• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

OLEH : Marwan

NIM : 1111048000044

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi. Program Studi Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1436H/2015M.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang perlindungan hukum yang

didapatkan oleh konsumen terhadap perumahan khususnya dalam rumah yang

mengandung cacat tersembunyi. Dalam penelitian ini akan dibahas upaya hukum

yang dapat dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan haknya memperoleh

rumah sesuai kontrak. Dan bentuk tanggung jawab seperti apa yang diberikan oleh

developer.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Yuridis Normatif,

yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,

diantaranya Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Undang-undang yang digunakan, diantaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Cacat Tersembunyi, Rumah, Developer

Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., MH.

Arip Purkon, S.HI., MA.

(6)

K A T A PE NGA NT A R

ميحَّلا نَمحَّلا هللا مسب

Assalamu’ alaikumWr. Wb

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam yang hanya dengan

hidayah dan nikmat dari-Nya lah skripsi penulis yang berjudul ”Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah

Bekasi” dapat terselesaikan dengan baik. Ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan pada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat serta para

pengikutnya hingga akhir zaman.

Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan

berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan motivasi

rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak

terlepas dari elaborasi keilmuan yang penulis dapatkan dari kontribusi banyak

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan setulus hati

ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr Asep Saepudin Jahar,MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu

(7)

3. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Dosen Pembimbing I dan Arip

Purkon, S.HI., MA. Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan, arahan, saran, kritik dan masukan serta persetujuan

terhadap skripsi ini dan dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih

banyak atas kesediaan meluangkan waktu, tenaga, dan perhatiannya kepada

Penulis, semoga Allah Swt membalas kebaikan beliau.

4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu ramah

dan terbuka dengan Penulis. Selain itu juga selalu siap dan mempermudah

penulis dalam mengurus segala sesuatu birokrasi selama menjadi Mahasiswa di

Ilmu Hukum FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan

bekal kepada Penulis selama ini sehingga pada akhirnya tulisan ini dapat

diselesaikan oleh Penulis. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat buat

Penulis dan orang banyak serta mendapat balasa dari Allah Swt.

6. Kedua orang tua Penulis, Aba Mouradh Mansyur Alkatiri, dan Mama Ba’diah Muhammad Balfas, tidak lupa untuk Jidah Aminah Zaezah yang dengan sabar

memotivasi penulis untuk segera menuntaskan penelitian penulis dan selalu

mendoakan dan memberikan dukungan sekaligus menjadi inspirasi penulis

(8)

sekarang ini. Kedua adik penulis Salsabila dan Laila yang selalu bersedia

dimintai tolong untuk membuatkan kopi untuk penulis.

7. Keluarga Ami Rasyid Mahri dan Halatih Cholidah Balfas atas bantuan baik

moril maupun materil hingga penulis mampu menuntaskan penelitian penulis,

terutama kepada Kak Moch Novel. SH yang telah memberikan waktu tenaga

serta pikirannya guna membantu penulis untuk melakukan penelitian, dan juga

kepada ka Razi dan Jannah Mahri.

8. Keluarga Hal Ja’far Balfas dan Halatih Persia Thalib atas bantuan baik moril maupun materil hingga penulis mampu menuntaskan penelitian penulis, untuk

anak-anaknya Sulaiman, Nadira, Najma, Najwa, dan Muhammad Adnan.

9. Teman-teman penulis sekelas di Ilmu Hukum angkatan 2011 dalam kurun

waktu empat tahun dengan kebersamaan kita menuntut ilmu dan kebersamaan

kita dalam canda dan tawa, di Ampuh, BLC, Team Tiga Iket, Team Hore dan

Team Skripsweet, Kelompok KKN Semanggi 2014.

10. Pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak

bisa Penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah Swt. memberikan

berkah serta karunia dan membalas kebaikan mereka, amiinn yaa raball

allamin.

Akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih dan maaf yang

sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang

membuat tidak berkenan bagi pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat

bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

(9)

Jakarta, 10 Juni 2015

(10)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMIBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJ I

LEMBAR PERTA NYAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI...x

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual...9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu...10

F. Metode Penelitian...12

G. Sistematika Penulisan...15

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN...17

A. Pengertian Perlindungan Konsumen...17

B. Sejarah Lahirnya Perlindungan Konsumen...20

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen...24

(11)

xi

A. Tinjauan Umum Bisnis Perumahan...33

B. Persyaratan Pendirian Perumahan...36

C. Kegiatan Usaha Bisnis Perumahan...39

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan Dan Permukiman...40

E. Tanggung Jawab Pengembang (Developer) Sebagai Pelaku Usaha Bisnis Perumahan...42

BAB IV Analisis Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Harapan IndahBekasi...47

A. Tinjauan Umum Perjanjian...47

B. Analisis Akta Notaris Pengikat Jual Beli Perumahan di Harapan Indah Bekasi...51

C. Perihal Pembatasan Perjanjian Dalam Hal Perlindungan Konsumen...53

D. Upaya Hukum Yang Dilakukan Konsumen...56

BAB V PENUTUP...63

A. Kesimpulan...63

B. Saran...63

DAFTAR PUSTAKA...65

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tertuang dalam alinea

keempat Undang-undang Dasar 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan

umum dan untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya dapat diwujudkan

dengan memajukan perekonomian nasional dengan meningkatkan kegiatan

ekonomi. Peningkatan kegiatan ekonomi ditandai dengan pelaku-pelaku bisnis

baru yang bermunculan yang menjadikan semakin ketatnya persaingan pelaku

bisnis tersebut, sehingga terjadi pembangunan dalam ekonomi yang menuju

kearah kesejahteraan rakyat.

Ekonomi yang baik dari masyarakat membuat daya beli masyarakat yang

pada hal ini berperan sebagai konsumen mempunyai kemauan dan kemampuan

untuk memperoleh tempat tinggal yang lebih baik lagi. Pembangunan

perumahan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar

manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi

arah pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja, serta menggerakan

kegiatan ekonomi dalam peningkatan dan pemerataan kesejahteraan

rakyat.1Kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat Indonesia merupakan

kebutuhan pokok dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar.

1

(13)

Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap rumah merupakan

pencerminan dari tujuan negara yang dirumuskan dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Secara khusus pemerintah sangat memperhatikan kebutuhan tersebut dengan

memasukan sektor perumahan dan pemukiman didalam ketetapan MPR NO.

II/MPR/1993 tentang Garis-Garis besar Haluan Negara sebagai sasaran

PELITA“Pembangunan disektor perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang sehat

serta kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman,

damai,tenteram dan sejahtera”.

Peran serta pemerintah dalam hal perumahan tidak hanya ditunjukan

dengan adanya ketetapan MPR saja, pemerintah juga mewujudkan bukti nyata

dengan menyediakan perumahan, terutama ditujukan kepada masyarakat

menengah dan berpenghasilan rendah melalui pembangunan perumahan oleh

Perum Perumnas, pesatnya permintaan masyarakat akan perumahan jauh

melebihi kemampuan pemerintah melihat potensi dari pasar perumahan yang

sangat tinggi perusahaan swasta tumbuh menjamur guna memenuhi kebutuhan

masyarakat akan perumahan.

Tingginya permintaan akan rumah yang menjadikan semakin banyaknya

pengembang-pengembang perumahan baru bermunculan, hal ini jelas

menguntungkan masyarakat yang dalam hal ini berperan sebagai konsumen

dalam menentukan kebutuhan tempat tinggal yang diharapkan selain itu juga

(14)

3

perumahan memberikan penawaran harga yang lebih bersaing dengan

kompetitor lainnya untuk menarik konsumen.

Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini konsumen tidak

lagi menuntut barang dan/ atau jasa harus sudah tersedia, misalnya perusahaan

pengembang (developer) perumahaan sudah bisa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi.2 Padahal dalam pasal 9 ayat (1) huruf e

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 menyatakan

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang dan atau

jasa tersebut tersedia”.

Sebelum melaksanakan transaksi pembelian rumah, konsumen kerap kali

menjadikan iklan sebagai media untuk memperoleh informasi guna memperoleh

rumah yang sesuai kebutuhan dan kemampuan daya beli yang diinginkannya.

Besar pengharapan konsumen agar rumah yang telah dibelinya akan memiliki

kualitas, kemampuan, dan fasilitas seperti yang diinformasikan developer

melalui iklan.

Dalam tata krama dan tata cara periklanan Indonesia, dikatakan bahwa

periklanan merupakan salah satu sarana dalam pemasaran dan sarana

penerangan, yang memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa

indonesia. Sehubungan dengan itu :

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan

hukum yang berlaku

2

(15)

2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan

martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan.

3. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.3

Pengharapan konsumen merupakan hal yang sangat wajar, mengingat

dalam proses transaksi pembelian tersebut, konsumen telah memberikan

kompensasi dana, waktu, tenaga dan pikiran, agar tidak terjebak dalam

memberikan keputusan yang salah dan berpotensi menimbulkan kerugian4.

Terhadap iklan perumahan yang dengan sengaja memuat informasi menyesatkan

dan hal itu dilakukan untuk memperoleh keuntungan, sepantasnya dikategorikan

sebagai kejahatan.5

Kewajiban oleh pembeli telah dilakukan mengenai pembayaran dan

kesanggupan pelunasannya dan kewajiban penjual telah dilakukan sampai

dengan tahap pembangunan rumah, namun ketika pembeli menempati rumah

yang diperjanjikan ternyata rumah yang dijanjikan tidak bisa digunakan

selayaknya dikarenakan bangunan rumah mengalami kecacatan misalnya pada

tembok, lantai dan pada atap yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan

kualitas yang perjanjikan. Dalam hal ini penjual dianggap melakukan

wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajiban kesepakan bersama dalam

perjanjian jual beli. Dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dinyatakan “Setiap orang

dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak sesuai

3

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlnidungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.42

4

Dedi Harianto, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), h. 71

5

(16)

5

dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum

yang diperjanjikan”.

Keputusan dari konsumen untuk melakukan transaksi terlebih dahulu

sebelum bangunan jadi memiliki resiko yang sangat besar. Upaya perlindungan

konsumen di Indonesia tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan

hak tetapi juga adanya perspepsi yang salah dikalangan sebagian produsen

bahwa perlindungan terhadap konsumen akan menimbulkan kerugian terhadap

produsen.6

Para konsumen merupakan golongan yang rentan dieksploitasi oleh

pelaku usaha. Karena itu, diperlukan seperangkat aturan hukum untuk

melindungi konsumen. Yang dimaksud konsumen adalah “pengguna akhir” (end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.7

Pihak yang memiliki kedudukan lebih baik memiliki peluang besar

untuk melakukan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandighegen).8 Dalam hal ini pihak developer lah sebagai pelaku usaha yang memiliki kedudukan lebih baik dengan mendraft kontrak perjanjian jual beli rumah.

Sekalipun memiliki kedudukan lebih baik pihak developer sebagai penjual juga mempunyai kewajiban terhadap pembeli, yaitu ada dua kewajiban

utama pihak penjual:

6

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan Konsumen, h. 12

7

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, cet IV , (Bandung : Citra Aditya Bakti 2013), h. 227

8

(17)

a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan.

b. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung

terhadap cacat yang tersembunyi.9

Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi (“verborgen

gebreken”,“hidden defects”) dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan

menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang

membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud

atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli

mengetahui cacat tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli barang itu atau

tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.10

Keputusan konsumen untuk membeli rumah tidak dapat dilepaskan dari

adanya suatu perjanjian jual beli yang terjadi antara konsumen dengan

pengembang perumahan, dan salah satu unsur yang terdapat dalam suatu

perjanjian adalah dengan adanya itikad baik. Pasal 1338 ayat (3) kitab

Undang-Undang Hukum Perdata pasal menyatakan bahwa “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Seorang pembeli rumah yang menyandarkan kontrak jual beli rumah di

harapan indah Bekasi dengan kepercayaan itikad baik dari pihak developer akan membangun rumah yang diidam-idamkan sesuai dengan kontrak yang telah

disepakati nyatanya mendapatkan rumah yang tidak sesuai dengan perjanjian

yang tertera dalam isi kontrak, dalam hal ini konsumen yang berada dalam

posisi lebih lemah jelas menjadi pihak yang dirugikan dengan kenyataan rumah

yang tidak sesuai dengan kontrak.

9

Subekti, Aneka Perjanjian, Cet Kesepuluh, (Bandung: Pt Citra Aditya Bakti), 1995, h.8

10

(18)

7

Sehubungan dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pemasalahan perumahan yang

dalam kontraknya mengandung cacad yang tersembunyi khususnya mengenai

perlindungan konsumen yang dalam hal ini menjadi pihak yang lebih lemah dan

harus dilindungi terhadap cacad tersembunyi yang berada dirumah yang

dibelinya dari pihak developer.

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah penulis uraikan

di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan

judul: PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI

RUMAH DI PERUMAHAN HARAPAN INDAH BEKASI

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat cukup luasnya pembahasan mengenai perlindungan

konsumen, maka dalam penelitian skripsi ini penulis membatasi hanya

membahas perlindungan konsumen dalam bisnis perumahan yang

mengandung cacat tersembunyi.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang

telah penulis uraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penulisan

skripsi ini adalah:

a. Apa saja bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh konsumen

terhadap perumahan yang mengandung cacat tersembunyi menurut

(19)

b. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen ketika

mendapatkan rumah yang mengandung cacat tersembunyi diperumahan

harapan indah Bekasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui mengenai konsep

pengaturan perlindungan konsumen dalam Pasal 4 huruf b dan h

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh

konsumen terhadap perumahan yang mengandung cacat tersembunyi

menurut undang-undang yang berlaku.

b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh

konsumen ketika mendapatkan rumah yang mengandung cacat

tersembunyi diperumahan harapan indah Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

wawasan dibidang pengetahuan mengenai hukum perlindungan

konsumen khususnya berkaitan dengan jual beli perumahan yang

mengandung cacat tersembunyi.

(20)

9

Secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan bagi para

konsumen dalam melakukan upaya hukum untuk memperoleh haknya

untuk memperoleh rumah yang sesuai dengan iklan dan kontrak yang

terdapat dalam pemasaran perumahan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

Suatu kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan

merupakan gejala yang diteliti tetapi merupakan abstrak dari gejala tersebut.

Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian

mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.11 Penulisan skripsi ini

menggunakan definisi operasional sebagai berikut :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen

dalam penelitian ini adalah orang yang membeli perumahan.

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen.12

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,

baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,

dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), h. 132.

12

(21)

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat

penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Pengembang atau developer adalah perusahaan yang melakukan kegiatan pengadaan dan pengelolaan tanah serta pengadaan bangunan dan/ atau

sarana dan prasarana dengan maksud dijual atau disewakan.13

Cacat tersembunyi adalah suatu cacat atau kerusakan pada suatu benda

yang tidak terlihat secara jelas atau seketika ditemukan cacat yang tidak tampak

oleh pembeli melalui pemeriksaan yang wajar.14

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Disini penelitian akan membahas judul proposal skripsi yang berjudul

“Perlindungan konsumen kontrak jual beli rumah di perumahan harapan indah

Bekasi” yang dimana focus bahasannya ialah bagaimana kasus cacat tersembunyi ini terjadi dilihat dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Dari perjalanan peneliti mereview kasus ini, penulis mendapatkan ide penulisan

dan bahasan yang akan dibahas dari buku-buku, artikel di internet dan juga

membaca jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan kasus ini, adapun peneliti

merujuk dari buku Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen” dimana didalam buku itu dijelaskan bahwa konsumen berhak untuk mengetahui secara jelas mengenai produk yang dibelinya.

Sebagai bahan pertimbangan lain dalam peneilitian ini, penulis

menyertakan hasil peneilitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian

13

www.kamusbesar.com di unduh pada 23 Februari 2015

14

(22)

11

materi, yaitu skripsi yang disusun oleh Seto Darminto dari Fakultas Hukum

Universitas Indonesia Tahun 2012, dengan Judul Perlindungan Hukum bagi

pembeli dalam Penjualan Satuan Pre Procet selling (Studi Kasus: Apartement

Duku Golf (PT. Magacity Development)). Penelitian ini difokuskan pada

Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) pada pembelian apartement. Sebagai

Pertimbangan sekaligus pembeda, penelitian yang akan diangkat penulis adalah

cakupan pembahasan skripsi yang lebih fokus mengenai Kontrak yang

diperjanjikan antara pihak konsumen dengan pelaku usaha yang menjadikan

kontrak namun dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan kontrak.

Untuk bahan pertimbangan lain juga penulis dalam hal ini menyertakan

hasil penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan tinjauan kajian materil,

yaitu skripsi yang disusun oleh Fanny Amalul Arifin dari Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya Malang Tahun 2013, dengan Judul Tanggung Jawab

Developer Yang Wanprestasi Dalam Kontrak Jual Beli Rumah dan Hubungan

Hukumnya Dengan Perlindungan Konsumen (Studi PT.DLM Surabaya). Dalam

penelitian ini difokuskan pada upaya pertanggung jawaban developer yang

dituntut oleh konsumen karena spesifikasi bangunan yang diterimanya tidak

sesuai dengan isi perjanjian yang tertuang dalam perjanjian pengikat jual beli

yang telah disepakati kedua belah pihak. Sebagai pertimbangan sekaligus

pembeda penelitian yang akan diangkat penulis adalah cakupan pembahasan

skripsi yang lebih fokus bentuk tanggung jawab yang diterima oleh konsumen

dan bagaimana upaya tuntutan konsumen perumahan mengenai isi kontrak yang

sesuai dengan keinginan konsumen.

(23)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten.Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak

adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.15Sedangkan

menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how peneilitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk

mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis

masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah

tersebut.16

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan

yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Sifat dari penelitian ini adalah

deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat

teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.

15

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia Press), h. 42.

16

(24)

13

2. Pendekatan yang dipakai

Sehubungan dengan penelitian ini yang menggunakan penelitian yuridis

normatif (legal research), yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan serta

norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut

kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17 Pendekatan Perundang-undangan

(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

3. Bahan dan Sumber Penelitian

Bahan hukum dan sumber penelitian dalam penelitian ini ada tiga jenis,

yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencangkup

ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan

mempunyai kekuasaan hukum mengikat.18 Bahan Dalam penelitian ini

yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang

No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peran dan Penggunaan Kepustakaan Di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia), 1979, h. 18

18

(25)

hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan non-hukum

Bahan non-hukum merupakan bahan yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

Kamus Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan

lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen/ kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, wawancara dengan pihak

terkait dalam penelitian ini peraturan perundang-undangan dan pendapat

sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari

internet.

5. Metode Penulisan dan Metode Pengelolahan Data

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis alat pengumpulan data, yaitu

studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara atau interview.19 Penulis mencoba menggabungkan kedua alat pengumpulan data tersebut dalam

menganalisis suatu kasus yang hendak dilakukan penelitian. Studi dokumen

19

(26)

15

merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data

tertulis dengan mempergunakan ”content analysys”, sedangkan wawancara digunakan oleh Penulis sebagai deskripsi tambahan dengan mengeksplorasi

dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait, misalnya pihak developer

dan pihak konsumen.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan disusun dengan sistematik yang terbagi dalam lima bab.

Masing-masing bab terdiri dari atas beberapa sub bab guna lebih menjelaskan

ruang lingkup dan cangkupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan

letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Diuraikan tentang latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan

Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konseptual, Tinjauan (Review)

Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perlindungan Konsumen

Bab ini membahas pengertian dan Sejarah Perlindungan

Konsumen di Indonesia, Asas dan Tujuan Perlindungan

Konsumen, Perkembangan Peraturan perlindungan Konsumen di

Indonesia Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

(27)

BAB III Tinjauan Umum Mengenai Praktek Bisnis Perumahan ditinjau

dari Undang-Undang No 1 Tahun 2011

Bab ini membahas Tinjauan Umum Bisnis Perumahan,

Persyaratan Pendirian Perumahan, Kegiatan Usaha Bisnis

Perumahan, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang

Perumahan dan Permukiman, Tanggung Jawab Pengembang

(developer) sebagai pelaku usaha Bisnis Properti.

BAB IV Merupakan bab inti

Bab ini membahas bagaimana bentuk perlindungan konsumen

yang didapat dalam kontrak jual beli di perumahan harapan indah

Bekasi dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1

tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

terkait tentang cacat tersembunyi terhadap perlindungan

konsumen.

BAB V Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk

itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,dan

memberikan usulan-usulan mengenai permasalahan yang telah di

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian Perlindungan Konsumen

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam

pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan Perlindungan Konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.

Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan

konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/ jasa

kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila

dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.1

Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan

perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.

Secara umum ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu2

1. Hak untuk mendapatkan keamanan ( the right to safety)

2. Hak untuk mendapatkan informasi ( the right to informed)

3. Hak untuk memilih ( the right to choose)

4. Hak untuk didengar ( the right to be heard)

1

Az. Nasution, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Jurnal Teropong, Mei 2003, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia), h. 6-7

2

(29)

Empat hak dasar yang diakui secara internasional dalam

perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam

The International Organization of Consumer Union ( IOCU ) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan

konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat.3

Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,

konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam

perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari

suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang

menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu

produksi lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.4

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang

berstatus pemakai barang dan atau/ jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut

naturlike persoon atau termasuk juga badan hukum rechtpersoon. Hal ini

3

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, cet III ,(Jakarta : Sinar Grafika 2011), h. 31

4

(30)

19

berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk ”pelaku usaha” dalam pasal 1 angka (3), “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.” Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah

perusahaan, korporasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lainnya.

Secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon, dengan menyebutkan kata-kata “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada

orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencangkup juga badan

usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum.5

Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampaknya berusaha

menghindari penggunaan kata “produsen” sebagai lawan kata “konsumen”. Untuk itu digunakan kata “pelaku usaha” yang bermakna lebih luas. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap

bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang

memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada

produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.6

5

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 27

6

(31)

Pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen No 8 Tahun 1999 yang berarti luas dengan menyatakan pelaku

usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan hukum akan

memudahkan konsumen untuk menuntut ganti kerugian, dengan tidak begitu

kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak

pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik seandainya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam

Directive, sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan ketika ia dirugikan akibat

penggunaan produk7

B. Sejarah Lahirnya Perlindungan Konsumen

Pesatnya kemajuan bidang ilmu pengetahuan, pembangunan dan

perkembangan perekonomian dunia juga turut mengembangkan

pertumbuhan nilai ekonomi Indonesia. Kemajuan teknologi

telekomunikasi, dan informatika juga turut mendukung perluasan ruang

gerak transaksi barang dan jasa hingga melintas batas-batas wilayah suatu

negara. Kondisi ini pada satu sisi sangat bermanfaat bagi kepentingan

konsumen karena kebutuhannya akan barang dan jasa yang diinginkannya

dapat terpenuhi dan semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih

aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai dengan keperluannya.

7

(32)

21

Sisi lain kondisi tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku

usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, karena posisi konsumen

yang lebih lemah, revolusi industri di Inggris yang dimulai abad ke-18

kiranya dapat dianggap sebagai awal dari proses perubahan pola

kehidupan masyarakat yang semula merupakan masyarakat agraris

menjadi masyarakat industri. Berkembangan dan semakin majunya

teknologi kemudian mendorong pula peningkatan volume produksi barang

dan jasa. Perkembangan ini juga mengubah hubungan antara penyedia

produk dan pemakai produk yang semakin berjarak. Produk barang dan

jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin

lama semakin canggih, sehingga timbul kesenjangan terhadap kebenaran

informasi dan daya tanggap konsumen. Kondisi tersebut kemudian

menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah.8

Gerakan perlindungan konsumen sejak lama dikenal di dunia barat,

negara-negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memiliki peraturan

tentang perlindungan konsumen sejak lama memiliki peraturan tentang

perlindungan konsumen. Organisasi Dunia seperti PBB pun tidak kurang

perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya

Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 39/ 248 Tahun 1985. Dalam

resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi9

8

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4

9

(33)

a. Pelindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan

keamanan

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang

tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi

d. Pendidikan konsumen

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen

Filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah negara Republik

Indonesia yaitu pancasila, yang salah satu silanya mengatur mengenai

“Kesejahteraan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, dalam arti memberi

keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Oleh

karena itu, tepat kiranya jika grand theory dari pemikiran ini adalah teori keadilan, yang semula dikemukakan oleh filsuf Aristoteles10, karena

semula dibentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah

untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat

konsumen.11

10

Aristoteles: Justice is a political virtue by the rules of it the state is regulated and these rules the criterion of what right. (Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang hak).

11

(34)

23

Keadilan prosedural yang menghasilkan legal justice, tidak hanya tidak memadai melainkan bisa menjauhkan hukum dari tujuan mulianya

sendiri yakni menegakan keadilan bagi semua orang (bukan bagi hukum

itu sendiri) dalam masyarakat12. Sebagai negara hukum Indonesia

mempunyai keharusan untuk terus menegakan konsep negara hukum itu

sendiri dengan menegakan supremacy of law dengan memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi setiap warga negara Indonesia. Sesuai dengan

pesan dari para founding father kita yang merumuskan dalam sila kelima

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden pertama Republik

Indonesia, yaitu Ir.Soekarno, bahwa Pancasila tidak lain merupakan jiwa

bangsa, intisari dari peradaban bangsa Indonesia, landasan filsafat, dan

weltanschauung dari bangsa Indonesia.13

Filsuf besar yaitu Plato menulis pada buku yang berjudul Republic. Yang paling pertama diperbincangkan Plato dalam bukunya tersebut

adalah masalah makna dari keadilan yang oleh Plato disebutnya

dengan istilah Yunani “diskaiosune”. Sebenarnya istilah diskaiosune ini memiliki arti yang lebih luas dari “keadilan”, karena termasuk juga

didalamnya konsep moralitas individual dan moralitas sosial. Menurut

Plato, keadilan kepada setiap orang, karena itu konsep diskaiosune

tersebut tersimpul juga makna berbuat kebaikan (doing right). Akan

12

Ahmad Sudiro, Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional dan Internasional), (Jakarta, raja Grafindo, 2013), h. 133

13

(35)

tetapi, karena konsep kesenjangan tersebut berbeda-beda bahkan saling

bertentangan antara satu warga masyarakat dengan warga masyarakat

lainnya, maka konsep keadilan sejatinya tidak lain dari berbagai

formula untuk merumuskan kompromi-kompromi.14

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Didalam suatu peraturan, hal yang paling penting dalam

terbentuknya suatu peraturan adalah Asas. Asas dapat berarti dasar,

landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas adalah suatu

dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak

menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga

disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak

berpikir tentang sesuatu.

Asas dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8

Tahun 1999 menurut pasal 2 berbunyi “Perlindungan Konsumen

berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan

keselamatan konsumen serta kepastian hukum”. Penjelasan dari bunyi

pasal ini, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan

nasional, yaitu :

14

(36)

25

1. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya dalam memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen

dalam penggunaan pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau

jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal 2 tersebut, bila

diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 asas yaitu15:

1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas kesamaan dan

keselamatan konsumen

15

(37)

2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan

3. Asas kepastian hukum.

Disamping asas, hal yang diperlukan dalam suatu peraturan adalah

tujuan. Tujuan adalah sasaran. Tujuan adalah cita-cita. Tujuan lebih

dari hanya sekedar mimpi yang terwujud. Tujuan adalah pernyataan

yang jelas. Tidak akan ada apa yang bakal terjadi dengan sebuah

keajaiban tanpa sebuah tujuan yang jelas. Tidak akan ada langkah

maju yang segera diambil tanpa menetapkan tujuan yang tegas. Dan

salah satu tujuan dalam hukum adalah untuk menjamin kepastian

hukum dalam masyarakat yang bersendikan pada keadilan.

Adapun tujuan perlindungan konsumen pada pasal 3

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 bertujuan untuk:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

(38)

27

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

Semua yang menjadi landasan dasar dari lahirnya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen pada hakikatnya telah memberikan

kesetaraan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha, tetapi konsep

perlindungan konsumen sebagai suatu kebutuhan harus senantiasa

disosialisasikan untuk menciptakan hubungan konsumen dan pelaku

usaha dengan prinsip kesejahteraan yang berkeadilan, dan untuk

mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip

ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin

dengan modal seminimal mungkin yang dapat merugikan kepentingan

konsumen, langsung maupun tidak langsung.

D. Perkembangan Pengaturan Perlindungan Konsumen

Pada masa lalu bisnis internasional hanya dalam bentuk eksport-import dan penanaman modal. Kini transaksi bisnis menjadi beraneka ragam dan rumit, seperti kontrak pembuatan barang, waralaba, imbal beli,

alih teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas finansial, dan

lain-lain globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan

(39)

batas-batas negara, meningkatkan intensitas persaingan. Gejala ini

dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan transportasi ekonomi.16

Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar

yang berdasarkan persaingan, selalu ada yang menang dan kalah.

Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara negara maju dan

negara berkembang, yang akan membawa akibat pada komposisi

masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Tiadanya perlindungan

konsumen adalah sebagian dari gejala negeri yang kalah dalam

perdagangan bebas.17

Makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi

penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa

yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Untuk

mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau

tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan

dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan

perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan

suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya,

terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan

yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era

perdagangan bebas yang akan datang.

16

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4

17

(40)

29

Dalam sambutannya Guru Besar Universitas Indonesia, Erman

Rajagukguk18 menjelaskan bahwa di Indonesia untuk pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan pendapatan dapat dilaksanakan dalam waktu

bersamaan, apabila kita ingin tiga tingkat pembangunan dijalani secara

serentak, budaya hukum Indonesia harus dapat mengakomodasi

tujuan-tujuan yang demikian itu. Kita harus memiliki hukum, institusi hukum dan

profesi hukum, yang mampu menjaga integrasi dan persatuan nasional,

dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri, serta berfungsi

memajukan keadilan sosial, kesejahteraan manusia, pembagian yang adil

atas hak dan keistimewaan, tugas dan beban. Persatuan nasional,

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial mesti dapat tercermin

dalam setiap pengambilan keputusan.

Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan pembaruan hukum,

institusi hukum, dan profesi hukum. Pembangunan yang komperhensif

harus memperhatikan hak-hak asasi manusia, keduanya tidak dalam posisi

yang berlawanan dan dengan demikian pembangunan akan mampu

menarik partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi bertambah penting karena

bangsa kita berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan

bangsa-bangsa lain.

Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di

Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar 20 tahun lalu, yakni

18

(41)

dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat (nongoverment organization) yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), setelah YLKI kemudian muncul beberapa organisasi serupa,

antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di

Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990

bergabung sebagai anggota Consumers International (CI). Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa berorientasi

pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Bina Konsumen

Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI diberbagai provinsi

ditanah air.19

YLKI muncul dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang

diketuai oleh Lasmidjah Hardi, yang semula justru bertujuan

mempromosikan hasil produksi Indonesia. Ajang promosi yang bernama

Pekan Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan

wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Ide ini

dituangkan dalam anggaran dasar yayasan dihadapan notaris G.H.S.

Loemban Tobing, S.H. dengan akta nomor 26, 11 Mei 1973.20

Didalam segala aktifitasnya Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia bertindak dalam kepastianya selaku perwakilan konsumen,

keberadaan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga sangat

membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atsa hak-hak konsumen.

Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian,

19

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen,h. 40-43

20

(42)

31

penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan

upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

Diluar pengadilan umum Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan

dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha diluar peradilan, berdasarkan

pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No Tahun 1999

“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa atara konsumen dan

pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan

umum”. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah

Pengadilan khusus konsumen (Small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan

cepat, sederhana dan murah. Mekanisme gugatan dilakukan secara

sukarela dan kedua belah pihak yang bersengketa, hal ini berlaku untuk

gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil. Pemeriksaan

dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga

(pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan.

(43)

hukum yang berlaku.21 Dalam UUPK Bab XI- Bab XIII membahas secara

khusus dari pasal 49-63 tentang segala macam aturan dari BPSK.

21

(44)

BAB III

PRAKTEK BISNIS PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2011

A. Tinjauan Umum Bisnis Perumahan

Mengingat makin tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional,

kebutuhan akan perumahan semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini

dapat kita lihat dengan makin banyaknya perumahan baru yang

bermunculnya di wilayah baik yang sedang berkembang atau telah

mengalami kemajuan yang pesat. Rumusan mengenai pengertian

perumahan sendiri pada Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Permukiman adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari

permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan

prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah

yang layak huni.

Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang

bersifat fisik atau bangunan untuk tempat tinggal / bangunan pada umumnya

(seperti gedung dan sebagainya). Jika ditinjau secara lebih dalam rumah

tidak sekedar bangunan melainkan konteks sosial dari kehidupan keluarga

dimana manusia saling mencintai dan berbagi dengan orang-orang

terdekatnya.1

Dalam pandangan ini rumah lebih merupakan suatu sistem sosial

ketimbang sistem fisik. Hal ini disebabkan karena rumah berkaitan erat

1

(45)

dengan manusia, yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan

keinginan-keinginan yang berbeda dan selalu bersifat dinamis, karenanya rumah

bersifat kompleks dalam mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan

kehidupannya. Beberapa konsep tentang rumah:

1. Rumah sebagai pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan

pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya

2. Rumah sebagai wadah keakraban ; rasa memiliki, rasa kebersamaan,

kehangatan, kasih dan rasa aman

3. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi ; tempat melepaskan

diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin

4. Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat

kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam

untaian proses ke masa depan

5. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari

6. Rumah sebagai pusat jaringan sosial

7. Rumah sebagai struktur fisik.2

Tingginya pertumbuhan penduduk kota-kota di Indonesia berasal dari

pergeseran konsentrasi dari desa ke kota, hal ini menunjukan

kecenderungan yang tinggi tumbuhnya kota-kota di Indonesia. Sayangnya

terjadi keadaan yang tidak sesuai antara tingkat kemampuan dengan

kebutuhan sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang ada

diperkotaan, mengakibatan timbulnya kelas sosial didalam masyarakat.

2

(46)

35

Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan oleh pemerintah

dan swasta (real estat), tetapi apa yang dilakukan masih belum mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi jumlah ternyata

pemerintah dan swasta hanya mampu menyediakan lebih kurang 10% saja

dari kebutuhan rumah, sementara sisanya dibangun sendiri oleh

masyarakat. Dari segi kualitas banyak pihak yang berpendapat bahwa

program yang ada belum menyentuh secara holistik dimensi sosial

masyarakat, sehingga masih perlu diupayakan perbaikan-perbaikan.3

Dalam pendekatan teknis, perumahan yang berorientasi terhadap kepuasan

penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Struktur dan konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman.

b. Material bangunan yang menjamin terciptanya kenyamanan dan

kesehatan di dalam rumah.

c. Prasarana/infrastruktur yang memenuhi standar kenyamanan,

kesehatan dan keamanan lingkungan.4

Pada Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman Penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan,

dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,

pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang

terkoordinasi dan terpadu. Penyelengaraan bisnis perumahan dilakukan

3

Widyaningsih, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, (Tarsito, Bandung, 2006), h. 15

4

(47)

untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar

manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat,

menurut ketentuan Pasal 19 UU No. 1 Tahun 2011 pengadaan pembangunan

atau penyelenggaraan rumah dan perumahan tersebut dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi

peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang dilaksanakan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak

setiap warga negara untuk menempati, menikmati dan memiliki rumah yang

layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Penyelenggaraan

perumahan meliputi: a) perencanaan perumahan, b) pembangunan perumahan, c)

pemanfaatan perumahan, dan d) pengendalian perumahan. Perumahan tersebut

mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, dan sarana umum.

Jenis rumah berdasarkan pelaku pembangunan dan hunian meliputi jenis

rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya, rumah khusus dan rumah

negara. Jenis rumah dalam bisnis perumahan digolongkan kedalam rumah

komersial yang selenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

B. Persyaratan Pendirian Perumahan

Untuk membuat adanya suatu keharmonisan dalam bisnis perumahan para

pengembang atau developer harus memenuhi beberapa persyaratan dalam mendirkan perumahan, yaitu sebagai berikut:

(48)

37

Pastikan tanah yang dikelola menjadi perumahan merupakan tanah yang

tidak melanggar Rencana Tata Ruang Kota supaya tidak ada kerumitan

dalam melakukan proses perijinan. Lakukan juga pengecekan Rencana

Tata Ruang kota untuk memastikan akan dijadikan apa lahan tersebut

dalam perencanaan tata ruang kota, semisal lokasi yang dipilih akan

dijadikan pemukiman maka dapat dilanjutkan propses pengajuan perijinan

pendirian perumahan. Pemilihan lokasi perumahan bisa melalui langkah

“pendomplengan” lokasi yang telah banyak perumahan. Hal ini dinilai

lebih menjanjikan dalam berinvestasi, akan tetapi harga tanahnya juga jauh

lebih mahal.

2. Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini dilanjutkan dengan mengurus izin ke Dinas

Pekerjaan Umum serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Izin

pertama yang harus diurus adalah Advice Planning. Pada tiap instansi memiliki nama yang berbeda untuk jenis perizinan „Advice Planning‟, izin

Advice Planning berguna untuk kesesuaian antara tata ruang di lokasi yang dituju dengan Site Plan pengembangan. Beberapa berkas yang wajib disediakan untuk mengurus izin tersebut antara lain adalah proposal izin

pemanfaatan ruang yang memuat segala aspek yang menyangkut

perencanaan lokasi yang dilampiri dengan sertifikat tanah dan apabila

tanah masih menggunakan nama orang lain harus dicantumkan surat kuasa

(49)

aturan-aturan pembangunan serta Surat Keputusan atau Izin Prinsip yang

disetujui Bupati atau Walikota. Pada beberapa daerah perijinan ini hanya

untuk lahan dengan luas lebih dari 1 Ha, akan tetapi pada beberapa daerah

lain ada juga yang tidak mempunyai batas luas lahan. Pada umumnya lebih

dari lima rumah telah dianggap sebagai perumahan.

3. Tahap Ketiga

Tahap ketiga dilaksanakan di Badan Pertanahan Negara. Langkah awalnya

adalah melakukan pengecekan sertifikat serta pengecekan patok pembatas.

Memastikan bahwa status yang disyaratkan untuk lahan adalah HGB (Hak

Guna Bangunan), ini berarti lokasi yang akan digunakan menggunakan

nama perusahaan atau PT yang bersangkutan dan dapat juga dikavling atas

nama masing-masing individu. Pada setiap proses perizinan akan selalu

muncul retribusi dan pajak perizinan, akan tetapi besar kemungkinan pada

tiap daerah akan memiliki prosedur yang berbeda. Setelah proses perijinan

legalitas clear dilanjutkan dengan mengurus Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini merupakan langkah awal pengajuan Izin Mendirikan Bangunan.

4. Tahap Keempat

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), Pada umumnya

Amdal berlaku untuk lokasi dengan luas lahan > 1 Ha, jika luas lahan

kurang dari 1 Ha cukup dengan mengurus ijin UKL (Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup) atau / UPL (Upaya Pemanfaatan Lingkungan Hidup).

Proses awal dari tahap keempat ini mengharuskan pengecekan kadar air

(50)

39

proyek yang akan dilaksanakan. Produk dari perijinan ini berupa surat

rekomendasi dari kantor KLH yang selanjutnya dilampirkan dalam

pengajuan IMB.

5. Tahap Kelima

Pada tahap kelima adalah melakukan pengajuan IMB sekaligus

pengesahan Site Plan Perumahan (zoning) ke kantor Perijinan Satu Atap atau kantor 16 Perizinan Terpadu. Syarat pengajuan IMB terdiri atas

akumulasi perizinan-perizinan yang telah diurus sebelum memasuki tahap

ke lima ini. Jika seluruh syarat telah terlampir, hanya tinggal menunggu

keluarnya ijin serta membayar retribusi yang nominalnya disesuaikan

dengan luas tanah dan bangunan.5

C. KEGIATAN USAHA BISNIS PERUMAHAN

Bisnis perumahan adalah kegiatan pertukaran barang, jasa atau

uang yang berkaitan dengan lahan dan bangunan hunian. Secara umum

jenis investasi dibidang properti dapat dikategorikan dalam beberapa

jenis, antara lain adalah lahan (tanah), hunian (residensial), serta jenis

bangunan untuk perdagangan (komersial). jenis investasi hunian

(residensial) adalah terkait dengan jual beli hunian atau/ rumah yang

sudah terbangun, dimana kondisi dari lingkungan yang disediakan lebih

5

(51)

lengkap prasarana dan sarananya termasuk adanya fasilitas umum dan

fasilitas sosial yang telah ditetapkan dalam site plannya.6

Pada pasal 3 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Permukiman menyatakan bahwa Perumahan dan Kawasan Permukiman

diselenggarakan untuk;

a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan

dan kawasan permukiman;

b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran

penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan

hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk

mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dengan tetap

d. Memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan

perkotaan maupun kawasan perdesaan;

e. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan

perumahan dan kawasan permukiman;

f. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;

dan

g. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau

dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana,

terpadu, dan berkelanjutan.

6

(52)

41

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan dan Permukiman

Mengenai hubungan pelaku usaha dan konsumen kedua belah

pihak memiliki hak dan kewajiban, khususnya telah diatur dalam Pasal

129 dan 130 Undang-Undang No 1 Tahun 2011

Dan dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,

setiap orang berhak:

a. menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah

yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;

b. melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

c. memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman;

d. memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman;

e. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami

secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman; dan

f. mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang

merugikan masyarakat.

Dan dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,

Referensi

Dokumen terkait

[r]

luas dan asri, namun demikian kenyataan yang ada tidak mampu memberikan ruang bagi anak untuk sekedar bermain, justru mereka harus bermain ditempat yang

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik tersebut

[r]

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR Universitas

Sebagaimana telah diungkapkan dimuka bahwa telah terjadi indikasi ketidakseimbangan penawaran dan permintaan sapi yang ditunjukkan dengan kenaikan harga daging sapi

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR1. Universitas

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu teknik klasifikasi yang cukup handal dikarenakan kemampuannya dalam memprediksi ataupun mengenali suatu citra.JST mampu belajar