• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Pengaturan Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN

D. Perkembangan Pengaturan Perlindungan Konsumen

Pada masa lalu bisnis internasional hanya dalam bentuk eksport-import dan penanaman modal. Kini transaksi bisnis menjadi beraneka ragam dan rumit, seperti kontrak pembuatan barang, waralaba, imbal beli, alih teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas finansial, dan lain-lain globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan pelaku ekonomi dunia. Manufaktur, perdagangan, investasi melewati

batas-batas negara, meningkatkan intensitas persaingan. Gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan transportasi ekonomi.16

Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang berdasarkan persaingan, selalu ada yang menang dan kalah. Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang, yang akan membawa akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Tiadanya perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala negeri yang kalah dalam perdagangan bebas.17

Makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Untuk mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.

16

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4

17

29

Dalam sambutannya Guru Besar Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk18 menjelaskan bahwa di Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan dapat dilaksanakan dalam waktu bersamaan, apabila kita ingin tiga tingkat pembangunan dijalani secara serentak, budaya hukum Indonesia harus dapat mengakomodasi tujuan-tujuan yang demikian itu. Kita harus memiliki hukum, institusi hukum dan profesi hukum, yang mampu menjaga integrasi dan persatuan nasional, dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri, serta berfungsi memajukan keadilan sosial, kesejahteraan manusia, pembagian yang adil atas hak dan keistimewaan, tugas dan beban. Persatuan nasional, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial mesti dapat tercermin dalam setiap pengambilan keputusan.

Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan pembaruan hukum, institusi hukum, dan profesi hukum. Pembangunan yang komperhensif harus memperhatikan hak-hak asasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan dan dengan demikian pembangunan akan mampu menarik partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar 20 tahun lalu, yakni

18

Erman Rajagukguk, Peran Hukum dalam Pembangunan pada Era Globalisasi: Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia, pidato pengukuhan jabatan Guru besar UI, 4 januari 1997, dalam buku nyanyi sunyi kemerdekaan Erman Rajagukguk (Tetes-Tetes pemikiran 1971-2006), Jakarta: Fakultas Hukum UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006, h. 158

dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat (nongoverment organization) yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), setelah YLKI kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung sebagai anggota Consumers International (CI). Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa berorientasi pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI diberbagai provinsi ditanah air.19

YLKI muncul dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi, yang semula justru bertujuan mempromosikan hasil produksi Indonesia. Ajang promosi yang bernama Pekan Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Ide ini dituangkan dalam anggaran dasar yayasan dihadapan notaris G.H.S. Loemban Tobing, S.H. dengan akta nomor 26, 11 Mei 1973.20

Didalam segala aktifitasnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia bertindak dalam kepastianya selaku perwakilan konsumen, keberadaan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atsa hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian,

19

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen,h. 40-43

20

31

penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

Diluar pengadilan umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha diluar peradilan, berdasarkan pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No Tahun 1999

“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa atara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan

umum”. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah

Pengadilan khusus konsumen (Small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dan kedua belah pihak yang bersengketa, hal ini berlaku untuk gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan. Putusan dari BPSK tidak dapat dibanding kecuali bertentangan dengan

hukum yang berlaku.21 Dalam UUPK Bab XI- Bab XIII membahas secara khusus dari pasal 49-63 tentang segala macam aturan dari BPSK.

21

Mariam Gaharpun, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, (Jurnal Yustika, Vol.3 No. 1 Juli 2000), h. 43

BAB III

PRAKTEK BISNIS PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2011

Dokumen terkait