersebut adalah perjanjian kredit antara debitur dan bank tidak ada sangkut pautnya dengan penjamin (avalist), penjamin hanya mengikatkan diri untuk memberikan jaminan aval dalam pembayaran surat wesel adalah untuk menjamin hutang debitur jika debitur menolak membayar pada hari bayar. Keterikatan penjamin (avalist) adalah timbul karena pemberian aval yang terdapat dalam surat wesel.

Titik taut antara perjanjian pemberian kredit dengan perjanjian pemberian jaminan aval dalam pembayaran surat wesel adalah pada debitur, sebab debitur adalah sebagai pihak dalam perjanjian kredit juga pihak dalam perjanjian pemberian jaminan aval dalam surat wesel.

Sama halnya dengan perjanjian pemberian jaminan perorangan yang diatur dalam KUHPerdata maka perjanjian jaminan aval yang diatur dalam KUHDagang dalam konteks pemberian kredit adalah merupakan perjanjian yang mengikat penjamin (avalist) dalam rangka pelunasan hutang debitur manakala debitur tidak membayar kepada kreditur (bank).

Namun keterikatan penjamin (avalist) dengan pihak kreditur (bank) hanyalah dibuktikan dengan klausula-klausula tertentu dan tanda tangan dari penjamin saja.

Hanya tanda tangan saja dari pemberi aval (avalist) yang dibubuhkan pada belah muka dari surat wesel itu, berlakulah sudah sebagai aval, kecuali tanda tangan itu tanda tangan si penarik (debitur) atau tertarik (dalam hal ini kreditur).‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Menyimak bunyi ketentuan Pasal 130 ayat (3) dan ayat (2) KUHDagang tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa seorang penjamin (avalist) dengan membubuhkan tanda tangan saja telah berlaku sebagai perjanjian pemberian jaminan.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikemukakan bahwa perjanjian pemberian jaminan aval adalah merupakan suatu bentuk perikatan yang mengikat debitur dan penjamin secara tanggung menanggung kepada bank (kreditur).Artinya perjanjian yang hanya ditandatangani oleh penjamin (avalist) saja mengandung perikatan penjamin (avalist) yang harus dilaksanakan dibelakang hari dan merupakan alat bukti bagi kepentingan kreditur (bank). Karena akta itu merupakan tanda bukti adanya perikatan si penandatangan (avalist) maka akta itu dipegang oleh kreditur (bank). Perjanjian yang hanya berisi sedikit klausula yang ditetapkan dalam Pasal 130 KUHDagang dan tanda tangan dari penjamin (avalist) merupakan alat bukti bagi kepentingan kreditur (bank) untuk menagih hutang kepada penjamin (avalist) pada hari bayar manakala debitur menolak membayar utangnya. Dan karenanya ada perikatan pejamin (avalist) itu maka si kreditur (bank) mempunyai hak menagih.

HMN Purwosutjipto mengemukakan urutan-urutan peristiwa dari sisi si penandatangan adalah debitur sebagi berikut :

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

”a.Adanya perikatan debitur yang bernilai uang, mengakibatkan hak menagih pada kreditur bernilai uang

b.Hak menagih yang bernilai uang itu terkandung dalam akta. Hubungan antara hak menagih dengan akta itu tergantung dari pada fungsi akta itu.

c.Bila fungsi akta (surat wesel) itu sekedar dipergunakan sebagai ”alat bukti” adanya hak managih maka hubungan antara hak menagih dengan akta itu tidak erat.

d.Bila fungsi akta (surat wesel)itu sebagai ”syarat adanya” hak menagih, maka hubungan antara hak menagih dengan akta sangat erat sehingga dapat dikatakan senyawa.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Seperti yang dikemukakan HMN Purwosutjipto maka urutan-urutan tersebut diatas tentu berlaku bagi seorang penjamin (avalist) dimana penjamin (avalist ) merupakan pihak yang sama dalam perjanjian pembayaran surat wesel yaitu sebagi pihak-pihak yang berhutang. Ini berarti adanya perikatan penjamin (avalist) yang memberikan jaminan aval bernilai agunan berupa benda mengakibatkan hak menagih pada penjamin yang bernilai agunan juga. Dan hak menagih terhadap jaminan aval yang diberikan penjamin (avalist) itu terkandung dalam surat wesel. Tentunya hak menagih terhadap agunan yang diserahkan oleh penjamin (avalist) tersebut baru ada jika debitur menolak membayar pada hari bayar.

Jadi dengan menaruh tanda tangan dan klausula-klausula pemberian jaminan dalam surat wesel sudah menjadi bukti dari keterikatan penjamin terhadap bank (kreditur), dan dengan bukti seperti tersebut bank telah dapat melakukan penagihan pembayaran kepada debitur maupun penjamin apabila debitur tidak membayar

§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

hutangnya. Oleh karena itu pemberian jaminan aval dalam surat wesel sebagai surat berharga mengandung juga sifat sebagai alat bukti tertulis.*

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa :

”Biasanya syarat-syarat umum tentang pembentukan kontrak berlaku tanpa memperhatikan apakah salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku atau tidak. Ketentuan umum tersebut menentukan bahwa syarat-syarat yang diajukan salah satu pihak mengikat pihak lain hanya atas dasar penerimaan dan hal itu bergantung pada keadaan kasusnya apakah kedua belah pihak harus merujuk pada syarat-syarat baku yang yang secara tegas atau apakah ada ketercakupan juga syarat-syarat demikian yang secara tersirat. Oleh karena itu syarat-syarat baku yang yang termuat dalam kontrak itu sendirinya biasanya akan mengikat hanya atas dasar tanda tangan pada dokumen kontrak tersebut secara keseluruhan, sekurang- kurangnya selama syarat–syarat itu direproduksi diatas tanda tangan itu dan tidak, misalnya dibagian belakang dokumen tersebut. Dilain pihak, syarat-syarat baku yang dimuat dalam dokumen yang terpisah biasanya harus dirujuk secara tegas oleh para pihak yang menginginkan penggunaaan syarat-syarat itu.”†

Dalam perjanjian kredit dengan jaminan aval, hal tersebut diatas berarti penjamin (avalist) yang telah menaruh tanda tangannya diatas surat wesel, berdasarkan tanda tangannya maka penjamin (avalist) terikat dengan perjanjian pemberin jaminan aval dalam pembayaran surat wesel yang telah ditanda tanganinya dan terikat dengan dokumen-dokumen yang terpisah untuk mengatur secara tegas syarat-syarat tertentu tentang perjanjian jaminan yang dibuat kemudian seperti akta pengakuan hutang dengan pemberian jaminan,serta terikat dengan ketentuan-

*

Surat berharga itu tidaklah sebagai alat bukti saja, yaitu sebagai alat bukti untuk mempermudah pembuktian hak dari si penagih hutang dalam suatu proses jika terdapat perselisihan, melainkan juga untuk mempermudah penagih hutang melakukan menuntut haknya terhadap penghutang diluar proses. (Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit, hal 19).

ketentuan khusus yang ditentukan dalam KUHDagang tentang surat wesel dan pemberian jaminan aval.

Selain perjanjian pemberian jaminan aval dalam pembayaran surat wesel sebagai alat bukti juga pemberian jaminan aval dalam surat wesel tersebut adalah merupakan suatu surat legitimasi yaitu surat yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak khususnya diluar suatu proses.‡

Semakin lajunya pertumbuhan kehidupan dunia bisnis dan industri menuntut segala sesuatu yang cepat dan praktis tetapi mempunyai kekuatan hukum yang kuat, termasuk dalam segi hutang piutang maupun pemberian jaminan. Oleh karena itu kesepakatan mengenai hutang piutang maupun pemberian jaminan tidak hanya cukup dituangkan didalam perjanjian tertulis atau berdasarkan tanda tangan saja tetapi perlu dituangkan dalam sebuah akta pengakuan hutang.

Melihat fungsi surat wesel sebagai alat bukti maka akta pengakuan hutang merupakan alat bukti yang mempunyai hubungan lebih erat dengan perjanjian pokoknya.

HMN. Purwosutjipto mengemukakan :

”1.Hubungan dasar yang melandasi penerbitan surat yang berharga (akta pengakuan hutang) ikatannya sedemikian eratnya sehingga jika

Siapa yang memegang suatu surat pengakuan hutang, tidak akan dapat meminta pembayaran dari penghutang (debitur) itu hanya dengan dasar menunjukkan surat itu saja .Penghutang (debitur) hanya akan membayar kepadanya jika orang itu adalah sungguh-sungguh penagih yang berhak sebenarnya. Penghutang (debitur) tidak akan membayar kepada orang yang meminta pembayaran dengan menunjukkan surat itu saja tanpa dibuktikan apakah ia pemegang yang sungguh-sungguh. Pembayaran yang terjadi dengan cara yang belakangan ini tidak membebaskan si penghutang (debitur) dari pembayaran terhadap penagih yang (kreditur) yang sesungguhnya yang muncul kemudian. Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan dengan singkat bahwa suatu surat pengakuan hutang tidaklah

akta surat yang berharga itu hilang,masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian lain, misalnya, surat-surat lain, saksi-saksi, pengakuan debitur dan lain-lain. Seorang kreditur yang menerima surat pengakuan hutang dari debiturnya dan surat itu pada suatu hilang, maka dia masih dapat melaksanakan tagihannya itu kepada debiturnya berdasarkan pengakuan debitur itu sendiri, saksi-saksi atau surat-surat permulaaan pembuktian dengan tulisan.(Pasal 1902 KUHPerdata). 2.Hubungan dasar yang melandasi penerbitan surat berharga (surat

wesel), ikatannya hampir putus, sehingga bila surat itu hilang, maka

hak menagih menjadi hilang pula. Seorang kreditur yang menerima sepucuk surat wesel atau cek dari debiturnya dan wesel atau cek itu suatu hari hilang, maka dia kehilangan hak menagih kepada debiturnyaӤ

Itu sebabnya hubungan akta pengakuan hutang mempunyai hubungan yang lebih erat dengan perjanjian pokoknya dibandingkan perjanjian pemberian jaminan

aval dalam pembayaran surat wesel.

Jika akta pengakuan hutang tersebut dibuat oleh notaris tentu akan menjadi lebih memberi kepastian hukum dan sebagai bukti yang lebih kuat karena walaupun akta pengakuan hutang tersebut hilang masih bisa dibuktikan dengan akte minutnya yang disimpan oleh notaris.

Akta pengakuan utang ini juga menguatkan bukti bahwa debitur telah berhutang kepada kreditur (bank) sejumlah uang tertentu, selama jangka waktu tertentu dan akan dikembalikan dengan bunga tertentu pada suatu saat dan tempat tertentu pula.

Perikatan tersebut diatas adalah perikatan yang mengikat debitur dengan kreditur (bank) dan debitur terikat dengan apa yang tertulis didalam akta pengakuan hutang tersebut.

§

Sama halnya dengan debitur maka penjamin (avalist) pun diperlukan bukti bahwa penjamin (avalist) telah memberikan aval (menyerahkan agunan) kepada bank (kreditur) yang menguatkan bukti bahwa penjamin (avalist) menjamin hutang debitur dengan agunan tertentu, bentuk, kepemilikan dan legalitas serta memastikan keberadaan agunan tersebut dan lain-lain. Perikatan tersebut adalah perikatan penjamin (avalist) yang berisi pengakuan penjamin (avalist) bahwa ia telah menjamin hutang debitur dengan agunan miliknya kepada kreditur (bank) yang ditanda tangani oleh penjamin (avalist) dan diserahkan kepada kreditur (bank) sebagai alat pembuktian bagi kreditur.

Perwujudan dari bentuk perjanjian yang dibuat debitur dan penjamin (avalist) terhadap janji-janji yang mereka sanggupi kepada kreditur (bank) tersebut adalah dituangkan dalam bentuk Akta Pengakuan Hutang Dengan Pemberian Jaminan.

Dokumen terkait