• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL

A. Perkawinan Campuran Dalam Hukum Indonesia

Sebelum berlakunya UU No.1/1974 tentang Perkawinan, Perkawinan Campuran diatur di dalam GHR (Regelinga op de Gemengde Huwajliken )/S.1898. Yang diatur dalam GHR adalah perkawinan antar orang-orang di Indonesia yang tunduk pada hukum atau asal yang berlainan (Pasal 1 GHR). Dengan demikian pengaertian perkawinan campuran tersebut adalah dalam arti luas, dimana termasuk perkawinan campuran tersebut adalah perkawinan yang terjadi antara pasangan mempelai yang tunduk pada hukum yang berbeda separti dalam perkawian antar bangsa, perkawinan antar golongan, dan perkawinan antar agama, antar adat. Setelah berlakunya UU No. 1/1974 maka dalm hukum perkawinan Indonesia yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah seperti yang diatur dalam Pasal 57.

Apabila perkawinan campuran ini dilaksanakan di Indonesia dengan sendirinya harus berlaku persyaratan yang berlaku dalam hukum perkawinan Indonesia (Pasal 59 (2) UU No. 1/1974). Hal ini sesuai dengan Pasal 18 AB, dimana bentuk formal suatu hukum harus dilakukan berdasarkan hukum dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.83 Dengan demikian perkawinan campuran yang dilakukan

83TirtaSari, ,”Dampak Perkawinan Campuran Terhadap Status Kewarganegaraani”, (Jakarta: karya tulis AIM, 2006), hlm. 37.

di Indonesia harus berdasarkan persyaratan-persyaratan yang berlaku di Indonesia, terutama tentang keabsahan perkawinan yang didalam hukum Indonesia harus berlandaskan hukum agama (Pasal 2 ayat (1) UU No 1/1974). Sedangkan perkawinan campuran yang dilaksanakan diluar negeri harus dilakukaan berdasarkan ketentuan hukum dimana perbuatan hukum itu dilakukan. Ketentuan ini jelas disebutkan di dalam Pasal 56 UU No. 1/1974 , hal mana sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 AB yang mengandung asas locus regit actum; bahwa setiap perbuatan hukum adalah sah apabila dilaksanakan berdasarakan hukum negara dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan. Ketentuan-ketentuan tersebut mungkin akan menjadi masalah apabila terdapat perbedaan persyaratan antara ketentuan hukum perkawinan Indonesia dengan ketentuan di negara dimana perkawinan tersebut dilangsungkan.

Undang-Undang No. 1/1974, tidak mengatur secara rinci tentang perkawinan campuran ini, sehingga untuk hukum material kita harus menggunakan ketentuan peralihan, Pasal 66 UU No. 1/1974, yaitu mengenal masalah ketentuan yang belum diatur dalam UU No. 1/1974, dimana dengan menggunakan ketentuan Pasal 66 ini kita dapat kembali kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku sebelumnya, yaitu di dalam GHR/S.1898 No.158.

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 57 adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa yang dimaksud dengan perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak adalah berkewarganegaraan Indonesia.

Selanjutnya disebutkan pula jika perkawinan campuran tersebut dilangsungkan di Indonesia maka dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia ( Pasal 59 ayat (2) UU No. I/1974 ). Berdasarakan pasal tersebut berarti setiap perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam UU No.I/1974 tentang Perkawinan dan bukan ketentuan yang lain.

Dengan demikian maka sahnya perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia harus berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) UU No. I/1974 yang menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Artinya tidak ada perkawinan diluar ketentuan hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.84

Definisi yang dikemukakan oleh Prof. R. Subekti adalah :

"perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama."85

Dalam Black's Law Dictionary, 86manyebutkan istilah perkawinan campuran

84

Junita Sitorus, Perkawinan Campuran Dalam Hukum di Indonesia,Pintu Gerbang (No.49.th XV.2004):15-16.

85 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta Intermassa, 1992), hlm.23. 86 Bryan A.Garner, 'Black's Law Dictionary',Op Cit., hlm. 1019

dengan istilah miscegenation, "a marriage between persons of different races, formerly considered illegal in some jurisdictions”.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku sebagai hukum positif perkawinan di Indonesia dalam Pasal 1, memberikan definisi sebagai berikut :

"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2006 disebutkan bahwa yang menjadi WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi WNI sejak kelahirannya dan tidak menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. WNI Menurut Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 adalah :

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi WNI;

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI; c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu

WNA;

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;

e. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberi kewarganegaraan kepada anak tersebut;

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI;

g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI;

h. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun dan/atau belum kawin;

i. Anak yang lahir diwilayah negara RI yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan diwilayah negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. Anak yang lahir di wilayah negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

1. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang WNA tetap diakui sebagai WNI;

2. Anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai WNI.

Sebelum melakukan analisa terhadap permasalahan yang terdapat pada tesis ini, perlu kiranya kita pahami bersama mengenai kategori anak yang tergolong dalam subyek kewarganegaraan ganda terbatas sesuai UU No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI terlebih dahulu. Adapun pasal-pasal yang mengatur mengenai subyek kewarganegaraan ganda terbatas terdapat dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf 1, serta Pasal 5 UU kewarganegaraan ini. Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa subyek dari kewarganegaraan ganda terbatas berturut-turut adalah sebagai berikut:

1. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA;

2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;

3. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin; 4. Anak yang dilahirkan diluar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang

ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

5. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai WNI;

6. Anak WNI yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai WNI. Perkawinan campuran ialah antara dua orang yang tunduk dalam hukum kelainan yang dalam satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Anak dari hasil perkawinan campuran dapat digolongkan dalam subyek kewarganegaraan terbatas. 87

B. Status Kewarganegaraan Anak Yang Lahir Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006

Yang membedakan Undang Undang Kewarganegaraan yang baru ini dengan sebelumnya yaitu adanya azas kewarganegaraan ganda terbatas. Yang diberikan kepada anak yang pada saat diundangkannya Undang Undang nomor 12 Tahun 2006 masih berumur di bawah 18 tahun atau belum menikah. Setelah melewati umur tersebut maka ia harus memilih tentang status kewarganegaraannya. Dalam hal ini anak tersebut diberi tenggang waktu selama 3(tiga) tahun. Penerapan kewarganegaraan ganda terbatas dilakukan dengan melalui persyaratan dan prosedur tertentu. Tidak serta merta orang yang dalam keadaan tersebut berstatus kewarganegaraan ganda terbatas. Persyaratan dan prosedur yang ditentukan Undang Undang sedemikian rupa sehingga tampak adanya pembatasan untuk dijadikan suatu

87 Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI, Pasal 2

acuan pembenaran.

Untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda terbatas telah diatur dalam peraturan hukum Indonesia. Dimana anak hasil perkawinan campur yang menjadi subyek dari kewarganegaraan ganda terbatas diharuskan untuk mendaftarkan keberadaan mereka baik secara aktif maupun pasif . Pada pendaftaran kewarganegaraan secara aktif diharuskan mengajukan permohonan untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda terbatas pada divisi pelayanan hukum yang terdapat di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham yang wilayah kerjanya meliputi tempat anak tersebut berdomisili. Setelah permohonan tersebut dikabulkan dengan surat keputusan Menteri baru dilakukan pendaftaran. Pendaftaran secara pasif tidak diperlukan karena status kewarganegaraan ganda terbatasnya sudah langsung diberikan oleh Undang Undang nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI.. 88

Perbedaan antara pendaftaran secara aktif dan pasif yaitu adanya batasan waktu untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda tersebut. Secara aktif diberi batas waktu untuk mengajukan permohonan status kewarganegaraan ganda tersebut selama 4(empat) tahun setelah Undang Undang tersebut diundangkan berarti maksimal pendaftaran pada tahun 2010. Secara pasif dapat langsung mendapatkan status kewarganegaraan gandanya hanya dengan melakukan pendaftaran dikantor Imigrasi yang diwilayah kerjanya meliputi tempat anak tersebut berdomisili untuk memperoleh surat keterangan yang diberikan secara affidavit.

88 Ibid,

Pendaftaran secara aktif apabila telah melewati batas waktu tahun 2010 anak hasil perkawinan campur tersebut belum juga mendaftarkan. Hal tersebut belum ada tindak lanjut dari ketentuan yang me ngaturnya. Kalau dilihat dari peraturan perundangan yang ada saat ini, anak tersebut menjadi asing setelah memilih. Seharusnya anak tersebut diperlakukan bukan sebagai Asing, apabila kita berpedoman pada peraturan perundangan yang ada misalnya dengan tetap memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas apabila ingin tinggal menetap di Indonesia sedangkan anak tersebut pernah sebagai subyek ganda terbatas. Hal ini menurut penulis harus ada peraturan yang dapat mengakomodir permasalahan ini dengan memberikan kemudahan yang diberikan pemerintah di bidang imigrasi kususnya, demi melindungi kepentingan anak yang pernah menjadi subyek ganda terbatas, lebih memberikan perlindungan hukum bagi anak tersebut nantinya.

Undang Undang Kewarganegaraan yang baru ini melenyapkan adannya diskriminasi etnik yang mana sebelum adanya Undang Undang nomor 12 tahun 2006 ini mengenal perbedaan etnik khususnya yang menimpa warga keturunan Tionghoa. Sekalipun lahir di Indonesia orang tuannya juga lahir di Indonesia bahkan kakeknya pun lahir di Indonesia dan sudah menjadi warga negara Indonesia tetap diperlakukan sebagai warga negara keturunan asing, pangkalnya karena dianggap bukan Indonesia asli. Tetapi dengan adanya perundangan ini dengan sendirinya mereka merupakan Indonesia asli, sebab dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan orang Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi warga negara sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri sesuai dengan Pasal 2 Undang Undang nomor 12 tahun 2006 bahwa yang

menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang Undang sebagai warga negara. 89

Seseorang yang berkewarganegaraan ganda bisa dikatakan sebagai orang Indonesia asli. Hal ini bila dikaitkan dengan anak hasil perkawinan campuran apabila dikemudian hari anak tersebut akan ikut pemilihan presiden misalnya salah satu syaratnya orang Indonesia asli maka yang bersangkutan berhak mengikutinya.

Undang Undang Kewarganegaraan nomor 12 tahun 2006 masih mempunyai kelemahan atau dampak negatifnya. Bagi negara negara yang tidak mengakui adanya azas kewarganegaraan ganda subyek kewarganegaraan ganda tersebut terancam kehilangan warga negaranya pada negara tersebut dan tidak akan diperlakukan lagi sebagai warga negara di negara tersebut. Kewarganegaraan ganda hanya diberikan dengan azas timbal baik artinya diberikan bagi kepada warga negara asing yang negara asalnya memperbolehkan kewarganegaraan ganda.

Salah satu hal yang sangat disorot pada UU No. 62 Tahun 1958 adalah karena UU ini menempatkan perempuan sebagai subordinasi laki-laki dan hanya sebagai subyek hukum. UU ini tidak memberi hak kepada perempuan WNI untuk memberikan kewarganegaraannya kepada anak yang dilahirkannya. Prinsip yang dipakai oleh undang-undang ini adalah ius sanguinis yang mengakui kewarganegaraan hanya dari garis keturunan ayah. Artinya bila ada perempuan WNI yang menikah dengan laki-laki WNA, maka sang anak tidak mendapatkan kewarganegaraan

Indonesia. Padahal bila seorang laki-laki WNI menikah dengan perempuan WNA, anak mereka secara otomatis mendapat kewarganegaraan Indonesia.

Sebenarnya ketentuan yang menentukan hanya laki-laki yang dapat memberikan kewarganegaraan bagi anak-anak yang dilahirkan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pasal 31 ayat 1 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “ hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”. Disamping itu bangsa Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women) dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 Pasal 9 paragraf 2 menyebutkan “negara-negara peserta wajib memberi kepada perempuan hak yang

sama dengan laki-laki berkenaan dengan kewarganegaraan anak-anak mereka”.90

Dengan terbitnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI telah melahirkan inovasi yang cukup revolusioner karena Undang-Undang ini mengedepankan prinsip perlakuan HAM yang sama bagi setiap warganegara di depan hukum, kesetaraan, dan keadilan gender yang sejalan dengan Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women).

90

UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women) Lembaran Negara RI Tahun 1984 No. 29, Tambahan Lembaran Negara No. 3277.

Status anak hasil perkawinan campuran sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 huruc c, huruf d, huruf h, huruf l Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 bahwa penggunaan asas kewarganegaraan ius sanguinis tidak mutlak lagi hanya dari pihak ayah atau laki-laki saja, namun juga dari pihak ibu atau perempuan menjadi diakui. Namun demikian, Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 secara umum tidak menganut kewarganegaraan ganda (bipatridie) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatridie).

Sehingga penentuan kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran tidak lagi mengikuti kewarganegaraan ayah seperti pada Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 melainkan menjadi kedua belah pihak atau parental/orang tua anak hasil perkawinan campuran. Ibu atau perempuan juga memiliki hak yang sama dalam menentukan hak kewarganegaraan anaknya, baik anak dalam perkawinan yang sah ataupun anak yang laihr di luar perkawinan yang sah.

Berkaitan dengan status kewarganegaraan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan campuran diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 yaitu pada:

1. Pasal 19 (Bab III Syarat-Syarat dan Tata Cara memperoleh Kewarganegaraan RI)

a WNA yang kawin secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewarganegaraan RI dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara dihadapan Pejabat;

b Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara RI paling singkat 5 (lima) tahun berturur-turut atau paling lama 10 (sepuluh) tahun tidak

berturut-turut kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda;

c. Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh kewarganegaraan RI yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat 2, yang bersangkutan dapat diberi ijin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan peraturan menteri.

2. Pasal 26 (Bab IV tentang Kehilangan Kewarganegaraan RI )

a. Perempuan WNI yang kawin dengan laki-laki WNA kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum negara asal suaminya kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut;

b. Laki-laki WNI yang kawin dengan perempuan WNI kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum negara asal istrinya kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut;

c. Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat 2 jika ingin tetap menjadi WNI dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan RI yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki

tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda;

d. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat diajukan oleh perempuan.

Dalam Pasal-Pasal Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI tersebut berulangkali dinyatakan bahwa pernyataan untuk memiliki kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat 2 dan 3 maupun ketentuan Pasal 19 yang menyebutkan WNA yang kawin secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewarganegaraan RI dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara dihadapan pejabat, dapat diasumsikan bahwa keinginan untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia dalam tata cara pelaksanaanya dapat dilakukan dengan penyampaian keinginan melalui sebuah surat pernyataan yang disampaikan pada instansi yang berwenang.

Perolehan kewarganegaraan ini secara teoritis menurut Jimli Asshidiqie disebut citizenship by registration menthods yaitu metode memperoleh kewarganegaraan melalui suatu proses registrasi yang lebih sederhana. Proses ini tidak sama dengan citizenship by naturalization methods yaitu metode memperoleh kewarganegaraan dengan proses naturalisasi biasa, ataupun citizenship by birth methods yaitu metode memperoleh kewarganegaraan disebabkan oleh kelahiran.91 Mekanisme pendaftaran sederhana ini sebetulnya dapat pula diperkenalkan kembali

91 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah perubahan ke-4, Cetakan ke-2, (Jakarta: Yarsif Watampone, 2003), hlm.26.

sebagai alat yang efektif untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan ganda terbatas ataupun tanpa kewarganegaraan.

Kewarganegaraan ganda terjadi apabila seseorang memiliki dua atau lebih kewarganegaraan. Hal ini bisa terjadi apabila ayah dan ibu berasal dari negara yang berbeda atau bila sesorang lahir di negara yang melaksanakan prinsip ius soli sementara orang tuanya memiliki kewarganegaraan yang berbeda atau seseorang memperoleh kewarganegaraan dari suatu negara melalui proses pewarganegaraan tapi sekaligus tetap memegang kewarganegaraan asalnya. Kebanyakan negara di dunia memperbolehkan dwi kewarganegaraan atau tidak melarang sepenuhnya kewarganegaraan ganda. Contoh beberapa negara yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan ganda adalah Amerika Serikat, Australia, Canada, Inggris, Italia, Perancis dan Selandia Baru.92

Pemberlakuan kewarganegaraan terbatas pada UU No. 12 Tahun 2006 dalam perkembangannya banyak menimbulkan pro dan kontra. Beberapa argumentasi yang pro terhadap kewarganegaraan ganda antara lain :

Benturan asas kewarganegaraan antar negara merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam pergaulan dunia yang semakin global. Adanya ketentuan hukum negara lain yang memberlakukan asas ius soli seperti Australia, Amerika Serikat dan negara yang menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis seperti Indonesia, RRC sudah ada sejak lama ada. Hal ini salah satunya berdampak jika

92 Saleh Wiramiharja, Matriks Tabulasi Komparasi UU/Hukum Kewarganegaraan di 22 Negara, APAB, 2005. APAB adalah beberapa individu atau kelompok, organisasi, institusi yang menggabungkan diri dalam suatu wadah, koalisi atau forum yang mempunyai minat atau misi antara lain memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hak kewarganegaraan, keimigrasian, hak waris dan hak wali.

seorang anak yang terlahir di luar negeri pada negara yang menganut ius soli dari pasangan orang tua yang menganut ius sanguinis misalnya Indonesia merupakan suatu hal yang biasa kita jumpai sehingga perlindungan negara terhadap anak yang demikian karena memperoleh kewarganegaraan pasif dari negara penganut ius soli perlu diberikan.

Hak kewarganegaraan adalah hak setiap manusia untuk memperolehnya, karena hal ini juga merupakan perwujudan dari penegakan hak asasi manusia dimuka hukum. Pemberlakuan hak kewarganegaraan yang tidak berimbang bagi setiap manusia tanpa memandang status sebagai anak atau orang dewasa bahkan dari jenis laki-laki atau perempuan merupakan suatu pelanggaran.

Kewarganegaraan ganda terbatas akan menguntungkan Indonesia dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusianya, khususnya pada generasi muda yang merupakan anak-anak hasil perkawinan campuran. Karena mereka terlahir dari dua latar belakang negara yang berbeda yang tentu saja memiliki keanekaragaman bahasa, budaya, lingkungan yang beragam pula sehingga

Dokumen terkait