• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan BPR dan BPRS

40% 50% 60% 70% 80% 90% 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2011 2012 2013

Pembiayaan (Juta) DPK (Juta) FDR

Sumber: LBU, diolah

3.8 Perkembangan BPR dan BPRS

Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Maluku Utara pada triwulan IV-2013 menunjukkan pertumbuhan yang positif yang tercermin dari pertumbuhan aset, DPK, dan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Dari sisi kelembagaan juga menunjukkan perkembangan yang positif, karena adanya pembukaan kantor cabang baru BPR di Sanana-Kab.Kepulauan Sula pada bulan Juli 2013 dan terdapat satu BPRS di Kota Tidore Kepulauan dan kantor cabang BPR di Labuha-Kab. Halmahera Selatan yang sedang dalam proses perizinan.

Aset BPR/S pada triwulan IV-2013 secara tahunan tumbuh sebesar 26,1% (yoy) dari Rp 26,63 milyar pada triwulan IV-2012 menjadi Rp 33,58 milyar pada triwulan IV-2013. Secara triwulanan tumbuh 3,0% (qtq). DPK tumbuh sebesar 12,8% dari Rp 14,83 milyar pada triwulan

IV-2012 menjadi Rp 16,73 milyar pada triwulan IV-2013. Pertumbuhan kredit/pembiayaan pada triwulan IV-2013 secara tahunan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 23,6% (yoy) atau sebesar Rp 25,21 milyar dari sebesar Rp 20,40 milyar pada triwulan IV-2012.

Gambar 3.7 Perkembangan BPR/S 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 2011 2012 2013 Aset DPK Kredit Sumber: LB BPR/BPRS, diolah

Financial Inclusion (FI) merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat dari sebuah daerah atau negara terhadap institusi keuangan terutama perbankan

kondisi akses tersebt oleh berbagai institusi baik oleh institusi internasional seperti

ataupun bank sentral dari suatu negara. Bank Indonesia sebagai bank sentral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga sedang mengembangkan metode pendekatan terkait

kondisi akses masyarakatnya terhadap institusi keuangan. Berdasarkan informasi terbaru, Bank Indonesia melakukan pendekatan dengan membagi

dimensi akses (access dimension

Dimensi akses ditujukan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat di suatu daerah terhadap institusi keuangan (perbankan) secara fisik

jumlah kantor bank yang tersebar hingga ke pelosok daerah akan

lebih besar kepada masyarakat terutama yang berada di wilayah terpencil untuk mendapatkan layanan keuangan. Tantangan yang harus dihadapi dalam memperluas dimensi akses ini adalah besarnya investasi yang harus dikeluarkan oleh pi

berbagai daerah. Terlebih lagi wilayah terpencil yang sering kali belum memiliki infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan yang memadai sehingga perbankan harus mengeluarkan usaha dan biaya lebih untuk membangun

yang sesuai dengan standar perusahaan adalah hal lain yang harus dipecahkan. Umumnya, sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang baik akan resisten bekerja disuatu institusi jika harus ditempatkan di wilayah yang terpencil. Selain jauh dari

yang terpencil dikarenakan sebagian besar kebutuhannya harus diimpor dari luar daerah sehingga tingkat harga di wilayah tersebut diatas rata

resistensi mereka. Walaupun ada, jumlahnya sangat terbatas dan biasanya perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk mempekerjakan mereka

berbagai kekurangan yang ada. Hal ini masih me

berbagai institusi termasuk perbankan walaupun ini berarti akan menambah biaya operasional (FI) merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat dari sebuah daerah atau negara terhadap institusi keuangan terutama perbankan. Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengetahui

oleh berbagai institusi baik oleh institusi internasional seperti

ataupun bank sentral dari suatu negara. Bank Indonesia sebagai bank sentral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga sedang mengembangkan metode pendekatan terkait

kondisi akses masyarakatnya terhadap institusi keuangan. Berdasarkan informasi terbaru, Bank Indonesia melakukan pendekatan dengan membagi financial inclusion menjadi dua dimensi yaitu

access dimension) dan dimensi penggunaan (usage dimension).

Dimensi akses ditujukan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat di suatu daerah terhadap institusi keuangan (perbankan) secara fisik. Artinya,

kantor bank yang tersebar hingga ke pelosok daerah akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat terutama yang berada di wilayah terpencil untuk mendapatkan layanan keuangan. Tantangan yang harus dihadapi dalam memperluas dimensi akses ini adalah besarnya investasi yang harus dikeluarkan oleh pihak perbankan untuk membangun kantor di berbagai daerah. Terlebih lagi wilayah terpencil yang sering kali belum memiliki infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan yang memadai sehingga perbankan harus mengeluarkan usaha dan biaya lebih untuk membangun sebuah kantor disana. Selain itu, tantangan sumber daya manusia yang sesuai dengan standar perusahaan adalah hal lain yang harus dipecahkan. Umumnya, sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang baik akan resisten bekerja disuatu institusi jika harus itempatkan di wilayah yang terpencil. Selain jauh darihome base, tingginya biaya hidup di daerah yang terpencil dikarenakan sebagian besar kebutuhannya harus diimpor dari luar daerah sehingga tingkat harga di wilayah tersebut diatas rata-rata adalah alasan yang sering kali menjadi alasan resistensi mereka. Walaupun ada, jumlahnya sangat terbatas dan biasanya perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk mempekerjakan mereka sebagai wujud dispensasi dari berbagai kekurangan yang ada. Hal ini masih menjadi cara yang paling sering diaplikasikan oleh berbagai institusi termasuk perbankan walaupun ini berarti akan menambah biaya operasional (FI) merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat dari sebuah daerah atau negara terhadap . Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengetahui oleh berbagai institusi baik oleh institusi internasional seperti world bank ataupun bank sentral dari suatu negara. Bank Indonesia sebagai bank sentral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga sedang mengembangkan metode pendekatan terkait mapping kondisi akses masyarakatnya terhadap institusi keuangan. Berdasarkan informasi terbaru, Bank menjadi dua dimensi yaitu dimension).

Dimensi akses ditujukan untuk menggambarkan sejauh mana akses yang dimiliki masyarakat . Artinya, semakin banyak memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat terutama yang berada di wilayah terpencil untuk mendapatkan layanan keuangan. Tantangan yang harus dihadapi dalam memperluas dimensi akses ini adalah hak perbankan untuk membangun kantor di berbagai daerah. Terlebih lagi wilayah terpencil yang sering kali belum memiliki infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan yang memadai sehingga perbankan harus mengeluarkan usaha dan sebuah kantor disana. Selain itu, tantangan sumber daya manusia yang sesuai dengan standar perusahaan adalah hal lain yang harus dipecahkan. Umumnya, sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang baik akan resisten bekerja disuatu institusi jika harus , tingginya biaya hidup di daerah yang terpencil dikarenakan sebagian besar kebutuhannya harus diimpor dari luar daerah sehingga n yang sering kali menjadi alasan resistensi mereka. Walaupun ada, jumlahnya sangat terbatas dan biasanya perusahaan harus sebagai wujud dispensasi dari njadi cara yang paling sering diaplikasikan oleh berbagai institusi termasuk perbankan walaupun ini berarti akan menambah biaya operasional

sering kali belum memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan. Dengan adanya tantangan tersebut ditambah dengan masih terbatasnya kemampuan pasar di daerah dalam menyerap kredit, membuat perbankan lebih tertarik untuk menggunakan dana yang mereka miliki untuk mengembangkan usaha mereka di daerah Kota

Namun demikian, saat ini perbankan mulai berani untuk “

ekspansi usahanya hingga ke pelosok daerah karena persaingan di Kota besar sudah semakin ketat dan daerah masih menyimpan potensi pengembangan ekonomi yang tinggi sejalan dengan belum maksimalnya

dilakukan dengan membangun kantor kas dan kantor cabang pembantu atau kantor cabang yang fokus melayani kegiatan kredit mikro di wilayah yang skala ekonominya masih tergolong kecil. Sektor usaha mikro memang memiliki pangsa pasar yang menjanjikan melihat dari pangsa yang mereka berikan terhadap perekonomian nasional namun belum mendapatkan layanan keuangan (kredit) secara optimal dari perbankan sehingga pertumbuhannya relatif moderat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor usaha besar dan menengah.

Pada dasarnya, langkah tersebut adalah wujud perbankan dalam melakukan prinsip kehati hatian yang ditetapkan oleh

menyebabkan adanya pihak yang terkesan dianaktirikan

pinjaman dana dari perbankan sering kali bertepuk sebelah tangan Indonesia bersama dengan pemerintah pusat dan daerah

memberikan perhatian lebih kepada pengusaha mikro melalui pengucuran dana kredit dengan bunga lunak bahkan tanpa agunan fisik yang dikenal dengan Kredit Usaha Rak

yang dilakukan pemerintah ini mulai berbuah manis jika melihat data jumlah dana kredit yang disalurkan oleh perbankan terhadap pengusaha mikro yang selalu tumbuh setiap tahun

masih jauh dibandingkan dengan kredit konsumsi dan

85% pangsa total kredit yang disalurkan namun ini merupakan langkah awal yang bagus dan mendapatkan respon positif baik dari pihak perbankan serta masyarakat sebagai konsumen layanan jasa keuangan.

Dimensi akses ini dibagi lagi menjadi empat kategori menggambarkan luasan service area

kantor bank di masing-masing daerah, jumlah

dengan jumlah penduduk dewasa dan luas wilayah (km

i standar yang ditetapkan perusahaan. Dengan adanya tantangan tersebut ditambah dengan masih terbatasnya kemampuan pasar di daerah dalam menyerap kredit, membuat perbankan lebih tertarik untuk menggunakan dana yang mereka miliki untuk ereka di daerah Kota-Kota besar dengan skala ekonomi yang besar pula Namun demikian, saat ini perbankan mulai berani untuk “masuk hutan” dan melakukan ekspansi usahanya hingga ke pelosok daerah karena persaingan di Kota besar sudah semakin ah masih menyimpan potensi pengembangan ekonomi yang tinggi sejalan dengan belum maksimalnya pemanfaatan sumber-sumber perekonomian di daerah

dilakukan dengan membangun kantor kas dan kantor cabang pembantu atau kantor cabang yang egiatan kredit mikro di wilayah yang skala ekonominya masih tergolong kecil. Sektor usaha mikro memang memiliki pangsa pasar yang menjanjikan melihat dari pangsa yang mereka berikan terhadap perekonomian nasional namun belum mendapatkan layanan keuangan redit) secara optimal dari perbankan sehingga pertumbuhannya relatif moderat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor usaha besar dan menengah.

Pada dasarnya, langkah tersebut adalah wujud perbankan dalam melakukan prinsip kehati hatian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia namun jika dilakukan dengan berlebihan maka akan menyebabkan adanya pihak yang terkesan dianaktirikan karena usaha mereka untuk mendapatkan pinjaman dana dari perbankan sering kali bertepuk sebelah tangan. Oleh karena itu,

Indonesia bersama dengan pemerintah pusat dan daerah mendorong perbankan untuk memberikan perhatian lebih kepada pengusaha mikro melalui pengucuran dana kredit dengan bunga lunak bahkan tanpa agunan fisik yang dikenal dengan Kredit Usaha Rak

yang dilakukan pemerintah ini mulai berbuah manis jika melihat data jumlah dana kredit yang disalurkan oleh perbankan terhadap pengusaha mikro yang selalu tumbuh setiap tahun

masih jauh dibandingkan dengan kredit konsumsi dan kredit investasi yang menguasai lebih dari 85% pangsa total kredit yang disalurkan namun ini merupakan langkah awal yang bagus dan mendapatkan respon positif baik dari pihak perbankan serta masyarakat sebagai konsumen

dibagi lagi menjadi empat kategori dimana masing-masing kategori mencoba service area perbankan dengan melakukan perhitungan terhadap jumlah masing daerah, jumlah Automatic Teller Machine (ATM) kemudian dibagi ngan jumlah penduduk dewasa dan luas wilayah (km2).

i standar yang ditetapkan perusahaan. Dengan adanya tantangan tersebut ditambah dengan masih terbatasnya kemampuan pasar di daerah dalam menyerap kredit, membuat perbankan lebih tertarik untuk menggunakan dana yang mereka miliki untuk dengan skala ekonomi yang besar pula.

hutan” dan melakukan ekspansi usahanya hingga ke pelosok daerah karena persaingan di Kota besar sudah semakin ah masih menyimpan potensi pengembangan ekonomi yang tinggi sejalan sumber perekonomian di daerah. Hal ini dilakukan dengan membangun kantor kas dan kantor cabang pembantu atau kantor cabang yang egiatan kredit mikro di wilayah yang skala ekonominya masih tergolong kecil. Sektor usaha mikro memang memiliki pangsa pasar yang menjanjikan melihat dari pangsa yang mereka berikan terhadap perekonomian nasional namun belum mendapatkan layanan keuangan redit) secara optimal dari perbankan sehingga pertumbuhannya relatif moderat dibandingkan

Pada dasarnya, langkah tersebut adalah wujud perbankan dalam melakukan prinsip kehati-namun jika dilakukan dengan berlebihan maka akan karena usaha mereka untuk mendapatkan Oleh karena itu, saat ini Bank mendorong perbankan untuk memberikan perhatian lebih kepada pengusaha mikro melalui pengucuran dana kredit dengan bunga lunak bahkan tanpa agunan fisik yang dikenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program yang dilakukan pemerintah ini mulai berbuah manis jika melihat data jumlah dana kredit yang disalurkan oleh perbankan terhadap pengusaha mikro yang selalu tumbuh setiap tahun walaupun investasi yang menguasai lebih dari 85% pangsa total kredit yang disalurkan namun ini merupakan langkah awal yang bagus dan mendapatkan respon positif baik dari pihak perbankan serta masyarakat sebagai konsumen

masing kategori mencoba perbankan dengan melakukan perhitungan terhadap jumlah (ATM) kemudian dibagi

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Maluku Utar maupun provinsi lainnya di

inclusion. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja ekstra dari tahun-tahun sebelumnya serta mempererat koordinasi dan kolaborasi untuk mampu menjembatani kondisi akses keuangan yan

Terkait hal tersebut, saat ini Bank Indonesia sedang melakukan penggodokan sistem baru yang disebut dengan branchless banking

minimnya akses layanan keuangan terutama untuk masyarakat yang berdomisili di daerah terpencil. Program ini telah berhasil diaplikasikan di beberapa negara di dunia

kesejahteraan masyarakat dengan pemberian kredit lunak. Peringkat Provinsi 1 Papua Barat 2 Papua 3 Sulawesi Utara 4 Nasional 5 Sulawesi Selatan 6 Sulampua 7 Maluku Utara 8 Sulawesi Tenggara 9 Maluku 10 Sulawesi Tengah 11 Gorontalo 12 Sulawesi Barat Peringkat Provinsi 1 Papua Barat 2 Nasional 3 Sulawesi Utara 4 Papua 5 Sulawesi Selatan 6 Sulampua 7 Sulawesi Tengah 8 Maluku 9 Sulawesi Tenggara 10 Maluku Utara 11 Gorontalo 12 Sulawesi Barat Dimensi Akses 1 Dimensi Akses 3 Tabel 1.Financial Inclusion

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Maluku Utara masih berada dibawah level nasional maupun provinsi lainnya di wilayah Sulampua dari ke-empat kategori dimensi akses

. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus tahun sebelumnya serta mempererat koordinasi dan kolaborasi untuk enjembatani kondisi akses keuangan yang masih dibawah rata-rata ini.

hal tersebut, saat ini Bank Indonesia sedang melakukan penggodokan sistem baru branchless banking yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan s layanan keuangan terutama untuk masyarakat yang berdomisili di daerah terpencil. Program ini telah berhasil diaplikasikan di beberapa negara di dunia dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pemberian kredit lunak. Selain itu, program baru

Provinsi Nilai Peringkat Provinsi Papua Barat 42.5 1 Sulawesi Utara

23.7 2 Sulawesi Selatan Sulawesi Utara 23.4 3 Nasional

22.9 4 Gorontalo

Sulawesi Selatan 22.6 5 Sulawesi Tenggara 22.0 6 Sulawesi Barat Maluku Utara 21.7 7 Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara 20.4 8 Sulampua

19.8 9 Maluku Utara Sulawesi Tengah 18.6 10 Maluku

18.4 11 Papua Barat Sulawesi Barat 14.7 12 Papua

Provinsi Nilai Peringkat Provinsi Papua Barat 57.6 1 Sulawesi Utara

42.7 2 Sulawesi Selatan Sulawesi Utara 40.3 3 Nasional

38.8 4 Gorontalo

Sulawesi Selatan 38.6 5 Sulawesi Tenggara 32.9 6 Sulampua

Sulawesi Tengah 24.2 7 Sulawesi Tengah 24.1 8 Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 23.1 9 Maluku Maluku Utara 22.0 10 Maluku Utara

21.9 11 Papua Barat Sulawesi Barat 13.8 12 Papua

Dimensi Akses 1 Dimensi Akses 2

Dimensi Akses 3 Dimensi Akses 4

Financial Inclusion Access Dimension Wilayah Sulampua dan Nasional

a masih berada dibawah level nasional empat kategori dimensi akses financial . Hal ini menunjukkan bahwa perbankan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus tahun sebelumnya serta mempererat koordinasi dan kolaborasi untuk

rata ini.

hal tersebut, saat ini Bank Indonesia sedang melakukan penggodokan sistem baru yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan s layanan keuangan terutama untuk masyarakat yang berdomisili di daerah terpencil. dan mampu meningkatkan Selain itu, program baru yang

Nilai 24.3 Sulawesi Selatan 23.1 17.9 9.9 Sulawesi Tenggara 6.6 5.5 Sulawesi Tengah 4.6 4.4 3.8 3.5 1.8 1.2 Nilai 41.9 Sulawesi Selatan 39.5 33.4 11.7 Sulawesi Tenggara 7.4 6.5 Sulawesi Tengah 6.0 5.2 4.3 3.9 2.5 1.9 Dimensi Akses 2 Dimensi Akses 4

asalkan tersambung dengan ketiga provider dimaksud. Luasnya jaringan yan provider tersebut memungkinkan masyarakat wilayah terpencil

programbranchless banking walaupun fitur yang dapat dinikmati masih terbatas. Tantangan lain yang diharapkan mampu terjawab

besarnya investasi yang harus dikeluarkan perbankan untuk membuka kantor cabang di berbagai wilayah serta mengurangi biaya terkait pengadaan dan penempatan ATM yang notabene menelan biaya investasi yang cukup besar

menyalurkan dana kepada nasabahnya melalui pulsa elektrik yang kemudian dapat dicairkan masyarakat di agen-agen branchess banking

tersebut, diharapkan perbankan akan memi

perbaikan dan memaksimalkan layanan keuangan terhadap seluruh masyarakat dari semua lapisan. Dimensi kedua dan terakhir dari

dibagi menjadi enam kategori adalah dimensi ini menekankan

masyarakat oleh perbankan untuk kemudian dibagi dengan jumlah penduduk dewasan d domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dari daerah yang dihitung indeksnya.

Peringkat Provinsi Nilai

1 Nasional 219.1 2 Sulawesi Utara 199.0 3 Sulawesi Selatan 195.3 4 Gorontalo 190.4 5 Sulawesi Tengah 177.6 6 Sulampua 169.2 7 Sulawesi Tenggara 165.0 8 Papua Barat 156.8 9 Sulawesi Barat 134.3 10 Maluku 129.7 11 Maluku Utara 114.0 12 Papua 107.1

Peringkat Provinsi Nilai

1 Maluku 2 Maluku Utara 3 Nasional 4 Papua 5 Sulawesi Selatan 6 Sulawesi Utara 7 Sulampua 8 Gorontalo 9 Sulawesi Tenggara 10 Sulawesi Tengah 11 Papua Barat 12 Sulawesi Barat DimensiUsage 4 DimensiUsage 1

Tabel 2.Financial Inclusion

asalkan tersambung dengan ketiga provider dimaksud. Luasnya jaringan yan

provider tersebut memungkinkan masyarakat wilayah terpencil sekalipun akan mampu menikmati walaupun fitur yang dapat dinikmati masih terbatas.

Tantangan lain yang diharapkan mampu terjawab oleh terobosan baru in

yang harus dikeluarkan perbankan untuk membuka kantor cabang di berbagai biaya terkait pengadaan dan penempatan ATM yang notabene menelan biaya investasi yang cukup besar. Dengan mengaplikasikan sistem ini, perbankan akan mampu menyalurkan dana kepada nasabahnya melalui pulsa elektrik yang kemudian dapat dicairkan

branchess banking. Penghematan biaya investasi dan operasional tersebut, diharapkan perbankan akan memiliki dana lebih dari biasanya dan dapat digunakan untuk memaksimalkan layanan keuangan terhadap seluruh masyarakat dari semua lapisan. Dimensi kedua dan terakhir dari financial inclusion adalah dimensi penggunaan (

dibagi menjadi enam kategori. Perbedaan dimensi penggunaan (usage) dengan dimensi akses adalah dimensi ini menekankan pada kuantitas penyaluran dan penarikan dana dari dan ke masyarakat oleh perbankan untuk kemudian dibagi dengan jumlah penduduk dewasan d

domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dari daerah yang dihitung indeksnya.

Nilai Peringkat Provinsi Nilai Peringkat

219.1 1 Papua Barat 1151.1 1 Maluku Utara

199.0 2 Sulawesi Selatan 853.7 2 Gorontalo

195.3 3 Sulawesi Utara 841.3 3 Maluku

190.4 4 Nasional 814.7 4 Sulawesi Utara

177.6 5 Papua 794.1 5 Sulawesi Selatan

169.2 6 Sulampua 786.8 6 Sulampua

165.0 7 Sulawesi Tenggara 769.7 7 Sulawesi Tengah

156.8 8 Maluku 688.7 8 Sulawesi Tenggara

134.3 9 Gorontalo 683.0 9 Nasional

129.7 10 Maluku Utara 667.9 10 Sulawesi Barat 114.0 11 Sulawesi Tengah 643.6 11 Papua 107.1 12 Sulawesi Barat 611.2 12 Papua Barat

Nilai Peringkat Provinsi Nilai Peringkat

0.73 1 Gorontalo 0.19 1 Papua Barat

0.65 2 Maluku Utara 0.19 2 Sulawesi Barat

0.39 3 Maluku 0.16 3 Papua

0.35 4 Sulawesi Selatan 0.13 4 Sulawesi Tengah

0.34 5 Sulawesi Utara 0.12 5 Gorontalo

0.34 6 Sulawesi Tengah 0.11 6 Sulawesi Tenggara

0.32 7 Sulawesi Barat 0.11 7 Sulampua

0.27 8 Sulampua 0.11 8 Maluku Utara

0.27 9 Sulawesi Tenggara 0.10 9 Sulawesi Selatan

0.21 10 Papua 0.07 10 Maluku

0.20 11 Nasional 0.07 11 Sulawesi Utara

0.19 12 Papua Barat 0.06 12 Nasional

DimensiUsage 2 Dimensi

DimensiUsage 5 Dimensi

Financial Inclusion Usage Dimension Wilayah Sulampua dan Nasional

asalkan tersambung dengan ketiga provider dimaksud. Luasnya jaringan yang dimiliki ketiga akan mampu menikmati walaupun fitur yang dapat dinikmati masih terbatas.

oleh terobosan baru ini adalah mengurangi yang harus dikeluarkan perbankan untuk membuka kantor cabang di berbagai biaya terkait pengadaan dan penempatan ATM yang notabene menelan perbankan akan mampu menyalurkan dana kepada nasabahnya melalui pulsa elektrik yang kemudian dapat dicairkan oleh biaya investasi dan operasional liki dana lebih dari biasanya dan dapat digunakan untuk memaksimalkan layanan keuangan terhadap seluruh masyarakat dari semua lapisan.

adalah dimensi penggunaan (usage) yang ) dengan dimensi akses pada kuantitas penyaluran dan penarikan dana dari dan ke masyarakat oleh perbankan untuk kemudian dibagi dengan jumlah penduduk dewasan dan produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dari daerah yang dihitung indeksnya.

Provinsi Nilai Maluku Utara 0.63 Gorontalo 0.60 Maluku 0.56 Sulawesi Utara 0.48 Sulawesi Selatan 0.44 Sulampua 0.36 Sulawesi Tengah 0.34 Sulawesi Tenggara 0.34 Nasional 0.33 Sulawesi Barat 0.29 Papua 0.19 Papua Barat 0.14 Provinsi Nilai Papua Barat 0.43 Sulawesi Barat 0.38 Papua 0.37 Sulawesi Tengah 0.33 Gorontalo 0.32 Sulawesi Tenggara 0.31 Sulampua 0.31 Maluku Utara 0.30 Sulawesi Selatan 0.29 Maluku 0.29 Sulawesi Utara 0.26 Nasional 0.20 DimensiUsage 3 DimensiUsage 6

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa untuk beberapa kategori Maluku Utara tidak lagi berada dibawah level nasional serta rata

Maluku Utara menduduki posisi pertama pada dimensi

Pada dimensi usage pertama dan kedua, Maluku Utara masih berada dibawah level nasional serta rata-rata provinsi lain di Sulampua

rekening kredit yang ada di perbankan dibagi dengan jumlah penduduk dewasa

dikalikan dengan seribu. Indeks yang dihasilkan akan memberikan gambaran tentang seberapa banyak jumlah penduduk dewasa di Maluku Utara yang memiliki rekening kredit dari perbankan. semakin besar hasil perhitungannya maka dapat dikatakan bahwa sem

dewasa di wilayah tersebut yang sudah berinteraksi dengan institusi keuangan dengan memiliki rekening kredit. Dimensi usage

dewasa di suatu daerah yang sudah memiliki akses terhadap berupa tabungan. Indeks dimensi

dimensi usage yang kedua menunjukkan bahwa potensi yang dimiliki Maluku Utara dalam pengembangan kredit masih sangat tinggi atau potens

dikembangkan lebih jauh lagi oleh perbankan.

Saat ini, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap jenis

dari perbankan menyebabkan sebagian masyarakat belum mampu memenuhi syarat

Dokumen terkait