• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUTAN PERKEBUNAN RERUMPUTAN

5.5. Perkembangan Output dan Sektor Tenaga Kerja Kawasan

Perkembangan indikator ekonomi dan tenaga kerja pada masing-masing

kawasan sekitar TNKS selama periode sentralisasi dan desentralisasi disajikan

pada Tabel 25. Implementasi kebijakan desentralisasi mampu mendorong semakin

meningkatnya laju pertumbuhan output, dan jika lebih tinggi laju pertumbuhan

populasi akan mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat dengan indikator

output perkapita.

Tabel 25. Perkembangan Indikator Ekonomi dan Tenaga Kerja Masing- masing Kawasan

No Indikator ekonomi dan tenaga kerja Kawasan

Bengkulu Jambi Sumbar Sentralisasi

1 Pertumbuhan output (%) 2.05 2.41 1.89

2 Pertumbuhan populasi (%) 2.85 0.12 0.78

3 Ouput perkapita (Rp. Juta) 1.16 1.15 1.25

4 Dependency ratio (%) 65.18 59.16 73.27

5 Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 63.03 59.58 54.35 6 Tingkat pengangguran terbuka (%) 5.44 4.00 3.61 7 Pangsa tenaga kerja sektor pertanian (%) 74.49 70.25 62.88 Desentralisasi

1 Pertumbuhan output (%) 3.42 2.97 4.44

2 Pertumbuhan populasi (%) 1.82 1.39 1.43

3 Ouput perkapita (Rp. Juta) 1.17 1.21 1.31

4 Dependency ratio (%) 64.24 56.38 71.24

5 Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 64.48 59.05 54.82 6 Tingkat pengangguran terbuka (%) 5.46 3.17 4.81 7 Pangsa tenaga kerja sektor pertanian (%) 75.58 77.03 68.72 Perubahan

1 Pertumbuhan output (%) 1.37 0.56 2.55

2 Pertumbuhan populasi (%) -1.03 1.28 0.65

3 Ouput perkapita (Rp. Juta) 0.01 0.05 0.07

4 Dependency ratio (%) -0.94 -2.78 -2.03

5 Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 1.45 -0.53 0.47 6 Tingkat pengangguran terbuka (%) 0.02 -0.83 1.20 7 Pangsa tenaga kerja sektor pertanian (%) 1.09 6.78 5.83

Perbandingan laju pertumbuhan output antar kawasan belum menjelaskan

secara keseluruhan keberhasilan perekonomian, karena belum mencerminkan

tingkat kesejahteraan. Hal ini terlihat pada laju pertumbuhan output kawasan

Bengkulu yang lebih dibanding kawasan Jambi, tetapi karena diiringi dengan laju

pertumbuhan populasi yang juga tinggi, maka peningkatan output perkapita

selama desentralisasi relatif lebih rendah. Peningkatan laju pertumbuhan output

dan output perkapita antar kawasan menunjukkan bahwa kawasan Sumatera Barat

relatif lebih tinggi dibanding lainnya, dan diduga terkait dengan struktur output

kawasan dengan pangsa output sektor pertanian relatif lebih rendah.

Pada pasar tenaga kerja, peningkatan laju pertumbuhan output pada

periode desentralisasi fiskal terutama kawasan Bengkulu dan Sumatera Barat

permintaan tenaga kerja yang tidak mampu menutupi peningkatan supplai tenaga

kerja (tingkat partisipasi angkatan kerja) menyebabkan tingkat pengangguran

terbuka meningkat. Menurunnya tingkat pengangguran terbuka kawasan Jambi

lebih disebabkan oleh penurunan supplai tenaga kerja, dan peningkatan

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian.

Perbandingan kinerja perekonomian pada periode desentralisasi dan

sentralisasi, secara umum mengindikasikan bahwa implementasi desentralisasi

fiskal belum efektif dalam memecahkan permasalahan pembangunan pasca krisis.

Indikasi ini terlihat dari stagnasi dalam proses transformasi struktural

perekonomian, dimana ketergantungan pada sektor pertanian baik pada pasar

output (Tabel 23) maupun tenaga kerja (Tabel 25) masih meningkat. Implikasi

dari ketidakefektifan ini adalah peningkatan output perkapita relatif rendah, serta

ketidakmampuan perekonomian dalam mengatasi masalah pengangguran terbuka.

Pemerintah daerah harus menyadari bahwa waktu pelaksanaan yang masih singkat

dapat dijadikan suatu proses pembelajaran bagi daerah guna menghindari adanya

keinginan kembali ke arah sistem sentralisasi, jika desentralisasi gagal

menciptakan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat.

Kinerja berbagai indikator perekonomian baik pada pasar output maupun

pada pasar tenaga kerja perlu diketahui sebagai pedoman dalam pengambilan

kebijakan seperti kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah. Faktor-faktor

yang mempengaruhi indikator ekonomi dan tenaga kerja kawasan disajikan pada

Tabel 26. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Output dan Output Perkapita Kawasan

No Laju pertumbuhan output kawasan (%) Output perkapita kawasan (Rp. Juta)

Variabel Koefisien Prob Variabel Koefisien Prob

1 Intersep -701.109 0.324 Intersep -65.984 0.006

2 Pangsa output pertanian -0.825 0.140 Rasio pert. output-populasi 0.007 0.086

3 Tkt Partisipasi Angk. Kerja 0.754 0.037 Angka beban ketergantungan -0.006 0.050

4 Pangsa TK sektor pertanian 0.466 0.002 Rasio upah sektoral 0.121 0.000

5 Porsi PAD terhadap PDB 75.572 0.631 Alokasi PP SDM 0.009 0.123

6 Alokasi PP sektor R&D 1.652 0.456 Alokasi PP Industri 0.008 0.550

7 Proporsi kredit investasi 0.004 0.112

8 Proporsi kredit UKM -0.018 0.558 Proporsi kredit UKM 0.000 0.633 9 Dummy “Jambi” 3.539 0.533 Dummy “Jambi” 0.160 0.000

10 Dummy “Sumbar” 4.012 0.063 Dummy “Sumbar” 0.005 0.828 11 Desentralisasi -2.716 0.191 Desentralisasi -0.010 0.779

12 Krisis -6.591 0.000 Krisis -0.047 0.153

13 Tahun 0.332 0.353 Tahun 0.034 0.005

Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85% (P < 0.15)

Transformasi struktural dalam pasar output akan berdampak positif bagi

peningkatan laju pertumbuhan output, dimana penurunan pangsa output sektor

pertanian akan mendorong peningkatan laju pertumbuhan output. Laju

pertumbuhan output yang lebih tinggi juga dapat terjadi dengan meningkatnya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan seperti peningkatan tingkat partisipasi

angkatan kerja. Pada sisi lain peningkatan laju pertumbuhan output kawasan

masih didorong oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian.

Dilema antara struktur output dan tenaga kerja ini merupakan implikasi dari

ketimpangan pembangunan antar sektor, dan untuk itu dibutuhkan suatu

keseimbangan pembangunan antar sektor melalui pembangunan industri berbasis

sumberdaya (resources base industry) seperti agroindustri. Perbandingan antar

kawasan menunjukkan laju pertumbuhan output pada kawasan Jambi relatif lebih

selama masa krisis ekonomi dan implementasi desentralisasi fiskal belum mampu

mendorong laju pertumbuhan kembali seperti pada masa sebelum krisis.

Peningkatan laju pertumbuhan output akan mendorong peningkatan output

perkapita, tetapi hanya terjadi jika lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan

populasi. Penurunan angka beban ketergantungan (dependency ratio) dapat

mengindikasikan laju pertumbuhan populasi yang turun, sehingga laju

pertumbuhan output yang terjadi akan mendorong meningkatnya output perkapita.

Peningkatan output perkapita didorong oleh sektor non-pertanian yang terlihat

dengan peningkatan rasio upah sektoral (non-pertanian terhadap pertanian) akan

diikuti dengan meningkatnya output perkapita. Hal ini diperkuat dengan output

perkapita kawasan Sumatera Barat dengan pangsa output dan tenaga kerja sektor

pertanian relatif rendah dibanding kawasan lain, memiliki output perkapita lebih

tinggi. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk mendorong

perkembangan sektor industri dan jasa menjadi faktor penting, sehingga salah satu

kebijakan yang harus dilakukan pemerintah adalah peningkatan alokasi

pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia.

Peningkatan rasio laju pertumbuhan output terhadap populasi akan diikuti

dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Peningkatan output perkapita

juga akan terjadi jika terjadi kenaikan upah sektor non-pertanian (UMR), dan

sebaliknya menurun jika terjadi upah tenaga kerja sektor pertanian meningkat. Hal

ini kembali mengindikasikan bahwa transformasi struktural terutama pada pasar

tenaga kerja merupakan faktor penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan

penyebab kawasan dengan sumberdaya manusia lebih dulu berkembang seperti

Sumatera Barat memiliki output perkapita yang lebih tinggi dibanding lainnya.

Tabel 27. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Kawasan

(%) No Variabel Angka Beban Ketergantungan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pangsa Tenaga Kerja Pertanian Tingkat Pengangguran Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob 1 Intersep 3990.779 0.003 1031.467 0.157 2888.888 0.130 -619.416 0.278 2 Dependency Ratio - - -0.166 0.172 - - - - 3 Pangsa output pertanian - - - - 0.817 0.385 - - 4 Pangs TK pertanian - - - - 0.001 0.992 5 Upah minimum regional - - - - 0.094 0.281 6 Porsi penduduk usia kerja -0.562 0.018 - - - - 0.002 0.962 7 Partisipasi angkatan kerja - - - - -0.804 0.153 -0.177 0.216 8 Pertumbuhan populasi -0.072 0.942 0.917 0.093 - -

9 Rasio pert output-populasi - - - - 0.041 0.723 10 Jumlah anggota keluarga 2.549 0.652 -0.256 0.935 - - - -

11 Rasio upah sektoral -3.026 0.187 - -

12 Alokasi PP Pertanian -1.087 0.483 - -

13 Alokasi PP Kesra -1.800 0.057 0.035 0.940 - - - - 14 Alokasi PP SDM 0.163 0.720 0.075 0.722 - - - - 15 Alokasi PP Industri - - 1.147 0.066 -2.192 0.109 0.461 0.105

16 Alokasi PP - - - - -0.030 0.456

17 Proporsi kredit pertanian - - - - 0.224 0.235 - - 18 Proporsi kredit produksi - - - - -0.861 0.050 0.130 0.019

19 Proporsi kredit UKM - - -0.002 0.940 -0.027 0.606 -0.027 0.026

20 Dummy “Jambi” 7.260 0.009 -1.078 0.813 -11.712 0.198 -1.096 0.518 21 Dummy “Sumbar” -1.010 0.793 -3.842 0.035 -7.144 0.056 -2.635 0.002

22 Desentralisasi 2.227 0.295 1.252 0.257 -1.106 0.717 0.717 0.378 23 Krisis 0.372 0.862 0.200 0.848 1.457 0.612 0.402 0.486 24 Tahun -1.946 0.003 -0.526 0.159 -1.367 0.146 0.313 0.272

Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85% (P < 0.15)

Pertumbuhan penduduk tinggi menyebabkan struktur penduduk usia muda

akan meningkat, sehingga laju pertumbuhan penduduk perlu dikendalikan seperti

melalui pengembangan program keluarga berencana (KB). Peningkatan alokasi

pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat efektif menurunkan laju

angka beban ketergantungan (dependency ratio) akan menurun. Perbandingan

antar kawasan menunjukkan angka beban ketergantungan kawasan Sumatera

Barat lebih tinggi, sedangkan antara kawasan Bengkulu dan Jambi relatif tidak

berbeda.

Tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat seiring turunnya angka

beban ketergantungan, dan rasio jenis kelamin (laki-laki dan wanita) meningkat

karena sebagian besar wanita usia kerja terutama pada pedesaan hanya berperan

sebagai ibu rumah tangga. Peningkatan partisipasi angkatan kerja juga terjadi jika

perhatian pemerintah daerah terhadap sektor industri dan jasa meningkat yang

dapat diindikasikan dengan peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor

industri dan dunia usaha. Struktur umur yang didominasi oleh penduduk usia

muda, dan konsentrasi penduduk pada sektor pertanian pedesaan diduga menjadi

penyebab rendahnya partisipasi angkatan kerja di kawasan Bengkulu dibanding

kawasan lainnya.

Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor industri dan dunia

usaha akan diikuti dengan meningkatnya kredit investasi dan modal kerja.

Peningkatan ini akan mendorong migrasi tenaga kerja antar sektor, sehingga

pangsa tenaga kerja sektor pertanian akan menurun, dan sebaliknya jika terjadi

peningkatan proporsi kredit sektor pertanian. Perbandingan antar kawasan

menunjukkan bahwa pangsa tenaga kerja sektor pertanian sebagaiman pasar

output pada kawasan Bengkulu lebih tinggi dibanding kawasan lainnya.

Peningkatan partisipasi angkatan kerja yang diiringi dengan peningkatan

lebih besar dari permintaan. Kebijakan pemerintah dalam alokasi pengeluaran

pembangunan sektor industri dan dunia usaha, dan peningkatan proporsi kredit

investasi dan modal kerja yang lebih mengarah pada kapital intensif menyebabkan

meningkatnya pengangguran terbuka. Pemecahan masalah pengangguran oleh

pemerintah daerah dapat dilakukan dengan lebih berpihak pada usaha kecil dan

menengah (UKM), karena peningkatan proporsi kredit UKM akan diikuti dengan

peningkatan penyerapan atau permintaan tenaga kerja. Pengembangan UKM

sektor jasa dan industri yang memiliki employmenteffect lebih besar harus lebih

diperhatikan dalam upaya menurunkan tingkat pengangguran terbuka, terutama

pada kawasan Bengkulu dengan pangsa tenaga kerja sektor pertanian dan

peningkatan supplai tenaga kerja lebih tinggi. Pada kawasan Jambi pengembangan

UKM bidang agroindustri terutama pengolah produk perkebunan dapat menjadi

salah satu alternatif pilihan, sedangkan kawasan Sumatera Barat tetap

mempertahankan UKM sektor jasa perdagangan sesuai karakteristik masyarakat.