• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Perbankan Syariah dan Indikator Perkembangan a.Indikator Perkembangan Perbankan Syariah a.Indikator Perkembangan Perbankan Syariah

PERBANKAN SYARIAH

B. Perbankan Syariah

2. Perkembangan Perbankan Syariah dan Indikator Perkembangan a.Indikator Perkembangan Perbankan Syariah a.Indikator Perkembangan Perbankan Syariah

Melihat dari definisinya yang dimaksud ”berkembang” adalah menjadi besar (luas, banyak, dsb), sementara ”perkembangan” diartikan perihal berkembang15

. Menurut Muhamad, kunci perkembangan Lembaga Keuangan Syariah terletak pada kemampuannya membentuk modal yang makin besar. Modal ini dapat diperoleh dari berbagai sumber. Sumber tersebut diantaranya dari luar negeri, pemerintah, dan dari masyarakat itu sendiri16.

Dalam proyeksinya terhadap perkembangan Perbankan Syariah, Adiwarman A. Karim menggunakan jumlah Kantor Cabang Syariah, Dana Pihak Ketiga (DPK), produk pembiayaan, dan aset Perbankan Syariah sebagai indikatornya17. A. Riawan Amin menggunakan jumlah kantor jaringan, jaringan kantor office channeling, aset Perbankan Syariah, dan market share sebagaimana data yang diungkapkan Bank

15

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet -2, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), h.414.

16

Muhamad, ed., Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

(Yogyakarta: Ekonisia, 2006), h.86-87. 17

Adiwarman A. Karim, Potensi Perbankan Syariah di Indonesia, dalam Iman Hilman, dkk,

Indonesia18. Tidak jauh berbeda, Zainul Arifin menggunakan perkembangan kelembagaan Perbankan Syariah yaitu banyaknya jaringan kantor bank, dan total aset Perbankan Syariah terhadap total aset Perbankan Nasional sebagai indikator perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia19.

b. Perkembangan Perbankan Syariah

Pengembangan terhadap sistem Perbankan Syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Sebagai bagian dari kebijakan BI mengembangkan Perbankan Syariah di tanah air, pada tahun 2002 BI menerbitkan

”Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia”. Pentahapan pencapaian sasaran pengembangan Perbankan Syariah nasional (2002-2011) terbagi dalam 3 fase: 1) Meletakkan fondasi pertumbuhan (2002-2004)

2) Memperkuat struktur ekonomi (2004-2008)

3) Memenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan internasional (2008-2011) Strategi pengembangan Perbankan Syariah harus selalu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di tingkat nasional maupun internasional. Di dalam cetak biru juga dilakukan formasi strategi pengembangan berdasarkan kondisi yang ada

18

A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta : UIN Press, 2009), h.101-106.

19

serta pemanfaatan setiap potensi yang dimiliki menuju kondisi ideal Perbankan Syariah. Berdasarkan pada penyesuaian strategi yang dilakukan, program pengembangan Perbankan Syariah oleh Bank Indonesia dibagi kedalam 4 tahapan pengembangan, yaitu:

1) Meletakkan dasar yang kuat bagi ketentuan kehati-hatian serta infrasrtuktur penunjang pengawasan yang efektif (tahap I: 2002-2004);

2) Meningkatkan efisiensi industri Perbankan Syariah yang didukung oleh pasar keuangan yang aman, efisien dan patuh kepada prinsip Syariah (tahap II: 2005-2009);

3) Mendorong pemenuhan standar internasional dalam kegiatan operasional Perbankan Syariah (tahap III: 2010-2012);

4) Mendorong integrasi indusrtri Perbankan Syariah dengan industri keuangan Syariah (tahap IV: 2013-2015)20.

Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategy pengembangan pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yang meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri Perbankan Syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru Perbankan Syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan,

20

M. Ghafur, Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah), (Yogyakarta: Biruni Press,2007), h.49-50.

serta strategi komunikasi baru yang memposisikan Perbankan Syariah lebih dari sekedar bank21.

Bank Indonesia dalam kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah pada tahun 2007-2008 memiliki enam pilar Program Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah (PAPBS), meliputi:

1) Penguatan Kelembagaan Bank Syariah 2) Pengembangan Produk Bank Syariah

3) Intensifikasi Edukasi Publik dan Aliansi Mitra Strategis

4) Peningkatan Peranan Pemerintah dan Penguatan Kerangka Hukum Bank Syariah 5) Penguatan SDM Bank Syariah, dan

6) Penguatan Pengawasan Bank Syariah.

Dalam mengimplementasikan program-program akselerasi tersebut maka dibentuk Working Group (WG) yang beranggotakan Bank Indonesia dan Bank-bank Syariah. Selain itu untuk membantu tugas dari WG terdapat juga mitra strategis dari WG PAPBS, salah satunya adalah Konsultan Bisnis Syariah22. Bank Indonesia juga menunjukkan komitmennya dalam pengembangan Perbankan Syariah melalui pembentukan Biro Perbankan Syariah pada tahun 2001 yang kemudian ditingkatkan menjadi Direktorat Perbankan Syariah pada tahun 2004.

21 Bank Indonesia, Sekilas Perbankan Syaruah Di Indonesia, diakses pada tanggal 18 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/.

22

Bank Indonesia, Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008, diakses pada tanggal 18 Februari 2010 dari http://www.bi.go.id.

Berdasarkan data Statistk Perbankan Syariah Bank Indonesia per-September 2010 bahwa perkembangan Perbankan Syariah jika dilihat dari jaringan kantor Perbankan Syariah terdapat 10 BUS (Bank Umum Syariah) dengan 1.151 kantor, 23 UUS (Unit Usaha Syariah) dengan 237 kantor, dan 146 BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) dengan 278 kantor, dari jumlah tersebut terdapat 1.666 kantor. Berkembang pesat jika dibandingkan dengan Desember 1999, data Ststistik Perbankan Syariah Bank Indonesia menunjukkan hanya terdapat 2 BUS dengan 41 kantor (2 kantor pusat, 13 kantor cabang, 7 kantor cabang pembantu, dan 19 kantor kas), 1 UUS dengan 2 kantor, dan 79 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dengan 79 kantor, dari jumlah tersebut hanya terdapat 122 kantor. Artinya dari sisi jaringan kantor mengalami penambahan lebih dari 13 kali lipat pada periode Desember 1999 –September 2010, belum termasuk jaringan kantor Office Channeling yang jumlahnya sudah mencapai 1.277 (September 2010).

Dari sisi aset, perkembangan Perbankan Syariah juga pesat. Per-Desember 2002, total aset Perbankan Syariah baru sekitar Rp. 4,045 triliun. Namun per-September 2010, aset Perbankan Syariah sudah menjadi Rp. 83,454 triliun atau dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun mengalami penambahan lebih dari 20 kali lipat.

Per-September 2010, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun BUS dan UUS telah mencapai 63,912 miliar sedangkan per-Desember 2002 DPK Bank

Syariah bahkan belum mencapai 3 miliar (2,917,726 juta) atau bertambah lebih dari 21 kali lipat dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun23.

3. Peluang dan Tantangan Pengembangan Bank Syariah ke depan

Dokumen terkait